Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri dari 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Disebelah dalam otot longitudinal, ditengah merupakan otot sirkuler, dan paling
luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama
seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli
kedua muara ureter dan meatus ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga
yang disebut trigonum buli-buli.
Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1) permukaan superior
yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferolateral, dan (3) permukaan
posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300450 ml. Sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari Koff adalah :
Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2}x30 ml
Pada saat kosong, buli-buli terletak dibelakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada
di atas simfisis sehingga dapat di palpasi dan diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan
rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen
sakral S2-S4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan
relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.
Salah satu penyakit yang termasuk masalah kesehatan masyarakat adalah kanker sistem
urogenitalia. Tumor buli-buli paling sering menyerang 3 kali lebih sering dari tumor urogenital
lain. Sebagian besar (atau 90%) tumor buli-buli adalah karsinoma sel transisional.
Di Amerika Serikat keganasan ini merupakan penyebab kematian ke enam dari seluruh
penyakit kaganasan, dan pada tahun 1996 yang lalu diperkirakan ditemukan 52.900 kasus baru
kanker buli-buli. Di Indonesia berdasarkan pendataan hasil pemeriksaan jaringan yang
dilakukan selama 3 tahun diketahui bahwa kanker buli-buli menempati urutan kesepuluh dari
tumor ganas primer pada pria.

BAB II
STATUS PASIEN

II.1 IDENTITAS PASIEN


Nama

: Ny. N

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 71 Tahun

Alamat

: Karang Malang RT 007/RW 003, Candisari, Secang

Status Menikah

: Kawin

No. RM

: 127744

R. Rawat

: Ruang Edelweis

Tanggal masuk

: 20 Oktober 2015

Tanggal keluar

: 29 Oktober 2015

II.2 ANAMNESIS
Autoanamnesa pada 20 Oktober 2015

Keluhan utama : BAK berwarna merah

Keluhan tambahan : Lemas sejak 1 minggu yang lalu disertai Nyeri perut bawah
sampai dengan ke pinggang

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke POLI RST dr Soedjono pada hari selasa, 20 Oktober 2015
dengan keluhan BAK berwarna merah sejak 6 bulan yang lalu. lemas sejak 1 minggu
SMRS.
Pasien juga mengeluhkan perut yang membesar disertai rasa nyeri. Awalnya tidak
disadari oleh pasien tetapi semakin disadari setelah bertambah besar dan menganggu
kenyamanan pasien akibat adanya nyeri yang ditimbulkan. Nyeri yang dirasakan hilang
2

timbul dengan interval waktu sekitar 1 jam, nyeri muncul dan dirasakan lebih berat pada
saat malam. Nyeri dirasa seperti ditusuk tusuk dan seperti diremas. Nyeri diatasi
dengan obat obatan pada saat menjalani perawatan di RST Edelweis, nyeri yang
dirasakan berkurang.
Pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu makan semenjak keluhan timbul. Pola
makan pasien masih teratur tetapi dengan porsi yang lebih sedikit dibanding biasanya
dengan hanya makan kurang lebih 4 sendok makan. Pasien tidak pernah merasa demam
sejak awal keluhan timbul.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

Riwayat Alergi Obat

: disangkal

Riwayat ISK

: disangkal

Riwayat Dyspepsia

: di akui

Riwayat keganasan

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi
Riwayat DM
Riwayat Alergi Obat
Riwayat Keganasan

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat Kebiasaan

Merokok
Alkohol

: disangkal
: disangkal

RPO

Ranitidin P.O yang diakui oleh anak pasien yang menyediakan obat bersangkutan,
dikonsumsi pasien setiap perut terasa nyeri

II.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum

: Tampak sakit Sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Vital sign

TD

: 120/80 mmHg

: 86 /mnt

: 20 /mnt

: 36,0C

Berat Badan

: 65 Kg

Tinggi Badan

: 155 cm

IMT

: 27

Status Gizi

: Overweight

Bentuk kepala

: Normocephal

Rambut

: Warna putih, tidak mudah dicabut, distribusi merata.

Mata

: Konjungtiva pucat (+/+), sclera ikterik (-/-),

Telinga

: Serumen (-/-), deformitas (-).

Hidung

: Deviasi Septum (-), discharge (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut

: Bibir lembab, Faring hiperemis (-) tonsil T1/T1

Leher

: Tidak teraba pembesaran KGB dan Tiroid

Paru

Inspeksi

: Normochest, sela iga tidak melebar

Palpasi

: Fremitus taktil hemitorak kanan = kiri

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler +/+, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
4

Inspeksi

: Iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus cordis teraba, tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas atas ICS III linea parasternal sinistra


Batas kiri ICS V linea axila anterior sinistra
Batas kanan ICS IV linea parastemal dextra

Auskultasi

: BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen

Inspeksi

: Datar, sikatrik (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), Hepar tidak teraba

pembesaran , Lien tidak teraba pembesaran

Perkusi

: Tympani (+)

Auskultasi

: BU (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-), CRT < 2dtk

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Jenis Pemeriksaan

20/10/2015

25/10/2015

Nilai Rujukan

Hemoglobin

8.7*

11.0**

11.5-16.5 g/dL

Hematokrit

26.2 *

32.5 **

37 47%

Eritrosit

3.65*

4.38 *

4.3 6.0juta/uL

Leukosit

11.7

12.5*

4.800 10.800/uL

Trombosit

451000

300000 *

150.000 400.000/uL

MCV

74.3

74.3

75-100 fL

MCH

23.8

25.1

27 32 pg

MCHC

35

36

32 36 g/dL

HEMATOLOGI

KIMIA KLINIK
Ureum

39

20 50 mg/dL

Kreatinin

0.7

0.5 1.5 mg/dL

Albumin

3.8

3.5-5.0 g/dL

128

< 140 mg/dL

Natrium (Na)

137

135 147 mmol/L

Kalium (K)

3.6

3.5 5.0 mmol/L

Klorida (Cl)

96

95 105 mmol/L

Glukosa

Darah

Sewaktu (GDS)

JENIS PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

JENIS PEMERIKSAAN
Urinalisis
(22/09/2014 ) HASIL
SERUM LAB

( 20/10/2015 )

URIN LENGKAP
Warna

Kemerahan

Glucose

Kejernihan

Keruh

pH Urea

6.0

Berat jenis

1.025

Protein

Negatif

Glukosa

Negatif

Creatinin
SGOT

NILAI RUJUKAN
Kuning

128

70-110

Jernih

28

4.6 8-50
8.0
1.010 1.030

0-1.3

Negatif

15

3-35

Negatif

SGPT
12
Hasil Rontgen abdomen (20/10/2015) AP View

8-41

Opasitas Paravertebrae Sinistra Setinggi VL I Soliter, ukuran kecil Suspect Neprolithiasis

Opasitas di Proyeksi cavum pelvis dextra, soliter, ukuran kecil suspect ureterolitiasis

Fecal material prominent

Spondylosis Lumbalis

Hasil Thorax foto PA View (20/10/2015)

Hasil : Corakan bronkovaskuler meningkat

Kedua sinus costofrenicus lancip

Kedua diafragma licin


6

CTR > 0.5

Sistema tulang dalam batas normal


Kesan : Bronchitis
Cardiomegaly

Dilakukan Tindakan TUR Buli tanggal 26 Oktober 2015


Golongan darah : (B) dilakukan transfusi darah 2 kolf
Operator : dr Zamroni Sp.U
Anestesi : dr Suparno, Sp.An
Diagnosa Preoperatif : Ca Buli
Tindakan Operasi : TUR Buli
Laporan operasi :
Sistoskopi
-

Buli : Blood cloth 300 cc


Massa (+) di permukaan posterior (s)

Dilakukan : Evakuasi Blood Clot 300 cc


TUR Buli Tumor 50 gr
Sisa Tumor (+)

II.5 RESUME
Pasien wanita usia 71 th dengan keluhan utama BAK bercampur darah sejak 6 bulan yang
lalu. lemah yang dirasakan 1 minggu SMRS dan mengeluh BAK yang berwarna kemerahan dan
penurunan nafsu makan.
Dari Px fisik ditemukan konjunctiva anemis +/+, adanya pembesaran pada bagian perut bawah,
teraba keras dan semakin hari semakin membesar, tidak terdapat nyeri tekan. dari hasil
perhitungan antara tinggi badan dan berat badan didapatkan IMT pasien termasuk kedalam
kategori overweight.
7

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan penurunan kadar hemoglobin,


hematokrit, eritrosit, trombosit. dan terdapat peningkatan leukosit. Dari pemeriksaan kimia klinik
terdapat hasil yang normal.
II.6

DAFTAR MASALAH
Anemia Normositik normokrom ec. Hematuri
Ca.Buli

II.7 PENGKAJIAN
II.7.1 Anemia normositik normokrom ec. hematuri
Anamnesis : lemah yang dirasakan 1 minggu SMRS dan mengeluh BAK yang berwarna
kemerahan dan penurunan nafsu makan.
Pemeriksaan fisik : konjungtiva anemis (+)/(+)
Pemeriksaan penunjang : Hb 10.2 mg/dl 6.3 mg/dl
Ht 29% 18%
Eritrosit 3.4 jt 2.0 jt
MCV 85fl 90 fl
MCH 30 pg 32 pg
II.7.2 Ca.Buli
Anamnesis : pasien mengeluhkan BAK kemerahan dan perut yang membesar.
Pemeriksaan fisik : pada inspeksi abdeomen terlihat pembesaran abdomen bagian dari
perut bawah hingga tengah.
II.8

II.9

RENCANA TERAPI
Transfusi dengan target Hb 10 mg/dl
Total transfusi yang dibutuhkan : Hb x BB x 3ml = 4 x 65kg x 3ml = 780 cc
RL 20 tts
Pantomex 2x1 mg
Plasminex 3x500
Cefomax 2x1 gr
Dexketoprofen 2x1 gr
Irigasi
Pulang : 29 Oktober 2015
Kontrol : 2-11-2015
Terapi setelah perawatan :
- Simfix
- Kalnex
- Dexketoprofen

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Carcinoma Buli
Karsinoma buli-buli merupakan suatu karsinoma yang berasal dari jaringan pada bulibuli. Sebagian besar karsinoma buli-buli merupakan karsinoma sel transisional (karsinoma yang
berasal dari sel yang secara normal berada pada lapisan terdalam dari buli-buli). Tipe lain dari
karsinoma buli-buli yakni karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma.
Karsinoma buli-buli merupakan 2% dari keganasan dan merupakan keganasan kedua
terbanyak pada sistem urogenitalia setelah karsinoma prostat. Rata-rata usia penderita adalah 65
tahun. Karsinoma ini lebih sering terjadi pada kelompok golongan kulit putih dibanding orang
kulit hitam dimana rasio laki-laki dibanding perempuan yaitu 2,7:1. 85% terlokalisasi di buli-buli
dan 15% menyebar ke limfonodus regional atau ke tempat yang lebih jauh. Sekali diagnosis
ditegakkan maka tendensi untuk berulang sepanjang waktu dan lokasi yang baru pada traktus
urinarius dapat terjadi sehingga diperlukan monitoring yang berkelanjutan.
III.1.1 Etiologi
Etiologi karsinoma buli-buli kebanyakan belum jelas. Saat ini faktor terkait yang umum
diakui adalah :
Non Genetik
1.

Merokok
Sekitar 50% laki-laki dan 31% perempuan yang menderita karsinoma buli-buli memiliki
riwayat merokok. Risiko terkena karsinoma buli-buli meningkat dua kali lipat pada perokok

dibandingkan dengan yang bukan perokok.Diduga agen penyebabnya adalah alfa dan beta2.

naftilamin yang ditemukan pada urine perokok.


Lingkungan dan pekerjaan
Beta-naftilamin, benzidin, 4-aminobifenil merupakan zat karsinogen kandung kemih, kontak
jangka panjang dengan zat tersebut dapat menimbulkan kanker kandung kemih. Zat
pewarna, produk karet-plastik, cat, zat pencuci,dll juga mungkin menjadi faktor karsinogen.

3.

4.

Metabolisme triptofan dan asam nikotinat abnormal


Kelainan metabolisme triptofan dapat menghasilkan beberapa metabolit yang setelah
melalui proses dalam hati lalu dieksresikan ke buli-buli bersifat karsinogenik.
Diet
Beberapa peneliti menghubungkan faktor diet dengan risiko terjadinya karsinoma buli-buli.
Sebuah penelitian case-control menemukan bahwa risiko meningkat dengan mengonsumsi
makanan berminyak atau berlemak dan risiko menurun dengan mengonsumsi vitamin A.
Kualitas air minum dimana melalui proses klorinisasi dan adanya kandungan arsen dalam
air minum meningkatkan risiko terjadinya karsinoma buli-buli. Konsumsi kopi dan pemanis

5.

buatan belum sepenuhnya diyakini sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma buli-buli.
Obat-obatan dan penyakit
Penggunaan analgetik fenasetin berhubungan dengan penyakit ginjal kronik dan dapat
berkembang menjadi kanker pada buli-buli, ureter dan pelvis ginjal. Penggunaan agen
sitotoksik/imunosupresif seperti siklofosfamid meningkatkan risiko terjadinya kanker bulibuli hingga 9 kali dengan periode laten kurang dari 10 tahun. Iradiasi daerah pelvis pada
kanker prostat, kanker serviks atau kanker ovarium dapat meningkatkan risiko terjadinya
karsinoma buli-buli sekunder.
Schistosomiasis yang disebabkan oleh trematoda Schistosoma hematobium, yang endemik
di daerah Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Afrika, dihubungkan dengan berkembangnya
karsinoma buli-buli. Pada daerah endemik, karsinoma buli-buli yang sering ditemukan
berbentuk

tumor

solid.Sebagian

besar

dari

kasus

merupakan

squamous

cell

carcinoma.Pasien dengan paraplegia, risiko meningkat untuk terjadinya squamous cell


6.

carcinoma.
Faktor lainnya
Iritasi kronis mukosa buli-buli, seperti infeksi kronis, batu buli-buli serta obtruksi
uretral.Leukoplakia mukosa, sistisis adenomatosa dianggap sebagai lesi prekanker, dapat

10

menginduksi perubahan ke ganas. Adanya parasit dalam buli-buli dapat menjadi faktor
prediposisi karsinoma buli-buli.
III.1.3 Klasifikasi
Karsinoma buli-buli terdiri atas beberapa tipe yaitu:
1.

Karsinoma sel transisional


Karsinoma sel transisional merupakan karsinoma terbanyak dengan presentasi mencapai
90% dari semua kasus karsinoma buli-buli. Karsinoma ini terdiri dari:
Karsinoma sel transisional tipe papilar merupakan tipe yang berbentuk frondular
eksofitik. Ukuran dan jumlahnya bervariasi. Tipe ini merupakan bentuk yang paling
umum pada karsinoma sel transisional pada buli-buli. Sebagian besar tumor kecil dan

non-invasif.
Karsinoma sel transisional tipe sesile muncul dengan bentuk yang kurang frondular, lebih
solid dan dengan dasar yang lebih luas. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk

menjadi lebih invasif.


Karsinoma in situ ditandai dengan empat ciri karakteristik yaitu berbentuk datar, eritema,
multifokal dan tingkat keganasan tinggi. Adanya karsinoma in situ dapat dijadikan
indikator peningkatan agresifitas biologis. Tumor papiler atau sesile lebih mudah

2.

mengalami rekurensi dan invasi dibandingkan dengan karsinoma insitu.


Karsinoma sel skuamosa
Jumlah tipe ini sekitar 7-8% dari karsinoma buli-buli yang biasanya dikaitkan dengan
adanya iritasi kronis pada urotelium ( misalnya schistosomiasis, batu buli-buli atau

3.

adanya benda asing pada buli-buli)


Adenomaksinoma
Karsinoma ini menyumbang1% sampai 2% dari kasusdan berhubungan denganinfeksi
kronis, ekstrofi buli-buli, atau sisa-sisa urachal dalam kubah buli-buli. Adenokarsinoma

4.

cenderung merupakan tumor penghasil mukus.


Karsinoma tipe lain
Yang termasuk jenis ini adalah jenis small cell carcinoma, sarkoma, melanoma, dan
tumor karsinoid.

Staging dan klasifikasi :


11

Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk


menentukan operasi atau observasi :
a.

T = pembesaran lokal tumor primer


Ditentukan melalui : Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di
bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.
No

KODE

KET

Tis

Carcinoma insitu (pre invasive Ca)

Tx

Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat


dilakukan

To

Tanda-tanda tumor primer tidak ada

T1

Pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak

T2

Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli.

T3

Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak


bebeas dapat diraba di buli-buli.

T3a

Invasi otot yang lebih dalam

T3b

Perluasan lewat dinding buli-buli

T4

Tumor sudah melewati struktur sebelahnya

10

T4a

Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina

11

T4b

Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen

No

KODE

Nx

KET
Minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
12

No

Tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional

N1

Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral

N2

Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang


multiple

N3

Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebeas
antaranya dan tumor

6
c.

N4

Pemebesaran kelenjar lymfe juxta regional

N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe pemeriksaan kinis,


lympgraphy, urography, operative

d.

M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh. Pemeriksaan klinis ,
thorax foto, dan test biokimia

No

KODE

KET

Mx

Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase


jauh, tak dapat dilaksanakan

M1

Adanya metastase jauh

M1a

Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia

M1b

Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal

M1c

Metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple

M1d

Metastase dalam organ yang multiple

Stadium
Klasifikasi stadium TNM karsinoma buli-buli menurut UICC: (2)
Tis
TA
T1
T2
T3a
T3b
T4a
T4b
N+

Intraepitelial (karsinoma insitu)


Papillar, terbatas pada mukosa
Submukosa
Lapisan otot superficial
Lapisan otot dalam
Lemak sekitar buli-buli
Ekstensi ke utertra pars prostatika
Organ sekitar
Metastasis ke kelenjar limfe regional
13

M+

Metastasis organ ekstra pelvis


Klasifikasi gradasi menunjukkan tingkat keganasan tumor:

Grade 1 : diferensiasi baik, epitel transisional lebih dari 7 lapis, displasia inti ringan, mitosis
jarang ditemukan.
Grade 2 : epitel menebal, polarisasi sel menghilang, mitosis sering ditemukan, displasia inti
derajat sedang.
Grade 3

: tergolong tidak berdiferensiasi, tidak ada persamaan dengan epitel normal, mitosis

banyak.
Type dan lokasi
Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
1

Efidermoid Ca

Kira-kira 5% neoplasma buli-buli squamosa cell, anaplastik, invasi


yang dalam dan cepat metastasenya

Adeno Ca

Sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus

Rhabdomyo sarcoma

Sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase


cepat dan biasanya fatal

Primary Malignant lymphoma

Neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan


hipertensi selama kencing

Ca dari pada kulit, melanoma, Mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh
lambung, paru dan mammae

endometriosis dapat terjadi

Patofisiologi
Batu saluran kemih adalah agregat polikristal yang terdiri dari sejumlah kristaloid dan
matrik organik. Pembentukan batu membutuhkan suasan urin yang tersupersaturasi.
Supersaturasi tergantung pada Ph, kekuatan ion, konsentrasi solute dan komplekasi. Konstituen
urin bisa berubah sedemikian rupa dari kondisi asam pada pagi hari ke akalis setelah makan.
Kekuatan ion ditentukan terutama oleh konsentrasi relatif ion monovalen. Pada saat kekuatan ion
meningkat, koefisien aktivitasnya menurun. Koefisien aktivitas merefleksikan keberadaan ion
tertentu.
Teori nukleasi menyatakan bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda
asing yang terendam dalam urin tersuperaturasi. Teori ini ditentang oleh argumen- argumen yang
14

memiliki dasar yang sama didengarnya. Batu tidak selalu terbentuk pada pasien dengan
hiperekskretor atau mereka yang memiliki resiko dehidrasi. Demikian juga urin tampung 24 jam
penderita batu adalah normal dalam hal konsentrasi ion untuk terjadinya pembentukkan batu.
Teori inhibitor kristal mengklaim bahwa batu terbentuk karena tidak adanya atau rendahnya
konsentrasi Inhibitor baru separti magnesium, sitrat, pirofosfat, asam glikoprotein dan sejumlah
logam- logam trace. Teori ini tidak cukup valid dengan adanya kenyataan bahwa pada banyak
orang dengan kekurangan bahan- bahan Inhibitor tersebut masih terjadi pembentukkan batu atau
sebaliknya pada orang yang berlimpah malah didapatkan batu. Ion-ion yang berada pada di
a.

dalam saluran kemih yang berperan dalam pembentukan buli- buli antara lain :
Kalsium. Kalsium adalah ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium plsma yang

terionisasi dan siap difiltrasi di glomerulus.


b. Oksalat. Oksalat adalah produk sampah metabolisme dan relatif Insolubel. Normalnya sekitar
10-50 % oksalat yang ditemukan di urin berasal dari diet. Sebagian besar adalah hasil
metabolisme.
c. Fosfat. Fosfat adalah buffer penting dan mengkompleks dengan kalsium dalam urin. Merupakan
komponen kunci batu kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat. Ekskresi fosfat urin pada
dewasa normal berkaitan dengan jumlah fosfat diet ( khususnya dalam daging dairy product dan
sayuran ).
d. Asam urat. Asam urat adalah sampah metabolisme urin. Pka asam urat

adalah 5,75. Asam uarat

yang tidak trdisosiasi akan dominan pada Ph dibawahnya.


e. Sodium. Walaupun bukan merupakan konstituen utama batu saluran kemih, sodium memainkan
peranan yang sangat penting dalaqm regulasi kristalisasi garam kalsium.
f. Sitrat. Sitrat sangat berpengaruh dalam hal pembentukkan batu kalsium. Defigiensi sitrat pada
umumnya dikaitkan dengan pembentukan batu pada penderita diare kronik, asidosis tubular
renal tipe 1 ( defek tubular distal ) dan pada penderita yang mengalami terapi tiazid jangka lama.
g. Magnesium. Defisiensi magnesium diet berhubungan dengan peningkatan insiden batu saluran
kemih. Magnesium adalah salah satu komponen batu struvit. Kekurangan magnesium diet telah
terbukti bisa menyebabkan peningkatan pembentukan batu kalsium oksalat dan kristaluria
kalsium oksalat.
h. Sulfat. Sulfat urin membantu mencegah pembentukan batu saluran kemih. Karena bisa
membentuk kompleks dengan kalsium, sulfat ini berperan terutama sebagai komponen protein
i.

urin, seperti kondritin sulfat dan heparin sulfat.


Inhibitor saluran kemih lain. Terutama terdiri dari protein urin dan makromolekul lain seperti
glikosaminoglikans, pirofosfat dan uropontin
15

Penyebab batu saluran kemih adalah pada umumnya multifaktorial. Meskipun telah
banyak diajukan teori mengenai terbentuknya batu saluran kemih, belum ada satupun teori yang
dapat menerangkan semua penyebab batu saluran kemih secara komprehensif. Namun demikian
faktor faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan batu tetap harus dicermati agar bisa
dilakukan deteksi dini dengan efektif. Faktor faktor yang sudah dikenali itu antara lain :
Kristaluria, sosioekonomi, pola diet, pekerjaan, ikilm, genetika/ keluarga dan medikasi. Kondisi
yang mempengaruhi terjadinya batu buli- buli telah begitu banyak dilaporkan, antara lain :
a. Disfungsi kemih yang kan menyebabkan statis urin atau refluks yang merupakan kondisi
optimal bagi kuman pemecah urea menyebabkan infeksi. Penyebabnya antara lain strikura uretra,
BPH, kontraktur leher, buli dan neurogenik spastik atau flasid. Telah dilaporkan bahwa ionfeksi
persisten buli- buli dan vagina pada pasien yang telah menjalani histerektomi dan iradiasi selama
27 tahun.
b. Iatrogenik dari suatu prosedur urologi. Pada suatu opersi retropubik urethropexy ( untuk
inkokntunensia urin di maksudkan mengangkat uerthrovesical junction ) digunakan sling dari
benang non- absorbable. Benag ini secaraq perlahan- lahan akan mengoresi dinding buli, hingga
masuk ke dalamnya dan menjadi puast pembentukan batu.
Palpasi bimanual
Palpasi bimanual dikerjakan dengan narkose umum pada saat sebelum dan sesudah reseksi tumor
TUR buli-buli. Jari telunjuk kanan melakukan colok dubur atau colok vagina, sedangkan tangan
kiri melakukan palpasi buli di daerah suprasimfisis untuk memperkirakan luas infiltrasi tumor.
Gejala klinis
Gejala pada kanker buli-buli tidaklah spesifik. Banyak penyakit-penyakit lain,
yang termasuk kondisi inflamasi, melibatkan ginjal dan kandung kemih, menunjukkan
gejala yang sama. Gejala pertama yang paling umum adalah adanya darah dalam urin
(hematuria). Hematuria dapat terlihat dengan mata telanjang, ataupun berada dalam level
mikroskopik. Gejala seperti adanya iritasi pada urinasi juga dapat dihubungkan dengan
kanker kantung kemih, seperti rasa sakit dan terbakar ketika urinasi, rasa tidak tuntas
ketika selesai urinasi, sering urinasi dalam jangka waktu yang pendek. Iritabilitas vesikal
dengan atau tanpa sakit biasanya menandakan adanya infiltrasi, walaupun tidak dalam
semua kasus.
16

Waspadai bila pasien datang dengan mengeluh hematuria yang bersifat:


1. Tanpa disertai rasa nyeri (painless).
2. Kambuhan (intermitten).
3. Terjadi pada seluruh proses miksi (hematuria total).
Seringkali karsinoma buli-buli tanpa disertai gejala disuri, tetapi pada karsinoma in situ
atau karsinoma yang sudah mengadakan infiltrasi luas tidak jarang menunjukkan gejala
iritasi bulu-buli.
Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien datang meminta
pertolongan karena tidak dapat miksi. Keluhan akibat penyakit yang telah lanjut berupa
gejala obstruksi saluran kemih bagian atas atau edema tungkai. Edema tungkai ini
disebabkan karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar
limfe yang membesar di daerah pelvis.terdapat nyeri pinggang jika tumor menyumbat
saluran kemih sehingga terjadi hidronefrosis.
Diagnosis
Walaupun hematuria dan iritabilitas vesikal merupakan gejala yang paling sering
dan menonjol dalam tumor epithelial, kedua gejala tersebut juga seringkali terjadi sebagai
bentuk dari kondisi-kondisi lain yang melibatkan organ urogenital lain. Dalam tubuh
orang dewasa, terutama yang berumur di atas 40 tahun, harus diwaspadai secara serius
akan kemungkinan adanya kanker kandung kemih, terutama bila dalam urin tidak
ditemukan adanya basil tuberkulus.
Pada pemeriksaan fisik terhadap penderita kanker buli biasanya jarang ditemui
adanya kelainan karena tumor tersebut merupakan tumor epitel transisional kandung
kemih yang letaknya superfisial dari buli-buli.Tumor tersebut baru dapat diraba bila tumor
tersebut sudah tumbuh keluar dari dinding buli-buli. Mengingat pada kanker ini mudah
terjadi metastasis ke kelenjar limfe regional, hati dan paru-paru.

17

Ada beberapa alat diagnosa yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosa terhadap
kanker kantung kemih. Namun sebuah diagnosa difinitif hanya dapat dilakukan setelah
memeriksa jaringan kantung kemih yang dilakukan oleh seorang patologis.
Beberapa pemeriksaan tambahan perlu dilakukan untuk membantu mendiagnosis kanker
buli :
1. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan yang ditemukan biasanya hanya ditemukan dalam darah dan urin. Gejala
anemia dapat dijumpai bila ada perdarahan dari tumor yang sudah lanjut. Dapat juga
ditemukan gejala ganggunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin dalam darah yang terjadi bila tumor tersebut menyumbat kedua muara
ureter. Selain pemeriksaan laboratorium rutin, diperiksa pula:

Sitologi urin, yaitu pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama urin.
Antigen permukaan sel dan flow cytometri, yaitu mendeteksi adanya
kelainan kromosom sel-sel urotelium.

2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Foto Polos Abdomen dan Pielografi Intra Vena (PIV) digunakan sebagai
pemeriksaan baku pada penderita yang diduga memiliki keganasan saluran kemih
termasuk juga keganasan buli-buli. Pada pemeriksaan ini selain melihat adanya filling
defek pada buli-buli juga mendeteksi adanya tumor sel transisional yang berada di ureter
atau pielum, dan dapat mengevaluasi ada tidaknya gangguan pada ginjal dan saluran
kemih yang disebabkan oleh tumor buli-buli tersebut. Didapatkannya hidroureter atau
hidronefrosis merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi tumor ke ureter atau muara
ureter.
Jika penderita alergi terhadap zat yang digunakan pada pemeriksaan PIV, maka dapat
dilakukan

pemeriksaan USG. Foto toraks juga

perlu dilakukan untuk

melihat bila ada metastasis ke paru-

paru.

18

3. Sistoskopi dan biopsi


Sistoskopi dilakukan oleh urologis, mengevaluasi kantung kemih dengan
pemeriksaan visual langsung dengan menggunakan sebuah alat khusus yaitu cytoscope.
Identifikasi dari sebuah tumor biasa dilakukan dengan cytoscopy. Banyak tumor yang
muncul dari bagian yang lebih tergantung dari kantung kemih, seperti basal, trigonum,
dan daerah di sekitar orifisium vesika. Namun mereka juga dapat muncul dimana saja.
Pemeriksaan sistoskopi (teropong buli-buli) dan biopsi mutlak dilakukan pada
penderita dengan persangkaan tumor buli-buli, terutama jika penderita berumur 40-45
tahun. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat ada atau tidaknya tumor di buli-buli
sekaligus dapat dilakukan biopsi untuk menentukan derajat infiltrasi tumor yang
menentukan terapi selanjutnya. Selain itu pemeriksaan ini dapat juga digunakan sebagai
tindakan pengobatan pada tumor superfisial (permukaan).
1.

CT scan atau MRI


Berguna untuk menentukan ekstensi tumor ke organ sekitarnya. CT scanning

merupakan x-ray detail dari tubuh, yang menunjukkan persimpangan-persimpangan dari


organ-organ yang mana tidak ditunjukkan oleh sinar x-ray konvensional. MRI lebih
sensitif dari CT Scan, yang memberikan keuntungan dapat mendeteksi kelenjar limfe
yang membesar di dekat tumor yang menunjukkan bahwa kanker telah menyebar ke
kelenjar limfe.

19

Diagnosis Banding :

Tumor ginjal atau tumor ureter

Endometriosis

Benign Prostatic Hipertrofi

Batu ginjal, ureter, buli

Tuberculosis traktus urinarius

Tumor cervix

Komplikasi
Dapat terjadi infeksi sekunder kandung kemih yang parah bila terdapat ulserasi tumor.
Pada obstruksi ureter, jarang terjadi infeksi ginjal. Bila tumor menginvasi leher buli, maka dapat
terjadi retensi urin. Cystitis, yang mana sering kali berada dalam tingkat yang harus diwaspadai,
merupakan hasil dari nekrosis dan ulserasi dari permukaan tumor. Ulserasi ini terkadang dapat
dilihat dalam kasus tumor-tumor yang tidak menembus, dari beberapa gangguan dengan aliran
darah, tetapi muncul dalam 30 persen kasus dimana tumor menembus. Kantung kemih yang
terkontraksi dengan kapasitas yang sangat kecil dapat mengikuti ulserasi dengan infeksi dan
infiltrasi ekstensif dalam dinding kantung kemih.
Kembalinya tumor dalam kantung kemih dapat menunjukkan tipe lain dari komplikasi.
Jika pertumbuhan tumor kembali terjadi di area yang sama, kemungkinan hal tersebut adalah
hasil dari perawatan yang kurang profesional dan kurang layak pada tumor asalnya. Namun
tumor, yang muncul di tempat lain di dalam kandung kemih harus berasal dari asal yang berbeda.
Kematian tidak jarang terjadi dikarenakan oleh komplikasi yang timbul karena
disebabkan oleh tumor itu sendiri atau perawatan atas tumor tersebut. Hidroneprosis dan
20

urosepsis, dengan gagal renal, toxemia, cachexia, dan kelelahan fisik dari iritabilitas vesikal,
sering kali menjadi suatu gambaran yang harus diperhatikan. Hidronefrosis dapat disebabkan
oleh oklusi ureter. Bila terjadi bilateral, terjadilah uremia.

Terapi
Tindakan yang pertama kali dilakukan pada pasien karsinoma buli-buli adalah reseksi
buli-buli transuretra atau TUR buli-buli. Pada tindakan ini dapat ditentukan luas infiltrasi tumor.
Terapi selanjutnya tergantung pada stadiumnya, antara lain:
1. Tidak perlu terapi lanjutan akan tetapi selalu mendapat pengawasan yang ketat.
2. Instilasi intravesika dengan obat-obat Mitosimin C, BCG, 5-Fluoro Uracil,
Siklofosfamid, Doksorubisin, atau dengan Interferon
Dilakukan dengan cara memasukkan zat kemoterapeutik ke dalam buli melalui
kateter. Cara ini mengurangi morbidatas pada pemberian secara sistemik. Terapi
ini dapat sebagai profilaksis dan terapi, mengurangi terjadinya rekurensi pada
pasien yang sudah dilakukan reseksi total dan terapi pada pasien dengan tumor
buli superfisial yang mana transuretral reseksi tidak dapat dilakukan.
Zat ini diberikan tiap minggu selama 6-8 minggu, lalu dilakukan maintenan terapi
sebulan atau dua bulan sekali. Walaupun toksisitas lokal sering terjadi, toksisitas
sistemik jarang terjadi karena ada pembatasan absorbsi di lumen buli. Pada apsien
gross hematuri sebaiknya menghindari cara ini karena dapat menyebabkan
komplikasi sistemik berat. Efisiensi obat dapat dicapai dengan membatasi intake
cairan sebelum terapi, pasien dianjurkan berbaring dengan sisi berbeda, tidak
berkemih 1-2 jam setelah terapi.
3. Sistektomi parsial, radikal atau total
Sisteksomi parsial dilakukan pada tumor infiltratif, soliter yang berlokasi di
sepanjang dinding posterolateral atau puncak buli. Pada sistektomi radikal
dilakukan pengangkatan seluruh buli dan jaringan atau organ di sekitarnya. Pada
pria, dilakukan pengangkatan buli, jaringan lemak sekitarnya, prostat dan vesika
21

seminalis. Pada wanita dilakukan pengangkatan buli, ceviks, uterus, vagina


anterior atas, ovarium.
Sistektomi radikal adalah pengangkatan buli-buli dan jaringan sekitarnya
(pada pria berupa sistoprostatektomi) dan selanjutnya aliran urin dari kateter
dialirkan melalui beberapa cara diversi urine, antara lain:
a. Ureterosigmoidostomi
Yaitu membuat anastomosis kedua ureter ke dalam sigmoid. Cara ini sekarang
tidak banyak dipakai lagi karena banyak menimbulkan penyulit.
b. Konduit usus
Yaitu mengganti buli-buli dengan ileum sebagai penampung urin, sedangkan
untuk mengeluarkan urin dipasang kateter menetap melalui sebuah stoma. Saat ini
tidak banyak dikerjakan lagi karena tidak praktis.
c. Diversi urin kontinen
Yaitu mengganti buli-buli dengan segmen ileum dengan membuat stoma yang
kontinen (dapat menahan urin pada volume tertentu). Urin kemudian dikeluarkan
melalui stoma dengan kateterisasi mandiri secara berkala. Cara diversi urin ini
yang terkenal adalah cara Kock pouch dan Indiana pouch.
d. Diversi urin Orthotopic
Adalah membuat neobladder dari segmen usus yang kemudian dilakukan
anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa lebih fisiologis untuk pasien, karena
berkemih melalui uretra dan tidak memakai stoma yang dipasang di abdomen.
4. Radiasi eksterna
Radiasi eksterna diberikan selama 5-8 minggu. Merupakan alternatif selain
sistektomi radikal pada tumor ilfiltratif yang dalam. Rekurensi lokal sering terjadi.
5. Terapi ajuvan dengan kemoterapi sistemik antara lain regimen sisplatinumSiklofosfamid dan Adriamisin
Stadium
Superfisial

Tindakan
TUR Buli / Fulgurasi

(Stadium 0 A)

Instilasi intravesika
22

Invasif

TUR Buli

(Stadium B-C-D1)

Sistektomi/ radiasi

Metastasis

Ajuvantivus kemoterapi

(Stadium D2)

Radiasi paliatif

Pada pasienn tumor buli kadang ditemukan metastase regional atau metastase
jauh. Dan sekitar 30-40% pasien denagn tumor invasif akan bermetastase jauh
meskipun sudah dilakukan sistektomi radikal dan radioterapi.
Pemberian single kemoterapi agentatau kombinasi menunjukkan respon yang baik
pada pasien tumor buli metastase. Respon meningkat pada pemberian kombinasi:
methotrexate, vinblastin, cisplastin, doxorubicin, siklofosfamid.
Kontrol berkala
Semua pasien karsinome buli harus mendapatkan pemeriksaan secara berkala, dan secara
rutin dilakukan pemeriksaan klinis, sitologi urin serta sistoskopi. Jadwal pemeriksaan berkala itu
pada :
1. Tahun pertama dilakukan setiap 3 bulan sekali.
2. Tahun kedua setiap 4 bulan sekali.
3. Tahun ketiga dan seterusnya: setiap 6 bulan.
Prognosis :
Tumor superfisial yang berdiferensiasi baik dapat timbul kembali, atau muncul papiloma
baru. Dengan kewaspadaan konstan, sistoskopi berkala diperlukan minimal 3 tahun. Tumor baru
juga dapat dikontrol dengan cara transuretral, tapi bila muncul kembali, kemungkinan akan
menjadi lebih invasif dan ganas. Sistektomi dan radio terapi harus dipertimbangkan kemudian.
Secara umum, prognosis tumor buli bergantung pada derajat invasi dan diferensiasi. Pada
tumor Grade 1,2, Stage 0, A, B1 hasil terbaik didapatkan dengan reseksi transuretral. Sistektomi
dapat untuk mengatasi 15-25% tumor Grade 3,4, Stage B2, C dengan persentasi kematian saat
operasi sebesar 5-15%. Radioterapi pada neoplasma ganas dapat mengontrol 15-20% neoplasma
selama 5 tahun.

23

Tumor yang telah menyebar ke lebih dari setengah jalan melewati muskularis biasanya
tidak lagi terlokasi ke kantung kemih. kemungkinan bertahan hidup 5 tahun dari kasus-kasus
seperti ini setelah sistektomi sederhana hanya 10 persen. Ketika tumor menembus hingga sangat
dalam, muncul kemungkinan kematian yang lebih tinggi setelah kegagalan untuk membuang
semua tumor tersebut dengan sistektomi. Elektrosisi transurethral dan elektrokoagulasi diketahui
memberikan kenyamanan untuk berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Terkadang radiasi
eksternal dengan kontrol dari hemorrhage dan transplantasi uretral ke dalam kulit akan
mengurangi iritabilitas vesikal. Lebih jauh lagi, pemecahan dari arus urinase dalam kasus
tertentu dapat diikuti oleh penurunan dari masa total dari tumor.
Secara umum, pandangan-pandangan sebagian besar bergantung pada apakah tumor
tersebut terlokasi di kantung kemih saja atau telah menyebar ke daerah di luar nya. Tumor yang
terlokalisasi biasanya telah menginfiltrasi kurang dari setengah jalan menembus muskularis.
Sebuah prognosis yang bagus dapat diharapkan tercapai hanya setelah pemusnahan menyeluruh
dari lokalisasi tumor sejenis dan kontrol atas kemungkinan datang kembalinya tumor yang
teridentifikasi lewat pemeriksaam sistoskopik secara reguler sepanjang sisa hidup pasien.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Interna Publishing. 2009
2. Glassock RJ dalam: Current Therapy in Nephrology and Hypertension, Ed 3.St. Louis:
McGraw-Hill 1992
3. M.Baldy, Catherine dalam : Gangguan Sel Darah Merah. Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Vol.1, ed. 6. Jakarta: EGC 2002
4. Harrisons Manual of Oncology. Bruce A. Chabner MD, Thomas J. Lynch, Jr MD, L.
Longo, A.B MD, FACP. Mc Grwa Hill. 2008.

25

Anda mungkin juga menyukai