Anda di halaman 1dari 39

Grandcase

IKTERUS OBSTRUKSI e.c KOLEDOKOLITIASIS dan


KOLESISTOLITIASIS

Oleh :

Sri Pertiwi Andry 1840312713

Fajria Khalida 1840312010

Hendi Rinaldi 1940312064

Preseptor :

dr. H. Juni Mitra, Sp.B KBD

BAGIAN ILMU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I LATAR BELAKANG.......................................................................................1
1.1 Latar belakang ................................................................................................1 1.2
Batasan Masalah.............................................................................................2 1.3
Tujuan Penulisan ............................................................................................2 1.4
Metode Penulisan ...........................................................................................2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3 2.1
Ikterus Obstruktif ...........................................................................................3 2.2
Epidemiologi ..................................................................................................3 2.3
Anatomi dan fisiologi sistem biliaris..............................................................4 2.4
Metabolisme Bilirubin....................................................................................8 2.5
Etiologi & Patofisiologi................................................................................10 2.6
Patofisiologi..................................................................................................11 2.7
Diagnosis......................................................................................................12 2.8
Tatalaksana...................................................................................................16 2.9
Komplikasi ...................................................................................................17 BAB III
LAPORAN KASUS......................................................................................19 BAB IV
DISKUSI KASUS ........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan membran
mukosa yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis
“jaune” yang berarti kuning. Ikterus merupakan merupakan manifestasi yang sering
pada gangguan traktus biliaris. Terdapat 3 jenis ikterus berdasarkan lokasi
penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik (hemolitik), ikterus intrahepatik
(parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik (obstruktif).1
Ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi
pada sekresi bilirubin pada jalur ekstrahepatik, yang dalam keadaan normal
seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal.2Ikterus obstruktif dapat disebabkan
oleh berbagai penyebab. Batu empedu (kolelitiasis) merupakan penyebab tersering
terjadinya ikterus obstruktif. Khan pada tahun 2019 melaporkan bahwa penyebab
tersering terjadinya ikterus obstruktif, yaitu akibat batu saluran empedu /
koledokolitiasis (30,35)% dan diikuti oleh karsinoma pankreas (25,87%).3
Umumnya diagnosis ikterus obstruktif secara klinik ditegakkan dengan cara
imaging. Pemeriksaan ultrasonografi mudah membedakan penyebab ikterus ekstra
hepatik atau intra hepatic dengan melihat pelebaran dari saluran empedu dengan
ketepatan 95%. Pada kasus tertentu tidak selalu mudah untuk menegakkan diagnosis
ikterus obstruktif ektrahepatik atau intra hepatik. Kadang-kadang saluran empedu
tidak terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk menentukan letak obstruksi, karena
bagian distal saluran empedu sukar terlihat pada 30-50% kasus, sehingga dibutuhkan
pemeriksaan patologi anatomi dengan tindakan biopsi hepar dalam memastikan
diagnosis ikterus obstruktif ekstrahepatik.1
1
1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai ikterus obstruksi yang disebabkan oleh


koledokolitiasis dan kolesistolitisis berserta laporan kasus.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk membahas kasus ikterus obstruksi yang
disebabkan oleh koledokolitiasis dan kolesistolitiasis yang ditemukan dan
membandingkan dengan teori yang ada.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan merujuk
ke berbagai literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikterus Obstruktif


Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan membran
mukosa yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah, yaitu mencapai lebih dari 2 mg/dl . Kata ikterus
(jaundice) berasal dari kata Prancis “jaune” yang berarti kuning.1Ikterus obstruktif
merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada sekresi bilirubin pada
jalur ekstrahepatik, yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus
gastrointestinal.2
2.2 Epidemiologi
Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Insidens di
Amerika Serikat diperikirakan mencapai 5 kasus per 1000 pasien.2 Batu empedu
(kolelitiasis) merupakan penyebab tersering terjadinya ikterus obstruktif. Khan pada
tahun 2019 melaporkan bahwa penyebab tersering terjadinya ikterus obstruktif,
yaitu akibat batu saluran empedu / koledokolitiasis (30,35)% dan diikuti oleh
karsinoma pankreas (25,87%).3
Gangguan saluran empedu mempengaruhi sebagian populasi dunuia dan
sebagian besar aksus disebabkan oleh kolelitiasis. Di Amerika Serikat, 20% orang tua
berusia ≥65 tahun menderita kolelitiasis (batu empedu) dan 1 juta kasus baru batu
empedu didiagnosa setiap tahunnya.2 Resiko terjadinya kolelitiasis terkenal dengan
kriteria 4F yaitu female, fourty, fat, dan fertile.4 Wanita lebih sering terkena kolelitiasis
dibanding pria, terutama selama masa reproduksinya, dengan kejadian 2-3 kali lipat
dibanding pria dengan kejadian pada wanita, dan insidennya meningkat sesuai dengan
usia. Resiko terjadinya batu empedu meningkat pada usia >40 tahun. Insiden teringgi
terjadi pada usia 50-60 tahun. Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain
obesitas terutama pada wanita, kehamilan, penurunan berat badan yang cepat,
kontrasepsi oral, dan diabetes mellitus.5,6

3
Di negara Barat 10-15 % pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran
empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan
dengan pasien di negara Barat.1

2.3 Anatomi dan fisiologi sistem biliaris


2.3.1 Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah pear,
panjangnya 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terdistensi dapat mencapai
300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah lekukan pada permukaaan bawah hepar
yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung
empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi: fundus, corpus, infundibulum dan
leher. 7

Gambar 1. Anatomi Kandung Empedu

4
Fundus berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar,
strukturnya kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan corpus yang kebanyakan
terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang
mencembung dan membesar membentuk Hartmann’s pouch. Kandung empedu terdiri
dari epitel silindris yang mengandung kolesterol dan tetesan lemak. Mukus disekresi
ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan dalam
mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan
corpus. 7
Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina propria.
Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang
berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung,
saraf, pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan
serosa kecuali bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. 7
Kandung empedu di bedakan secara histologis dari organ-organ
gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.
Arteri cystica yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri
hepatika kanan. Lokasi Arteri cystica dapat bervariasi tetapi hampir selalu di temukan
di segitiga hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus
hepaticus communis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai
bagian leher dari kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior.
Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih
jarang akan menuju vena besar cystica menuju vena porta. Aliran limfe kandung
empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.7
Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang
simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan
T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat
aferen simpatis melewati nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang
hepatik dari nervus vagus memberikan serat kolinergik pada kandung empedu, duktus
biliaris dan hepar.7

5
2.3.2 Anatomi Duktus biliaris
Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepaticus kanan dan kiri,
Ductus hepaticus communis, Ductus cysticus dan Ductus choledochus. Ductus
choledochus memasuki bagian kedua dari duodenum lewat suatu struktur muskularis
yang disebut Sphincter Oddi. Ductus hepaticus kiri lebih panjang dari yang kanan dan
memiliki kecenderungan lebih besar untuk berdilatasi sebagai akibat dari obstruksi
pada bagian distal. Kedua Ductus tersebut bersatu membentuk Ductus hepaticus
communis. panjang Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan diameter
mendekati 4mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri hepatica. Ductus
hepaticus communis dihubungkan dengan Ductus cysticus membentuk Ductus
choledochus.7
Panjang Ductus cysticus bervariasi. Dapat pendek atau tidak ada karena
memiliki penyatuan yang erat dengan Ductus hepaticus. Atau dapat panjang, di
belakang, atau spiral sebelum bersatu dengan Ductus hepaticus communis. Variasi
pada Ductus cysticus dan titik penyatuannya dengan Ductus hepaticus communis
penting secara bedah. Bagian dari Ductus cysticus yang berdekatan dengan bagian
leher kandung empedu terdiri dari lipatan-lipatan mukosa yang disebut Valvula
Heister.7
Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-10 mm.
Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen
hepatoduodenal, disebelah kanan Arteri hepatica dan di anterior Vena porta. Bagian
retroduodenal berada di belakang bagian pertama duodenum, di lateral Vena porta dan
Arteri hepatica. Bagian terbawah dari Ductus choledochus (bagian pankreatika)
berada di belakang caput pankreas dalam suatu lekukan atau melewatinya secara
transversa kemudian memasuki bagian kedua dari duodenum. 7
Ductus choledochus bergabung dengan Ductus pancreaticus masuk ke dinding
duodenum (Ampulla Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus. Kira-kira 70% dari
Ductus ini menyatu di luar dinding duodenum dan memasuki dinding duodenum
sebagai single ductus. Sphincter Oddi, yang merupakan lapisan tebal dari otot polos
sirkuler, mengelilingi Ductus choledochus pada Ampulla Vateri. Sphincter ini

6
mengontrol aliran empedu, dan pada beberapa kasus mengontrol pancreatic juice ke
dalam duodenum.7
Suplai arteri untuk Ductus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan
Arteri hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial dari
Ductus choledochus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat
saraf dan ganglia meningkat di dekat Sphincter Oddi tetapi persarafan dari Ductus
choledochus dan Sphinchter Oddi sama dengan persarafan pada kandung empedu.7

Gambar 2 Sfingter Oddi


2.3.3 Fisiologi Empedu
Hepar memproduksi empedu secara terus menerus dan mengekskresikannya
pada kanalikuli empedu. Orang dewasa normal memproduksi 500-1000 ml empedu
per hari. Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu, sebaliknya rangsangan saraf
splanchnic menyebabkan penurunan aliran empedu. Asam hydrochloric, sebagian
protein pencernaaan dan asam lemak pada duodenum menstimulasi pelepasan sekretin
dari duodenum yang akan meningkatkan produksi dan aliran empedu. Aliran empedu
dari hepar melewati Ductus hepaticus, menuju CBD dan berakhir di duodenum.
Sphincter Oddi yang intak menyebabkan empedu secara langsung masuk ke dalam
kandung empedu.7

7
Empedu terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lemak, dan
pigmen empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klorida memiliki konsentrasi yang
sama baik di dalam empedu, plasma atau cairan ekstraseluler. pH dari empedu yang di
sekresikan dari hepar biasanya netral atau sedikit alkalis, tetapi bervariasi sesuai
dengan diet. Peningkatan asupan protein menyebabkan empedu lebih asam. Garam
empedu, cholate dan chenodeoxycholate, di sintesis di hepar dari kolesterol. Mereka
berkonjugasi dengan taurine dan glycine dan bersifat sebagai anion (asam empedu)
yang di seimbangkan dengan natrium.7
Garam empedu di ekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan di tambah
dari hasil pencernaan dan penyerapan dari lemak pada usus. Pada usus sekitar 80%
dari asam empedu di serap pada ileum terminal. Sisanya di dekonjugasi oleh bakteri
usus membentuk asam empedu sekunder deoxycholate dan lithocholate. Ini di serap
di usus besar di transportasikan ke hepar, di konjugasi dan di sekresikan ke dalam
empedu. Sekitar 95% dari pool asam empedu di reabsorpsi dan kembali lewat vena
porta ke hepar sehingga disebut sirkulasi enterohepatik. 5% di ekskresikan di feses.7
Kolesterol dan fosfolipid di sintesis di hepar sebagai lipid utama yang di
temukan di empedu. Proses sintesis ini di atur oleh asam empedu.Warna dari empedu
tergantung dari pigmen bilirubin diglucoronide yang merupakan produk metabolik
dari pemecahan hemoglobin, dan keberadaan pada empedu 100 kali lebih besar
daripada di plasma. Pada usus oleh bakteri diubah menjadi urubilinogen, yang
merupakan fraksi kecil dimana akan diserap dan di ekskresikan ke dalam empedu.7

2.4 Metabolisme Bilirubin


Bilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui
proses reaksi oksidasi-reduksi. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan,
transportasi, asupan, konjugasi, dan ekskresi bilirubin.8,9
• Fase Pre-hepatik
1) Pembentukan bilirubin.
Bilirubin berasal dari katabolism protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan

8
protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Pembentukannya berlangsung di sistem retikoloendotelial. Langkah oksidase pertama
adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase.
Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim
biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada
pH normal bersifat tidak larut.
2) Transport plasma
Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati melalui
plasma, harus berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu oleh karena sifatnya
yang tidak larut dalam air.
• Fase Intra-Hepatik
3) Liver uptake
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan sinusoid hepatosit,
terjadi proses ambilan bilirubin oleh hepatosit melalui ssistem transpor aktif
terfasilitasi, namun tidak termasuk pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam
hepatosit, bilirubin akan berikatan dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap
larut sebelum dikonjugasi.
4) Konjugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak terkonjugasi)
akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dapat larut dalam air di
reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl
transferase (UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk
diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.
• Fase Post-Hepatik
5) Ekskresi bilirubin
Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu
melalui proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh protein membran
kanalikuli, dikenal sebagai multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).

9
Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung empedu,
bilirubin kemudian memasuki saluran cerna. Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai
ileum terminal dan usus besar, glukoronida dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus,
yaitu ß-glukoronidase, dan bilirubin kemudian direduksi oleh flora feses menjadi
sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut urobilinogen. Di ileum
terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang
melalui hati sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan
normal, urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk di kolon oleh flora feses
mengalami oksidasi menjadi urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan di tinja.

Gambar 3 Metabolisme Bilirubin

2.5 Etiologi & Patofisiologi


Kolelitiasis (batu empedu) merupakan salah satu penyakit pada saluran
empedu yang menjadi penyebab terjadinya ikterus obstruktif.2Istilah kolelitiasis
mengacu
10
kepada penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau
di dalam ductus koledokus, atau pada keduanya. Batu empedu sebagian besar
terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis), apabila batu ini berpindah
kedalam saluran empedu atau ductus koledokus disebut koledokolitiasis. Sebagian
besar batu ductus koledokus (koledokolitiasis) berasal dari kandung empedu, akan
tetapi bisa terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun
intrahepatik. Dikatakan batu primer saluran empedu apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut: terdapat massa asimptomatik setelah kolesistektomi, morfologi
cocok dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledukus.10
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan alian empedu secara parsial maupun total sehingga
menimbulkan gejala kolik bilier. Pasase berulang batu empedu melalui duktus sistikus
yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan
peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila batu berhenti didalam duktus sistikus
dikarenakan diameter batu yang terlalu besar ataupun karena adanya striktur, batu
akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.1
Batu saluran empedu (koledokolitiasis) umumnya terletak di ampula vater,
yaitu tempat common bile duct dan saluran pankreas bersatu sebelum mengalirkan
empedu ke duodenum. Obstruksi aliran empedu akibat batu di saluran ini akan
menyebabkan terjadinya kolik biliar dan timbulnya ikterus. Aliran empedu yang
terhambat sering memicu terjadinya infeksi, sehingga bakteri akan dapat menyebar
dengan aliran balik ke hepar sehingga memicu terjadinya ascending cholangitis.
Obstruksi saluran pankreas akibat batu empedu di ampula vater dapat memicu aktivasi
enzim pencernaan yang berada di dalam pankreas, sehingga menyebabkan terjadinya
pankreatitis akut.2

2.6 Patofisiologi
Pada ikterus obstruktif, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk sehingga
bilirubin tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan akibatnya terjadi aliran

11
balik ke dalam pembuluh darah. Akibatnya kadar bilirubin direk meningkat dalam
aliran darah dan penderita menjadi ikterik. Ikterik paling pertama terlihat adalah pada
jaringan ikat longgar seperti sublingual dan sklera, yang mulai timbul pada
konsentrasi bilirubin direk sebesar 2 mg/dl. Konsentrasi bilirubin direk dipengaruhi
oleh laju produksi bilirubin, derajat kolestasis, dan jalur eliminasi alternatif, terutama
eksresi ginjal. Karena kadar bilirubin direk dalam darah meningkat, maka sekresi
bilirubin dari ginjal akan meningkat sehingga urine akan menjadi gelap dengan
bilirubin urin positif. Sedangkan karena bilirubin yang diekskresikan ke feses
berkurang, maka pewarnaan feses menjadi berkurang dan feses akan menjadi
berwarna pucat seperti dempul (acholis).1,2

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan ikterus obstruktif,
bergantung pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga menyebabkan
terjadinya ikterus. Pada pasien dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3
kelompok: pasien dengan batu asimptomatik, pasien dengan batu dengan batu
empedu simptomatik, dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut,
ikterus, kolangitis dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien dengan batu
empedu tanpa gejala baik waktu dengan diagnosis maupun selama pemantauan.
Hampir selama 20 tahun perjalanan penyakit, sebanyak 50% pasien tetap
asimptomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.1
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di
daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan lahan
tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian
tengah, scapula, atau ke puncakbahu, disertai mual dan muntah.7
12
Serangan kolik bilier ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh empedu,
menyebabkan tekanan di duktus biliaris meningkat dan terjadi peningkatan kontraksi
di tempat penyumbatan yang mengakibatkan timbulnya nyeri visera pada daerah
epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen.
Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen dikarenakan implikasi pada saraf
yang mempersarafi vesika felea, yaitu plexus coeliacus. Nyeri yang akan diterima
oleh saraf aferen mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan berjalan melui plexus
coeliacus dan nervus sphlangnicus mayor menuju ke medulla spinalis. Proses
peradangan dapat menyebabkan plexus coeliacus terjepit, sehingga nyeri dapat
menyebar dan mengenai peritoneum parietal dinding anterior abdomen atau
diafragma bagian perifer. Hal ini menyebabkan nyeri somatik dirasakan dikuadran
kanan atas dan berjalan ke punggung bawah angulus inferior skapula, serta radang
yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi oleh nervus
frenikus (C3, C4, C5) akan menyebabkan nyeri di daerah bahu sebab kulit di daerah
bahu mendapat persarafan dari nervus supraklavikularis (C3, C4).
Nyeri hebat ini sering disertai dengan rasa mual dan muntah. Perangsangan
mual dapat diakibatkan oleh karena adanya obstruksi saluran empedu sehingga
mengakibatkan aliran balik cairan empedu ke hepar menyebabkan terjadinya proses
peradangan pada sekitar hepatobilier yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga
merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga
terjadi penurunan pergerakan peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung,
menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang
mengaktifkan pusat muntah di medulla oblongata.
Koledokolitiasis dapat terjadi apabila batu berpindah tempat dari kandung
empedu dan menyumbat duktus koledokus. Sumbatan ini dapat menyebabkan
kolangitis atau pankreatitis akut. Pasien dengan koledokolitiasis sering menunjukan
gejala jaundice dan demam, selain nyeri. Pasien juga dapat mengeluhkan adanya feses
yang berwarna dempul akibat retensi aliran bilirubin ke dalam saluran cerna akibat

13
adanya obstruksi, serta keluhan berupa urin berwarna cokelat gelap seperti teh karena
meningkatnya kadar ekskresi bilirubin ke dalam urin.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu. Murphy sign positif apabila
nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.1
2. Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala pada fase tenang. Kadang
teraba hepar dan sklera ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin darah kurang dari 3
mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,
akan timbul ikterus klinis.1

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar
serum alkali fosfatase dan mungkin juga amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap kali terjadi serangan akut.1
b) Pemeriksaan Radiologi
1. USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu

14
dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang
pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan
sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu
atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem
hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran
saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda
pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan
saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus
obstruktif.1
Pada pemeriksaan USG akan memperlihatkan ukuran duktus biliaris,
mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi
lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu,
perubahan parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%,
memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun
tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan
tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.1
2. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) Tes invasive
ini melibatkan langsung saluran empedu dengan kanulasi endoskopi Ampulla Vateri
dan disuntikan retrogad zat kontras. Selain pada kelainan pancreas, ERCP digunakan
dalam pasien ikterus ringan atau bila lesi tidak menyumbat seperti batu duktus
koledokus. Keuntungan ERCP yaitu kadang-kadang terapi sfingterotomi endoskopi
dapat dilakukan serentak untuk memungkinkan lewatnya batu duktus koledokus
secara spontan atau untuk memungkinkan pembuangan batu dengan instrumentasi
retrograde duktus biliaris.1
3. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography): Merupakan
teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini
terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.
Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari
ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik. 1
4. EUS (endoscopic ultrasound) :

15
Memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal,
evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi
sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor
ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris
benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi
padat. 5. PTC (Percutaneous Transhepatik Cholangiography)
Merupakan tindakan invasive yang melibatkan pungsi transhepatik perkutis
pada susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum Chiba dan
suntikan prograd zat kontras. Teknik ini memungkinkan dekompresi saluran empedu
non bedah pada pasien kolangitis akut toksik, sehingga mencegah pembedahan gawat
darurat. Drainage empedu per kutis dapat digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus
obstruktif untuk pembedahan dengan menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki
fungsi hati.
6. Foto Polos Abdomen
Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.1
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana ikterus sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penyakit hepatoseluler, biasa ikterus akan menghilang sejalan
dengan perbaikan penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra
hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan
Penanganan profilaktik untuk batu empedu asimptomatik tidak dianjurkan.
Sebagian besar pasien dengan batu asimptomatik adalah tidak akan mengalami
keluhan dan jumlah, besar dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya
keluhan selama pemantauan. Untuk batu empedu simptomatik, dapat digunakan
teknik

16
kolesistektomi laparoskopik, yaitu suatu teknik pembedahan invasive minimal di
dalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, sistem endokamera
dan instrument khusus melalui layar monitor tanpa menyentuh dan melihat langsung
kandung empedu. Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk
pengangkatan kandung empedu simptomatik. Keuntungan kolesistektomi
laparoskopik ini yaitu dengan teknik ini hanya meliputi operasi kecil (2-10 mm)
sehingga nyeri pasca bedah minimal.
ERCP theurapeutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopi untuk
mengeluarkan batu empedu. Saat ini teknik ini telah berkembang pesat menjadi
standard baku terapi non operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di
dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui
muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar
bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya. Pada kebanyakan
kasus, ekstraksi batu dapat mencapai 80-90% dengan komplikasi dini 7-10%.
Komplikasi penting dari sfingterotomi dan ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut,
perdarahan dan perforasi.1

2.9 Komplikasi
Batu empedu sendiri tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak
masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Jika batu tersebut masuk ke
dalam ujung duktus sistikus maka barulah dapat menyebabkan keluhan penderita dan
timbulah kolesistitis akuta. Hal ini disebabkan karena elemen empedu yang tidak
diserap dan kadarnya makin lama makin bertambah akan menimbulkan reaksi
inflamasi dan terjadilah infeksi sekunder. Akibatnya kandung empedu yang
mengalami inflamasi dapat beradhesi dengan sekitarnya dan biasanya terjadi
perforasi dengan akibat abscess di tempat tsb, sehingga dapat menimbulkan bile
peritonitis atau terjadinya rupture ke dalam duodenum atau kolon, yang
memungkinkan terjadinya fistula yang kronis dan infeksi retrograde dari traktus
biliaris.
Jika batu tersebut kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati
duktus koledokus dan masuk ke duodenum tanpa menyebabkan keluhan penderita
tetappi mungkin dapat menyebabkan penyumbatan sebagian pada duktus. Bila sampai

17
terjadi penyumbatan seperti itu dan menyebabkan tekanan intraduktal sebelah
proksimal menaik, terjadilah kontraksi otot polos pada duktus, dalam usahanya
mengeluarkan batu. Sebagai akibatnya terjadilah kolik empedu, bila obstruksinya
sudah sempurna terjadilah retensi empedu, sehingga timbul ikterus obstruktiva.
Kemungkinan lain dari kolesistitis kronis yang lama dengan batu empedu dapat
ditemukan 80% pada karsinoma kandung empedu. Oleh karena itu inflamasi yang
kronis dari kandung empedu kemungkinan besar merupakan keadaan preakarsinoma.7
18
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Padang

ANAMNESIS
Seorang Pasien Perempuan usia 50 tahun datang ke Poli RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 06 Mei 2020 dengan:

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas meningkat sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


- Nyeri perut kanan atas meningkat sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. -
Nyeri perut dirasakan hilang timbul awalnya di ulu hati sejak 3 bulan sebelum
masuk rumah sakit , kemudian disertai nyeri yang dirasakan seperti ditusuk tusuk
di perut kanan atas yang berlangsung selama 7 jam dan menjalar ke bahu atau
punggung pasien. Nyeri dirasakan bertambah hebat bila makan makanan
berlemak. Biasanya Ny.F minum obat penghilang nyeri seperti asam mefenamat
yang dibeli di apotek sendiri tanpa resep dokter sejak keluhan nyeri pertama
dirasakan.
- Mual ada, muntah tidak ada. Mual dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit.
- Mata dan badan tampak kuning sejak 20 hari sebelum masuk rumah sakit.
Kuning tampak awalnya pada mata lalu diseluruh tubuh pasien.
- Gatal-gatal diseluruh badan sejak 20 hari sebelum masuk rumah sakit.

19
- Demam tidak ada
- Buang air kecil ada, berwarna seperti teh pekat sejak 20 hari sebelum masuk
rumah sakit
- Buang Air Besar tampak putih seperti dempul sejak 20 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien belum pernah menderita keluhan nyeri perut seperti ini sebelumnya.
- Pasien belum pernah menderita penyakit Kuning sebelumnya. - Riwayat
hipertensi tidak ada
- Riwayat diabetes melitus tidak ada.
- Riwayat hepatitis tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Pasien tidak merokok. Tidak pernah

minum alkohol, namun pasien suka makan makanan berlemak.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah :120/80 mmHg
Nadi : 96 kali/menit
Nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36,50C
Skala nyeri : 6
BB : 100 kg
TB : 160 cm
IMT : 39,06 kg/m2

20
Status Internus
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Kulit : Turgor kulit baik, ikterik didapatkan di seluruh tubuh
Mata : Konjungtiva kiri dan kanan tidak anemis, sklera kiri dan kanan ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : T1-T1, Tidak hiperemis
Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Dinding dada : Bentuk dinding dada normal
Paru
Inspeksi :Simetris kiri = kanan (statis),
Pergerakan dinding dada kiri dan kanan sama (dinamis)
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas atas RIC II, Batas kanan LSD,
Batas kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 detik, edem -/-

Status lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar, simetris
Palpasi : supel, nyeri tekan kanan atas (+) nyeri lepas(-) Murphy sign (-), hepar dan
lien tidak teraba, shifting dullness (-), massa (-)

21
Perkusi : Nyeri ketok (-), timpani diseluruh regio
abdomen Auskultasi : Bising usus (+) Normal
DIAGNOSIS KERJA
Ikterus obstruktif e.c. Koledokolitiasis + kolesistolitiasis

DIAGNOSIS BANDING
Kolesistitis dan kolangitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (02-05-2020)
Hb : 12,4 gr/dL
Ht : 40%
Leukosit : 6440 mm3
Trombosit : 334.000 mm3
PT : 9,8 detik
APTT : 33,8 detik
Bilirubin Total : 2,99 mg/dl
Bilirubin Direk : 2,93 mg/dl
Bilirubin Indirek : 0,06 mg/dl
SGOT : 29 U/L
SGPT : 37 U/L
Alkaline phosphatase: 864 μ/L
Ureum darah : 17 mg/dl
Kreatinin darah : 0,8 mg/dl
Natrium : 140 mmol/L
Kalium : 4,2 mmol/L
Klorida : 111 mmol/L
HbsAg : non reaktif
Anti HCV : non reaktif

22
Kesan : Bilirubin total dan bilirubin direk meningkat, , serta alkaline phosphatase
meningkat.

Rontgen Thorax

Kesan : Cor dan Pulmo dalam batas normal

USG
23

Hasil:
Hepar ukuran normal, tekstur parenkim homogeny isoechoic normal, kontur
normal, kapsul tidak menebal, tidak tampak massa solid maupun kistik. Vena hepatica
tidak melebar. Tidak tampak pelebaran system bilier intra hepatic, system biliar extra
hepatic tidak melebar. Vena porta dalam batas normal. Tidak tampak koleksi cairan di
Morrison Pouch
Kandung empedu besar normal, dinding menebal, sludge (-), tampak batu multiple
ukuran 1,3cm & 1,2cm.
Tampak batu-batu di dalam gallbladder
Tampak pelebaran duktus biliaris (duktus hepatikus komunis, CBD), makin ke distal
makin lebar sampai dengan muara CBD tampak menyempit.
Duktus pankreatikus tidak melebar, tidak tampak adanya massa tumor yang jelas di
caput pancreas.

24
MRCP
Hasil :
Hepar : kedua lobus tidak membesar, intensitas parenkim hepar normal, homogen,
vena porta serta vaskularisasi hepar normal, tidak tampak nodul patologis, tampak
dilatasi duktus hepatikus kanan-kiri.
Pancreas : kontur kaput, corpus serta kauda pancreas normal, duktus normal, SOL (-).
Kandung empedu : ukuran membesar, dinding tipis regular, tampak batu dengan
diameter 1 cm di lumen kandung empedu.
Limpa : ukuran normal, intensitas signal normal, homogen. Vena lienalis tidak
melebar, kelenjar supra renal kanan-kiri normal, tidak membesar.
Ginjal : ukuran kedua ginjal normal, korteks serta pelviokalises normal, batu (-), kista
simple kecil dengan diameter 3 mm di korteks pole bawah ginjal kanan. Gaster :
kontur serta caliber serta mukosa gaster dbn. Tidak tampak pembesaran KGB
paraaorta.

25
MRCP : Tampak caliber lumen kandung empedu membesar dengan batu diameter 1
cm intralumen. Tampak 2 buah batu besar lamellar dengan diameter 1,2 cm dan 1,3
cm disertai batu kecil multiple di lumen distal CBD menyebabkan dilatasi proksimal
lumen CBD, duktus hepatikus komunis, sampai duktus hepatikus kanan-kiri serta
duktus sistikus. Caliber lumen duktus pankreatikus normal.

DIAGNOSIS
Ikterus Obstruktif ec Koledokolitiasis + Kolesistolitiasis
TERAPI
Diet rendah lemak, IVFD Ringer Lactat 20 tpm , Eritromisin 4x500 mg ,
Metronidazol 3x500 mg , Kalnex 3x1 IV, Vitamin K 3x1 IV, Ceftriaxone 2x1 gr iv,
Ranitidin 2x1 amp iv,
Tindakan Operatif : LE + cholecystectomy + expl CBD + choledocoduodenostomy.
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

26
BAB IV
DISKUSI
Pasien perempuan berusia 50 tahun masuk melalui Poli Bedah RSUP M
Djamil dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas meningkat sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan hilang timbul awalnya di ulu hati
sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit , kemudian disertai nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk
tusuk di perut kanan atas yang berlangsung selama 7 jam dan menjalar ke bahu atau
punggung pasien. Nyeri dirasakan bertambah hebat bila makan makanan berlemak.
Biasanya Ny.F minum obat penghilang nyeri seperti asam mefenamat yang dibeli di
apotek sendiri tanpa resep dokter sejak keluhan nyeri pertama dirasakan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan jenis kelamin perempuan dan usia 50 tahun
yang merupakan faktor risiko dari penyebab keluhan nyeri perut. Keluhan nyeri yang
dapat disimpulkan pada pasien ini dengan mencari penyebab nyeri perut. Nyeri perut
kanan atas sering disebabkan oleh kolesistitis (radang empedu), kolelitiasis, hepatitis,
hepatoma, abses hepar, kelainan-kelainan pada pankreas, dan juga penyakit pada usus
besar. Organ dan bagian tubuh yang ada di bagian kanan atas, antara lain: Empedu,
kandung empedu, saluran empedu, Hepar (hati), Ginjal, Kaput pankreas, Duodenum.
Dengan demikian, apapun penyakit yang mengenai organ atau bagian-bagian tubuh di
perut sebelah kanan atas ini, dapat menyebabkan rasa nyeri di perut kanan atas.
Berkaitan dengan kasus diatas faktor resiko terjadinya batu empedu itu adalah wanita,
subur, berumur 40 tahun ke atas, dan gemuk atau sering disebut dengan 4F (Female,
Fertile, Forty, Fat). Pada pasien ini terdapat risiko dari komponen 4F yang ada yaitu
female, forty dan fat.1
Nyeri pada Ny.F bersifat nyeri epigastrium. Nyeri tersebut biasanya akan
terjadi oleh adanya usaha dari otot polos dinding vesica biliaris untuk mengeluarkan
batu. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf yang menpersarafi otot polos dinding
vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major, dan akan
dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau atau daerah epigastrium (dermatome
T7,8,9). 12

27
Nyeri yang hilang timbul menandakan suatu nyeri kolik bilier yang biasanya
timbul jika batu menyumbat aliran empedu (obstruksi) atau karena batu yang bergerak
ke hilir dan tersangkut di saluran empedu. Mekanisme nyeri hilang timbul pada pasien
ini juga disebabkan karena sekresi empedu ke dalam duodenum sebagian besar terjadi
sesaat sesudah makan untuk mencerna lemak, sehingga pada saat itu pasien merasa
sakit karena adanya kontraksi yang meningkat pada saluran empedu. Nyeri yang
bersifat tajam pada kuadran kanan atas menandakan adanya rangsangan peritoneum
fokal yang berasal dari organ yang berada di kuadran tersebut. 12
Penjalaran nyeri pada Ny.F dapat juga disebabkan implikasi pada saraf yang
mempersarafi vesica felea yaitu, plexus coeliacus. Plexus ini mempunyai hubungan
dengan n.suprascapularis sehingga nyeri pada plexus ini bisa juga dirasakan oleh
n.suprascapularis yang mempersarafi otot pada belikat. Sebenarnya, nyeri yang terjadi
pada penderita obstruksi jaundice merupakan nyeri yang menyebar atau (reffered
pain). Obstruksi jaundice menyebabkan nyeri yang akan diterima oleh saraf aferen
mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan berjalan melalui plexus coeliacus dan nervus
splanchircus major menuju ke medula spinalis. Peradangan dapat menyebabkan
plexus coeliacus terjepit, maka nyeri ini bisa menyebar dan mengenai peritoneum
parietal dinding anterior abdomen atau diafragma bagian perifer. Hal ini akan
menyebabkan:
1. Nyeri somatik dirasakan di kuadran kanan atas dan berjalan ke punggung bawah
angulus inferior scapula.
2.
Radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi oleh
nervus phrenicus (C3, C4, C5), akan menyebabkan nyeri di daerah bahu sebab
kulit di daerah bahu mendapat persarafan dari nervi supraclavicularis (C3, C4). 12
Pada pasien ini didapatkan nyeri bertambah hebat bila makan makanan
berlemak Hal ini sesuai teori yaitu empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan
pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya
makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah,
menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang
terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga

28
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam
empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan
membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Akan tetapi, karena terjadi obstruksi
akibat adanya batu yang menyumbat di bile duct, maka hal ini dapat menimbulkan
rasa nyeri karena terjadinya peningkatan kontraksi (peristaltis) kandung empedu dan
saluran empedu. 12
Nyeri perut yang dirasakan 7 jam pada Ny.F menandakan adanya sumbatan
pada empedu yang bersifat lebih parah dan berkepanjangan >6 jam yang menandakan
adanya koledokolitiasis. Pasien menghilangkan nyeri dengan obat anti nyeri seperti
asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja dengan
menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretik12
Pada Ny.F didapatkan mual dimana sesuai teori yang ada dari sumbatan
empedu baik pada saluran empedu atau kandung empedu dapat menyebabkan adanya
manifestasi mual. Mekanisme mual yaitu: Obstruksi saluran empedu → aliran balik
cairan empedu ke hepar (bilirubin,garam empedu dan kolesterol) → Peradangan di
sekitar hepatobiliar sehingga dapat terjadi iritasi saluran cerna → rangsang n.vagal
dan tekan rangsangan parasimpatis → penurunan peristaltik usus dan lambung →
makanan tertahan di lambung → peningkatan rasa mual . Mekanisme lain yang bisa
menyebabkan mual yaitu akibat adanya peningkatan bilirubin di dalam plasma,
dimana bilirubin ini dapat bersifat sebagai bahan iritan yang bisa merangsang
hipotalamus dan mensensitisasi rasa mual. 12
Pada Ny.F didapatkan mata dan badan kuning. Sesuai teori yang ada kasus ini
berkaitan dimana kuning terjadi peningkatan bilirubin dalam aliran darah. Bilirubin
disebabkan oleh pemecahan RBC tua yang terakumulasi di hati dan tidak dipecah
dengan baik. Penyebab utama kuning/jaundice pada orang dewasa yaitu penyakit hati,
beberapa jenis hepatitis, blok pada saluran empedu, kelainan bilirubin, anemia, obat
yang menginduksi cholestasis, dan malaria. Penumpukan bilirubin dalam aliran darah
akan menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan
perubakan warna pada jaringan seperti sclera dan kulit.12

29
Pada Ny.F didapatkan keluhan gatal gatal sesuai teori disebabkan oleh
peningkatan garam empedu dalam sirkulasi sistemik dan endapan garam empedu pada
saraf di tepi kulit. Mekanisme yang ada dapat berupa obstruksi saluran empedu →
empedu gagal masuk ke duodenum→ bendungan cairan empedu dalam hati →
regurgutasi empedu (bilirubin, garam empedu, lipid) ke sirkulasi sistemik →
peningkatan dan penumpukan garam empedu dalam sirkulasi → merangsang ujung
serabut saraf C pruritoseptif → impuls dihantarkan sepanjang serabut saraf sensorik
→ terjadi input eksitasi di kornu dorsalin susunan saraf tulang belakang → diproses
di korteks serebri → timbul perasaan gatal.12
Pada Ny.F didapatkan urin berwarna teh pekat hal ini sesuai dengan teori yang
ada : Batu empedu → obstruksi duktus koledokus → obstruksi pengaliran getah
empedu (bilirubin direk) ke duodenum → getah empedu yang seharusnya dibawa ke
duodenum diserap oleh darah → masuk ke sirkulasi sistemik → filtrasi oleh ginjal →
bilirubin diekskresikan oleh ginjal → urun berwarna kuning bahkan kecoklatan.
Warna urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan
bilirubin konjugasi. Adanya bilirubin 2 yang meningkat menunjukkan kerusakan
(sumbatan) pada saluran kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang
akhirnya mengalir masuk ke pembuluh darah menuju ginjal. Selanjutnya bilirubin 2
ini akan berada di dalam urin dan menyebabkan warna urin merah kecoklatan.12
Pada Ny.F didapatkan BAB seperti dempul hal ini sesuai teori yang ada akibat
obstruksi saluran bilier, bilirubin direct tidak dapat dialirkan menuju duodenum.
Normalnya bakteri usus akan mereduksi bilirubin menjadi urobilinogen / strekobilin,
zat ini akan memberi warna coklat pada feces. Jadi jika bilirubin tidak dapat dialirkan
menuju duodenum akibat adanya obstruksi maka urobilinogen tidak akan disekresikan
melalui feces sehingga feces akan berwarna pucat.2
Pada pemeriksaan fisik indeks massa tubuh pasien 39,06 kg/m2, ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami obesitas. Kadar lemak yang tinggi pada pasien
berisiko untuk terbentuknya batu empedu. Patogenesis batu kolesterol berupa
supersaturasi kolesterol dalam cairan empedu, nukleasi kristal, dan pertumbuhan batu.

30
Pada keadaan produksi kolesterol berlebih, kemampuan transpor kolesterol tidak
adekuat sehingga terjadi presipitasi kristal. 13
Pada pemeriksaan mata ditemukan ikterik pada sklera mata kanan dan kiri.
Mekanisme ikterik pada kasus ini sesuai dengan teori yang ada yaitu: Sclera ikterik
karena tersumbatnya duktus choledochus sehingga bilirubin direct tidak dapat
mengalir ke dalam usus sehingga akan masuk ke sirkulasi sitemik dan menumpuk di
jaringan elastik (sclera). 12
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan kanan atas sesuai dengan
teori yang ada yaitu: Obstruksi sal. Empedu (duktus choledochus) → sekresi berupa
empedu tidak dapat dialirkan ke duodenum, tetapi produksi terus berlanjut →
kandung empedu teregang menstimulus saraf aferen → timbul sensasi nyeri. 12
Pada pemeriksaan laboratorium Ny.F didapatkan kesan bilirubin total,
bilirubin direk meningkat, dan alkaline phosphatase meningkat hal ini sesuai dengan
teori yang ada yaitu : Peningkatan bilirubin total dan bilirubin direk disebabkan
adanya obstruksi pada ductus choledokus → bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk
ke duodenum → menumpuk di hati → regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik,
dalam hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi → peningkatan bilirubin konjugasi dan
bilirubin total di dalam plasma. Fosfatase alkali dibuat oleh sel hati dan disekresikan
bersama cairan empedu. Akan tetapi, jika terjadi obstruksi total pada ductus
choledokus ; cairan empedu beserta fosfatase alkali tidak dapat di sekresikan kedalam
duodenum sehingga terjadi regurgitasi ke sistemik dan berlanjut terjadi peningkatan
fosfatase alkali.13
Ultrasonografi abdomen mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalamusus. Dalam kebanyakan kasus, USG
akan menunjukkan saluran empedu umum yang melebar (lebih dari 6 mm) dan batu
dalam CBD. Pada pasien juga dilakukan MRCP (Magnetic Resonance
Cholangiopancreatography). Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai
31
stuktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu
saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu
dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu
saluran empedu. Studi terkini MRCP memiliki nilai sensitivitas antara 91% sampai
100%, dan nilai spesifisias antara 92% sampai 100%.14
Diagnosis pasien adalah Ikterus Obstruktif ec Koledokolitiasis +
Kolesistolitiasis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang. Selain itu, penegakan diagnosis juga dibantu dengan adanya
faktor resiko pada pasien yaitu 4F (female, forty, fat, fertile).
Pada Ny.F pengobatan umum dapat berupa pemerian nutrisi parenteral (agar
tidak terjadi gerakan paristaltik vecisa biliaris), diet ringan, obat penghilang rasa
nyeri. Pemberian antibiotic penting untuk mencegah komplikasi. Golongan
Antibiotik yang dapat digunakan seperti ampisilin, sefalosporin, dan metramidazol
karena biasanya kuman-kuman penyebab adalah E. coli, s. faecalis, dan klebsiella.
Pada dasarnya pentalaksanaan pasien dengan kolesistolitiasis bertujuan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalirkan aliran empedu. Tindakan
tersebut dapat berupa tindakan pembedahan pengangkatan batu (kolesistektomi).
Kolesistektomi dapat dilakukan baik dengan kolesistektomi terbuka maupun
kolesistektomi laparoskopik.
Batasi makanan berlemak dan memperbanyak makanan berserat, karena serat
dapat mencegah pembentukan batu empedu lebih lanjut. 1
Prognosis kolesistolitiasis tergantung dari ada atau tidaknya komplikasi dan
berat atau ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan
oleh batu yang berada didalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa.
Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil
yang didapatkan biasanya sangat baik sehingga prognosis dapat dikategorikan pada
Ny.F Dubia ad bonam.1
32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman, Ali. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In: Aru W Sudoyo, et al.
Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid 1. 5th Ed. Jakarta: Penerbitan FKUI;
2007.p.420-3.
2. Jennifer, Bonheur Lynn. Billiary Obstruction. Medscape. [Internet]:
https://emedicine.medscape.com/article/187001-overview#showall – Diakses 12
Mei 2020.
3. Khan, ZA. Clinical profile of patient with obstructive jaundice: a surgeon’s
perspective. International Surgery Journal. 2019. (6):1876-1880
4. Sulaiman A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta : Jayabadi; 2007.
5. McPhee S. J, Papadakis M. A, Tierney L. M. Biliary Obstruction. In : Current
Medical Diagnosis and Treatment. San Fransisco : Mc Graw Hill; 2007. e-book. 6.
Ferri FF. Cholelithiasis. In : Ferri’s Clinical Advisor. 10th Edition. USA : Mosby
Elsevier; 2008. e-book.
7. Pham TH, Hunter JG. Gallbladder and the Extrahepatic Biliary Sistem. In:
Schwartz’s Principles of Surgery. 10th ed.United Stated: Mc Graw Hill education;
2015.
8. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. The liver bilirubinemias. In: Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 17thed. United States of America: Mc Graw Hill;
2007.p.297-8.
9. Murray RK, Granner DK. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: EGC; 2005.p.285-300
10. Albert J. Bredenoord, Andre S, Jan T. Functional Anatomy and Pysiology .A
guide to Gastrointestinal Motility Disorder, Springer; 2016:1-13.
11. Townsend, Courtney. Sabiston Textbook of Surgery. Galvestone : Elsevier, 2012.
12. Price, Sylvia. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
2005
13. Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th
Edition, Lippincott. 2003.
14. Soetikno, Rista D. Imaging Pada Ikterus Obstruktif. 2007.

33

Anda mungkin juga menyukai