Ginjal mengatur keseinbangan asam basa dengan mengekskresikan urin yang asam
atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstrasel,
sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstrasel.
Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai
berikut. Sejumlah besar HCO difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus, dan bila
HCO ini diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah.
Sejumlah besar H juga disekresikan kedalam lumen tubulus oleh sel epitel tubulus sehingga
menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak H yang disekresikan daripada HCO
yang difiltrasi, akan terjadi kehilangan asam dari cairan ekstrasel. Sebaliknya apabila lebih
banya HCO yang difiltrasi daripada H yang disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi H cairan ekstrasel melalui tiga mekanisme dasar
1. Sekresi ion H
Sumber: Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11th ed., Jakarta:
EGC.
a. Struktur Makro :
Mula-mula darah yang mengandung air, garam, glukosa, urea, asam amino,
dan amonia mengalir ke dalam glomerulus untuk menjalani proses filtrasi. Proses ini
terjadi karena adanya tekanan darah akibat pengaruh dari mengembang dan
mengkerutnya arteri yang memanjang menuju dan meninggalkan glomerulus. Akhir
filtrasi dari glomerulus ditampung di kapsula Bowman dan menghasilkan filtrat
glomerulus atau urine primer. Secara normal, setiap hari kapsula Bowman dapat
menghasilkan 180 L filtrat glomerulus.
Filtrat glomerulus atau urin primer masih banyak mengandung zat yang
diperlukan tubuh antara lain glukosa, garam-garam, dan asam amino. Filtrat
glomerulus ini kemudian diangkut oleh tubulus kontortus proksimal. Di tubulus
kontortus proksimal zat-zat yang masih berguna direabsorbsi. Seperti asam amino,
vitamin, dan beberapa ion yaitu Na +, Cl-, HCO3-, dan K+. Sebagian ion-ion ini
diabsorbsi kembali secara transport aktif dan sebagian yang lain secara difusi.
Proses reabsorbsi masih tetap berlanjut seiring dengan mengalirnya filtrat
menuju lengkung Henle dan tubulus kontortus distal. Pada umumnya, reabsorbsi
zat-zat yang masih berguna bagi tubuh seperti glukosa dan asam amino
berlangsung di tubulus renalis. Akan tetapi, apabila konsentrasi zat tersebut dalam
darah sudah tinggi, tubulus tidak mampu lagi mengabsorbsi zat-zat tersebut. Apabila
hal ini terjadi, maka zat-zat tersebut akan dieksresikan bersama urin.
Selain reabsorbsi, di dalam tubulus juga berlangsung sekresi. Seperti K +, H+,
+
NH4 disekresi dari darah menuju filtrat. Selain itu, obat-obatan seperti penisilin juga
disekresi dari darah. Sekresi ion hidrogen (H +) berfungsi untuk mengatur pH dalam
darah. Misalnya jika di dalam darah terlalu asam maka ion hidrogen disekresikan ke
dalam urin.
Demikian juga sekresi K+ berfungsi untuk menjaga mekanisme homeostasis.
Apabila konsentrasi K+ dalam darah tinggi, dapat menghambat rangsang impuls
serta menyebabkan kontraksi otot dan jantung menjadi menurun dan melemah. Oleh
karena itu, K+ kemudian disekresikan dari darah menuju tubulus renalis dan
dieksresikan bersama urin.
Pada saat terjadi proses reabsorbsi dan sekresi di sepanjang tubulus renalis
secara otomatis juga berlangsung pengaturan konsentrasi pada urin. Sebagai
contoh, konsentrasi garam diseimbangkan melalui proses reabsorbsi garam. Di
bagian lengkung Henle terdapat NaCl dalam konsentrasi yang tinggi. Keberadaan
NaCl ini berfungsi agar cairan di lengkung Henle senantiasa dalam keadaan
hipertonik. Dinding lengkung Henle descending bersifat permeabel terhadap air,
akan tetapi impermeabel untuk Na dan urea. Konsentrasi Na yang tinggi ini
menyebabkan filtrat terdorong ke lengkung Henle bagian bawah dan air bergerak
keluar secara osmosis.
Di lengkung Henle bagian bawah, permeabilitas dindingnya berubah. Dinding
lengkung Henle bagian bawah menjadi permeabel terhadap garam dan impermeabel
terhadap air. Keadaan ini mendorong filtrat untuk bergerak ke lengkung Henle
ascending.
Air yang bergerak keluar dari lengkung Henle descending dan air yang
bergerak masuk di lengkung Henle ascending membuat konsnetrasi filtrat menjadi
isotonik. Setelah itu, filtrat terdorong dari tubulus renalis menuju duktus koolektivus.
Duktus kolektivus bersifat permeabel terhadap urea. Di sini urea keluar dari filtrat
secara difusi. Demikian juga dengan air yangbergerak keluar dari filtrat secara
osmosis. Keluarnya air ini menyebabkan konsentrasi urin menjadi tinggi.
Dari duktus kolektivus, urin dibawa ke pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urin
mengalir ke melalui ureter menuju vesika urianria (kandung kemih) yang merupakan
tempat penyimpanan urin sementara. Singkatnya dapat dilihat di tabel di bawah ini.
3. Volume urin yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 mL sampai 2.500 mL
atau lebih. Jika volume urin tinggi, zat buangan dieksresi dalam larutan encer,
hipotonik (hiposmotik) terhadap plasma. Berat jenis urin mendekati berat jenis air
(sekitar 1,003). Jika tubuh perlu menahan air, maka urin yang dihasilkan kental
sehingga volume urin yang sedikit tetap mengandung jumlah zat buangan yang
sama yang harus dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut lebih besar, urin hipertonik
(hiperosmotik) terhadap plasma, dan berat jenis uurin lebih tinggi (di atas 1,003).
Pengaturan volume urin dilakukan melalui mekanisme hormonal dan mekanisme
pengkonsentrasian urin ginjal.
a. Mekanisme hormonal
1) Antidiuretik hormon (ADH) meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal
dan tubulus kolektivus terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya reabsorbsi
dan volume urin menjadi sedikit.
a) Sisi sintesis dan sekresi.
ADH disintesis oleh badan sel saraf dalam nukleus supraoptik hipotalamus dan
disimpan dalam serabut saraf hipofisis posterior. ADH kemudian dilepas sesuai
impuls yang sampai pada serabut saraf.
b) Stimulus pada sekresi ADH
i. Osmotik
Neuron hipotalamus adalah osmoreseptor dan sensitif terhadap perubahan
konsentrasi ion natrium, serta zat terlarut lain dalam cairan intraselular yang
menyelubunginya.
Peningkatan osmolaritas plasma, seperti yang terjadi saat dehidrasi, menstimulasi
osmoreseptor untuk mengirim impuls ke kelenjar hipofisis posterior agar melepas
ADH. Air diabsorbsi kembali dari tubulus ginjal sehingga dihasilkan urin kental
dengan volume sedikit.
Penurunan osmolaritas plasma mengakibatkan berkurangnya sekresi ADH,
berkurangnya reabsorbsi air dari ginjal, dan produksi urin encer yang banyak.
ii. Volume dan tekanan darah.
Baroreseptor dalam pembuluh darah (di vena, atrium kanan dan kiri, pembuluh
pulmonary, sinus karotid, dan lengkung aorta) memantau volume darah dan tekanan
darah. Penurunan volume dan tekanan darah meningkatkan sekresi ADH;
peningkatan volume dan tekanan darah menurunkan sekresi ADH.
iii. Faktor lain
Nyeri, kecemasan, olah raga, analgesik narkotik, dan barbiturat meningkatkan
sekresi ADH. Alkohol menurunkan sekresi ADH.
2) Aldosteron
Aldosteron adalah hormon steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks kelenjar
adrenal. Hormon ini bekerja pada tubulus distal dan duktus pengumpul untuk
meningkatkan absorbsi aktif ion natrium dan sekresi aktif ion kalium.
b. Sistem arus bolak-balik dalam ansa Henle dan vasa rekta memungkinkan
terjadinya reabsorbsi osmotik air dari tubulus dan duktus kolektivus ke dalam cairan
interstisial medularis yang lebih kental di bawah pengaruh ADH. Reabsorbsi air
memungkinkan tubuh untuk menahan air sehingga urin yang dieksresikan lebih
kental dibandingkan cairan tubuh normal.
a. Sistitis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri (biasanya Escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena
respon alergi atau akibat iritasi mekanik pada kandung kemih. Gejalanya adalah
serih berkemih dan nyeri (disuria) yang disertai darah dalam urin (hematuria).
b. Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus.
1) Glomerulonefritis akut sering terjadi akibat respon imun terhadap toksin bakteri
tertentu (kelompok Streptococcus beta A).
2) Glomerulonefritis kronis tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus.
Inflamasi ini mungkin terjadi karena infeksi bakteri Streptococcus, tetapi dapat juga
diakibatkan oleh penyakit sistemik lain (akibat sekunder) atau karena
glomerulonefritis akut.
c. Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri.
Inflamasi dapat berawal di traktus urinaria bawah (kandung kemih) dan menyebar ke
ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke ginjal. Obstruksi traktus
urinaria terjadi akibat pembesaran kelenjar prostat, batu ginjal, atau defek congenital
yang memicu terjadinya pielonefritis.
d. Batu ginjal (kalkuli urinaria) terbentuk dari pengendapan garam kalsium,
magnesium, asam urat, atau sistein. Misalnya hipersekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid meningkatkan kadar kalsium dalam darah sehingga terjadi
pengendapan kalsium dalam ginjal dan lama-kelamaan menjadi batu ginjal. Batu-
batu kecil dapat mengalir bersama urin; batu yang lebih besar akan tersangkut
dalam ureter dan menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal) yang menyebar
dari ginjal ke selangkangan.
e. Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya
retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan drastis
volume urin (oliguria). Melalui pengobatan terhadap kondisi penyebab gagal ginjal,
maka prognosisnya membaik. Gagal ginjal yang tidak diobati dapat mengakibatkan
penghentian total fungsi ginjal dan kematian.
1) Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berhasil diobati. Penyakit ini
ditandai dengan oliguria mendadak yang diikuti dengan penghentian produksi urin
(anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah ke ginjal akibat
trauma atau cedera, glomerulonefritis akut, hemoragi, transfusi darah yang tidak
cocok, atau dehidrasi berat.
2) Gagal ginjal kronis adalah kondisi progresif parah karena penyakit yang
mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti glomerulonefritis kronis atau
pielonefritis, trauma atau diabetes nefropati akibat diabetes melitus. Penyakit ini
diobati melalui hemodialisis (ginjal buatan) atau transplantasi ginjal.
f. Diabetes Melitus (Glukosuria) terjadi apabila di dalam urin ditemukan adanya
glukosa. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga
nefron tidak mampu menyerap kelebihan glukosa tersebut. Tingginya kadar glukosa
dalam tubuh diakibatkan oleh kekurangan hormon insulin.
g. Diabetes Insipidus
h. Albuminuria terjadi apabila di dalam urin terdapat protein albumin.
i. Uremia apabila di dalam urin terdapat urea dan asam urat. Terjadi akibat nefritis
(radang/rusaknya glomerulus akibat infeksi bakteri Streptococcus). Infeksi ini dapat
menyebabkan urea masuk kembali ke dalam darah dan menyebabkan uremia, dan
apabila reabsorbsi air terganggu akan mengakibatkan edema atau pembengkakan
kaki akibat terjadinya penimbunan air.
j. Hematuria terjadi apabila terjadi peradangan dan luka di daerah kandung kemih
sehingga darah terbawa keluar oleh urin. Ini biasanya disebabkan oleh gesekan
antara batu ginjal dan dinding pada kandung kemih.
k. Hidronefrosis adalah keadaan membesarnya ukuran ginjal dari ukuran
normalnya akibat dari tersumbatnya aliran urin di ureter oleh batu ginjal sehingga
lebih banyak urin yang tertampung di dalam ginjal.