Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit ini
diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme Neurohypophysealrenal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan
kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada
berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin. ( Prof. Dr. Margono Soekarjo)
Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral, nefrogenik, dipsogenik,
dan gestasional. Pada diabetes insipidus sentral, kelainan terletak di hipofisis, sedangkan pada
diabetes insipidus nefrogenik kelainan dikarenakan ginjal tidak memberikan respon terhadap
hormon antidiuretik sehingga ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang
encer. Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan penyakit
ini bersifat dominan dan dibawa oleh kromosom X. Wanita yang membawa gen ini bisa
mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes insipidus
nefrogenik adalah obat-obat tertentu. ( Prof. Dr. Margono Soekarjo).
Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan polidipsia. Jika
penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul segera setelah lahir. Bayi tidak dapat menyatakan
rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi
yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati bisa
terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering
berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. ( Prof. Dr. Margono Soekarjo).
Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat
bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui konsep
Diabetes Insipidus dan mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus.
C. Tujuan

Tujuan Umum :
Tujuan umum dari Penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai
penyakit Diabetes Insipidus
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui definisi/pengertian Diabetes Insipidus?
2. Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetes Insipidus?
3. Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus?
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Diabetes Insipidus?
5. Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Insipidus ?
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien diabetes insipidus?
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Insipidus?
8. Untuk mengetahui penyusunan asuhan keperawatan pada pasien Diabetus Insipidus?

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena kekurangan hormon
antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh ginjal, atau karena ketidakmampuan
ginjal untuk berespon pada ADH. Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria ,
(Nettina M. Sandra. 2001).
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi, sekresi atau
fungsi ADH. Istilah diabetes insipidus berhubungan dengan kualitas dan kuantitas urin (Corwin,
Elizabet J, 2009).
Diabetes insipidus merupakan gangguan metabolisme air yang disebabkan oleh defisiensi
vasopresin (juga dikenal dengan hormon ADH) yang bersikulasi atau oleh resistensi ginjal
terhadap hormon ini ( William dan Wilkins, 2011).
Diabetes insipidus adalah gangguan dari metabolisme air. Hal ini berarti air atau cairan yang
diminum dengan cairan yang dikeluarkan tidak seimbang. Diabetes insipidus bisa disebabkan
karena kekurangan vasopresin (ADH) atau tidak beresponsnya atau resistensi hormon ADH ini
didalam tubuh (Bethesda, MD, 2006).
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan oleh
defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh
rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang
besar. (Suzanne C, 2001).
B. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran,2007. Jakarta:EGC.


1. Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat fatal. Diabetes
insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya
sintesis dan penyimpanan ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik,
paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes
insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan
pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH
disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik ADH
(desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama
mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu
menghambat ekskresi air sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka
terhadap perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di sebabkan oleh
konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik,
gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik.
Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan
hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang dikombinasikan dengan
amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi
terjadinya volume overload.
3. Diabetes insipidus dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus. Defek ini
mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH
dan peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes
insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus.
Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume overload yang berakibat
intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan
dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes
insipidus dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional

Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat plasenta
merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan membaik diterapi
dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus,
desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.
C. Etiologi
Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan penyakit ini
bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X, karena itu hanya pria yang terserang penyakit ini.
Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya.
Diabetes

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

insipidus

secara

umum

dapat

disebabkan

oleh

beberapa

hal,

yaitu

Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormon antidiuretik
Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah
Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan
Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak)
Tumor
Sarkoidosis atau tuberkulosis
Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak
Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis

Berdasarkan etiologinya, Diabetes Insipidus dapat dibedakan menjadi dua, antara lain:

1. Diabetes Insipidus Central


Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan
filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin,
menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormon ADH.Kelainan hipotalamus dan
kelenjar pituitari posterior karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer.
Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus pituitary, trauma, proses infeksi,
gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus
Sekunder. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti
phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
2. Diabetes insipidus Nephrogenik

Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terusmenerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya,
kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik
dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
- Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis,
-

obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.


Gangguang elektrolit : Hipokalemia, hiperkalsemia.
Obat-obatan : litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen.
Penyakit sickle cell
Gangguan diet

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut: (Abdoerachman,dkk, 1974)
-

Poliuria
Haluaran urine harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urine yang sangat
encer ; berat jenis urine 1,001 aampai 1,005 atau 50 - 200 mOsmol/kg berat badan,
biasanya mempunyai awitan mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada orang
dewasa. Jumlah cairan yangdiminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak ,

dapat mencapai 5 - 10 liter sehari.


Polidipsia
Rasa sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari, terutama sangat

membutuhkan air yang dingin .


Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari
dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejangkejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga
bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan

menghambat perkembangan fisik.


Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari
(nokturia). Tentu akan sangat merepotkan jika setiap tidur malam harus bolak-balik ke
kamar mandi hanya untuk buang air kecil. Akibatnya kualitas tidur menjadi berkurang, dan

kondisi kesehatan pun turun/kelelahan karena kurang tidur.


Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang tidak
berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.

Gejala lain:
-

Penurunan berat badan


Bola mata cekung
Hipotensi
Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
Anoreksia

E. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran,2007:
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus
supraoptik,paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu
neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya,
melalui akson menuju keujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang
merupakan tempat penyimpanannya.Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak
aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang
meningkat pada reseptor volume dan osmotic.Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler
atau penurunan volume intravaskuler akanmerangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian
meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu
mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu
Adenosin Mono Fosfat). Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas seru

menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara
290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus
pengumpul ginjal meningkat karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan
poliuria atau banyak kencing.Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat
haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang
osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga
apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan
mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan
berimplikasi orang tersebut minum banyak(polidipsia).

Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral,
dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana
gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
F.

Penatalaksanaan
Menurut BukuSakukeperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth, penatalaksanaan dari
Diabetes Insipidus adalah sebagai berikut:
Sasaran dari terapi adalah untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat, untuk
menggantikan vasopresin, dan untuk mencari serta memperbaiki patologi intrakarnial yang
mendasarinya.
1. Penggantian vasopresin
- Desmopressin (DDAVP) , diberikan melalui intranasal , dua kali pemberian per hari
-

untuk mengontrol gejala.


Pemberian ADH intramuskular ( vasopresin tannat dalam minyak ) setiap 24 jam
sampai 96 jam untuk mengurangi volume urine; rotasikan tempat suntikan untuk

mencegah lipodistrofi.
Lypressin (DIAPID) diserap melalui mukosa nasal kedalam darah; durasinya mungkin

akan singkat pada pasien dengan penyakit yang parah .


2. Konservasi cairan
- Clofibrat, suatu preparat hipolipidemik, mempunyai efek antidiuretik pada pasien yang
-

mempunyai sebagian vasopresin hipotalamik residual.


Klorpropamid (Diabinese) dan diuretik tiasid digunakan dalam bentuk ringan untuk

memperkuat kerja vasopresin ; dapat menyebabkan reaksi hipoglikemia.


3. Asal nefrogenik
- Diuretik tiasid, penipisan kadar garam ringan, dan inhibitor prostaglandin ( misal :
ibuprofen, endometasin ) .
Menurut Ni Ketut Rahajeng selain terapi hormone pengganti dapat juga dipakai terapi
adjuvant yang secara fisiologis mengatur keseimbangan air dengan cara :
-

Mengurangi jumlah air ke tubuus distal dan collecting duct.


Memacu pelepasan ADH endogen.
Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.

Obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai adalah Diuretic Tiazid, Klorpopamid, Kofibrat,
Karbamazepin.

G.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah : (Talbot, Laura,
dkk.1997).
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan
menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes insipidus urin akan menetap atau
bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS
dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.
2. Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
- Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya
kemudian ditimbanh berat badannya, diperiksa volum dan berat jenis atau osmolalitas
-

urin pertama. Pada saat ini diambil sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap 3 jam bila

dieresis kurang dari 300 ml/jam.


Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau
hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol yang

tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.


Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 % tergantung mana

yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan dengan :


3. Uji nikotin
- Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang dalam
-

waktu 15-20 menit.


Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sampel urine sampai

osmolalitas/berat jenis urin menurun dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.


4. Uji Vasopresin :
- Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
- Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis berikutnya atau 1 jam
kemudian.
H.

Evaluasi Diagnostik

Menurut bukupedoman praktek keperawatan Nettina M. Sandra, evaluasi diagnostik pada


Diabetes Insipidus dilihat dari :
1. Urinalisis menunjukkan penurunan berat jenis, penurunan osmolalitas, dan penurunan
natrium.
Uji penyimpangan cairan, pemberian ditunda selama 8 sampai 12 jam sampai terjadi
penurunan tubuh sekitar 3 % sampai 5%. Ketidakmampuan untuk meningkatkan berat jenis
2.
3.
4.
5.

dan osmolalitas urin selama pemeriksaan merupakan karakteristik diabetes insipidus.


Peningkatan serum osmolalitas ( lebih besar dari 295 mOsm)
serum natrium
Serum ADH rendah dalam hubungan dengan serum osmolalitas yang tingggi.
Tes kekurangan air ( potensial bahaya) untuk membedakan diabetes insipidus sentral dari
diabetes insipidus nefrogenik :
- Cairan dibatasi, dan volume urinarius serta konsentrasi dipantau setiap jam, selama
-

pasien ditimbang .
Tes di akhiri bila pasien kehilangan lebih dari 3% sampai 5% berat badan. Serum

natrium pasca-tes dan osmolalitas tinggi; osmolalitas urin tetap rendah.


Tes diselesaikan dengan memberikan dosis ADH, yang harus menghentikan diuresis
abnormal. Bila tidak, anak mungkin mengalami DI nefrogenik

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
- Demografi
Menurut orphanet, sebuah konsorsium European partner, menyatakan ini merupakan
penyakit langka yang terdapat 1 tiap 2.000 orang. gambaran klinis dan gejala jangka panjang
dari kekacauan ini sebagian besar tak tergambarkan. metode yang dipelajari dari 79 pasien
dengan diabetes insipidus sentral yang diteliti pada empat pusat endokrinologi anak antara
-

tahun 1970 dan 1996. Terdiri 37 laki-laki dan 42 pasien wanita dengan rata rata umur 7 tahun
Riwayat
Trauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi
kranial, tumor paru/mamae. Riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau

penyakit yang sama


Pemeriksaan fisik
- Kaji keadaan umum klien: klien terlihat lemah dan mata cekung
- Kaji TTV klien : TD pasien menurun dan suhu tubuh meningkat. RR dan nadi normal
- Sistem Integumen :Turgor kulit menurun (pucat) , kulit kering, mukosa bibir kering.
- Sistem Kardiovaskeler : Bradikardia
- Sistem Muskuloskeletal : Gerakan lambat.
- Sistem Neurologi ; Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan
pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian
6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada penilaian 5

Gastrointestinal : intensitas untuk berkemih semakin banyak tiap harinya.Output yang


berlebih (frekuensi BAK 6x/hari) terutama pada malam hari (nokturia). Penurunan
BB, poliuri.

B. Data Fokus
Data Fokus
1. DS :
- Klien mengeluh banyak
-

Masalah
Gangguan eliminasi urin

Etiologi
Poliuria

Kekurangan volume cairan

Kebutuhan air tidak adekuat

kencing pada malam hari


Klien mengatakan banyak
minum 4-6 liter/hari

DO :
-

Pasien tampak gelisah

menahan buang air kecil


Pasien anyang-anyangan

2. DS :
- Klien mengatakan banyak
-

buang air kecil


Klien mengatakan banyak

minum 4-6 liter/hari


Klien mengatakan selalu
haus walaupun sudah
minum

DO :
-

Turgor kulit buruk


Membran mukosa kering
Peningkatan konsentrasi
urin

3. DS :
- Pasien mengatakan sering
terbangun pada malam
hari
Pasien mengatakan sulit

Gangguan pola tidur

Nokturia

tidur dalam beberapa hari


belakangan
DO :
-

Klien terlihat kelelahan


Terlihat lingkar hitam

disekitar mata
Wajah terlihat kusam
Terlihat gelisah

C. Diagnosa
- Kekurangan volume cairan b.d kebutuhan air tidak adekuat
- Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan poliuria
- Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia
D. Intervensi
No
1

Diagnosa
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kebutuhan air
tidak adekuat

Tujuan dan kriteria


Intervensi
hasil
Tujuan :
Manajemen cairan :
Setelah diberikan
1. Kaji dan
tindakan selama 2
Pantau TTV
x 24
dan catat
jam,diharapkan
adanya jika
kekurangan volume
ada
cairan teratasi.
perubahan
Kriteria hasil:

TTV dalam
batas
normal
(skala 5)
Suhu tubuh
36-37,5C)
Intake dan

2. Berikan
cairan sesuai
kebutuhan.
3. Catat intake
dan output
cairan.
4. Monitor dan

Rasional

1. Adanya perubahan
TTV
menggambarkan
status dehidrasi
klien.
Hipovolemia
dapat
dimanifestasikan
oleh hipotensi dan
takikardia.
2. Memenuhi
kebutuhan cairan
dalam tubuh.
3. Memberikan hasil
pengkajian yang

output
dalam 24
jam
seimbang
(skala 4)

Kulit/memb
ran mukosa
klien
lembab

Timbang
berat badan
setiap hari.
Monitor status
hidrasi (suhu tubuh,
kelembaban
membran mukosa,
warna kulit).

BB klien
tetap/tidak terjadi
penurunan berat
badan

No
2

Diagnosa
Gangguan
eliminasi
urine
berhubungan
dengan
poliuria

Tujuan dan kriteria


hasil
Tujuan :
Setelah diberikan
askeptindakan
keperawatan
selama 2 x 24 jam,
diharapkan
gangguan eliminasi
urin teratasi,.
Kriteria hasil:

Karakteristi
k urine
meliputi
warna, berat
jenis,
jumlah, bau
normal
(skala 5)
Tidak

terbaik dari status


cairan yang
sedang
berlangsung dan
selanjutnya dalam
memberikan
cairan pengganti
4. Mengetahui
berapa cairan yang
hilang dalam
tubuh
5. Mengetahui
tingkat dehidrasi.

Intervensi
Manajemen
pengeluaran urin :
1. monitor dan
kaji
karakteristik
urine
meliputi
frekuensi,
konsistensi,
bau, volume
dan warna.
2. Batasi
pemberian
cairan sesuai
kebutuhan.
3. Catat waktu
terakhir klien

Rasional

1. Mengetahui
sejauh mana
perkembangan
fungsi ginjal dan
untuk mengetahui
normal atau
tidaknya urine
klien.
2. Mengurangi
pengeluaran
cairan berupa
urine terutama
saat malam hari.
3. Mengidentifikasik
an fungsi kandung
kemih, fungsi
ginjal, dan

terjadi
nocturia
Pola eliminasi
normal (skala 5)

No
3

Diagnosa

Tujuan dan kriteria


hasil
Gangguan
Tujuan :
pola tidur
setelah diakukan
berhubungan tindakan
dengan
keperawatan
nocturia.
selama 2 x 24 jam,
diharapkan pola
tidur pasien tidak
terganggu.

eliminasi
urin.
Instruksikan
klien/keluarga untuk
mencatat output
urine klien.
Intervensi

1.

Jelaska
n pentingnya
tidur
yang
adekuat
selama sakit

2.

Bantu
pasien untuk
mengidentifi
kasi factor
yang
menyebabka
n
kurang
tidur.

Kriteria hasil :

Jam tidur
cukup
(skala 5)
Pola tidur
baik (skala
4)
Kualitas
tidur baik
(skala 4)
Tidur tidak
terganggu
(skala 4)

Kebiasaan tidur

3.

4.

Dekatk
an
pispot
dengan
pasien
di
malam hari.
lakuka
pijatan

keseimbangan
cairan.
Mengetahui jumlah
pengeluaran urin

Rasional

1. Pasien dan
keluarga lebih
memahami dan
mengerti tentang
pentingnya tidur
selama sakit
2. Pasien mengetahui
faktor penyebab
dan mengetahui
solusi nya
3. Memudahkan
pasien untuk
melakukan BAK
selama sakit
4. Meingkatkan rasa
ngantuk pada
pasien
5. Pasien merasa
nyaman

n
yang
Memenuhi kebutuhan
nyaman,
tidur pasien
pengaturan
posisi, dan
sentuhan

afektif
5.

Ciptak
an
lingkungan
yang nyaman

Berikan tidur siang,


jika diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan
tidur.
E. Istilah kata sulit
Istilah
Hormon Antidiuretik (ADH)

Kata Sulit
Hormon yang disekresikan oleh kelenjar
hipofisis posterior untuk mengatur jumlah air
yang di ekskresikan oleh ginjal
Kelainan ginjal yang menghasilkan sejumlah

Nefrogenik

besar air kemih yang encer karena ginjal gagal


memberikan respon terhadap hormon ADH dan
tidak mampu memekatkan air kemih.
Kelainan yang disebabkan oleh kerusakan

Dipsogenik

dalam mekanisme haus di hipotalamus, defek


ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang
abnormal sehingga terjadi sekresi-sekresi ADH
dan peningkatan output urine.

Sarkoidosis

Suatu

kondisi

medis

ditandai

dengan

terbentuknya gumpalan kecil dari sel-sel


(granuloma) didaerah tubuh yang berbeda-beda
karena peradangan.

Buang air kecil yang berlebihan, biasanya lebih


Poliuria

dari 2,5 liter/hari pada orang dewasa.


Rasa haus yang berlebihan

Polidipsia
Terlalu banyak minum pada malam hari hingga
Nokturia

menyebabkan kondisi serius seperti hilangnya


fungsi ginjal, gagal ginjal kronis, diabetes, dan
infeksi saluran kencing.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan rasa haus dan
peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah. Kondisi ini merupakan manifestasi
klinis dari defisiensi pitresin (ADH)atau merupakan kondisi klinis akibat dari ketidakpekaan
tubulus ginjal terhadapADH.
Penyebab diabetes insipidus dapat karena penyebab sentral yangmenyebabkan penurunan
produksi ADH maupun kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) yang menyebabkan ginjal
kurang peka terhadap ADH, serta idiopatik.Gejala klinis khas diabetes insipidus yaitu poliuria

dan polidipsia, gejala lainnya yaitu dehidrasi, hipertermia, nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri
otot,hipotermia dan takikardia. Berat badan turun dengan cepat, serta gejala enuresis, pada anak
yang telah dapat mengendalikan kandung kencing, keringat sedikit sehingga kulit kering dan
pucat, anoreksia, lebih menyukai karbohidrat. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami
demam tinggi yang disertaidengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan
diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi
yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. Gejala dan tanda lain
tergantung pada lesi primer.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan penunjang(laboratorium : darah,
urinalisis fisis dan kimia), test deprivasi air,radioimunoassay untuk vasopresin, rontgen cranium,
dan MRI. Komplikasi diabetes insipidus dapat terjadi dehidrasi hipernatremik serta komplikasi
neurologisnya, retardasi mental, hidronefrosis. Pada DIS yang komplit, terapi hormon pengganti
(hormonal replacement) yaitu desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin)
merupakan pilihan utama. Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant
yang mengatur keseimbangan air, seperti: diuretik tiazid,klorpropamid, klofibrat, karbamazepin.
Untuk mencegah dehidrasi, penderitaharus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup ketika
mereka merasa haus.Diabetes insipidus jarang mengancam jiwa. Penderita dengan diabetes
insipidustanpa komplikasi dapat hidup selama bertahun-tahun dengan kesulitan poliuriadan
polidipsia sepanjang mereka memiliki mekanisme haus yang utuh danmendapatkan air dengan
bebas.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat
berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Nettina M. Sandra. 2001. pedoman prktek keperawatan.Jakarta;EGC
Baughman C,dkk. 2000. Keperawatan medikal bedah buku saku dari brunner & suddart.
Jakarta; EGC
Corwin, Eizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai