Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai
pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak
dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi Asma bronkial meningkat
pada anak maupun dewasa. Prevalensi total Asma bronkial di dunia
diperkirakan7,2 % (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut
sangat bervariasi pada tiap negara dan bahkan perbedaan juga didapat antar
daerah di dalam suatu negara. Prevalensi Asma bronchial di berbagai negara
sulit dibandingkan, tidak jelas apakah perbedaan angka tersebut timbul karena
adanya perbedaan kritertia diagnosis atau karena benar-benar terdapat
perbedaan (Nuari & Soleha dkk 2018).

Laporan The Global Burden of Disease pada tahun 2018


menunjukkan bahwa diperkirakan terdapat 339,4 juta orang yang menderita
Asma di dunia dengan prevalensi terbesar pada usia 18-45 tahun (Global
Asthma Network, 2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018
menunjukkan bahwa prevalensi Asma di Indonesia sebesar 2,4%, angka ini
menurun dari Riskesdas tahun 2013 sebesar 4,5%. Prevalensi Asma di Jawa
Timur berada di atas prevalensi nasional (Mahanani & Zakiyah dkk 2019).

Hasil studi pendahuluan pada tanggal 1 November 2018 di RSU


Sumber Glagah yang didapatkan dari data rekam medik menunjukkan bahwa
terdapat 12 kasus Asma bronkiale selama 3 bulan terakhir yaitu Agustus
sampai dengan Oktober 2018 dan 10 dari 12 (83,3%) pasien mengalami
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Data yang diperoleh dari 2
pasien Asma bronkial menunjukkan bahwa secara subjektif mengatakan sesak
nafas, dari hasil pemeriksaan fisik kedua pasien tidak dapat melakukan batuk
secara efektif, terdengar ronchi dan wheezing, serta frekuensi nafas yang
meningkat.
Gejala Asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin,
biasanya dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada,
disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada
awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita
Asma adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif,
kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental. Jalan napas
yang tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi selalu lebih
sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk
tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan. Penggunaan otot
aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penderita Asma kelelahan saat bernapas ketika serangan atau
ketika beraktivitas (INDAR ASMARANI & Tahir dkk 2018).

Menurut Sundaru (2009) tindakan pencegahan Asma antara lain


dengan menjaga kesehatan berupa makanan yang bernilai gizi baik, minum
banyak, hindari minum es, minum hangat dapat mengencerkan dahak,
istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai. Disamping itu
keadaan rumah harus diperhatikan, sebaiknya tidak lembab, cahaya matahari
bisa masuk, kamar tidur seharusnya tidak banyak barang yang dapat
menimbulkan debu, selain itu upaya selanjutnya menghindari faktor pencetus
seperti; debu, asap rokok, bulu hewan, suhu dingin, kelelahan yang
berlebihan, olahraga yang melelahkan. Menggunakan obat-obatan
bronkodilator sebagai persiapan jika kondisi seseorang tidak bisa aktif
melakukan pencegahan (Setiyarini & Abi mMuhlisin dkk 2016).

1.2 Tujuan penulisan


1. Tujuan umum
Untuk memberikan pengetahuan dalam mempelajari dan
mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi pada kasus asma.
2. Tujuan khusus
a. Untuk Mengetahui manfaat breathing control dan diaphragmatic
breathing dalam mengurangi sesak napas pada penderita Asma.
b. Untuk Mengetahui manfaat static bicycle dalam meningkatkan
kemampuan fungsional pada penderita Asma.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
a. Manfaat teoritis
Karya tulis ilmiah ini semoga mampu dimanfaatkan bagi
pengembangan ilmu fisioterapi dan meningkatkan khasanah keilmuan
dalam bidang fisioterapi.
b. Manfaat
1) Bagi penulis
a) Menjadi wadah untuk mempelajari lebih banyak dan
mendalami permasalahan Asma.
b) Mampu melaksanakan sekaligus mempraktekkan teori-teori
yang diperoleh selama pembelajaran di kampus, dilahan
praktek maupun saat penyusunan karya tulis ilmiah ini untuk
diterapkan langsung ke manyarakat luas dan mampu
menjadikan pengalaman yang berguna bagi para penderita
Asma serta keluarga penderita Asma kini dan suatu saat nanti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar keluarga


2.1.1 Pengertian asma bronchial
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas.
Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat
hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko
tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya
proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat
sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul
disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-
anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30
tahunan (Saheb, 2011).

2.1.2 Etiologi
Penyebab Asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab Asma yang
sesungguhnya atau Asma jenis ekstrinsik. Penyebab Asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab Asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak
dengan kulit (Ward et al, 2008).
2.1.3 Patofisiologi
Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dijabarkan masing-masing dari
patofisiologinya.
a) Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada
mukosa bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos,
hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal. Mekanisme
terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang
spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu.
Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat
pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut
tidak lain daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis leukosit.
Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast
menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan
memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang
menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin,
contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga
terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang
dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan
histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak
eosinofil. Adanya eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah
diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di dalam sputum tidak diketahui,
tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula
eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan
prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap
serangan asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan
meninggi dalam darah tepi (Black & Hawks, 2014).
b) Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik.
Mungkin mula-mula akibat kepekaan yang berlebihan
(hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus yang akan
merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan
batuk dan sekresi lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus,
demikian hipersensitifnya sehingga langsung menimbulkan refleks
konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus, sering
dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain itu lendir yang sangat
lengket akan disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat dapat
menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total, sehingga
berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan
akhirnya kematian. Rangsangan yang paling penting untuk refleks
ini ialah infeksi saluran pernapasan oleh flu (common cold),
adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus influenzae.
Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin
juga berperan, dengan demikian merokok juga sangat merugikan
(Black & Hawks, 2014).

2.1.4 Manifestasi klinik


Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-
batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit
untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya
gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi
untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan
gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik
maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar
faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan
fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak
adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah
sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-
gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena
pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi
apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal (O'donnell, & Laveneziana, 2007).

2.1.5 Penatalaksanaan medis asma


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan
non farmakologik dan pengobatan farmakologik (Mansjoer, A dkk.
2007) :
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara
menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi
dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10
menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (
Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800
empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang
lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid
jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama
20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20
tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk


Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Black J.M & Hawks J.H. (2014). Keperwatan Medikal Bedah. Edisi 8-
Buku 3. Jakarta: Salemba Medika.

Indar asmarani, P., Tahir, R., & Muhsinah, S. (2018). Asuhan keperawatan
pada pasien Asma bronkial dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi di ruang laikawaraka rsu bahteramas provinsi
sulawesi tenggara (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Kendari).

Mahanani, I. I., Zakiyah, A., & Yuniarti, E. V. (2019). Asuhan


keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada kasus
Asma bronkial di rsu sumber glagah mojokerto.

Nuari, A., Soleha, T. U., & Maulana, M. (2018). Penatalaksanaan Asma


Bronkial Eksaserbasi pada Pasien Perempuan Usia 46 Tahun
dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Kecamatan
Gedong Tataan. Jurnal Majority, 7(3), 144-151.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:


Media Aesculapius.

O'donnell, D. E., & Laveneziana, P. (2007). Dyspnea And Activity


Limitation In COPD: Mechanical Factors. Journal Of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease, 4; 225 – 236.

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika.

Setiyarini, T., Abi Muhlisin, S. K. M., Zulaicha, E., & Kp, S. (2016).
Efektivitas Pendidikan kesehatan menggunakan media leaflet dan
penyuluhan individual terhadap pengetahuan pencegahan
kekambuhan asma (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Ward, J.P.T, Ward, Jane., Leach, Richard M., & Wiener, Charles M. (2008).
At a Glance Sistem.Respirasi. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai