Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Feokromositoma
Blok 5.2

Di susun oleh : Kelompok III


Muhammad Rifaldi G1A114023
Putri Andini Darma Dewi G1A114025
Tommy Akasia Laksana P. G1A114028
Dean Grestama G1A114032
Sundary Florenza G1A114033
Bahtiar Adinoto G1A114038
Nabila Davega G1A114039
Romi Wijianto G1A114041
Syukri G1A114042
Agatha Lamarsha G1A114046
Anggia Putri Male Kusuma G1A114047
Rima Artika Mayanda G1A114049
Fitri Siti Ramadani G1A114051
Ara Baysari G1A114052
Marisa Hana G1A114053
Robiatul Adawiyah G1A114054
Fitrah Afdal G1A114056
Evita Oktavia G1A114057
Fikri Hidayat G1A114061
Fitria Risna Putri G1A114062
Sherly Anggelina G1A114063
Intan Karnina Putri G1A114065

Pengampu :
Dr. Syamsirun Halim Sp.PD KIC

Universitas Jambi
Tahun 2016/2017
FEOKROMOSITOMA

A. Pengertian
Secara etimologi Feokromositoma berasal dari bahasa Yunani. Phios berarti kehitaman,
chroma berarti warna dan cytoma berarti tumor. Hal ini mengacu pada warna sel tumor ketika
diwarnai dengan garam kromium. Pheochromocytoma adalah tumor kelenjar adrenal yang
menghasilkan hormon katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Tumor pensekresi katekolamin
dibagi menjadi dua bagian Feokromositoma dan Paraganglioma Pensekresi Katekolamin.
Karena kedua tumor tersebut memiliki gejala dan pengobatan yang sama, banyak ahli yang
menggunakan istilah Feokromositoma untuk mendeskripsikan keduanya, baik Feokromositoma
adrenal maupun Paraganglioma Pensekresi Katekolamin Ekstra-Adrenal.
Hormon ini memiliki banyak fungsi, beberapa diantaranya seperti mengatur tekanan
darah dan detak jantung. Pheochromocytoma banyak ditemukan pada orang dewasa dengan
umur 30-60 tahun. Phaeochromocytomas adalah tumor fungsional berasal dari sel-sel chromaffin
dari medula adrenal dan paraganglions. Sel Chromaffin adalah sel-sel yang mensekresi
katekolamin yang mempunyai karakteristik pewarnaan coklat dengan dikromat karena kehadiran
butiran sitoplasma katekolamin. Presentasi klinis klasik adalah dengan serangan paroksismal
hipertensi disertai sakit kepala, berkeringat, kecemasan palpitasi dan tremor.1,2,3,16

B. Epidemiologi
Feokromositoma menyerang 0,1% hingga 0,5% penderita hipertensi dan dapat
menyebabkan akibat yang fatal bila tidak terdiagnosis atau terobati. Feokromositoma terjadi
kurang dari 2-8 diantara 1.000.000 orang, dapat menyerang laki-laki dan perempuan dalam
perbandingan yang sama dan mempunyai insiden puncak antara usia 30 dan 50 tahun (rata – rata
40 tahun). Sekitar 90% tumor ini berasal dari sel kromafin medula adrenalis, dan 10% sisanya
dari ekstra adrenal yang terletak di area retroperitoneal (organ Zuckerkandl), ganglion
messenterika dan seliaka, serta kandung kemih. Sebuah studi retrospektif dari Mayo Clinic
mengungkapkan bahwa dalam 50% kasus pheochromocytoma, diagnosis dibuat pada saat otopsi.
Sekitar 10% dari pheochromocytomas yang ditemukan secara kebetulan.

Pheochromocytomas terjadi pada orang dari semua ras, meskipun mereka didiagnosis
lebih jarang pada orang kulit hitam. Feokromositoma biasanya jinak (pada 95% kasus), namun
dapat bersifat ganas dengan metastasis yang jauh. Istilah klasik mengikuti “rumus 10” yaitu
10% terjadi bilateral, 10% terbentuk extraadrenal, 10% adalah malignant, 10% feokromositoma
adrenal timbul pada masa anak, serta 10% feokromositoma timbul pada kelainan genetik
tertentu, seperti:2,4,11

C. Etiologi
Penyebab dari pheochromocytoma masih belum diketahui tetapi banyak pendapat ( ± 10 –
20 % ) mengatakan adanya faktor genetik dan biasanya sifat genetik ini bergabung dengan
sindrom yang lain. Bagaimanapun juga, sekitar 25 – 33 % pasien feokromositoma bersifat
familial, yang terdiri dari mutasi gen RET, VHL,NF1, SDHB, SDHC, and SDHD. Jika terjadi
mutasi pada kromosom 10q11.2 maka penderita pheochromosytoma juga memiliki penyakit
lainnya seperti MEN 2A dan sering disertai dengan carsinoma thyroid. Pada mutasi dari gen
kromosom 3p25-26 biasanya di samping menderita pheochromocytoma orang tersebut juga
menderita Von Hippel Lindau Disease (VHL) di sertai tumor jinak dari Central Nervus System
dan pancreas. Sedangkan pada kelainan kromosom 17q11 orang tersebut akan terkena
Pheochromocytoma dan neurofibromatosis 1 ( NF 1 ) disertai dengan neurofibroma Gangguan
faktor genetik ini bersifat autosomal dominan.2,5,6

D. Patofisiologi
Feokromasitoma suatu penyebab hipertensi sekunder yang jarang terjadi atau sangat langka
merupakan tumor medulla adrenal atau tumor rantai simpatis (paraganglioma) yang melepaskan
katekolamin dalam jumlah besar (epinefrin, norepinefrin, dan dopamine) secara terus menerus
atau dengan jangka waktu yang lama. Sekitar 50% hormon ini dihasilkan oleh kromafin medulla
adrenal dan 10% sisanya di extra adrenal yang terletak di retroperitoneal, ganglion mesenterika,
seliaka dan kandung kemih. Adapun efek dari hormon epinefrin dan nore epinefrin terhadap
tubuh dapat dilihat pada bagian Manifestasi Klinis.
Pasien dengan neoplasia endokrin multiple (menII) telah meningkatkan sekresi katekolamin
dengan manifestasi feokromositoma akibat hiperplasia medulla adrenal bilateral beberapa
penderita memiliki penyakit keturunan yang disebut sindrom endokrin multiple yang
menyebabkan mereka peka terhadap tumor dari berbagai kelenjar endokrin 1,3,13

E. Manifestasi klinis
Manifestadi klinis berhubungan dengan overproduksi katekolamin seperti sakit kepala,
berkeringat, berdebar-debar, dan dikenal sebagai triad. Kadang-kadang hipertensi dan diabetes,
dengan atau tanpa gejala menjadi manifestasi awal, atau dapat juga teraba masa tumor diperut
atau pembesaran paraganglioma di leher, telinga, dada atau paru tumor metastasis. Hipertensi
yang terjadi dapat labil (66%) atau menetap (33%), sehingga sering salah diagnosis sebagai
hipertensi primer. Suatu keadaan luar biasa dapat terjadi dimana terjadi hipertensi berat dengan
atau tanpa gagal jantung, dan penampilan macam-macam sebagai tanda peninggian katekolamin.
Hal ini dapat terjadi pada saat trauma, persalinan, atau perdarahan ke dalam tumor. Sebaliknya
feokromasitoma dengan gabungan penyakit von lindau, bisa tanpa ada gejala, tekanan darah
normal dan tes laboratorium katekolamin dalam batas normal. Sebagai ringkasan beberapa tanda
klinis untuk mencurigai adanya feokromasitoma :
1. Hipertensi menetap atau yang paroksismal disertai sakit kepala, berdebar, dan berkeringat.
2. Hipertensi dan riwayat freokromasitoma dalam keluarga
3. Hipertensi yang refrakter terdapat obat terutama disertai berat badan menurun.
4. Sinus takikardia
5. Hipertensi ostostatik
6. Aritimia rekuren
7. Tipe MEN 2 atau MEN 3
8. Krisis hipertensi yang terjadi selama pembedahan anestesi
9. Mempunyai respon kepada R-blocker

Ada beberapa kondisi terkait dengan feokromasitoma


1. Neurofibromatosis
2. Skelerosis fibrosis
3. Sindrom sturge-weber
4. Penyakit von Hippel-Lindau
5. MEN, tipe 2:
 Feokromasitoma
 Paratiroid adenoma
 Karsinoma tiroid medulla
6. MEN, tipe 3 :
 Feokromasitoma
 Karsinoma medulla tiropid
 Neuroma mukosa
 Ganglioma abdominalis
 Habitus marfanoid
Gejala lain dari kelebihan katekolamin dapat berupa pucat, hipotensi ortostatik, pandangan
kabur, edema papil mata, berat badan turun, poliuri, polidepsi, peningkata LED, hiperglikemia,
gangguan psikiatrik, kardiomiopati dilatasi, eritropoesis, karna kurang spesifiknya tanda dan
gejala serta hasil laboratorium yang sulit, sehingga feokromasitoma sering ditemukan secara
kebetulan secara CT scan ataupun MRI
Feokromasitoma jarang sebagai penyebab hipertensi, tetapi ia potensial fatal during
pregnancy, angka kematian untuk ibi 17% dan janin 26%. Penyebab kematian ibu adalah: edema
paru, perdarahan otak, kolap klardiovaskuler. Terapi dengan alfa dan penyekat beta akan
mengurangi angka kematian ibu walaupun kematian janin tetap tinggi. Perempuan dengan gejala
hipertensi paroksimal, palpitasi, diaforesis, sakit kepala perlu di evaluasi lebih lanjut dengan
mengukur ekskresi katekolamin urin. Bila ekskresi meningkat, CT scan dan MRI perlu dilakukan
untuk melokasi tumor. Ada yang menyarankan operasi pada trisemester I dan II, atau sebagian
diobati dulu, dan operasi dilakukan setelah persalinan. 4
F. Diagnosis

Berdasarkan keluhan dan gejala klinis serta membutuhkan konfirmasi laboratorium


dengan mengukur katekolamin darah, atau urin, atau hasil metabolitnya.

Laboratorium yang khas adalah peningkatan kadar katekolamin 5-10 kali dari normal.

Bila kadar katekolamin tidak terlalu tinggi belum tentu bukan feokromositoma, perlu
dilakukan tes klonidin dimana akan terjadi penekanan kadar norephineprin.

Selain tes supresi konidin perlu ada tes profokasi lain yaitu: tes regitin (fentolamin) dan
tes stimulasi glukagon.

Bila ditemukan kadar laboratorium yang positif maka perlu dicari lokasi dengan
melakukan pemeriksaan CT-scan dari kelainan adrenal. Akurasi CT Scan untuk deteksi massa
adrenal >90%, alat ini mampu mengganti angiografi, venografi dan ultrasonografi untuk deteksi
feokromositoma, tetapi alat ini tidak mampu membedakan feokromositoma atau lesi adrenal
yang lain. MRI mampu mendeteksi tumor ini sama akurat dengan CT Scan, feokromositoma
akan tampak seperti bola lampu menggunakan MRI.16
Bila CT-scan normal perlu dilakukan pemeriksaan lain yaitu:

 Sampel dari vena besar yang selektif


 MIBG
 Scan indium-labaled octreoide
 Mengukur kadar metanefrin bebas dalam darah dan dibandingkan sample vena cava
 Scan tomografi emisi positron4,12

Gambar1.Alur Diagnosa feokromositoma


Diagnosis Banding16
G. Tatalaksana
Tujuan pengobatan adalah untuk melenyapkan jumlah besar abnormal katekolamin yang
diproduksi oleh feokromositoma. Eksisi bedah merupakan pengobatan terpilih. Umumnya
dibutuhkan alfa-blokade praoperatif selama 10-14 hari atau dikombinasikan dengan beta-
blokade.
Antagonis alfa-adrenergik harus diberikan untuk mengontrol hipertensi.
Fenoksibenzamin hidroklorid (dibenzilin) merupakan obat yang telah diresepkan selama
bertahun-tahun. Ini merupakan medikasi oral kerja-panjang yang memiliki beberapa efek
samping.
Dosis fenoksibenzamin yaitu 0,25-1 mg/kg/hari, yang dibagi setiap 12 jam. Untuk anak
kecil yaitu 5 mg setiap 12 jam secara oral, anak yang lebih besar membutuhkan 10 mg setiap 12
jam. Prazosin telah digunakan dalam persiapan praoperatif orang dewasa penderita
feokromositoma.
Fentolamin (Regitine), suatu obat dengan masa kerja singkat terutama bermanfaat untuk
penggunaan intravena bila dibutuhkan pengendalian tekanan darah secara cepat dan tepat.
Regitine dapat diberikan pada anak dalam dosis 1 mg; dosis tersebut dititrasi untuk mencegah
atau mengendalikan hipertensi. Preparat oral sering kali menimbulkan efek samping seperti
distress lambung, dan untuk blockade yang efektif, harus diberikan setiap 4- 6 jam; preparat ini
tidak sebaik fenoksibenzamin.
Bila terdapat takikardia signifikan yang menetap atau bila aritmia sering kali berulang,
diindikasikan pemberian obat penghambat beta-adrenergik seperti propanolol. Penghambat beta-
adrenergik tidak boleh sekali pun diberikan pada penderita feokromositoma tanpa sebelumnya
menciptakan suatu blockade alfa-adrenergik. Suatu pengamatan yang cermat perlu dilakukan bila
propanolol diberikan, karena penghambatan beta-adrenergik dapat menyebabkan konstriksi
bronkus dan reflex blockade kompensatorik yang mempertahankan curah jantung. Lebih jauh
lagi, blockade beta-adrenergik dapat secara signifikan meningkatkan tekanan darah. Dan
membutuhkan peningkatan dosis obat penghambat alfa-adrenergik.
Bila blockade adrenergic gagal mengendalikan efek presor dan efek metabolic dari
katekolamin yang berlebihan, sintesis amin dapat dihambat dengan memberi pengobatan alfa-
metil-p-tirosin (Metyrosin, Demser). Mula-mula, pemberian metirosin oral sebanyak 5-10
mg/kg/hari yang dibagi setiap 6 jam. Efek samping meliputi sedasi dan gangguan
gastrointestinal. Dosis besar dapat menyebabkan parkinsonisme akibat defisiensi dopamine.
Beberapa pasien feokromasitoma memiliki volume darah serta massa sel darah merah
total yang berkurang. Identifikasi dan koreksi hipovolemia harus dilakukan sebelum operasi dan
saat pembedahan. Jika tidak, syok akan terjadi setelah pengangkatan tumor karena penurunan
drastis mendadak amin presor serta vasodilatasi berat.
Pembedahan harus halus dan harus dihindari manipulasi jaringan tumor yang terlalu
hebat agar hormon tidak tercurah secara berlebihan ke peredaran sistemik sehingga
menyebabkan krisis hipertensi yang dapat berakibat fatal. Untuk mencegah krisis hipertensi ini
semua vena diidentifikasi, di bebaskan, diligasi pada awal pembedahan tanpa harus mengganggu
tumornya.
Terapi pasien feokromositoma dengan eksisi bedahdilakukan setelah hambatan
aderenergik prabedah dan rehidrasi giat. Pemantauan cermat penting untuk penatalaksanaan
hipertensi intrabedah, takiartimia dan hipotensi pascapembuangan. Hipertensi intraoperasi paling
sering diterapi dengan natrium nitroprusid/Nipreide intravena (suatu relaksan otot polos
langsung) karena mulai kerjanya cepat. Fentolamin/regitinelebih fisiologik dibandingkan
nitroprusid, tetapi jarang digunakan. Pasien seharusnya menerima fenoksibenzamin dan harus
dihindari sebelum dan selama operasi, untuk mencegah hipotensi setelah pembuangan tumor.
Harus dilakukan manipulasi tumor sekecil mungkin selama tindakan operasi, untuk mencegah
hipotensi setelah pembuangan tumor. Harus dilakukakn manipulasi tumor sekecil mungkin
selama tindakan operasi, sehingga dampak besar katekolamin tidak dilepaskan ke dalam
sirkulasi. Tumor tidak boleh dihancurkan, untuk mencegah kemungkinan penyebaran sel tumor
ke dalam cavitas abdominalis.
Walaupun ada teknik lokalisasi, kebanyakan ahli masih merekomendasikan suatu
pendekatan bedah anterior untuk memeriksa adrenalis dan rantai simpatis paraaorta. Beberapa
ahli bedah melakukan adrenalektomi bilateral pada pasien feokromositoma familial, karena
tingginya insiden feokromositoma lain (kadang-kadang ganas) yang timbul dalam kelenjar
kontralateral. Mortalitas bedah kurang dari 2 persen. Sekitar90% pasien feokromositoma yang
terkenakeganasan adalah sekitar 30-40%. Metastasis ditemukan dalam tulang, kelenjar limfe, hati
dan paru. Penyakit metastatik bisa diterapi dengan tindakan pengecilan dengan pembedahan,
kemoterapi kombinasi dan terapi simtomatik yang menggunakan fenoksibenzamin dan AMPT.
Radiasi bisa membantu menurunkan nyeri dalam metastatis tulang dan dosisi tinggi I-MIBG
belakangan ini telah digunakan untuk terapi paliatif atau tambahan.7,8,9

H. Edukasi
1. Manifestasi dominan pada feokromositoma adalah hipertensi, sehingga untuk mengendalikan
hipertensi penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti :
a. Diet rendah garam
b. Mengurangi berat badan
c. Mengurangi lemak
d. Mengurangi stress psikis
e. Menghindari merokok
f. Olahraga teratur
2. Pasien disarankan untuk tindakan operasi adrenelektomi.
3. Pasien diminta puasa untuk persiapan operasi dengan anestesi umum.
4. Setelah operasi, pasien masih mungkin mengalami hipertensi. Ini dikarenakan nyeri atau
koreksi berlebih terhadap hilangnya darah.9,10,11

I. Prognosis
Pada feokromositoma jinak setelah operasi biasanya memberikan hasil yang memuaskan
pada pasien dan keluarganya.
Tingkat ketahanan hidup 5 tahun untuk feokromositoma non-ganas lebih dari 95%, tetapi
untuk feokromositoma ganas kurang dari 50%. Risiko keganasan agak lebih tinggi bila pasien
masih anak-anak. Rekuren setelah operasi kurang dari 10% pada non-feokromositoma malignan.
Setelah operasi 75 % pasien dapat bebas dari obat antihipertensi, sisanya 25 % hanya
membutuhkan minimal anti hipertensi.7

H. Komplikasi
Tekanan darah tinggi dapat merusak beberapa organ sehingga adanya komplikasi
pheochromocytoma termasuk:
 penyakit jantung iskemik infark miokard akut,
 Intracerebral haemmorrhage karena hipertensi yang tidak terkontrol.
 aritmia jantung,
 kegagalan jantung karena cardiomyopathy beracun,
 edema paru.
 myocarditis
 cardiomyopati
 kerusakan saraf mata (ganas) tumor kanker jarang,
 pheochromocytoma kanker (ganas),
 dan sel-sel kanker menyebar ke bagian lain dari tubuh (bermetastasis).

Sel-sel kanker dari pheochromocytoma atau paraganglioma paling sering bermigrasi ke


sistem getah bening, tulang, hati atau paru-paru.
Daftar Pustaka
1. Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson.Patofisiologi.Edisi. 6. Jakara : EGC. 2005
2. Kasper, et al. 2015. Harrison’s The Principle of the Internal Medicine. 19th ed. United States :
McGrawHill Education.
3. www.mdguidelines.com, diunduh pada tanggal 22 November 2016
4. Aru W. Sudoyo dkk.Buku Ajar IlmuPenyakitDalam.Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing.
2011. Hal : 623
5. Anonymus. The free dictionary . 2014. http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/pheochromocytoma diakses pada tanggal 22 November
2016
6. Arcangelo, Virginia P, dkk. Feokromositoma. Segala sesuatu yang perlu anda ketahui
mengenai Penyakit Endokrin Buku I.Jakarta : Grasindo. 1996.Hal : 534-536
7. George TG, editors. Pheochromocytoma. America: Medscape reference. 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/124059-overview diakses pada tanggal 22 November
2016
8. De Jong, Wim dan R. Sjamsuhidajat. Penatalaksanaan Feokromositoma. Buku Ajar Ilmu
Bedah Ed 2. Jakarta : EGC. 2004. Hal: 699-700
9. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta : EGC. 1992
10. Walther MM, Eisenhofer G, Pacak K, Linehan WM. Pheohromocytoma. In: Renal and
adrenal tumors: biology and management. Belldegrun A, Ritchie AWS, Figlin RA, Oliver
RTD, Vaughan ED (Eds). New York : Oxford University Press Inc, 2003. chapter 54,pp550-
557.
11. Vinay Kumar, Ramzi S.Cotran, Stanley L.Robbins. Morfologi Feokromositoma. Buku Ajar
Patologi Edisi 7 Vol 2. Jakarta : EGC. 2007.
12. Kalim, H., Idham, I., Irmalita., Karo, S.K., Soerianata, S., Tobing, D.P. 2004. Pedoman
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.. Jakarta. PERKI
13. Boulpaep, Emile L.; Boron, Walter F. (2003). Medical physiology: a cellular and molecular
approach. Philadelphia: Saunders. p.
14. Disease and conditions of pheochromacytoma. Mayo Clinic.
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/pheochromocytoma/basics/definition/con-
20030435 (diakses pada tanggal 22 November 2016)
15. Abstract of Cardiovascular complications in patients with pheochromocytoma: a mini-
review. NCBI. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20580187 (diakses pada tanggal 21
November 2016)
16. Melmed, Shlomo. 2016. William’s textbook Endocryne. 13th Ed. Philadelphia : Elsevier

Anda mungkin juga menyukai