Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TUTORIAL

BLOK ENDOKRIN SKENARIO 2


“Berdebar-Debar Bukan Penyakit Jantung”

KELOMPOK XX
AMINAH HALVAIMA ULFAH G0016024
CYNTHIA BADRIYYAH J. S. G0016054
FEREN MARCELINA WIDIYANTO G0016082
IRENE JESSICA PINARSINTA H. G0016114
M. GHILMAN NURIZZAN G0016138
NATHANIA CHRISTABELLA G0016166
RIZKI ARDIANSYAH G0016188
SAFRILIA SYIFA DWI AGHNIA G0016192
STEFANI DYAH MONISA A. H. G0016208
YOGI IRWANSYAH H. G0016234
ZUMROTUL AYU NINGTYAS G0016238

Dwi Rahayu, dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2017
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 2
Berdebar-Debar Bukan Penyakit Jantung
Seorang perempuan berusia 23 tahun yang tinggal di daerah Gunungkidul,
yang merupakan daerah endemis goiter, datang ke puskesmas setempat dengan
keluhan dada berdebar-debar dan tremor. Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan
terakhir yang juga disertai benjolan yang tidak nyeri pada leher bagian depan.
Dokter merencanakan pemeriksaan ultrasonografi tiroid, aspirasi jarum halus pada
kelenjar tiroid, dan fungsi tiroid. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya
tumor di kelenjar tiroid, kemungkinan dokter akan merencanakan operasi dan
menjelaskan risiko tindakan tersebut.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah 1 : Membaca skenario dan mengklarifikasi kata sulit


1. Endemis : suatu wabah yang terbatas pada lingkup kecil.
2. Ultrasonografi : metode untuk memvisualisasikan bagian-bagian internal
tubuh dengan gelombang suara ultrasonik.
3. Tremor : gerakan anggota tubuh diluar kendali.
4. Aspirasi jarum halus : tindakan pengambilan sebagian jaringan tubuh
manusia dengan menggunakan alat aspirator berupa jarum suntik untuk
membantu diagnosis penyakit tumor.
5. Goiter : pembengkakan pada kelenjar tiroid karena kelainan atau gangguan
fungsi atau gangguan susunan.
B. Langkah 2 : Merumuskan permasalahan
1. Bagaimana pengaruh lingkungan dalam skenario tersebut?
2. Mengapa dilakukan pemeriksaan USG tiroid, aspirasi jarum halus dan
fungsi tiroid?
3. Apa saja risiko dari tindakan operasi kelenjar tiroid?
4. Apa hipotesis diagnosis dari skenario? Sebutkan alasannya!
5. Apa saja kemungkinan penyakit pada kelenjar tiroid dan paratiroid beserta
patofisiologinya?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk penentuan diagnosis?
7. Bagaimana fisiologis kelenjar tiroid?
8. Bagaimana kaitan kelenjar tiroid dengan keluhan di skenario?
9. Jelaskan etiologi, epidemiologi, penatalaksanaan dan pencegahan penyakit
pada kasus!
C. Langkah 3 : Melakukan curah pendapat dan membuat pernyataan
sementara mengenai permasalahan
1. Pengaruh lingkungan dalam skenario.
2. Pemeriksaan dilakukan karena ada kecurigaan kelainan pada kelenjar
tiroid.
a. USG + biopsi aspirasi jarum halus untuk mendeteksi adanya tumor
karena tumor mengandung banyak pembuluh darah. Selain itu
pemeriksaan ini (disebut Dopler) juga untuk menentukan letak tumor
(terutama adenoma). USG terutama digunakan untuk mengetahui
morfologi tumor, apakah termasuk nodul ganas atau jinak. Keuntungan
pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus adalah aman, murah dan dapat
dipakai pada pasien rawat jalan.
b. Tes fungsi tiroid.
1) Kadar total T3 dan T4 serum.
2) Tiroksin bebas.
3) Kadar TSH serum.
4) Ambilan radio isotop dan yodium.
5) Pemeriksaan tiroglobulin serum.
6) Pemeriksaan radiologi pada bagian leher.
3. Risiko dari tindakan operasi kelenjar tiroid.
4. Gangguan tiroid kemungkinan hipertiroid karena gejala yang timbul yakni
tremor dan berdebar-debar merupakan manifestasi dari peningkatan laju
metabolisme. Endemis goiter merupakan penyakit yang disebabkan oleh
kurangnya kadar yodium di suatu daerah, baik yodium dalam air, tanah
maupun makanan yang tumbuh di tanah kekurangan yodium. Hal ini
mengakibatkan turunnya hormon tiroid sehingga TSH akan meningkat dan
mengakibatkan hiperplasia pada kelenjar tiroid. Hiperplasia ini lama
kelamaan berubah menjadi struma lalu tumor yang mensekresikan hormon
berlebih. Selain itu, endemis goiter bukan berarti semua mengakibatkan
hipotiroid. Ada juga kasus hipertiroid yang dikarenakan struma
multinodul.
5. Kemungkinan penyakit pada kelenjar tiroid dan paratiroid beserta
patofisiologinya.
6. Pemeriksaan penunjang untuk penentuan diagnosis terdiri dari:
a. Sidik tiroid, histopatologi dan radiologi untuk mencari metastasis.
b. Pemeriksaan kalsitonin.
7. Fisiologis kelenjar tiroid
Hipotalamus
negative feedback
TRH
T3
TSH
Hipofisis Kelenjar tiroid
T4
negative feedback

Yodium dari makanan mencapai sirkulasi dalam bentuk yodida. Sistem


transpor dipicu hormon tirotropin dari adenohipofisis (TSH). Oksidasi
yodida diperantarai tiroid peroksidase. Enzim ini berada di membran sel
dan terkonsentrasi di permukaan paling atas dari kelenjar. Reaksi ini
menghasilkan residu monoyodotirosil (MIT) dan diyodotirosil (DIT)
dalam tiroglobulin. Selanjutnya pembentukan triyodotironin dan tiroksin
dari residu monoyodotirosil dan diyodotirosil.
8. Kaitan kelenjar tiroid dengan keluhan di skenario.
9. Etiologi, epidemiologi, penatalaksanaan dan pencegahan penyakit pada
kasus.
a. Terapi
1) Pengangkatan sebagian kelenjar tiroid (hipertiroid).
2) Pemberian yodium radioaktif yang dipekatkan di kelenjar tiroid
(hipertiroid).
3) Pemakaian obat anti-tiroid (hipertiroid).
D. Langkah 4 : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3

Penyebab

Jenis
Fisiologis
Kelenjar tiroid Hipertiroid Pemeriksaan
Patofisiologis dan
Hipotiroid Diagnosis

Terapi

Edukasi
E. Langkah 5 : Merumuskan tujuan pembelajaran
1. Menjelaskan mekanisme perubahan hipertiroid menjadi hipotiroid ataupun
sebaliknya.
2. Menjelaskan mekanisme konversi T4 menjadi T3.
3. Menyebutkan risiko dari tindakan operasi kelenjar tiroid.
4. Menjelaskan etiologi, epidemiologi, penatalaksanaan dan pencegahan
penyakit pada kasus.
F. Langkah 6 : Mengumpulkan informasi baru dengan belajar mandiri
Pengumpulan informasi baru dilakukan secara mandiri oleh masing-masing
mahasiswa dengan menggunakan sumber yang EBM (Evidence Based
Medicine) seperti buku, jurnal maupun website.
G. Langkah 7 : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh
1. hipo
2. Kelenjar tiroid mensekresikan 2 hormon, yaitu: T4 (tiroksin) sejumlah
93% dan T3 (triiodotironin) sejumlah 7%. Hormon tiroid yang bersirkulasi
di dalam darah terikat pada 3 protein, yaitu: TBG (thyroid-binding
globulin), TBPA (thyroid-binding prealbumin), dan TBA (thyroid-binding
albumin). Kebanyakan homon tiroid yang disekresikan akan berikatan
dengan protein tersebut, dan hanya sebagian kecil (<0,05%) yang bebas.
Hormon bebas merupakan bentuk yang lebih aktif, di mana hormon yang
terikat dengan protein tidak bisa sampai ke jaringan.
T4 memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap protein dibandingkan T3.
Oleh karena itu, T3 lebih mudah pindah ke jaringan, sehingga aktivitas
metabolik T3 lebih besar. Reseptor hormon tiroid intrasel juga mempunyai
afinitas yang lebih kuat terhadap T3, sehingga T4 akan diubah menjadi T3.
Reseptor retinoid X adalah elemen respon hormone tiroid.
T4 diubah menjadi T3 melalui suatu proses deiododinasi (pelepasan 1
gugus atom iodium). 80% T4 akan diubah menjadi T3 dan 20% T4 akan
diubah menjadi rT3 (reverse T3, tidak aktif).
Deiodinisasi ada 3 tipe, yaitu tipe 1. 2, dan 3. Dibedakan dari lokasi,
substrat yang dihasilkan, serta fungsinya.
Tipe D1 D2 D3
Deiodinisasi
Substrat rT3 > T4 > T3 T4 > rT3 T3 > T4
Distribusi Hati, ginjal, otot, Otak, pituitari Otak, plasenta,
kelenjar tiroid jaringan fetus
Fungsi Produksi T3 plasma Produksi T3 lokal Degradasi T3
3. Risiko dari tindakan operasi sebagai berikut:
a. Operasi/ pembedahan pada tiroid  Tiroidektomi
1) Sebelum operasi tidak diberikan pengobatan, namun setelah
operasi nanti pasien butuh terapi pemberian hormone tiroksin
pengganti. Dan harus diberikan 3 hari setelah operasi dan dicek
kadar TSH nya setelah 3-4 minggu pasca operasi.
2) Untuk operasi total akan beresiko terjadi komplikasi tiroidektomi
(1%-2%), yaitu:
- Terjadinya kerusakan fungsi paratiroid. Jika paratiroid rusak
maka butuh suplemen kalsium di sisa hidupnya karena
paratiroid menghasilkan parathormon yang mana fungsinya
untuk menaikkan kadar kalsium dalam darah.
- Terjadi cedera saraf laring. Karena tiroid letaknya dekat dengan
saraf laring sehingga jika terjadi kesalahan ketika operasi, bisa
mempengaruhi suara dan pernafasan kita.
3) Reccurent Laryngeal Nerve Injury.
4) Laringealoedema.
5) Haematoma.
6) Hipotiroid.
7) Keloid.
8) Suture granuloma.
9) Pendarahan (1/300 kasus). Pendarahan kecil yang dapat menutup
saluran pernapasan sehingga menyebabkan sulit bernapas. Harus
dilakukan operasi untuk menganbil pendarahan dan menghilangkan
tekanannya.
10) Infeksi (1/2000 kasus). Jangan diobati menggunakan antibiotik,
melainkan diiris untuk mengambil dan mengeluarkan cairan yang
terinfeksi.
11) Suara berubah. Karena terdapat 2 rangkaian syaraf di dekat
kelenjar tiroid yang membantu mengatur suara, salah satunya n.
rekurens laringeus sehingga terjadi horseness pada suara. Bisa
terjadi sementara (5-10%) maupun permanen (1%).
12) Hipoparatiroidisme kekurangan kalsium darah. Diperlukan
autotransplantasi pada otot terdekat sehingga suplai darah dari otot
bisa berkembang sampai kelenjar paratiroid sehingga kelenjar
paratiroid bisa berfungsi lagi. Gejala kekurangan kalsium darah:
sensasi seperti ditusuk-tusuk jarum di sekitar mulut dan di ujung
jari. Pasca operasi bisa menekan kerja kelenjar paratiroid yang
mengakibatkan kalsium darah menurun sehingga diperlukan
konsumsi suplemen kalsium. Namun biasanya kalsium darah akan
meningkat kembali dalam 6 bulan pasca operasi. Setelah pulih,
untuk wanita usia >40 tahun harus mengurangi dosis suplemen
kalsium secara perlahan (tidak langsung berhenti) supaya tidak
terjadi osteoporosis. Bisa terjadi kerusakan kelenjar paratiroid
permanen (2-3%) sehingga harus meminum suplemen kalsium dan
vitamin D seumur hidup.
4. a. Etiologi
b. Epidemiologi
Hipertiroid pada daerah endemik. Penelitian menyebutkan hipertiroid
pada daerah endemik merupakan dampak dari program
penganggulangan GAKI seperti suplementasi kapsul iodium dan
fortifikasi garam iodium.
c. Penatalaksanaan
1) Penyakit struma basedow atau Grave’s disease dapat ditangani
dengan berbagai cara berikut:
- Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid, seperti:
propiltiourasil atau metimazol minimal 1 tahun. Obat ini
berkerja dengan menyekat (menghambat) sintesis dan
pelepasan tiroksin.
- Obat penyekat beta atau β-blocker, contoh: propanolol. Obat
ini berfungsi untuk menurunkan kerja simpatis.
- Pembedahan tiroidektemi sub total.
- Pengobatan dengan RAI (iodium radioaktif). Penanganan
dengan RAI memiliki kontra indikasi, yaitu terhadap anak-anak
dan wanita hamil (karena dapat merusak kelenjar tiroid fetus).
Akan tetapi, penanganan dengan pembedahan dan RAI dapat
mengarah pada hipotiroidisme.
2) Terapi medikamentosa
- Tiroksin (T4) untuk menyusutkan ukuran goiter dengan cara
menekan TSH serendah mungkin.
- Obat Anti Tiroid yang digunakan saat ini yaitu Propiltiourasil
(PTU) 50-100 mg  menekan hormon tiroid berlebihan dan
berefek nonsupresi hambat konversi T4 menjadi T3 serta
propranolol (termasuk beta blocker)  untuk meredakan gejala
hipertiroid. Metode pemberian ada dua cara. Pertama dosis
besar, diberikan dosis besar lalu menyusut semakin kecil.
Kedua blok subtitusi, diberikan kadar besar terus menerus
sampai terjadi hipotiroid lalu ditambahkan hormon tiroksin.
Berisiko terjadinya penurunan kepadatan mineral tulang dan
meningkatkan fibrilasi atrium dan biasanya gondok akan
muncul lagi ketika T4 dihentikan.
- Bahan Iodine (Kalium Iodida, Solusi Lugol, Natrium Ipodat)
untuk menghambat sekresi T3 dan T4.
- Bahan Obat Lain (Kalium Perklorat, glukokortikoid, litium
karbonat) untuk menghambat transport yodium.
- Supresi dengan L-tiroksin. Dilakukan pada nodul yang kecil.
Pemberian L-tiroksin dalam dosis supresi selama 6-12 bulan,
jika gagal lakukan biopsi/ operasi, jika berhasil terapi bisa
dilanjutkan. Efek samping: kadang menimbulkan
hipertiroidisme subklinik dengan efek samping osteopeni dan
gangguan pada jantung.
- Suntikan etanol perkutan. Suntikan pada jaringan tiroid,
dilakukan pada nodul yang jinak, padat atau kistik, dengan
menyuntikkan etanol. Cara kerja: nodul akan dikelilingi oleh
reaksi granulomatosa dengan multinucleated giant cells,
kemudian secara bertahap jaringan tiroid akan diganti menjadi
jaringan parut granulomatosa. Tingkat keberhasilan kurang
lebih 45% dalam 6 bulan. Jika operator kurang berpengalaman,
bisa terjadi efek serius seperti rasa nyeri hebat, rembesan
(leakage) alkohol ke jaringan ekstratiroid, tirotoksikosis dan
paralisis pita suara.
- Terapi iodium radioaktif (I-131). Dilakukan jika nodul bersifat
non cancerous dan kelenjar terlalu banyak memproduksi tiroid,
yang dilakukan pada nodul tiroid autonom atau nodul panas
(fungsional) baik pada eutiroid atau hipertiroid. Dapat juga
diberikan pada struma multinodusa non toksik terutama untuk
pasien yang tidak mau dioperasi atau memiliki risiko tinggi jika
dioperasi. Cara kerja: mengurangi volume nodul tiroid dan
memperbaiki keluhan dan gejala penekanan untuk sebagian
besar pasien. Kadang terjadi tiroiditis radiasi (jarang) dan
disfungsi tiroid pasca radiasi seperti hipertiroidisme selintas
dan hipotiroidisme
- Pembedahan. Dilakukan jika nodul bersifat cancerous atau
terlalu mengganggu pernafasan dan mengganggu saat menelan.
Cara kerja: dekompresi terhadap jaringan vital di sekitar nodul,
dapat diperoleh spesimen untuk pemeriksaan patologi.
Dilakukan hemitiroidektomi pada nodul jinak dan tiroidektomi
pada nodul ganas (tergantung pada jenis histologi dan risiko
prognostik). Dapat terjadi pendarahan dan obstruksi trakea
pasca pembedahan, gangguan pada n. rekurens laringeus,
hipoparatiroid, hipotiroid, atau nodul bisa kambuh. Ada 2
pilihan operasi yang dianjurkan pada penderita hipertiroid: (1)
Bilateral tiroidectomi atau near total thyroidectomy dan (2)
Total thyroidectomy. Indikasi Pembedahan pada penderita
kelenjar tiroid: (1) kekambuhan setelah terapi yang adekuat; (2)
Hipertiroid yang hebat dengan kelenjar tiroid sangat besar; (3)
Hipertiroid yang sulit dikontrol dengan obat anti tiroid; (4) Bila
kadar T4 > 70 pmol/L.
- Terapi laser interstisial dengan tuntunan ultrasonografi. Masih
dalam tahap eksperimental. Cara kerja: menggunakan low
power laser energy sehingga energi termik yang diberikan
mengakibatkan nekrosis pada nodul tanpa/ sedikit sekali
mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Tidak ada
efek samping yang berarti, tidak ada korelasi antara deposit
energi termal dengan pengurangan volume nodul, dan tidak
terjadi perubahan fungsi tiroid.
d. Pencegahan
1) Primer : digunakan untuk menghindari terkena peyakit.
- Edukasi kepada masyarakat untuk merubah pola makan dengan
makanan kadar yodium tinggi seperti ikan laut.
- Memberi garam setelah dimasak agar kandungannya tidak
hilang.
- Iodisasi air minum pada wilayah tertentu.
- Diberikan kapsul minyak beryodium.
2) Sekunder : digunakan untuk deteksi terjadinya penyakit dengan
diagnosis.
- Inspeksi. Diperhatikan lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk.
- Palpasi. Meraba dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk.
- Biopsi.
- USG.
- Sidikan tiroid.
- Rotgen.
- Tes Fungsi Hormon.
3) Tersier : digunakan untuk mengembalikan fungsi mental.
- Kontrol secara berkala.
- Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan.
- Rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri.
DAFTAR PUSTAKA

Albar Za, Tjindarbumi, Ramli M. dkk. Protokol Pelaksanaan Tumor/Kanker


Tiroid. Protokol PERABOI; 2003; 2004: 18.
Departemen Farmakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. (2013). Farmakologi dan Terapi Edisi 5 (Cetak ulang dengan
tambahan, 2013). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 442.
Guyton A.C. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, hal 982.
Hall, J. E. (2016). Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Revisi
Berwarna ke-12. Singapore: Elsevier.
Kusrini, I., Broto, P., 2010. Karakteristik klinis penderita hipertiroid di daerah
endemik dan non endemik GAKI. Indonesian Journal of Micronutrient, 2(1),
pp. 54.
Lee, S. (2016). Nontoxic Goiter Treatment & Management. Medscape. Diakses
dari http://emedicine.medscape.com/article/120392-treatment. Pada tanggal 8
Maret 2017.
Masjhur, J. S. (2015). Ilmu penyakit dalam jilid 2. Jakarta: Interna Publishing.
Oklahoma Surgical Associates, 2015. Thyroid and parathyroid surgery details
and risks. [online] Available at:
<https://www.oklahomasurgicalassociates.com/images/Thyroid_Parathyroid_
Surgery_Details_Risks.pdf> [Accessed 9 March 2017]
Price, S. A., Wilson, L. M., (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal 1226-1227.
Price, S. A., Wilson, L. M., (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal 1230.
Sudoyo, A. W. dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing. Hal 2005.
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/viewFile/246/pdf_101
http://repository.usu.ac.id
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20701/1/mkn-sep2006-
%20sup%20(22).pdf

Anda mungkin juga menyukai