Anda di halaman 1dari 16

DIABETES INSIPIDUS

SISTEM ENDOKRIN

ASUHAN KEPERAWATAN

KELOMPOK III
RUDI YULI WIDODO
ANTHONI HARIYANTO
HERI PUJIONO
DIMAS KUSRAMADHANI
SULASTRI
PIANI
TRIVENTININGTYAS

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2015-2016

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Insipidus (DI) merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan.
Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu
mekanisme neurophypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan
kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang
pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada
berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral,
nefrogenik, dipsogenik, dan gestasional. Pada diabetes insipidus sentral
terletak di hipofisis, sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik kelainan
dikarenakan ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik
sehingga ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang
encer. Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan Gen yang
menyebabkan penyakit ini bersifat dominan dan dibawa oleh kromosom X.
Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada
anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah
obat-obat tertentu.
Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan
polidipsia. Jika penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul segera setelah
lahir. Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa
mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai
dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati
bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan
mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat
perkembangan fisik.
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar Asuhan Keperawatan pada Sistem
Endokrin dengan Gangguan Diabetes Insipidus.
B. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang Definisi Diabetes Insipidus.
2. Menjelaskan tentang Klasifikasi Diabetes Insipidus.

2
3. Menjelaskan tentang Etiologi Diabetes Insipidus.
4. Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus.
5. Menjelaskan tentang Patofisiologi Diabetes Insipidus.
6. Menjelaskan tentang Komplikasi Diabetes Insipidus.
7. Menjelaskan tentang Pemeriksaan Penunjang Diabetes Insipidus.
8. Menjelaskan tentang Penatalaksanaan Diabetes Insipidus.
9. Menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus.

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oeh kekurangan
ADH yang ditandai oleh jumlah urine yang besar. (Purnawan Junadi, 1992)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh
berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme Neurohypophyseal-
rena reflex sehingga mengkibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonvensi air.
(Sjaefoellah, 1996)
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan
produksi sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin, 2000)
Diabetes insipidus adalah kelainan yang disebabkan oeh ginjal yang
tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis.
Diabetes insipidus adalah kelainan lobus posterior dari kelenjar
hipofisis akibat defisiensi vasopresin yang merupakan hormone anti
deuretik/ADH.

2.2 Etiologi
Diabetes insipidus disebabkan oleh penurunan produksi ADH baik total
maupun parsial oeh hipotalamus atau penurunan pelepasan ADH dari
hipofisis anterior.
Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu :
1. Diabetes insipidus sentral
Penyebabnya antara lain :
a. Bentuk idiopatik

3
a) Bentuk non familiar.
b) Bentuk familiar
b. Pasca hipofisektomi
c. Trauma
Fraktur dasar tulang tengkorak
d. Granuloma
a) Sarkoid
b) Tuberkulosis
c) Sifilis
d) Infeksi
e) Meningitis
f) Ensefalitis
g) Landry-Guillain-Barre’s syndrome
e. Vascular
a) Trombosis atau perdarahan serebral
b) Aneurisma serebral
c) Post-partum necrosis
f. Histiocytosis
a) Granuloma eosinofilik
b) Penyakit Schuller-Christian
2. Diabetes insipidus nefrogenik
a. Penyakit ginjal kronik
a) Penyakit ginjal polikistik
b) Medullary cystic disease
c) Pielonefritis
d) Obstruksi ureteral
e) Gagal ginajl lanjut
b. Gangguan elektrolit
a) Hipokalemia
b) Hiperkasemia
c. Obat-obatan
a) Litium
b) Demeklosiklin
c) Asetoheksamid
d) Tolazamid
e) Glikurid
f) Propoksifen
g) Amfoarisin
h) Vinblastin
i) Kolkisin
d. Penyakit Sickle Cell
e. Gangguan diet
a) Intake air yang berlebihan
b) Penurunan intake NaCl
c) Penurunan intake protein
f. Lain-lain

4
a) Multipel mieloma
b) Amiloidosis
c) Penyakit Sjogren’s
d) Sarkoidosis

2.3 Manifestasi Klinis


Tanpa kerja vasopressin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi
pengeluaran urine yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001
hingga 1,005 dalam jumlah setiap harinya. Urine tersebut tidak mengandung
zat-zat yang biasa tedapan di dalamnya seperti glukosa dan albumin.
Pada diabetes insipidus herediter,gejala primernya dapat berawal sejak
lahir.kalau keadaan ini terjadi padat usia dewasa ,biasanya gejala poliuria
memiliki awitan yang mendadak atau terhadap (insidious).
Penyakit ini tidak dapat dikendalikan dengan membatasi asupan cairan
karena kehilangan urin dalam jumlah besar akan terus terjadi sekalipun untuk
penggantian cairan.
2.4 Patofisiologi
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus,
termasuk didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar
hipofisis di sela tursika, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus.
Gangguan sekresi vasopresin antara lain disebabkan oleh Diabetes
Insipidus dan sindrom gangguan ADH. Pada penderita Diabetes Insipidus,
gangguan ini dapat terjadi sekunder dari destruksi nucleus hipotalamik yaitu
tempat dimana vasopressin disintetis (Diabetes Insipidus Sentral) atau sebagai
akibat dari tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin (Diabetes
Insipidus nefrogenik).
Diabetes Insipidus sentral (DIS) disebabkan oeh kegagalan pelepasan
hormone antideuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat merupakan
kegagalan sintesis atau penyimpanan, selain itu DIS juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan
untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.

5
Istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN) dipakai pada Diabetes
Insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis
DIN dapat disebabkan oleh:
1. kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam
medulla renalis.
2. kegagalan utilisasi gradient pada kegagalan dimana ADH berada
dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal.
Kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal ini
dapatdikompensasikan dengan minum banyak air. Penderita yang
mengalami dehidrasi, berat badan menurun, serta kulit dan membrane
mukosa jadi kering. Karena meminum banyak air untuk
mempertahankan hidrasi tubuh, penderita akan mengeluh perut terasa
penuh dan anoreksia. Rasa haus dan BAK akan berlangsung terus
pada malam hari sehingga penderita akan merasa terganggu tidurnya
karena harus BAK pada malam hari.
2.5 Komplikasi
a. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak
adekuat.
b. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hiperatremia dan hipokalemia.
Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan
dpat terjadi gagal jantung kongesti.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air
murni, maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis penyakit
yang menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut :
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang
normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes
Insipidus urine akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien
DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah :

6
a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan
menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek
ADH.
b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak dapat
membedakan defect partial atau komplit.
2. Fluid deprivation
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kemihnya kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan
berat jenis atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil
sample plasma untuk mengukur osmolalitasnya.
b. Pasian diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau
setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari
es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang lebih dahulu.
Pengujian dilanjutkan dengan:
3. Uji nikotin
a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak
3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap
sample urin sampai osmolalitas/ berat jenis urin menurun
bidandingkan dengan sebelum menghisap nikotin.
Kemudian uji coba dianjutkan dengan :
4. Uji vasopressin
a. Berikan pitresin dalam minyak 5u, intramuskular.
b. Ukur voume, berat jenis dan osmolalitas urin pada diuresis berikutnya
atau satu jam kemudian
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah
1. Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat
2. Mengganti vasopressin (yang biasanya merupakan program teurapetik
jangka panjang)

7
3. Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intracranial yang
mendasari.

Bentuk terapi yang lain adlah penyuntikan intramuskuler ADH,yaitu


vasopressin tannat dalam minyak ,yang dilakukan bila pemberian intranasal
tidak dimungkinkan .penyuntikan dilakukan pada malam hari agar hasil yang
optimal dicapai pada saat tidur . kram abdomen merupakan efek samping obat
tersebut. Rotasi lokasi penyuntikan harus dilakukan untuk menghindari
lipodistrofi.
Penyebab nefrogenik .jika diabetes insipidus tersebut disebabda,kan
oleh gangguan ginjal ,terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida,penurunan
garam yang ringan dan penyekat prostaglandin (ibuprosen ,indometasin,serta
aspirin)digunakan untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus .

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk
mengetahui riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis
harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian
besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas,
riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit.
b. Keluhan Utama

8
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan
utama tidak harus sejalan dengan diagnosis utama.
c. Riwayat kesehatan
a) Adanya riwayat infeksi sebelumya.
b) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
d) Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
3.2 Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : membrane mukosa kering
b. Palpasi : kulit kering, turgor kulit kurang.
c. Auskultasi : kardiovaskuler takikardi
d. Data subyektif
1. Asal idiopatik
2. Poliuria
3. Polidipsia
4. Nocturia
5. Kelelahan
6. Konstipasi
e. Data obyektif
1. Trauma kepala
2. Bedah syaraf
3. Tumor hipotaamus
4. Trauma
5. Infeksi
6. Penurunan BB
7. Hipotensi ortostatik
8. Penurunan CVP
9. EKG mungkin terdapat takikardi
10. Penggunaan obat-obatan
Misalnya : litium karbonat, penitoin (dilatin), demeklosiklin,
aminoglikosida.
3. DS : Paien mengatakan Nocturia Gangguan pola tidur
tidak bisa tidur
DO :
- Penurunan kemempuan
fungsi
- Penurunan proporsi
tidur REM
- Penurunan proporsi
pada tahap 3 dan 4 tidur.

9
- Peningkatan proporsi
pada tahap 1 tidur
Jumlah tidur kurang dari
normal sesuai usia
4. DS : Pasien merasa cemas Perkembangan penyakit Anxietas
tentang kondisi yang
dialaminya
DO :
- Insomnia
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas
- Takut
- Nyeri perut
- Penurunan TD dan denyut
nadi
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
5. DS : Paien menyatakan Kurang terpapar Kurang pengetahuan
tidak mengetahui tentang informasi
informasi.
DO :

10
ketidakakuratan mengikuti
instruksi, perilaku tidak
sesuai

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
4. Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Defisit volume cairan NOC : Fluid balance NIC : Fluid management
tubuh berhubungan Criteria hasil : Intervensi :
1. Mempertahankan
dengan diuresis osmotic 1. Pertahankan catatan
urin output sesuai
Tujuan : setelah intake dan output yang
dengan usia dan BB,
dilakukan tindakan akurat
BJ urin normal
keperawatan diharapkan 2. Monitor status hidrasi
2. TTV dalam batas
kebutuhan cairan pasien (kelembaban membrane
normal.
terpenuhi. 3. Tidak ada tanda- mukosa, nadi adekuat, TD
tanda dehidrasi, ortostatik)
elastisitas turgor kuit 3. Monitor Vital sign
baik, membrane 4. Monitor masukan
mukosa lembab, makanan/cairan dan hitung
tidak ada rasa haus intake kalori harian
yang berlebihan. 5. Kolaborasikan
Skala penilaian NOC : pemberian cairan IV
1. Tidak pernah 6. Dorong masukan oral
menujukan.
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan

11
5. Selalu menunjukan
2 Ketidakseimbangan NOC : Status nutrisi NIC : Nutrition
nutrisi kurang dari Indicator : monitoring
1. Stamina
kebutuhan tubuh Intervensi :
2. Tenaga
1. BB dalam batas
berhubungan dengan 3. Tidak ada kelelahan
4. Daya tahan tubuh normal
anoreksia.
2. Monitor adanya
Skala penilaian NOC :
Tujuan : setelah
penurunan BB
1. Tidak pernah
dilakukan tindakan 3. Monitor kulit
menujukan
keperawatan diharapkan kering dan
2. Jarang menunjukan
kebutuhan nutrisi pasien 3. Kadang menunjukan perubahan
4. Sering menunjukan
terpenuhi. pigmentasi
5. Selalu menunjukan
4. Monitor turgor
kulit
5. Monitor kalori dan
intake nutrisi
6. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3 Gangguan pola tidur NOC : Sleep NIC : Peningkatan tidur
berhubungan dengan Criteria hasil : Intervensi :
1. Jam tidur cukup 1. Jelaskan
nocturia.
2. Pola tidur baik
pentingnya tidur
Tujuan : seteah diakukan 3. Kualitas tidur baik
4. Tidur tidak yang adekuat
tindakan keperawatan
terganggu selama sakit.
diharapkan pola tidur
5. Kebiasaan tidur. 2. Bantu pasien untuk
pasien tidak terganggu.
Skala penilaian NOC : mengidentifikasi
1. Tidak pernah factor yang
menujukan menyebabkan
2. Jarang menunjukan
kurang tidur.
3. Kadang menunjukan
3. Dekatkan pispot
4. Sering menunjukan

12
5. Selalu menunjukan agar pasien lebih
mudah saat BAK
pada malam hari.
4. Anjurkan pasien
untuk tidur siang.
5. Ciptakan
lingkungan yang
nyaman.
4 Anxietas berhubungan NOC : Control cemas NIC : Penurunan
dengan perkembangan Indikator : kecemasan
1. Monitor intensitas
penyakit Intervensi :\
cemas 1. Tenangkan klien
Tujuan : setelah diakukan
2. Menyingkirkan 2. Jelaskan seluruh
tindakan keperawatan
tanda kecemasan prosedur tindakan
diharapkan rasa cemas 3. Merencanakan
kapada kien dan
pasien dapat berkurang. strategi koping
perasaan yang
4. Menggunakan
mungkin muncul
strategi koping yang
pada saat
efektif
5. Menggunakan tehnik dilakukan
relaksasi untuk tindakan.
3. Berikan informasi
mengurangi
tentang diagnosa,
kecemasan
prognosis dan
Skala penilaian NOC :
tindakan.
1. Tidak pernah
4. Kaji tingkat
dilakukan
kecemasan dan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan reaksi fisik pada
4. Sering dilakukan
tingkat kecemasan
5. Selalu dilakukan
(takikardi,
takipneu, ekspresi
cemas non verbal)
5. Instruksikan pasien
untuk

13
menggunakan
tehnik relaksasi.
5 Kurang pengetahuan NOC : Pengetahuan tentang NIC : Mengajarka proses
berhubungan dengan proses penyakit penyakit
Indicator :
kurang terpapar Intervensi :
1. Mendeskripsikan
1. Mengobservasi
informasi.
proses penyakit
kesiapan klien
Tujuan : setelah 2. Mendeskripsikan
untuk mendengar
dilakukan tindakan factor penyebab
3. Mendeskripsikan (mental,
keperawatan diharapkan
factor resiko kemampuan untuk
penegtahuan pasien
4. Mendeskripsikan
melihat,
menjadi adekuat.
tanda dan gejala
mendengar,
5. Mendeskripsikan
kesiapan
komplikasi
emosional, bahasa
Skala penilaian NOC :
dan budaya)
1. Tidak pernah
2. Menentukan
dilakukan
tingkat
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan pengetahuan klien
4. Sering dilakukan
sebelumnya.
5. Selalu dilakukan
3. Menjelaskan
proses penyakit
(pengertian,
etiologi, tanda dan
gejala)
4. Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang dapat
mencegah atau
mengontrol proses
penyakit.
5. Diskusikan tentang
terapi atau
perawatan.

14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan
pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes
insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala
usia.
Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih
yang berlebihan.
Gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain
poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali
bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi
zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus
4.2 Saran
Jika penderita penyakit neurogenic diabetes insipidus, maka segeralah berobat
ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang
intensif. Perawatan pasien diabetes insipidus menggunakan obat sebagai
pengganti hormon. Misal jika pasien mengalami buang air kecil secara
berlebihan dan berlangsung terus menerus, maka diberikan terapi obat
desmopressin sebagai pengganti vasopressin sehingga frekuensi buang air
kecil menjadi berkurang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Eizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.


Cotran, Robbin. 1996. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC.
Johnson, Marion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes
Classifcation (NOC), Second edition. USA : Mosby.
Junadi, Purnawan, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedoteran UI.
McCloskey, Joanne C. dkk. 1996. IOWA Intervention Project Nursing
Intervention
Classifcation (NIC), Second edition. USA : Mosby.
Oswari, E. 1985. Penyakit dan Penangguangannya. Jakarta : PT Gramedia.
Talbot, Laura, dkk.1997. Pengkajian Keperawatan Kritis, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Waspadji, Sarwono. 1996. Imu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FK UI

16

Anda mungkin juga menyukai