BAB I
PENDAHULUAN
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Jalan napas memiliki otot polos hipertrofi
samping itu, terdapat hipertrofi kelenjar mukosa, edema dinding bronkial, dan
dan abnormal menjadi kental, kenyal, dan bergerak lambat. Pada kasus yang
berat, banyak jalan napas yang tersumbat oleh sumbatan mukus, mungkin
sebagian dibatukan dalam sputum. Sputum tersebut khasnya sedikit dan putih
(West, 2010).
WHO memperkirakan bahwa 235 juta orang saat ini menderita asma.
(WHO, 2012). Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya
13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalens asma sebesar 7,7%,
dengan rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%. Di Bandung, studi pada
prevalens asma 6,6%. Sedangkan Datau dkk. melakukan penelitian pada 153
tahun 2009 terjadi sebanyak 169 kasus, tahun 2010 terjadi 213 kasus, tahun
2011 terjadi 199 kasus, dan 2012 terjadi 59 kasus (RSUD Nganjuk, 2013).
Dan di Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk selama tiga bulan terakhir pada
bulan April terjadi 6 kasus, Mei terjadi 7 kasus, Juni terjadi 0 kasus (Ruang
yang sangat banyak (Smeltzer dan Bare, 2002). Mukosa dan dinding
bronkhus pada klien dengan asma akan terjadi edema. Terjadinya infiltrasi
pada sel radang terutama eosinofil dan terlepasnya sel silia menyebabkan
adanya getaran silia dan mukus di atasnya. Hal ini membuat salah satu daya
2008)
3
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian Asma
(Almazini, 2012)
Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia,
(Saheb, 2011)
dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari.
2. Klasifikasi
a. Asma bronkhiale
pengobatan
b. Status asmatikus
c. Asthmatic Emergency
a. Asma ekstrinsik
b. Asma intrinsik
berlebihan.
3. Etiologi
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena
bulu-bulu binatang.
serangan.
c. Asma gabungan
2006).
4. Patofisologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita
asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa
jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris
bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat
5. Manifestasi Klinis
dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
digolongkan menjadi :
1) Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan
laboratorium.
2) Asma tingkat II
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
serangan asma.
4) Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
5) Asma tingkat V
6. Komplikasi
nafas
3) Bronchitis
12
4) Pneumonia
5) Emphysema
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan sputum
kristal eosinofil.
bronkus
2) Pemeriksaan darah
komplikasi asma
meninggi
serangan.
3) Foto rontgen
5) Elektrokardiografi
paru, yakni :
8. Penatalaksanaan
a. Penyuluhan
c. Fisioterapi
2) Pengobatan farmakologik
1. Agonis beta
metrapel ).
2. Metil Xantin
empatkali sehari.
3. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
4. Kromolin
5. Ketotifen
1. Pengkajian
sebelumnya.
lingkungan.
b) Aktivitas
c) Pernapasan
latihan.
d) Sirkulasi
e) Integritas ego
è Ansietas
è Ketakutan
è Peka rangsangan
è Gelisah
f) Asupan nutrisi
g) Hubungan sosial
h) Seksualitas
Penurunan libido
2. Diagnosa Keperawatan
bronchospasme.
kapiler – alveolar
sufokasi.
pemasukan makanan
asma.
peningkatan produksi mukus, Respiratory status : Ventilation 1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
kekentalan sekresi dan Respiratory status : Airway patency thrust bila perlu
Dengan kriteria hasil : 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu 4) Pasang mayo bila perlu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan 8) Lakukan suction pada mayo
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas 9) Berikan bronkodilator bila perlu
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
20
yang dapat menghambat jalan nafas 12) Monitor respirasi dan status O2
membran kapiler – alveolar Respiratory Status : Gas exchange 1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
tanda tanda distress pernafasan 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu 8) Lakukan suction pada mayo
Tanda tanda vital dalam rentang normal 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
21
Respiratory Monitoring
respirasi
intercostal
paradoksis)
mengetahui hasilnya
Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 NIC :
bronkus Respiratory status : Ventilation 1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
Dengan Kriteria Hasil : 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu 4) Pasang mayo bila perlu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan 8) Lakukan suction pada mayo
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas 9) Berikan bronkodilator bila perlu
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Terapi Oksigen
aktivitas
Nyeri akut; ulu hati berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 NIC :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, 3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
menggunakan manajemen nyeri 6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda nyeri) 7) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
Tanda vital dalam rentang normal 8) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
Analgesic Administration
frekuensi
nyeri
optimal
samping)
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
(Brunner&Suddarth,2001)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:
EGC