Anda di halaman 1dari 5

A.

Absorpsi Besi
Absopsi terutama terjadi ddi dalam bagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat
angkut-protein khusus. Ada 2 jenis alat angkut-protein di dalam sel mukosa usus halus yang
membantu penyerapan besi,yaitu transferin dan feritin. Transferin,protein yang disintesis
didalam hati,terdapat dalam 2 bentuk Transferin yaitu transferin mukosa transferin reseptor.
Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna kedalam sel mukosa dan
memindahkannya ke transferin reseptor yang ada di dalam sel mukosa. Transferin mukosa
kemudian kembali ke saluran cerna untuk mengikat besi lain, sedangkan transferin reseptor
mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh. Besi dalam makanan terdapat dalam
bentuk besi-hem sepertoi terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan
besi non-hem dalam makanan nabati. Besi-hem diabsorpsi ke dalam sel mukosa sebagai
kompleks porfirin utuh. Cincin porfirin didalam sel mukoss kemudian dipecah oleh enzim
khusus (hemoksigenase) dan besi dibebaskan. Besi-hem dan non-hem kemudian melewati
alur yang sama dan meninggalkan sel mukosa dalam bentuk yang sama dengan menggunakan
alat angkut yang sama. Agar dapat diabsorpsi, besi non-hem dalam usus halus harus berada
dalam bentuk terlarut. Besi non-hem diionisasi oleh asam lambung, direduksi menjadi bentuk
ferro dan dilarutkan dalam cairan pelarut seperti asam askorbat, gula dan asam amino yang
mengandung sulfur. Pada suasana PH hingga 7 di dalam duodenum, sebagian besar besi
dalam bentuk ferri akan mengendap kecuali dalam keadaan terlarut. Besi ferro lebih mudah
larut pada PH 7 oleh karena itu dapat diabsorpsi.
Taraf absorpsi besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan tubuh.
Transferin mukosa yang dikeluarkan kedalam empedu berperan sebagai alat angkut-protein
yang bolak balik membawa besi ke permukaan sel usus halus untuk diikat oleh transferin
reseptor dan kembali ke rongga saluran cerna untuk mengangkut besi lain. Di dalam sel
mukosa, besi dapat mengikat apoferitin dan membentuk ferritin sebagai simpanan besi
sementara dalam sel. Di dalam sel mukosa apoferitin dan ferritin membentuk pool besi.

B. Transport Besi
Transport ekstraseluler zat besi di dalam tubuh diantarkan oleh protein pembawa yang
spesifik disebut transferin. Transferin adalah protein fase akut dan merupakan glikoprotein
dengan berat molekul kirakira 80 kilodalton dengan rantai tunggal polipeptida. Transferin
adalah protein utama pengangkut besi, suatu beta globulin dan disintesis di hepar. Transferin
ini terdapat dalam dua bentuk, yaitu transferin mukosa dan transferin reseptor. Transferin
mukosa mengangkut Besi dari saluran cerna ke dalam sel mukosa dan memindahkannya ke
transferin reseptor yang ada di dalam sel mukosa. Transferin mukosa kemudian kembali ke
rongga saluran cerna untuk mengikat Besi lain, sedangkan transferin reseptor mengangkut
Besi melalui darah ke semua jaringan tubuh. Tiap-tiap molekul transferin dapat mengikat dua
molekul besi dalam bentuk ferri kemudian untuk dibawa ke jaringan – jaringan tubuh.
Transferin akan membawa zat besi ke sum-sum tulang apabila sum-sum tulang mengalami
kerusakan. Di dalam sum-sum tulang, besi digunakan untuk membuat Hemoglobin yang
merupakan bagian dari sel darah merah. Pada saat tidak ada transferin, protein lain akan
mengikat besi tetapi membawa besi ke organ lain seperti hepar, limpa, pancreas dan sedikit
ke sum-sum tulang. Transferin mempunyai reseptor spesifik pada besi maupun pada sel RE
dan normoblast yang baru berkembang. Sekali berikatan dengan membrane sel transferin
akan berubah bentuk dan mengeluarkan besi, kemudian akan kembali lagi ke sirkulasi portal
untuk mengikat besi lagi. Dalam keadaan normal kira-kira sepertiga transferin bisa mengikat
besi. Transferin akan membawa besi berikatan dengan reseptor transferin pada permukaan
precursor entroid. Pompa proton mengalami penurunan pH dalam endosom dan akan
mengakibatkan perubahan komformasi protein yang pada akhirnya menyebabkan
dikeluarkannya besi dari transferin. Pengangkut besi yaitu DMT 1 memindahkan besi
melintasi membrane endosom masuk ke sitoplasma. Sementara itu transferin mukosa dan
transferin reseptor mengalami siklus kembali ke permukaan sel, dimana masing-masing dapat
digunakan untuk siklus pengikatan dan pengambilan besi kembali. Dalam sel eritroid
sebagian besar besi pindah ke mitokondria, dimana akan bergabung dengan protoporfirin
untuk membentuk heme. Gen transferin berada pada kromosom 3q21 dekat dengan gen untuk
laktoferin dan ceruloplasmin. Transferin disintesa di hati oleh sel parenkim tetapi dalam
jumlah sedikit disintesa di jaringan termasuk di sistem saraf, ovarium, testis dan T helper
limposit.
Penyebaran besi dari sel mukosa ke sel – sel tubuh berlangsung lebih lambat daripada
penerimaannya dari saluran cerna, bergantung pada simpanan besi dalam tubuh dan
kandungan besi dalam makanan. Laju penyebaran ini diatur oleh jumlah dan tingkat
kejenuhan transferin. Tingkat kejenuhan transferin biasanya sepertiga dari mampu-ikat besi
totalnya ( Total Iron Binding Capacity / TIBC ). Bila besi tidak dibutuhkan, reseptor
transferin berada dalam keadaan jenuh dan hanya sedikit besi diserap dari sel mukosa.
Transferin yang ada di dalam sel kemudian dikeluarkan bersama sel mukosa yang umurnya
hanya 2-3 hari. Bila besi dibutuhkan, transferin pada sel mukosa ini tidak jenuh, dan dapat
lebih banyak mengikat besi Apabila simpanan besi berkurang maka transferin akan disintesa
lebih banyak tetapi jika simpanan besi banyak maka transferin akan berkurang.untuk
disalurkan kedalam tubuh. Konsentrasi normal transferin didalam plasma adalah sekitar 2
sampai 3 g/L, dan 1 mg transferin berikatan dengan 1.4 µg besi. Secara klinis transferin
merupakan jumlah besi yang terikat dan disebut dengan total iron binding capacity (TIBC).
Dimana pada anemia defisiensi besi nilai TIBC akan meningkat tetapi pada iron overload
kadar TIBC akan menurun, dan untuk sebagian kecil sekali Zat Besi (Fe) dipakai dalam
proses enzimatous dimana diperlukan ion rerum.

Ada 2 jalan yang ditempuh untuk mengangkut zat besi :


1. Dengan transferin yang terdapat dalam plasma.

Transferin merupakan zat putih telur betaglobulin dengan berat molekul


80.000 -90.000. Transferin yang jenuh dengan zat besi melekat pada dinding
retikulosit. Setelah transferin melekat pada membran retikulosit tersebut, zat besi akan
ditinggalkan pada permukaan, sedangkan transferin akan bebas kembali. Proses
pelepasan Fe ini berlangsung dengan bantuan ATP dan asam askorbik sebagai
katalisator. Selanjutnya zat besi yang ada pada membran tersebut akan menuju ke
mitrokondria dan seterusnya bereaksi dengan protoforfirin untuk membentuk heme.
Bila kejenuhan besi dalam transferin kurang dari 20 % maka Fe akan sukar
dilepaskan. Fisiologis kejenuhan Fe antara 30 -35 %. Bilamana kejenuhan zat besi
melebihi dari 35 % maka Fe akan dilepaskan dalam tempat-tempat penyimpanan besi
(hati, limpa, dan sumsum tulang) serta dijaringan-jaringan tubuh yang lainnya.

2. Dengan proses pinositosis oleh sel RES.

Menurut Bessis dijumpai suatu " nurse cell " yaitu sel raksasa RES yang
berfungsi sebagai perawat eritroblas. Eritroblas eritroblas ini ditangkap oleh "nurse
cell " tersebut yang dalam protoplasmanya sudah dijenuhkan dengan feritin,
selanjutnya terjadi proses pinositosis. Dowdle mengemukakan bahwa besi masuk
kedalam mukosa usus dalam bentuk ion atau terikat bukan dengan protein yang
mempunyai berat molekul kecil dan diabsorbsi oleh usus. Proses absorbsi ini tidak
memerlukan energi. Selanjutnya didalam sel mukosa usus persenyawaan besi itu akan
berdifusi melalui membran sel pembuluh darah, masuk kedalam plasma. Untuk proses
ini dibutuhkan energi yang diperoleh dari , oksidasi. Zat besi yang tidak cepat
melintas kedalam plasma akan tertimbun di sel mukosa usus dan bersenyawa dengan
apoferitin menjadi feritin. Zat besi diangkut dalam plasma secara terikat dengan
protein yang disebut transferin atau siderofilin, protein tersebut dibentuk dihati dan
dalam plasma kadarnya kurang lebih 2.5 gr/L, yang mengandung 2,5 - 3 mg Fe.
Kemampuan daya ikat besi (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meningkat pada
anemia defisiensi besi, kehamilan dan hipoksia. TIBC akan menurun bila ada infeksi
dan pada keadaan kekurangan protein yang berat.
Untuk memobilisasi zat besi bentuk feritin yang ada ditempat
penyimpanannya seperti di hati, persenyawaan ferri (Fe+++) direduksi menjadi
persenyawaan ferro (Fe++). Persenyawaan ferro dalam sel tempat cadangan besi ini
dapat melintasi dinding pembuluh kapiler masuk kedalam plasma.

C. Reseptor Metabolisme Zat Besi


D. Cadangan Zat Besi Dalam Tubuh
Kelebihan besi yang dapat mencapai 200 hingga 1500 mg, disimpan sebagai protein ferritin dan
hemosiderin didalam hati 30%, sumsum tulang belakang 30% dan selebihnya di dalam limpa dan
otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg sehari dapat di mobilisasi untuk keperluan tubuh
seperti pembentukan hemoglobin. Ferritin yang bersirkulasi di dalam darah mencerminkan
simpanan besi di dalam tubuh. Pengukuran ferritin di dalam serum merupakan indikator penting
untuk menilai status besi. Menggunakan suplemen besi dosis tinggi untuk jangka waktu panjang atau
sering mendapat transfusi darah dapat menimbulkan penumpukan besi secara berlebihan di dalam
hati. Simpanan besi terutama dalam bentuk hemosiderin yang tidak larut air dapat menimbulkan
hemosiderosis yang tidak baik untuk tubuh. Ferritin dapat dengan cepat dibentuk dan dipecah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat besi. Hemosiderin dibentuk bila besi darah terlalu tinggi dan
pemecahannya berlangsung lebih lambat.
1. Ferritin

Dapat larut dalam air dan merupakan suatu persenyawaan zat besi dan protein
dengan berat molekul 900.000 yang terdiri dari apoferritin dan suatu koloid
ferriphosphat hidroksida. Zat besi yang dikandungnya bervariasi jumlahnya, pada
umumnya 20-30 % dari berat molekulnya, atau 5000 atom Fe permolekul. Dengan
pemeriksaan elektroforesis maka dapat diketahui bahwa ferritin yang berasal dari
limpa, hati, dan retikulosit ternyata mempunyai mobilitas yang berbeda-beda.
Perbedaan ini tidak berdasarkan atas banyaknya zat besi yang dikandungnya,
akan tetapi didasari atas muatan listrik pada permukaannya, yang dapat mengadakan
reaksi dengan anti ferritin antibodi.
Dalam sumsum tulang dijumpai 2 jenis ferritin:
a. Ferritin anabolik

Ferritin sumsum tulang dengan mobilitas yang sama seperti ferritin yang terdapat
dalam gel retikulosit (SDM yang sedang tubuh).

b. Ferritin katabolik

Ferritin sumsum tulang dengan mobilitas yang sama seperti ferritin di dalam limpa
dan jaringan RES lainnya.

2. Hemosiderin

Mempunyai sifat tidak larut dalam air, merupakan persenyawaan zat besi dengan protein
yang berpartikel besar, dan merupakan kompleks koloidal Fe(OH)2 dengan fosfat, sebagai
suatu derivat dari ferritin.
E. Masalah Gizi Akibat Defisiensi dan Kelebihan Zat Besi

1. Akibat Kekurangan Zat Besi (Fe)

Defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat, bagi negara maju
maupun di negara berkembang. Defisiensi besi terutama menyerang golongan rentan seperti
anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Secara
klasik, defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi.
Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau
gangguan absorpsi besi. Disamping itu kekurangan besi dapat terjadi karena perdarahan
akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit – penyakit yang mengganggu absorpsi seperti
penyakit gastrointestinal.
Kekurangan besi terjadi dalam 3 tahap :
a. Tahap pertama terjadi bila simpanan besi berkurang yang terlihat dari penurunan ferritin
dalam plasma hingga 12 ug/L. Hal ini dikompensasi dengan peningkatan absorpsi besi yang
terlihat dari peningkatan kemampuan mengikat besi total (Total Iron Binding Capasity /
TIBC). Pada tahap ini belum terlihat perubahan fungsional pada tubuh.
b. Tahap kedua terlihat dengan habisnya simpanan besi, menurunnya jenuh transferin hingga
kurang dari 16% pada orang dewasa dan meningkatnya protoporfirin (bentuk prekursor
hem). Pada tahap ini nilai hemoglobin di dalam darah masih berada pada 95% nilai normal.
Hal ini dapat mengganggu metabolisme energi , sehingga menyebabkan menurunnya
kemampuan bekerja.
c. Pada tahap ketiga terjadi anemia gizi besi dimana kadar hemoglobin total turun dibawah
nilai normal. Anemia gizi besi berat ditandai oleh sel darah merah yang kecil (mikrositosis)
dan nilai hemoglobin rendah (hipokromia). Oleh sebab itu anemia gizi besi dinamakan
anemia hipokromik mikrositik. Penyebab anemia gizi besi terutama karena makanan yang
dimakan kurang mengandung besi, terutama dalam bentuk besi-hem. Disamping itu pada
wanita karena kehilangan darah saat haid dan persalinan.
Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa letih, rasa lemah, pusing, kurang nafsu
makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan
tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Pada anak-anak kekurangan besi menimbulkan
menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar.

2 . Akibat Kelebihan Zat Besi (Fe)

Kelebihan besi kebanyakan disebabkan oleh konsumsi suplemen besi yang berlebihan. Gejalanya
adalah rasa eneg, muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, dan pingsan.

Anda mungkin juga menyukai