Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL

BLOK NEOPLASMA SKENARIO 3

“APAKAH SAYA MASIH BISA SEMBUH, DOK?”

KELOMPOK XVI
ADIMAS PUTERO NEGORO G0016004
PRIMA ANUGRAH MUNANDAR G0016174
MUHAMMAD REYHAN PRATAMA G0016156
FARRAS GHANIKAGI SUTEDI G0016074
AINOR ROHMAH G0016012
ALIFFIRA AYUNDA PUTRI G0016020
NABILAH BULAN SALSABILA G0016160
SASKIA NANDATARI G0016198
RIZKI ANNISA G0016240
ULFIANA NAFIZA ZAHRA G0016218
WULANDHARI G0016230
ZUMROTUL AYU NINGTYAS G0016238

Tutor : Marwoto, dr. MS, Sp.MK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 3

APAKAH SAYA MASIH BISA SEMBUH, DOK?

Seorang pasien laki-laki umur 69 tahun datang ke klinik utama dengan


keluhan perutnya sering terasa tidak enak. Terkadang terasa kembung dan diare,
tetapi tidak disertai demam. Telah beberapa kali memeriksakan diri ke dokter
umum, dan oleh dokter didiagnosis dispepsia ataupun gastritis. Pasien tidak
merasa sembuh, bahkan berat badan pasien terus berkurang sampai 20 kg dalam
waktu 2 bulan. BAB terkadang diare disertai lendir darah. Diet harian pasien lebih
suka daging dan tidak suka sayuran. Terdapat riwayat merokok 2 pak/hari, dan
operasi hemoroid 20 tahun yang lalu.
Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan penunjang diperoleh Hb 9 gr
%, lekosit: 6500, trombosit: 160.000, dan HT: 30%. Faal hati (Albumin 2,91 gr/dl,
SGOT 50 U/L, SGPT 25 U/L, Alkasi Phosphatase 1142) dan terdapat peningkatan
kadar CEA. Dan pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya gambaran
hypoechoic di kolon ascenden disertai hepatomegali dan asites. Karena
mencurigai suatu proses keganasan maka dokter merujuk pasien ke RS tipe A
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan penanganannya.
Keluarga pasien bertanya kepada dokter, apakah penyakit pasien ada
kaitannya dengan gaya hidupnya? Apakah pasien dapat sembuh, karena menurut
mereka banyak pasien yang telah menjalani pengobatan sampai rambutnya rontok
tetapi belum sembuh. Apakah penyakit ini diturunkan? Bagaimana cara
pencegahannya agar anggota keluarga yang lain tidak terkena?
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah 1 : Klarifikasi istilah dan konsep


1. Alkali phosphatase : Enzim yang diproduksi oleh epitel hati
2. CEA : Carcinoma Embryonic Antigen, marker
tumor
3. Dispepsia : Memiliki satu atau lebih gejala gangguan
pencernaan
4. Gastritis : Inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung
5. Hypoechoic : Prinsip interpretasi pada USG berdasarkan
intensitas pantulan gelombang yang
kembali
6. Faal hati : Fungsi hati

B. Langkah 2 : Menetapkan/mendefinisikan masalah


1. Mengapa pasien mengalami penurunan berat badan?
2. Bagaimana hubungan antara merokok, diet dan operasi hemoroid dengan
keluhan pasien?
3. Bagaimana hubungan penyakit pasien dengan hepatomegali dan asites?
4. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari kasus tersebut?
5. Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan laboratorium?
6. Bagaimana kemungkinan pemeriksaan yang akan dilakukan selanjutnya
pada kasus tersebut? Bagaimana gold standard-nya?
7. Bagaimana epidemiologi dari kasus?
8. Bagaimana faktor risiko dari kasus?
9. Bagaimana pencegahannya?
10. Bagaimana prognosisnya?

C. Langkah 3 : Analisis masalah


1. Penurunan berat badan pasien disebabkan cachexia tumor
2. Hubungan antara merokok, diet dan operasi hemoroid dengan keluhan
pasien.
Rokok bukan merupakan faktor predisposisi yang utama. Kebiasaan
mengkonsumsi alkohol (2-4 botol/hari) meningkatkan risiko 23% lebih
tinggi.
Diet berupa daging merah mengandung kadar lemak yang tinggi. Lemak
ini akan meningkatkan produksi asam empedu yang bisa mengakibatkan
terjadinya kerusakan mukosa usus. Selain itu peningkatan asam lemak
sitotoksik juga memicu peningkatan proliferasi dari sel-sel kolon. Diet
rendah serat mempengaruhi integritas sel-sel kolon. Komponen tertentu
dari dinding sel sayuran dan buah-buahan, suberin dan lignin, mampu
menyerap heterocyclic amines sehingga melindungi sel-sel kolon dari
kanker kolorektal.
Riwayat operasi hemoroid 20 tahun yang lalu tidak berhubungan dengan
kemungkinan adanya keganasan pada kolon. Namun gejala hemoroid,
seperti perdarahan, memiliki kesamaan dengan kanker kolorektal dan
gangguan pada sistem pencernaan yang lain. Oleh karena itu, setiap gejala
perlu diperiksa oleh dokter terutama siapapun dengan usia 50 tahun atau
lebih untuk skrining kanker kolorektal.
3. Hubungan penyakit pasien dengan hepatomegali dan asites
Asites terjadi karena ada peningkatan permeabilitas dari pembuluh limfe
sehingga meningkatkan kadar VEGF. Peningkatan ini mengakibatkan
cairan dari pembuluh limfe dan kapiler berpindah ke rongga peritoneal.
VEGF sendiri berperan dalam mengontrol pergerakan mikro dan
makromolekul.
Hepatomegali terjadi karena sel-sel kanker yang ada di usus besar
melakukan metastasis menuju hepar yang mengindikasikan bahwa sel-sel
kanker ini bersifat ganas.
4. Diagnosis dan diagnosis banding dari kasus tersebut
Manifestasi klinis:
a. Anemia defisiensi besi
b. Perdarahan rektum
c. Sakit perut
d. BAB berdarah
e. Obstruksi usus
Hasil pemeriksaan fisik:
a. Lelah
b. Berat badan turun
c. Asimptomatis
Gejala lebih lanjut:
a. Perdarahan rektum
b. Massa abdomen
c. Hepatomegali akibat metastasis hepar
d. Asites
Diagnosis: kanker kolon
Diagnosis banding:
a. Infeksi amoeba
b. Colitis ulseratif: diare berdarah, nyeri abdomen.
c. Penyakit kronis: diare ringan, demam, nyeri abdomen, peningkatan
neutrofil.
d. Hemoroid
e. Diverticulum sigmoid
5. Interpretasi hasil dari pemeriksaan laboratorium
Kadar CEA meningkat pada perokok dan mengarah pada diagnosis kanker
kolon/deteksi keganasan pada saluran pencernaan, namun masih kurang
spesifik. Cancer antigen 19-9 (Ca 19-9) adalah antigen kanker yang
dideteksi untuk membantu menegakkan diagnosis, keganasan pankreas,
saluran hepatobiliar, lambung dan usus besar. Kadar Ca 19-9 meningkat
pada 70 – 75% kanker pankreas dan 60 – 65% kanker hepatobiliar. Pada
peningkatan ringan, kadar Ca 19-9 dapat dijumpai pada radang seperti
pankreatitis, sirosis hati, radang.
Pankreas adalah organ dalam perut yang terletak secara horisontal di
belakang bagian bawah lambung. Di dalam pankreas, sel eksokrin
pankreas menghasilkan cairan pencernaan, sedangkan sel endokrin
pankreas menghasilkan hormon insulin dan glukagon , yang mengatur
tingkat gula darah dalam tubuh.
Di Amerika Serikat, kanker pankreas merupakan penyebab kematian
akibat kanker ke-4 paling umum. Aktor, Patrick Swayze dan baru-baru
ini, pendiri Apple, Steve Jobs, keduanya meninggal akibat kanker
pankreas. Di Singapura, terjadi peningkatan kanker pankreas selama 40
tahun belakangan ini. Dari tahun 2003 hingga 2007, terdapat sekitar 1000
kasus dengan diagnosa kanker pankreas. Walaupun kanker pankreas tidak
termasuk di dalam urutan 10 besar kanker yang paling umum di
Singapura, kanker tersebut menjadi penyebab ke-6 dan ke-7 kematian
akibat kanker untuk pria dan wanita di Singapura.
Yang menjadi penyebab kanker pankreas masih belum jelas. Namun
orang-orang dengan faktor resiko tertentu memiliki kemungkinan besar
untuk terkena kanker pankreas. Faktor-faktor resiko tersebut meliputi:
a. Merokok: Merokok tembakau adalah faktor resiko utama untuk
kanker pankreas.
b. Diabetes: Mereka dengan diabetes memiliki kemungkinan besar untuk
terkena kanker pankreas.
c. Faktor genetik: memiliki anggota keluarga terdekat dengan riwayat
kanker pankreas, meningkatkan resiko terkena kanker.
d. Pancreatitis (radang/infeksi pada pankreas):Peradangan/infeksi pada
pankreas untuk waktu yang cukup lama dapat meningkatkan resiko
terkena kanker pankreas.
e. Obesitas: Mereka yang memiliki kelebihan berat badan memiliki
kemungkinan sedikit lebih banyak daripada orang lain untuk terkena
kanker pankreas.
Alkali phosphatase normal pada orang dewasa 30-120 U/L. Meningkat
pada kondisi patologis seperti metastasis tulang, radang sendi dan
penyakit pada hepar. Fisiologis pada proses penyembuhan patah tulang.
Menurun pada kondisi malnutrisi, defisiensi fosfat dan vitamin C serta
peningkatan vitamin B pada saluran pencernaan.
HT normal orang dewasa 40-54% (pria) dan 37-47% (wanita).
Albumin normal 3,5-4,5 gr/dL. Menurun pada kondisi patologis seperti
gangguan hati, infeksi kronis, asites dan sirosis.
SGOT normal 5-35 U/L. Meningkat pada kondisi patologis seperti
penyakit hati, pankreatitis akut, anemia hemolitik dan inflamasi/nekrosis.
6. Kemungkinan pemeriksaan yang akan dilakukan selanjutnya pada kasus
tersebut
a. Endoskopi (kolonoskopi)
b. Enema barium dengan kontras ganda
c. CT colonography
d. Pemeriksaan kadar CEA
e. Whole-body PET scan imaging
f. Pemeriksaan DNA tinja
7. Epidemiologi dari kasus
a. Insidensi kanker ke-2 tertinggi yang mengakibatkan kematian
b. Insidensi kanker ke-3 terbanyak, 1 dari 20 orang berpeluang menderita
penyakit kanker kolon
c. Penderita wanita sekitar 9,2% sedangkan pria 10%
d. Penderita berkulit hitam wanita sekitar 27% sedangkan pria 22%
8. Faktor risiko dari kasus
a. Dapat dimodifikasi
1) Berat badan berlebih dan lingkar pinggang berlebih.
2) Aktifitas fisik kurang aktif
3) Diet tinggi daging merah
4) Merokok
5) Alkoholik berat
b. Tidak dapat dimodifikasi
1) Usia tua
2) Riwayat kanker kolorektal
3) Riwayat pribadi penyakit radang usus
4) Riwayat keluarga seperti kanker kolon, FAP dan HMPCC
5) Infeksi virus
9. Pencegahan
a. Gaya hidup
1) Aktivitas fisik minimal 30 menit/hari, 5 kali seminggu
2) Membatasi konsumi daging merah
3) Menghilangkan kebiasaan merokok dan meminum alkohol
4) Penggunaan aspirin dan OAINS jangka panjang, namun tidak
dianjurkan dikarenakan efek samping yang merugikan
b. Pemeriksaan dini
1) Colok dubur.
a) Dilakukan pada pasien dengan usia lebih dari 50 tahun
b) Diulang jika ada gejala klinis pada tumor rektum distal
2) gFOBTs
a) fecal immuno chemical lesi
b) pemeriksaan feses
3) Endoscopy dan radiologi
10. Prognosis
Stadium A : terbatas di dinding usus
Stadium B : menembus lapisan mukosa
Stadium C : metastasis dekat ke kelenjar limfe
Stadium D : metastasis jauh

D. Langkah 4 : Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang


didapatkan pada langkah 3

Perut tidak nyaman Faktor risiko:


Diare disertai lendir/darah Merokok
Diet
Genetik
Pemeriksaan
Alkohol

Diagnosis banding

Inflamasi Neoplasma

Diagnosis
E. Langkah 5 : Merumuskan sasaran pembelajaran
Mahasiswa mengetahui, memahami dan menjelaskan mengenai:
Epidemiologi Penatalaksanaan Pencegahan Prognosis
1. diagnosis dan diagnosis banding.
2. interpretasi hasil pemeriksaan.
3. faktor risiko dari diagnosis.
4. epidemiologi.
5. pencegahan.
6. prognosis.

F. Langkah 6 : Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi


kelompok
Pengumpulan informasi tambahan dilakukan secara mandiri oleh masing-
masing mahasiswa dengan menggunakan sumber yang EBM (Evidence
Based Medicine) seperti buku, jurnal maupun website.

G. Langkah 7 : Melakukan sintesis dan pengujian informasi-informasi yang


terkumpul
1. Diagnosis dan diagnosis banding
a. Colitis Ulceratif : diare berdarah, nyeri abdomen, sering dijumpai pada
perokok.
b. Penyakit Kronis : diare ringan, demam, nyeri abdomen, peningkatan
neutrofil.
c. Kanker Colon-rectal : sering terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, diare
frekuensi tinggi, peningkatan kadar CEA.
d. Divertialum sigmoid : sering terjadi pada orang dengan usia lebih dari
50 tahun, diare dengan frekuensi tinggi, kejang remiten.
2. Interpretasi hasil pemeriksaan
Leukosit normal : 4000-10.000/mm3
HT normal
Laki-laki : 40-54%
Wanita : 37-47%
Anak : 31-45 %
Albumin normal : 3,4-5,4 g/dL
SGOT normal : 3-45µ/L
SGPT nomal : 0-35 µ/L
ALP normal : 30-120 unit/L
3. Faktor risiko dari diagnosis
a. Tidak dapat dimodifikasi
1) Familial history
Sampai 30% pasien KKR (kanker kolorektal) memiliki riwayat
keluarga penyakit ini, sekitar 5% diantaranya disebabkan oleh
kelainan genetik yang diturunkan. Orang dengan tingkat pertama
relatif (orangtua, saudara kandung atau anak) yang telah didiagnosis
dengan KKR memiliki 2 sampai 4 kali risiko pengembangan
penyakit dibandingkan dengan orang tanpa riwayat keluarga ini,
tergantung pada usia saat didiagnosis dan jumlah yang terkena
dampak keluarga. Risiko tertinggi untuk orang dengan kerabat
tingkat pertama yang didiagnosis menderita kanker usus besar. Studi
terbaru menunjukkan bahwa risiko keluarga melampaui saudara
tingkat satu. Risiko juga sedikit meningkat diantara orang-orang
dengan tingkat pertama atau kedua yang didiagnosis dengan
adenoma.
2) Familial Adenomatous Polyposis (FAP)
FAP disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen APC yang
dimiliki seseorang dari orang tuanya. Sekitar 1% dari semua KKR
disebabkan oleh FAP. Dalam jenis FAP yang paling umum, ratusan
atau ribuan polip berkembang dalam kolon dan rektum seseorang,
biasanya di usia remaja atau awal masa dewasa. Kanker biasanya
berkembang dalam 1 atau lebih polip ini sejak usia 20 tahun. Pada
usia 40, hampir semua orang dengan FAP akan menderita kanker
usus besar jika usus besar mereka belum diangkat untuk
mencegahnya. Orang-orang dengan FAP juga memiliki peningkatan
risiko kanker pada perut, usus halus, dan beberapa organ lainnya.
3) Sindrom Lynch
Sindrom Lynch menyumbang sekitar 2% sampai 4% dari semua
kanker kolorektal. Dalam kebanyakan kasus, kelainan ini
disebabkan oleh cacat bawaan pada gen MLH1 atau MSH2, namun
perubahan gen lainnya juga bisa menyebabkan sindrom Lynch. Gen
ini biasanya membantu memperbaiki DNA yang sudah rusak.
Kanker pada sindrom ini berkembang saat orang muda masih muda.
Orang dengan sindrom Lynch bisa memiliki polip, tapi cenderung
hanya memiliki beberapa, bukan ratusan seperti pada FAP. Risiko
seumur hidup dari KKR pada orang dengan kondisi ini mungkin
setinggi itu sebagai 80%, tapi ini tergantung pada gen yang
terpengaruh. Wanita dengan kondisi ini juga memiliki risiko terkena
kanker endometrium. Kanker lain yang terkait dengan sindrom
Lynch termasuk kanker ovarium, perut, usus halus, pankreas, ginjal,
otak, ureter dan saluran empedu.
4) Usia
Diagnosis KKR meningkat progresif sejak usia 40 tahun, meningkat
tajam setelah usia 50 tahun; lebih dari 90% kasus KKR terjadi di
atas usia 50 tahun. Angka kejadian pada usia 60-79 tahun 50 kali
lebih tinggi dibandingkan pada usia kurang dari 40 tahun.
5) Faktor lingkungan

KKR dipertimbangkan sebagai suatu penyakit yang dipengaruhi


lingkungan; faktor pola hidup, sosial, dan kultural ikut berperan.
KKR adalah suatu kanker dengan penyebab-penyebab yang dapat
dimodifikasi, dan sebagian besar kasusnya secara teori dapat
dicegah. Bukti risiko lingkungan diperoleh melalui studi para
migran dan keturunannya. Diantara individu yang bermigrasi dari
daerah risiko rendah ke risiko tinggi, angka insidens KKR
cenderung meningkat menyerupai populasi di area tersebut. Sebagai
contoh, diantara keturunan migran Eropa Selatan yang berpindah ke
Australia dan migran Jepang yang berpindah ke Hawaii, risiko KKR
meningkat dibandingkan populasi di negara asalnya. Insidens KKR
pada keturunan migran Jepang di Amerika Serikat melebihi insidens
pada populasi kulit putih di tempat tersebut, dan lebih tinggi 3-4
kali dibandingkan populasi orang Jepang di negaranya. Selain faktor
migrasi, terdapat beberapa faktor geografi yang mempengaruhi
perbedaan insidens KKR, salah satunya adalah insidens KKR
konsisten lebih tinggi pada penduduk perkotaan. Orang yang tinggal
di area perkotaan memiliki prediktor risiko yang lebih kuat
dibandingkan orang yang lahir di area perkotaan.
b. Dapat dimodifikasi
1) Pola diet dan nutrisi
Diet berpengaruh kuat terhadap risiko KKR, dan perubahan pola
makan dapat mengurangi risiko kanker ini hingga 70%. Insidens
KKR meningkat pada orangorang yang mengonsumsi daging
merah dan/atau daging yang telah diproses. Konsumsi daging
merah dilaporkan memiliki hubungan lebih erat dengan insidens
kanker rektum, sedangkan konsumsi daging yang diproses dalam
jumlah besar berhubungan dengan kanker kolon bagian distal.
Implikasi lemak dihubungkan dengan konsep tipikal diet Barat,
terjadi perkembangan flora bakterial yang mendegradasi garam
empedu menjadi komponen N-nitroso yang berpotensi
karsinogenik. Mekanisme potensial asosiasi positif antara
konsumsi daging merah dengan kanker kolorektal termasuk adanya
heme besi pada daging merah. Beberapa jenis daging yang dimasak
pada temperatur tinggi memicu produksi amino heterosiklik dan
hidrokarbon aromatik polisiklik, keduanya dipercaya merupakan
bahan karsinogenik. Larson, dkk. melalui studi prospektif
menyarankan pembatasan konsumsi daging merah dan daging yang
diproses untuk mencegah KKR. Penelitian juga membuktikan
bahwa individu yang mengonsumsi buah, sayuran, dan sereal
memiliki risiko KKR lebih kecil. Perbedaan asupan diet berserat
serta perbedaan geografik berperan pada insidens KKR; diet
berserat diperhitungkan sebagai faktor pembeda insidens KKR di
Afrika dan negara-negara dengan gaya hidup barat peningkatan
asupan diet serat mendilusi kandungan lemak, meningkatkan massa
feses, dan mereduksi waktu transit.
2) Aktivitas fisik dan obesitas
Dua faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan saling berhubungan,
aktivitas fisik dan kelebihan berat badan, dilaporkan berpengaruh
pada sepertiga kasus KKR. Aktivitas tinggi berhubungan dengan
rendahnya insidens KKR. Aktivitas fisik reguler dan diet sehat
membantu menurunkan risiko KKR. Mekanisme biologi yang
berperan dalam hubungan antara menurunnya aktivitas fisik dan
KKR mulai dipahami. Aktivitas fisik meningkatkan angka
metabolik dan meningkatkan ambilan oksigen maksimal. Dalam
jangka panjang, aktivitas reguler serupa meningkatkan efisiensi
dan kapasitas metabolik tubuh, juga menurunkan tekanan darah
dan resistensi insulin. Selain itu, aktivitas fisik meningkatkan
motilitas usus. Kurangnya aktivitas fisik harian juga meningkatkan
insidens obesitas, faktor lain yang berhubungan dengan KKR.
Kelebihan berat badan dan obesitas meningkatkan sirkulasi
estrogen dan menurunkan sensitivitas insulin, juga dipercaya
mempengaruhi risiko kanker, dan berhubungan dengan
penimbunan adipositas abdomen. Namun, peningkatan risiko yang
berhubungan dengan kelebihan berat badan dan obesitas
tampaknya tidak hanya berhubungan dengan peningkatan asupan
energi, hal ini juga dapat mencerminkan perbedaan efisiensi
metabolisme. Studi menunjukkan bahwa individu yang
menggunakan energi lebih efisien memiliki risiko KKR lebih
rendah. Skala Indeks Massa Tubuh (IMT) memberikan pengukuran
kelebihan berat badan yang lebih akurat dibandingkan berat badan
saja. IMT dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram)
dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Panduan IMT Asia
Pasifik berbeda dengan klasifi kasi IMT oleh National Institutes of
Health (NIH) karena kandungan lemak tambahan dan perbedaan
distribusi lemak pada orang Asia. Orang Asia menunjukkan
peningkatan akumulasi lemak walaupun IMT-nya rendah. Obesitas
menyebabkan penimbunan hormon, peningkatan kadar insulin dan
insulin-like growth factor-1 (IGF-1), pemicuan regulator
pertumbuhan tumor, gangguan respons imun dan stres oksidatif,
sehingga memicu terjadinya karsinoma kolorektal.
3) Merokok
Sebesar 12% kematian KKR berhubungan dengan kebiasaan
merokok. Karsinogen rokok meningkatkan pertumbuhan KKR, dan
meningkatkan risiko terdiagnosis kanker. Merokok menyebabkan
pembentukan dan pertumbuhan polip adenomatosa, lesi prekursor
KKR. Terdapat hubungan statistik signifikan berdasarkan dosis
merokok per tahun setelah merokok lebih dari 30 tahun, individu
dengan riwayat merokok lama dan kemudian berhenti merokok
tetap memiliki risiko KKR. Polip berukuran besar di kolon dan
rektum dihubungkan dengan kebiasaan merokok jangka panjang.
Onset KKR penderita pria dan wanita perokok lebih muda.
4) Alkohol
Konsumsi alkohol reguler berhubungan dengan perkembangan
KKR. Konsumsi alkohol merupakan faktor risiko KKR pada usia
muda, juga meningkatnya insidens kanker kolon distal. Metabolit
reaktif pada alkohol seperti asetaldehid bersifat karsinogenik.
Terdapat korelasi antara alkohol dan merokok, rokok menginduksi
mutasi spesifik DNA yang perbaikannya tidak efektif karena
adanya alkohol. Alkohol berperan sebagai solven, meningkatkan
penetrasi molekul karsinogen lain ke dalam sel mukosa. Efek
alkohol dimediasi melalui produksi prostaglandin, peroksidase
lipid, dan generasi ROS (Reactive Oxygen Species) bebas.
Konsumsi tinggi alkohol biasanya berhubungan dengan nutrisi
rendah.
4. Epidemiologi
Meskipun kejadian dan kematian akibat kanker usus besar telah
mengalami penurunan yang lambat selama beberapa dekade terakhir di
Amerika Serikat, dengan kejadian meningkat menjadi 3% per tahun dari
tahun 2003 sampai 2012, kanker kolorektal tetap merupakan kanker ketiga
yang paling umum, yang kedua paling umum penyebab kematian terkait
kanker pada pria AS, dan penyebab paling umum ketiga kematian terkait
kanker pada wanita AS. The American Cancer Society memperkirakan
bahwa 95.520 kasus baru kanker usus besar akan didiagnosis di Amerika
Serikat pada tahun 2017. Estimasi mortalitas dari kanker kolon dan rektum
(keduanya digabungkan karena kesulitan klasifikasi) untuk 50.260
kematian pada tahun 2017.
Di seluruh dunia, kanker kolorektal adalah kanker paling umum kedua
pada wanita (614.000 kasus, 9,2% dari semua jenis kanker) dan yang
ketiga paling umum pada pria (746.000 kasus, 10,0% dari total). Secara
geografis, kejadiannya bervariasi sebanyak 10 kali lipat. Tingkat perkiraan
tertinggi berada di Australia / Selandia Baru (per 100.000 penduduk, 44,8
pada pria dan 32,2 pada wanita), dan terendah di Afrika Barat (per 100.000
penduduk, 4,5 pada pria dan 3,8 pada wanita). Kematian lebih rendah
(694.000 kematian, 8,5% dari total) dengan lebih banyak kematian (52%)
di wilayah yang kurang berkembang di dunia, yang mencerminkan
kelangsungan hidup yang lebih buruk di wilayah ini. Kurang variabilitas
tingkat kematian di seluruh dunia (enam kali lipat pada pria, empat kali
lipat pada wanita), dengan tingkat kematian tertinggi di kedua jenis
kelamin di Eropa Tengah dan Timur (20,3 per 100.000 untuk pria, 11,7 per
100.000 untuk wanita) dan terendah di Afrika Barat (3,5 dan 3,0, masing-
masing).
Sejak tahun 1989, tingkat kejadian kanker kolorektal lebih tinggi untuk
orang kulit hitam daripada orang kulit putih baik pria maupun wanita. Saat
ini, tingkat kejadian kanker kolorektal adalah 27% lebih tinggi pada pria
kulit hitam dan 22% lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibandingkan
dengan pria kulit putih dan wanita. Tingkat mortalitas untuk kanker
kolorektal pada pria tetap sekitar 50% lebih tinggi pada orang kulit hitam
daripada di kulit putih sejak tahun 2005. Pada wanita, tingkat kematian
41% lebih tinggi pada orang kulit hitam, namun kesenjangan ini
tampaknya menyusut: dari tahun 2003 sampai 2012, angka kematian
menunjukkan lebih tinggi penurunan tahunan pada wanita kulit hitam
dibandingkan wanita kulit putih (3,3% vs 2,9%). Orang Hispanik memiliki
insidensi dan mortalitas terendah dari kanker kolorektal.
Kejadian kanker kolorektal relatif sama pada pria dan wanita. The
American Cancer Society memperkirakan bahwa kanker usus besar akan
didiagnosis pada 47.700 pria dan 47.820 wanita di Amerika Serikat pada
2017.
Usia adalah faktor risiko kanker kolorektal yang terkenal, seperti pada
banyak tumor padat lainnya. Garis waktu untuk perkembangan dari lesi
premaligna dini ke kanker ganas berkisar antara 10-20 tahun. Usia rata-
rata saat diagnosis adalah 68 tahun.
Namun, berbeda dengan penurunan tingkat kejadian kanker usus pada
orang berusia 55 dan lebih tua, yang dimulai pada pertengahan 1980an,
tingkat kanker usus besar pada orang muda telah meningkat. Pada orang
dewasa berusia 20 sampai 39 tahun, tingkat kejadian kanker usus
meningkat 1.0% menjadi 2,4% per tahun sejak pertengahan 1980an; Pada
usia 40 sampai 54 tahun, kejadian tersebut meningkat sebesar 0,5%
menjadi 1,3% per tahun sejak pertengahan tahun 1990an. Saat ini, orang
dewasa yang lahir sekitar tahun 1990 memiliki dua kali lipat risiko kanker
usus besar dibandingkan dengan mereka yang lahir sekitar tahun 1950.
Peningkatan obesitas adalah faktor yang mungkin terjadi.
5. Pencegahan

a. Gaya Hidup
1) Rekomendasi tingkat A
a) Aktivitas fisik selama minimal 30 menit sebanyak 5 kali atau
lebih setiap minggu untuk menurunkan faktor risiko kanker
kolorektal.
b) Membatasi konsumsi daging merah dan/atau daging hasil proses
yang dimasak dengan temperatur tinggi dengan waktu yang
lama dapat mengurangi risiko terjadinya kanker kolorektal.
c) Menghentikan kebiasaan merokok.
d) Meminimalisir dan menghentikan konsumsi alkohol.
2) Rekomendasi tingkat B
a) Penggunaan aspirin dan OAINS secara teratur dan jangka
panjang dapat menurunkan risiko kanker kolorektal.
b) Namun saat ini tidak dianjurkan penggunaan aspirin atau
OAINS sebagai pencegahan kanker kolorektal karena efek
samping obat.
c) Penggunaan hormon post-menopausal secara teratur dan jangka
panjang dapat menurunkan risiko kanker kolorektal namun
penggunaannya tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan
risiko kanker payudara dan penyakit kardiovaskular.
b. Metode skrining
1) Pemeriksaan colok dubur
a) Dilakukan sekali pada usia lebih dari 50 tahun. Pemeriksaan
ulang dilakukan jika muncul gejala klinis.
b) Bermanfaat terutama pada tumor rektum distal.
c) Akurasi stadium yang ditentukan oleh pemeriksaan colok dubur
sangat tergantung kepada pengalaman dokter pemeriksa.
d) Pemeriksaan colok dubur lebih akurat dalam penetapan stadium
lokal lanjut daripada stadium tumor dini, sehingga nilainya
untuk kriteria pemilihan pasien yang akan mendapat terapi lokal
adalah terbatas.
2) Pemeriksaan Guaiac-based fecal occult blood tests (gFOBTs), fecal
immunochemical tests (FITs) dan pemeriksaan feses untuk
exfoliated DNA
Pemeriksaan ini bermanfaat pada kanker kolorektal stadium dini,
tetapi hasil yang positif belum tentu disebabkan oleh kanker
kolorektal sehingga memerlukan pemeriksaan lanjutan. Bila
ditemukan kelainan pada colok dubur atau FOBT maka pasien harus
dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).
3) Pemeriksaan untuk mendeteksi kanker dan lesi kanker lanjut:
Pemeriksaan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi, kolonoskopi) dan
pemeriksaan radiologik (barium enema dengan kontras ganda dan
computed tomography colonography)
Kolonoskopi dilakukan setiap 5 tahun, jika FKRTL tidak
mempunyai kolonoskopi dapat dilakukan CT kolonografi atau
barium enema. Hal ini tergantung keadaan klinis pasien, standar
pelayanan di FKTRL dan keputusan tim dokter.
6. Prognosis
Angka ketahanan hidup 5 tahun tergantung dari stadium kansinoma colon,
berikut stadium

Prognosis hidup
Dukes Dalamnya infiltrasi
setelah 5 tahun
A Terbatas di dinding usus 97%
B Menembus lapisan
80%
muskularis mukosa
C Metastasis kelenjar limf
C1 Beberapa kelenjar limfe
dekat tumor 65%
primer
C2 Dalam kelenjar limf jauh 35%
D Metastasis jauh <5%

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil berdiskusi dan mencari literatur berkaitan dengan skenario 3 Blok
Neoplasma didapatkan beberapa hal, yakni:
1. Diagnosis dan diagnosis banding
2. Epidemiologi
3. Faktor risiko
4. Pemeriksaan
5. Penatalaksanaan
6. Prognosis
7. Pencegahan
B. Saran
Apabila ada kurang lebihnya dari penulis dalam berdiskusi dan membuat
laporan, kami mohon maaf dan mohon bimbingan/masukan lebih lanjut agar
mendapatkan hasil yang optimal dalam melakukan diskusi tutorial.

DAFTAR PUSTAKA

Aldoori, W., Ryan-Harshman, M. (2007). Diet and Colorectal Cancer. Canadian


Family Physician. Vol. 53 Issue 11, pp. 1913-1920.
American Society of Colon & Rectal Surgeons. (2008). Hemorrhoids. Colon
Rectal Surgery Associates. Dilihat 23 September 2017.
http://crsagroup.com/conditions/hemorrhoids
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran: Kanker Kolorektal. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
National Comprehensive Cancer Network. (2017). Colon Cancer. Washington:
National Comprehensive Cancer Network.
Stadler, J., dkk. (1988). Effect of High Fat Consumption on Cell Proliferation
Activity of Colorectal Mucosa and on Soluble Faecal Bile Acids. Gut. Vol. 29
Issue 10, pp. 1326-1331.
The American Cancer Society. (2017). Colorectal Cancer Facts and Figures.
American Cancer Society, Inc. Dilihat pada 27 September 2017.
https://www.cancer.org/content/dam/cancer-
org/research/cancer-facts-and-statistics/colorectal-cancer-facts-
and-figures/colorectal-cancer-facts-and-figures-2017-2019.pdf
Umar, F. dkk. (2011). Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai