Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Insipidus (DI) merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan.
Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu
mekanisme neurophypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan
tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui
merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan
umur dan jenis kelamin.
Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral,
nefrogenik, dipsogenik, dan gestasional. Pada diabetes insipidus sentral terletak di
hipofisis, sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik kelainan dikarenakan
ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal
terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Diabetes
insipidus bisa merupakan penyakit keturunan Gen yang menyebabkan penyakit
ini bersifat dominan dan dibawa oleh kromosom X.
Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada anak
laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat
tertentu.
Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan
polidipsia. Jika penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul segera setelah lahir.
Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami
dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan
kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati bisa terjadi kerusakan
otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering
berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin
dengan Gangguan Diabetes Insipidus.
B. Tujuan Khusus

1
1. Menjelaskan tentang Definisi Diabetes Insipidus.
2. Menjelaskan tentang Klasifikasi Diabetes Insipidus.
3. Menjelaskan tentang Etiologi Diabetes Insipidus.
4. Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus.
5. Menjelaskan tentang Patofisiologi Diabetes Insipidus.
6. Menjelaskan tentang Komplikasi Diabetes Insipidus.
7. Menjelaskan tentang Pemeriksaan Penunjang Diabetes Insipidus.
8. Menjelaskan tentang Penatalaksanaan Diabetes Insipidus.
9. Menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus.

2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oeh kekurangan ADH
yang ditandai oleh jumlah urine yang besar. (Purnawan Junadi, 1992) 
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab yang dapat mengganggu mekanisme Neurohypophyseal-rena reflex
sehingga mengkibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonvensi air. (Sjaefoellah,
1996)
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan
produksi sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin, 2000)
Diabetes insipidus adalah kelainan yang disebabkan oeh ginjal yang tidak
berespon terhadap kerja ADH fisiologis.
Diabetes insipidus adalah kelainan lobus posterior dari kelenjar hipofisis
akibat defisiensi vasopresin yang merupakan hormone anti deuretik/ADH.

2.2 Etiologi
Diabetes insipidus disebabkan oleh penurunan produksi ADH baik total maupun
parsial oeh hipotalamus atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis anterior.
Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu :
1. Diabetes insipidus sentral
 Ini disebabkan karena adanya kerusakan kelenjar hipotalamus atau hipofisis.
Hal ini menyebabkan gangguan penyimpanan dan pengeluaran ADH.
Kerusakan ini dapat terjadi akibat operasi, tumor, meningitis, kelainan genetik
atau trauma kepala.
Penyebabnya antara lain :
a. Bentuk idiopatik
a) Bentuk non familiar.
b) Bentuk familiar
b. Pasca hipofisektomi
c. Trauma

3
Fraktur dasar tulang tengkorak
d. Granuloma
a) Sarkoid
b) Tuberkulosis
c) Sifilis
d) Infeksi
e) Meningitis
f) Ensefalitis
g) Landry-Guillain-Barre’s syndrome
e. Vascular
a) Trombosis atau perdarahan serebral
b) Aneurisma serebral
c) Post-partum necrosis
f. Histiocytosis
a) Granuloma eosinofilik
b) Penyakit Schuller-Christian
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Biasanya disebabkan karena adanya kelainan pada tubulus ginjal (di mana air
dikeluarkan dan dipertahankan). Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan
genetik atau penyakit ginjal kronik. Terdapat beberapa obat yang dapat
menyebabkan kerusakan tubulus ginjal. Obat ini misalnya lithium dan
demeclocycline.
a. Penyakit ginjal kronik
a) Penyakit ginjal polikistik
b) Medullary cystic disease
c) Pielonefritis
d) Obstruksi ureteral
e) Gagal ginajl lanjut
b. Gangguan elektrolit
a) Hipokalemia
b) Hiperkasemia 

4
c. Obat-obatan
a) Litium
b) Demeklosiklin
c) Asetoheksamid
d) Tolazamid
e) Glikurid
f) Propoksifen
g) Amfoarisin
h) Vinblastin
i) Kolkisin
d. Penyakit Sickle Cell
e. Gangguan diet
a) Intake air yang berlebihan
b) Penurunan intake NaCl
c) Penurunan intake protein
f. Lain-lain
a) Multipel mieloma
b) Amiloidosis
c) Penyakit Sjogren’s
d) Sarkoidosis
2.3 Manifestasi Klinis
Tanpa kerja vasopressin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi pengeluaran
urine yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001 hingga 1,005 dalam
jumlah setiap harinya. Urine tersebut tidak mengandung zat-zat yang biasa
tedapan di dalamnya seperti glukosa dan albumin.
Pada diabetes insipidus herediter,gejala primernya dapat berawal sejak
lahir.kalau keadaan ini terjadi padat usia dewasa ,biasanya gejala poliuria
memiliki awitan yang mendadak atau terhadap (insidious).
Penyakit ini tidak dapat dikendalikan dengan membatasi asupan cairan
karena kehilangan urin dalam jumlah besar akan terus terjadi sekalipun untuk
penggantian cairan.

5
2.4 Patofisiologi
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus, termasuk
didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis di sela
tursika, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus.
Gangguan sekresi vasopresin antara lain disebabkan oleh Diabetes
Insipidus dan sindrom gangguan ADH. Pada penderita Diabetes Insipidus,
gangguan ini dapat terjadi sekunder dari destruksi nucleus hipotalamik yaitu
tempat dimana vasopressin disintetis (Diabetes Insipidus Sentral) atau sebagai
akibat dari tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin (Diabetes
Insipidus nefrogenik).
Diabetes Insipidus sentral (DIS) disebabkan oeh kegagalan pelepasan
hormone antideuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan
sintesis atau penyimpanan, selain itu DIS juga timbul karena gangguan
pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis
dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu
dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN) dipakai pada Diabetes
Insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis DIN
dapat disebabkan oleh:
1. kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam
medulla renalis.
2. kegagalan utilisasi gradient pada kegagalan dimana ADH berada
dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal.
Kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal ini dapatdikompensasikan
dengan minum banyak air. Penderita yang mengalami dehidrasi, berat
badan menurun, serta kulit dan membrane mukosa jadi kering. Karena
meminum banyak air untuk mempertahankan hidrasi tubuh, penderita
akan mengeluh perut terasa penuh dan anoreksia. Rasa haus dan BAK
akan berlangsung terus pada malam hari sehingga penderita akan merasa
terganggu tidurnya karena harus BAK pada malam hari.

6
2.5 Komplikasi
a. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.
b. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hiperatremia dan hipokalemia.
Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan
dpat terjadi gagal jantung kongesti.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air murni,
maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis penyakit yang
menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut :
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal
akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine akan
menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien DIS
dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah :
a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan
menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek
ADH.
b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak dapat
membedakan defect partial atau komplit.
2. Fluid deprivation
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kemihnya kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan berat jenis
atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk
mengukur osmolalitasnya.
b. Pasian diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau
setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.

7
d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang lebih dahulu.
Pengujian dilanjutkan dengan:
3. Uji nikotin
a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3
batang dalam waktu 15-20 menit.
b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sample
urin sampai osmolalitas/ berat jenis urin menurun bidandingkan dengan
sebelum menghisap nikotin.
Kemudian uji coba dianjutkan dengan :
4. Uji vasopressin
a. Berikan pitresin dalam minyak 5u, intramuskular.
b. Ukur voume, berat jenis dan osmolalitas urin pada diuresis berikutnya atau
satu jam kemudian
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah
1. Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat
2. Mengganti vasopressin (yang biasanya merupakan program teurapetik jangka
panjang)
3. Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intracranial yang mendasari.

Bentuk terapi yang lain adlah penyuntikan intramuskuler ADH,yaitu vasopressin


tannat dalam minyak ,yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak
dimungkinkan .penyuntikan dilakukan pada malam hari agar hasil yang optimal
dicapai pada saat tidur . kram abdomen merupakan efek samping obat tersebut.
Rotasi lokasi penyuntikan harus dilakukan untuk menghindari lipodistrofi.
Penyebab nefrogenik .jika diabetes insipidus tersebut disebabda,kan oleh
gangguan ginjal ,terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida,penurunan garam

8
yang ringan dan penyekat prostaglandin (ibuprosen ,indometasin,serta
aspirin)digunakan untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus .

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui
riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan
dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang
diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Sistematika yang
lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat
perjalanan penyakit.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama
tidak harus sejalan dengan diagnosis utama.
c. Riwayat kesehatan
a) Adanya riwayat infeksi sebelumya.
b) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
d) Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
3.2 Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : membrane mukosa kering
b. Palpasi : kulit kering, turgor kulit kurang.
c. Auskultasi : kardiovaskuler takikardi
d. Data subyektif
1. Asal idiopatik
2. Poliuria
3. Polidipsia
4. Nocturia
5. Kelelahan
6. Konstipasi
e. Data obyektif
1. Trauma kepala

10
2. Bedah syaraf
3. Tumor hipotaamus
4. Trauma 
5. Infeksi
6. Penurunan BB
7. Hipotensi ortostatik
8. Penurunan CVP
9. EKG mungkin terdapat takikardi
10. Penggunaan obat-obatan
Misalnya : litium karbonat, penitoin (dilatin), demeklosiklin,
aminoglikosida.
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.

11
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Defisit volume cairan tubuh NOC : Fluid balance NIC : Fluid management
berhubungan dengan diuresis Criteria hasil : Intervensi :
osmotic 1. Mempertahankan urin output 1. Pertahankan catatan intake dan output
Tujuan : setelah dilakukan tindakan sesuai dengan usia dan BB, BJ yang akurat
keperawatan diharapkan kebutuhan urin normal 2. Monitor status hidrasi (kelembaban
cairan pasien terpenuhi. 2. TTV dalam batas normal. membrane mukosa, nadi adekuat, TD
3. Tidak ada tanda-tanda ortostatik)
dehidrasi, elastisitas turgor kuit 3. Monitor Vital sign
baik, membrane mukosa 4. Monitor masukan makanan/cairan dan
lembab, tidak ada rasa haus hitung intake kalori harian
yang berlebihan. 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
Skala penilaian NOC : 6. Dorong masukan oral
1. Tidak pernah menujukan.
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan
2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : Status nutrisi NIC : Nutrition monitoring
dari kebutuhan tubuh berhubungan Indicator : Intervensi :
dengan anoreksia. 1. Stamina 1. BB dalam batas normal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2. Tenaga 2. Monitor adanya penurunan BB
keperawatan diharapkan kebutuhan 3. Tidak ada kelelahan 3. Monitor kulit kering dan
nutrisi pasien terpenuhi. 4. Daya tahan tubuh perubahan pigmentasi
Skala penilaian NOC : 4. Monitor turgor kulit
1. Tidak pernah menujukan 5. Monitor kalori dan intake nutrisi
2. Jarang menunjukan 6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
3. Kadang menunjukan menentukan jumlah kalori dan

12
4. Sering menunjukan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
5. Selalu menunjukan
3 Gangguan pola tidur berhubungan NOC : Sleep NIC : Peningkatan tidur
dengan nocturia. Criteria hasil : Intervensi :
Tujuan : seteah diakukan tindakan 1. Jam tidur cukup 1. Jelaskan pentingnya tidur yang
keperawatan diharapkan pola tidur 2. Pola tidur baik adekuat selama sakit.
pasien tidak terganggu. 3. Kualitas tidur baik 2. Bantu pasien untuk
4. Tidur tidak terganggu mengidentifikasi factor yang
5. Kebiasaan tidur. menyebabkan kurang tidur.
Skala penilaian NOC : 3. Dekatkan pispot agar pasien lebih
1. Tidak pernah menujukan mudah saat BAK pada malam
2. Jarang menunjukan hari.
3. Kadang menunjukan 4. Anjurkan pasien untuk tidur
4. Sering menunjukan siang.
5. Selalu menunjukan 5. Ciptakan lingkungan yang
nyaman.

13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan
pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes
insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. 
Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang
berlebihan.
Gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain
poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya
baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat
terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus
4.2 Saran
Jika penderita penyakit neurogenic diabetes insipidus, maka segeralah berobat ke
dokter atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang intensif.
Perawatan pasien diabetes insipidus  menggunakan obat sebagai pengganti
hormon. Misal jika pasien mengalami buang air kecil secara berlebihan dan
berlangsung terus menerus, maka diberikan terapi obat desmopressin sebagai
pengganti vasopressin sehingga frekuensi buang air kecil menjadi berkurang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Eizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.


Cotran, Robbin. 1996. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC.
Johnson, Marion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes
Classifcation (NOC), Second edition. USA : Mosby.
Junadi, Purnawan, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedoteran UI.
McCloskey, Joanne C. dkk. 1996. IOWA Intervention Project Nursing Intervention
Classifcation (NIC), Second edition. USA : Mosby.
Oswari, E. 1985. Penyakit dan Penangguangannya. Jakarta : PT Gramedia.
Talbot, Laura, dkk.1997. Pengkajian Keperawatan Kritis, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Waspadji, Sarwono. 1996. Imu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FK UI

15

Anda mungkin juga menyukai