Anda di halaman 1dari 4

1.

Patogenesis dan patofisiologi anemia aplastik


a. Aktivasi sel limfosit T sitotoksik mengeluarkan IFN- dan TNF-
b. Sitokin IFN- dan TNF- yang dikeluarkan bisa meregulasi reseptpr selular di sel
target termasuk reseptor Fas
c. Peningkatan pembentulan IL-2 mengakibatkan penggandaan sel T
d. Aktivasi Fas reseptor oleh Fas Ligand mngakibatkan apoptosis di sel target
e. Pengaruh lain dari IFN- adalam mediasi interferon regulatory factor (IRF)-1, yang
akan menjadi penghambat dalam transkribsi sel dan mengakibatkan penurunan siklus
sel
f. IFN- merupakan penginduksi potensial dari beberapa gen selular sepErti
pembentukan nitric oxide synthase (NOS) produksi gas beracun nitrit oksida (NO)
yang akan meracuni sel target lainnya.
g. Klon sel T imortal yang positif CD4 dan CD8 mengeluarkan sitokin T-helper-1 yang
berifat toksik langsung pada protein CD34 positif autologus
2. Patogenesis dan patofisiologi anemia defisisiensi B12

 Terjadinya anemia defisinsi Vitamin B12 biasanya terjadi akibat kegagalan absorbsi
B12, bisa juga akibat kegagalan sel parietal lambung menghasilkan faktor intrinsik
sehingga tidak terjadi sintesis DNA yang akan digunakan untuk pematangan dalam
eritropoesis.
3. Patogenesis dan patofisiologi anemia defisisiensi asam folat
 Folat makanan terutama dalam bentuk poliglutamat harus dipecah terlebih dahulu
agar bisa diserap. Makanan yang bersifat asam dan zat yang terdapat dalam kacang-
kacangan menghambat penyerapan dengan menghambat konjugase usus yang
mengkatalis pembentukan monoglutamat dari poliglutamat.
 Fenitoin (dilantin) dan beberapa obat lain juga menghambat penyerapan folat
 Metotreksat menghambat metabolisme asam folat dengan cara mengganggu kerja
enzim reduktase
 Asam folat dengan enzim katalisis dihydrofolate reduktase (DHFR) diperlukan untuk
biosintesis basa nukleotida purin dan pirimidin yang akan digabungkan kedalam
DNA dan RNA.
 Hambatan proses metilasi akan menyebabkan ketidakstabilan kromosom, sehingga
terjadi gangguan sintesis DNA yang akan mengakibatkan anemia mgaloblastik
4. Patogenesis dan patofisiologi anemia defisisiensi besi
Keadaan ini merupakan serangkaian proses yang diawali dengan terjadinya deplesi
pada cadangan besi, defisiensi besi dan akhirnya anemia defisiensi besi. Seorang anak yang
mula-mula berada di dalam keseimbangan besi kemudian menuju ke keadaan anemia
defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu:
a. Stadium I: Ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot. Keadaan ini
dinamakan stadium deplesi besi, pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum
maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan
dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Kadar feritin/saturasi
transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot.
b. Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam
serum mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan
ini disebut stadium defisiensi besi.
c. Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh
penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin
dan kadar besi di dalam serum. (Allen & Sabel, 2001).

Anda mungkin juga menyukai