Anda di halaman 1dari 21

ASKEP GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA DEWASA

GANGGUAN ADRENAL DAN PTUITARY

“DIABETES INSIPIDUS”

OLEH : SGD 3

Ni Ketut Rahajeng Intan Handayani (1002105017)

Desak Putu Pebriantini (1002105018)

I.B Pt Sancitha Guptayana Putra (1002105027)

I Gusti Ayu Anik Sutari (1002105028)

Ni Wayan Noviantary Laksmi (1002105034)

Made Ratih Khrisna Nurpeni (1002105037)

Ni Wayan Sawitri (1002105058)

I Gede Agus Wiryawan (1002105063)

Ayu Indah Carolina (1002105073)

Ni Made Candra Yundarini (1002105074)

Putu Pamela Kenwa (1002105081)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2011
LEARNING TASK

Gangguan kelenjar pituitary


Diabetes insipidus (kelompok sgd 3 dan 4)
1. Jelaskan konsep dasar (pengertian, etiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan
medis, pencegahan, komplikasi).
2. Buatlah asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, dan
evaluasi keperawatan).
3. Pendidikan kesehatan yang mungkin diberikan.
PEMBAHASAN

1. Konsep dasar (pengertian, etiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis,


pencegahan, komplikasi).

A. Pengertian
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan
ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan
rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih
yang sangat encer (poliuri).
Ada dua macam diabetes insipidus, yaitu:
1) Diabetes Insipidus Sentralis (DIS), disebabkan oleh kegagalan pelepasan
hormon antidiuretik yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis
atau penyimpanan.
2) Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN), ialah diabetes insipidus yang tidak
responsif terhadap ADH eksogen (kadar ADH normal tetapi ginjal tidak
memberikan respon yang normal terhadap hormon ini).

B. Etiologi
Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik
total maupun parsial.
b. Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan
hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.
c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma
kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak,
operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.
d. Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat
berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik).
Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.
e. Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis).
f. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti
phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
g. Sarkoidosis atau tuberculosis.
h. Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke
otak).
i. Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala.
Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa
mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita.

Berdasarkan klasifikasi, penyebab diabetes insipidus antara lain:


1) Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu:
(Asman,dkk, 1996, hal : 816)
a. Tumor-tumor pada hipotalamus.
b. Tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus
hipotalamik.
c. Trauma kepala.
d. Cedera operasi pada hipotalamus.
e. Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan
serebral, aneurisma serebral, post-partum necrosis).
f. Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya
akson pada traktus supraoptikohipofisealis.
g. Sintesis ADH terganggu.
h. Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.
i. Gagalnya pengeluaran ADH.
j. Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s syndrome)
2) Diabetes insipidus Nefrogenik (DIN), secara fisiologis DIN dapat disebabkan
oleh: (Asman,dkk, 1996, hal : 816)
a. Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat:
- Penyakit ginjal kronik
- Penyakit ginjal polikistik
- Medullary cystic disease
- Pielonefritis
- Obstruksi ureteral
- Gagal ginjal lanjut
b. Gangguan elektrolit
- Hipokalemia
- Hiperkalsemia
c. Obat-obatan
- Litium
- Demoksiklin
- Asetoheksamid
- Tolazamid
- Glikurid
- Propoksifen
d. Penyakit sickle cell
e. Gangguan diet
- Intake air yang berlebihan
- Penurunan intake NaCl
- Penurunan intake protein
f. Lain-lain
- Multipel mieloma
- Amiloidosis
- Penyakit Sjogren’s
- Sarkoidosis

C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut:
(Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 290)
a) Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak.
Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat
jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200
mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air
kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika
kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi
yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
b) Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam
hari. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain
kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada
mekanisme neurohypophyseal renal reflex.
c) Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang
tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai
syok.
d) Gejala lain:
- Penurunan berat badan
- Nocturia
- Kelelahan
- Hipotensi
- Gizi kurang baik
- Gangguan emosional
- Enuresis
- Kulit kering
- Anoreksia
- Gangguan pertumbuhan

D. Penatalaksanaan medis
Pengobatan Diabetes Insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang
ditimbulkan. Pada pasien DIS dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak
diperlukan terapi apa-apa selama gejala nocturia dan poliuria tidak mengganggu
tidur dan aktifitas sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus,
diterapi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Namun jika gejala itu sangat mengganggu kondisi pasien, dapat diberikan obat
Clorpropamide, clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.
Penatalaksanaan pada Diabetes Insipidus diberikan obat yang cara kerjanya
menyerupai ADH. Obat obatan yang paing sering digunakan adalah vasopresin
atau desmopressin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik) bisa diberikan
sebagai obat semprot hidung (secara nasal spray) beberapa kali sehari untuk
mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Namun terlalu banyak
mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan, dan
gangguan lainnya. Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang
akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri.
Pada DIN yang komplit biasanya diperlukan terapi hormone pengganti
(hormonal replacement). DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin)
merupakan obat piihan utama untuk DIN.\
Selain terapi hormone pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang
secara fisiologis mengatur keseimbangan air dengan cara :
a. Mengurangi jumlah air ke tubuus distal dan collecting duct.
b. Memacu pelepasan ADH endogen.
c. Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.
Obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai adalah :
a. Diuretic Tiazid
b. Klorpopamid
c. Kofibrat
d. Karbamazepin
Tujuan terapi adalah untuk menajmin penggantian cairan yang adekuat,
mengganti vasopressin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka
panjang), dan untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intracranial yang
mendasari. Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Penggantian dengan vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu
preparat sintetik vasopressin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami,
merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang
lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat
lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan
intranasal dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic
fleksibel tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam
darah. Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat,
observasi kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu
vasopresin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak
dimungkinkan. Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum
digunakan botol obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan
kuat. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal.
Kram abdomen adalahefek samping dari obat ini.
Mempertahankan cairan. Klofibrat, yang merupakan preparat hipolipidemik,
ternyata memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yang masih
sedikit mengalami vasopresin hipotalamik. Klorpropamid dan preparat tiazida juga
digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua prepart ini bekerja
menguatkan kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus
diingatkan tentang efek hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh
gangguan ginjal, terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam
yang ringan dan penyekat prostaglandin digunakan untuk mengobati bentuk
nefrogenik diabetes insipidus.
E. Pencegahan
Diabetes Insipidus diturunkan melalui gen yang mengatur hormon (defisiensi
arginin pada hormon AVP). Orang yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap
diabetes harus mulai mengambil tindakan pencegahan pada tahap awal sehingga
ketika penyakit diabetes tipe 2 (insipidus) mulai berkembang dalam diri mereka
tidak akan terlalu berdampak kuat dalam keseluruhan kehidupannya.
Jadi, bisa dikatakan untuk mencegah/ menurunkan faktor resiko DI:
1. Olahraga teratur
2. Tidur yang cukup dan hindari stress
3. Kurangi makanan manis
4. Pola makan sehat (utamakan sayur) dan minum air yang cukup.
5. Kurangi makanan mengandung garam-garaman
6. Hindari obesitas.
7. Hindari minum-minuman keras seperti alcohol.
8. Hindari terrjadinya cidera kepala berat yang dapat menyebabkan trauma kepala.
F. Komplikasi
1. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.
Dehidrasi dapat menyebabkan:
• Mulut menjadi kering
• Kelemahan otot
• Tekanan darah rendah (hipotensi)
• natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)
• Sunken penampilan untuk mata Anda
• Demam
• Sakit kepala
• Tingkat jantung cepat
• Kehilangan Berat badan
2. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan
ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi
gagal jantung kongestif.
Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan
kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh
Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:
• Sakit kepala
• Kelelahan
• Lekas marah
• Otot sakit
3. Intoksikasi air
Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat
menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi
natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.

2. Asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, dan evaluasi


keperawatan).
A. Pengkajian
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayat trauma kepala,
pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi
kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit
yang sama.
d. Pengkajian Pola Gordon
1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
• mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
• Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2. pola nutrisi metabolic
• nafsu makan klien menurun.
• Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.
3. pola eliminasi
• kaji frekuensi eliminasi urine klien
• kaji karakteristik urine klien
• klien mengalami poliuria (sering kencing)
• klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
4. pola aktivitas dan latihan
• kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
• kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit
bergerak)
• kaji penurunan kekuatan otot
5. pola tidur dan istirahat
• kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami
kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola
tidur/istirahat klien.
6. pola kognitif/perceptual
• kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan
masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. pola persepsi diri/konsep diri
• kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami
sakit.
• Kaji dampak sakit terhadap klien
• Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan
latihan).
8. pola peran/hubungan
• kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
• kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9. pola seksualitas/reproduksi
• kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
• Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10. pola koping/toleransi stress
• kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
• system pendukung dalam mengatasi stress
11. pola nilai/kepercayaan
• klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap
ada kesempatan.
e. review of system
1. Pernafasan B1 (Breath)
• Inspeksi : frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris,
penggunaan otot bantu napas tidak tampak.
• Perkusi : sonor/redup.
• Palpasi : gerakan thorak simetris
• Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan
gangguan.
2. Kardiovaskuler B2 ( Blood)
• Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis
• Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas
kanan di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta
4/5) untuk mengetahui terjadinya kardiomegali.
• Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.
• Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan,
TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi
3. Persyarafan B3 ( Brain)
• Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan
pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik
penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada
penilaian 5.
4. Perkemihan B4 (Bladder)
• Adanya penurunan pembentukan hormon ADH jadi intensitas untuk
berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih
(frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).
5. Pencernaan B5 (Bowel)
• Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien
menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare
terjadinya peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang
menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibatnya gangguan
metabolisme usus, sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram perut,
mual, muntah.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan
pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan
yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit
kering.
2) Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia,
takipnea.
3) Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).
g. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air murni,
maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis penyakit yang
menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut:
1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal
akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine
akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien
DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah:
a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan
menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan
efek ADH.
b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak
dapat membedakan defect partial atau komplit.
2) Fluid deprivation
a. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan
pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi
penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang
BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine
pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur
osmolalitasnya.
b. Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau
setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam
keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua
sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta
disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang lebih dahulu.
3) Uji nikotin
Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang memproduksi
vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara intra vena.
Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian
tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal :
292-293)
4) Uji vasopressin
Dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji
coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan
pemberian infus larutan salin hipertonis.
B. Diagnosa
• Kekurangan volume cairan berhubungan keluaran cairan aktif haluaran
urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan
hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien
sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
• Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas
tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
• Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
ditandai dengan pengungkapan masalah.
• Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri,
nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam
akibat ingin berkemih dan ingin minum.

C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan / Out
No Intervensi Rasional
keperawatan come
1 Kekurangan Setelah diberikan Fluid management - Adanya perubahan TTV
volume cairan askep selama … - Kaji dan Pantau menggambarkan status
berhubungan x 24 jam, TTV dan catat dehidrasi klien.
keluaran cairan diharapkan adanya jika ada Hipovolemia dapat
aktif haluaran kekurangan perubahan dimanifestasikan oleh
urine yang volume cairan - Berikan cairan hipotensi dan takikardia.
berlebihan teratasi, dengan sesuai kebutuhan. Perkiraan berat
sekunder akibat kriteria hasil: - Catat intake dan ringannya hipovolemia
diabetes insipidus - TTV dalam output cairan. dapat dibuat ketika
(ketidakadekuatan batas normal/ - Monitor dan tekanan darah sistolik
hormone diuretic) not Timbang berat pasien turun lebih dari
ditandai dengan compromised badan setiap hari. 10 mmHg dari posisi
haluaran urin (skala 5). - Monitor status berbaring ke posisi
berlebih (4-30 (Nadi: bayi hidrasi (suhu duduk/berdiri.
liter/hari), klien 120-160x/mnt, tubuh, kelembaban - Memenuhi kebutuhan
sering berkemih, toddler 90- membran mukosa, cairan dalam tubuh.
haus, 140x/mnt, warna kulit). - Memberikan hasil
kulit/membrane prasekolah 80- pengkajian yang terbaik
mukosa kering, 110 x/mnt, dari status cairan yang
penurunan berat sekolah 75- sedang berlangsung dan
badan. 100x/mnt, selanjutnya dalam
remaja 60- memberikan cairan
90x/mnt; RR: pengganti
bayi 35-40 - Mengetahui berapa
x/mnt, toddler cairan yang hilang dalam
25-32x/mnt, tubuh
anak-anak 20- - Mengetahui tingkat
30 x/mnt, dehidrasi.
remaja 16-19
x/mnt; TD:
bayi 85/54
mmHg,
toddler 95/65
mmHg,
sekolah 105-
165 mmHg,
remaja 110/65
mmHg; suhu :
Suhu tubuh
36-37,5°C)
- Intake dan
output dalam
24 jam
seimbang / not
compromised
(skala 5).
- Kulit/membra
n mukosa
klien lembab /
not
compromised
(skala 5).
- BB klien
tetap/tidak
terjadi
penurunan
berat badan
(mencapai
skala 5).
2 Gangguan Setelah diberikan Urinary elimination - Mengetahui sejauh mana
eliminasi urine askep selama … management perkembangan fungsi
berhubungan x 24 jam, - monitor dan kaji ginjal dan untuk
dengan diharapkan karakteristik urine mengetahui normal atau
penurunan gangguan meliputi frekuensi, tidaknya urine klien.
permeabilitas eliminasi urin konsistensi, bau, - Mengurangi pengeluaran
tubulus ginjal, teratasi, dengan volume dan warna. cairan berupa urine
ditandai dengan kriteria hasil: - Batasi pemberian terutama saat malam
poliuri dan - Karakteristik cairan sesuai hari.
nokturia. urine meliputi kebutuhan. - Mengidentifikasikan
warna, berat - Catat waktu fungsi kandung kemih,
jenis, jumlah, terakhir klien fungsi ginjal, dan
bau normal/ eliminasi urin. keseimbangan cairan.
not - Instruksikan
compromised klien/keluarga
(skala 5). untuk mencatat
- Tidak terjadi output urine klien.
nocturia/ not
compromised
(skala 5).
- Pola eliminasi
normal/ not
compromised
(skala 5).
3 Defisiensi Setelah diberikan Teaching-disease - Mengetahui sejauh
pengetahuan askep selama … process mana pengetahuan
berhubungan x 24 jam, - kaji pengetahuan klien tentang
dengan diharapkan awal klien penyakitnya.
kurangnya pengetahuan mengenai - Klien mengetahui
paparan informasi klien bertambah penyakitnya. penyebab perubahan
ditandai dengan dengan kriteria - Jelaskan fisiologis pada
pengungkapan hasil: patofisologi tubuhnya.
masalah. - Klien dan penyakitnya dan - Klien dan keluarga
keluarga bagaimana itu bisa dapat mengetahui tanda
mengetahui berpengaruh dan gejala penyakitnya
definisi terhadap bentuk sehingga dapat
diabetes dan fungsi tubuh. mengetahui jikalau
insipidus. - Deskripsikan tanda salah satu keluarga
- Klien dan dan gejala penyakit klien mengalami salah
keluarga yang diderita klien. satu gejala dari
mengetahui - Diskusikan terapi penyakit tersebut.
factor pengobatan yang - Klien dan kelurga
penyebab diberikan kepada mengetahui terapi yang
diabetes klien. dijalani untuk
insipidus. - Diskusikan penyembuhan penyakit
- Klien dan perubahan gaya tersebut.
keluarga hidup yang - Mencegah terjadinya
mengetahui dilakukan untuk komplikasi dari
tanda dan mencegah penyakit tersebut.
gejala awal terjadinya
diabetes komplikasi dan
insipidus. atau mengontrol
- Klien dan proses penyakit
keluarga tersebut.
mengetahui
terapi
pengobatan
yang
diberikan pada
klien dengan
penyakit
diabetes
insipidus.
4 Gangguan pola Setelah diberikan - Kaji dan Pantau - Terganggunya pola tidur
tidur askep selama … TTV dan catat klien dapat
berhubungan x 24 jam, adanya jika ada mangakibatkan
dengan sering diharapkan pola perubahan meningkatnya risiko
terbangun akibat tidur klien - Jika berkemih hipotensi atau TTV
poliuri, nokturia, terkontrol, malam dalam batas yang tidak
dan polidipsi, dengan kriteria mengganggu, normal.
ditandai dengan hasil: batasi asupan - Meningkatkan
klien sering - TTV klien cairan waktu kenyamanan tidur
terbangun waktu dalam batas malam dan pasien dan mencegah
malam akibat normal berkemih sebelum terbangun di malam
ingin berkemih (Nadi: bayi tidur. hari akibat ingin
dan ingin minum. 120-160x/mnt, - Anjurkan keluarga berkemih.
toddler 90- klien untuk - Dapat membantu klien
140x/mnt, memberi klien untuk cepat tertidur dan
prasekolah 80- rutinitas relaksasi membuat tidur lebih
110 x/mnt, untuk persiapan nyenyak sehingga
sekolah 75- tidur. meminimalkan risiko
100x/mnt, terbangun di malam
remaja 60- hari.
90x/mnt; RR:
bayi 35-40
x/mnt, toddler
25-32x/mnt,
anak-anak 20-
30 x/mnt,
remaja 16-19
x/mnt; TD:
bayi 85/54
mmHg,
toddler 95/65
mmHg,
sekolah 105-
165 mmHg,
remaja 110/65
mmHg; suhu :
Suhu tubuh
36-37,5°C)
- klien tidak
sering
terbangun di
malam hari
akibat ingin
berkemih dan
ingin minum.
- klien tidak
mengalami
kesulitan
untuk
tertidur/tetap
tidur.

D. Evaluasi
No.
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
1 Kekurangan volume cairan berhubungan S : klien mengatakan tidak begitu sering
keluaran cairan aktif haluaran urine yang berkemih dan tidak begitu sering haus.
berlebihan sekunder akibat diabetes O :
insipidus (ketidakadekuatan hormone - Kulit/membran mukosa klien lembab
diuretic) ditandai dengan haluaran urin - BB klien tetap/tidak terjadi penurunan berat
berlebih (4-30 liter/hari), klien sering badan
berkemih, haus, kulit/membrane mukosa - TTV dalam batas normal (Nadi: bayi 120-
kering, penurunan berat badan. 160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah
80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja
60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler
25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja
16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg,
toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165
mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu
tubuh 36-37,5°C)
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan
intervensi
2 Gangguan eliminasi urine berhubungan S : klien mengatakan malamhari tidak sering
dengan penurunan permeabilitas tubulus berkemih.
ginjal, ditandai dengan poliuri dan O :
nokturia. - Tidak terjadi poliuri.
- Tidak terjadi nocturia.
- Tidak sering berkemih.
A : tujuan tercapai sebagian
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan
intervensi
3 Defisiensi pengetahuan berhubungan S : klien dan keluarga mengatakan mengerti
dengan kurangnya paparan informasi tentang penyakit diabetes insipidus.
ditandai dengan pengungkapan masalah. O:
- Klien dan keluarga mampu menjabarkan
tanda dan gejala diabetes insipidus.
- Klien dan keluarga mampu
mendeskripsikan pengertian diabetes
insipidus.
- Klien mampu menjelaskan gaya hidup
sehat yang harus dijalani untuk mencegh
terjadinya komplikasi.
A : Tujuan tercapai dan masalah teratasi
P : Lanjutkan health promotion pada keluarga
4 Gangguan pola tidur berhubungan S :
dengan sering terbangun akibat poliuri, - klien mengatakan klien tidak sering
nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan terbangun di malam hari akibat ingin
klien sering terbangun waktu malam berkemih dan ingin minum.
akibat ingin berkemih dan ingin minum. - klien mengatakan bahwa klien tidak
mengalami kesulitan untuk tertidur/tetap
tidur.
O:
- TTV klien dalam batas normal
(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-
140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt,
sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt;
RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt,
anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19
x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler
95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg,
remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh
36-37,5°C).
A : tujuan tercapai sebagian.
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan
intervensi

3. Pendidikan kesehatan yang mungkin diberikan.


• Ajarkan klien penerapan pola hidup yang sehat untuk menjaga kebugaran tubuh
sekaligus untuk menjaga penyakit ini mengalami komplikasi.
• Anjurkan klien untuk makan makanan yang bergizi, minum air putih sesuai
kebutuhan tubuh, dan berolahraga secara teratur setiap hari.

Anda mungkin juga menyukai