1
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Bahu
Kompleks bahu yang terdiri dari klavikula, skapula, dan humerus
saling berhubungan melalui kombinasi empat persendian yaitu, sendi
glenohumeral, sendi akromioklavikula, sendi sternoklavikula, dan sendi
melayang yang disebut dengan sendi skapulothoracic. Sendi
glenohumeral, sendi akromioklavikula, dan sendi sternoklavikula
menghubungkan ekstremitas superior dengan skeleton aksial pada thoraks.
Keempat sendi bekerja bersama untuk menghasilkan pergerakan sendi
bahu normal1,2.
2
sedangkan gaya stabilisasi primer sendi ini didapat dari otot-otot rotator
cuff. Sendi akromioklavikula menghubungkan skapula dengan klavikula
dan berperan sebagai artikulasi utama yang menangguhkan ekstremitas
superior dari trunkus. Sendi sternoklavikula dibentuk oleh artikulasi sisi
medial klavikula dan manubrium sterni yang memiliki diskus
fibrokartilago dengan jaringan dan ligamen tebal yang kuat, seringkali
menyebabkan terjadinya fraktur klavikula sebelum terjadi dislokasi sendi
sternoklavikula.
B. Dislokasi Sendi Bahu
1. Definisi
Dislokasi sendi atau luksasi adalah tergesernya permukaan tulang
yang membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi dapat
berupa komplit atau parsial (subluksasi). Dislokasi sendi bahu
merupakan kondisi dimana caput humerus bergeser keluar dari fossa
glenoid3,4,5.
2. Epidemiologi
Dislokasi sendi bahu merupakan kasus dislokasi paling sering.
Pasien dengan riwayat dislokasi sendi bahu sebelumnya lebih berisiko
mengalami redislokasi. Hal ini terjadi karena jaringan tidak sembuh
dengan baik atau menjadi longgar. Pasien muda memiliki frekuensi
redislokasi lebih tinggi berbanding lurus dengan tingkat aktivitasnya3.
3. Etiologi
a. Trauma
Kasus dislokasi akibat trauma sering terjadi saat olahraga.
Contoh olahraga yang rawan menyebabkan dislokasi sendi bahu
seperti sepak bola, hoki, ski, senam, dan voli 6. Selain olahraga,
dislokasi sendi bahu dapat terjadi akibat benturan saat terjatuh atau
kecelakaan lalu lintas. Apabila disertai fraktur maka disebut
dengan fraktur dislokasi.
b. Non trauma
Dislokasi sendi bahu non trauma biasanya multidirectional
akibat penyakit tertentu yang menyebabkan terjadinya perubahan
3
struktur persendian atau kelainan yang menyebabkan jaringan ikat
terlalu kendor seperti pada Ehlers-Danlos syndrome dan Marfan
syndrome7.
c. Patologis
Dislokasi patologis dapat terjadi akibat adanya destruksi
tulang seperti pada kasus tuberkulosis tulang belakang.
4. Klasifikasi
a. Dislokasi anterior
Dislokasi anterior terjadi pada 97% kasus dislokasi sendi
bahu berulang atau dislokasi sendi bahu pertama kali. Dislokasi ini
merupakan tipe yang paling sering terjadi dan disebabkan oleh
kondisi lengan yang digunakan untuk abduksi dan rotasi eksternal
berlebihan. Pada posisi ini, kompleks glenohumeral inferior
bertugas sebagai penahan utama terhadap perpindahan
glenohumeral anterior8. Akibat kurangnya sokongan ligamen dan
stabilitas dinamik, sendi glenohumeral paling rawan mengalami
dislokasi pada abduksi 90 derajat dan rotasi eksternal 90 derajat9.
4
menimbulkan robekan pada kapsula ligamen anterior. Pada kasus
yang berat dapat disertai cedera rotator cuff8,9.
Manifestasi pada dislokasi anterior antara lain lengan dalam
posisi abduksi, kontur terlihat squared off, nyeri hebat, dan yang
khas pasien biasanya menyangga lengan yang cedera pada bagian
siku dengan menggunakan tangan yang lain.
b. Dislokasi posterior
Dislokasi posterior lebih jarang terjadi, yaitu sekitar 3%
dari keseluruhan kasus dislokasi sendi bahu. Dislokasi posterior
disebabkan oleh hantaman eksternal pada bahu depan. Terdapat
gaya tidak langsung yang mengenai humerus berupa kombinasi
dari fleksi, adduksi, dan rotasi internal. Hal ini dapat terjadi pada
kasus kontraksi otot saat kejang dan cedera sengatan listrik.
5
Pada pemeriksaan terlihat lengan dalam posisi adduksi dan
rotasi internal. Pergerakan rotasi eksternal mendapat tahanan. Pada
pasien yang kurus caput humerus dapat teraba di bagian posterior.
5. Patofisiologi
Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan
rotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu. Caput humerus didorong ke
arah depan, menimbulkan avulsi kapsul sendi dan kartilago beserta
periosteum labrum glenoidalis bagian anterior10.
Pada dislokasi berulang, labrum dan kapsul sering terlepas dari
lingkar anterior glenoid. Tetapi pada beberapa kasus, labrum tetap utuh
dan kapsul serta ligamentum glenohumerus keduanya terlepas atau
terentang ke arah anterior dan inferior. Selain itu mungkin ada
indentasi pada bagian posterolateral caput humerus (lesi Hill-Sachs),
yaitu suatu fraktur kompresi akibat caput humerus menekan lingkar
glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi10.
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada bagian lengan.
Humerus terdorong ke depan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi
glenoid teravulsi. Kadang-kadang bagian posterolateral caput hancur.
Mesti jarang, prosesus akromium dapat mengungkit caput ke bawah
dan menimbulkan luksasio erekta.
6
C. Gambaran Foto Polos
Dislokasi anterior
Dislokasi posterior
7
- Adduksi lengan secara bertahap.
- Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X-ray post reduksi.
Milch Technique
b. Stimson’s method
- Berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi
pronasi dengan lengan tergantug di sebelah trolley dengan
beban seberat 2,5-5 g tertarik pada lengan tersebut.
- Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan rotasi relokasi bahu.
- Pasang collar dan cuff, periksa X-ray post reduksi.
8
Stimson’s method
c. Hippocratic’s method
- Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.
- Lengan pasien ditarik ke arah distal punggung dengan sedikit
abduksi, sementara kaki penolong berada di ketiak pasien
untuk mengungkit caput humerus ke arah lateral dan posterior.
- Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi
dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu.
- Pasang collar dan cuff, periksa X-ray post reduksi.
Hippocratic’s method
d. Kocher’s method
Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan
sebagai berikut:
- Dalam posisi siku fleksi, penolong menarik lengan atas ke arah
distal dan melakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu.
- Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu.
9
- Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.
Setelah tereposisi, sendi bahu difiksasi dengan dada dengan
menggunakan perban dan lengan bawah digantung dengan sling
(mitella) selama 3 minggu.
Kocher’s method
e. Spaso technique
Walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas, tetapi dianggap
bahwa metode ini merupakan metode yang paling mudah
dilakukan dengan angka keberhasilan yang tinggi.
- Dibawah conscious sedation, letakkkan lengan yang sakit di
dinding dada.
- Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal
secara simultan. Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu
mencapai fleksi ke depan 90, akan terdengar bunyi ‘clunk’,
dan caput humerus telah kembali pada posisinya.
- Adduksi lengan.
- Pasang collar dan cuff, periksa X-ray post reduksi.
10
Spaso technique
2. Dislokasi posterior
Pengobatan dapat dilakukan dengan melakukan reposisi tertutup
seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan
operasi. Dilakukan reduksi dengan menarik lengan ke depan secara
hati-hati dan rotasi eksterna, serta dilakukan imobilisasi selama 3-6
minggu.
E. Komplikasi
1. Dislokasi anterior
Early: robekan rotator cuff, kerusakan saraf, kerusakan pembuluh
darah, fraktur-dislokasi.
Late: frozen shoulder, dislokasi tidak tereduksi, dislokasi berulang.
2. Dislokasi posterior
Dislokasi tidak tereduksi, dislokasi berulang.
11
BAB III
PENUTUP
12
DAFTAR PUSTAKA
13