PENDAHULUAN
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri dari 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Disebelah dalam otot longitudinal, ditengah merupakan otot sirkuler, dan paling
luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama
seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli
kedua muara ureter dan meatus ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga
yang disebut trigonum buli-buli.
Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1) permukaan superior
yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferolateral, dan (3) permukaan
posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300450 ml. Sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari Koff adalah :
Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2}x30 ml
Pada saat kosong, buli-buli terletak dibelakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada
di atas simfisis sehingga dapat di palpasi dan diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan
rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen
sakral S2-S4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan
relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.
Salah satu penyakit yang termasuk masalah kesehatan masyarakat adalah kanker sistem
urogenitalia. Tumor buli-buli paling sering menyerang 3 kali lebih sering dari tumor urogenital
lain. Sebagian besar (atau 90%) tumor buli-buli adalah karsinoma sel transisional.
Di Amerika Serikat keganasan ini merupakan penyebab kematian ke enam dari seluruh
penyakit kaganasan, dan pada tahun 1996 yang lalu diperkirakan ditemukan 52.900 kasus baru
kanker buli-buli. Di Indonesia berdasarkan pendataan hasil pemeriksaan jaringan yang
dilakukan selama 3 tahun diketahui bahwa kanker buli-buli menempati urutan kesepuluh dari
tumor ganas primer pada pria.
BAB II
STATUS PASIEN
: Ny. N
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 71 Tahun
Alamat
Status Menikah
: Kawin
No. RM
: 127744
R. Rawat
: Ruang Edelweis
Tanggal masuk
: 20 Oktober 2015
Tanggal keluar
: 29 Oktober 2015
II.2 ANAMNESIS
Autoanamnesa pada 20 Oktober 2015
Keluhan tambahan : Lemas sejak 1 minggu yang lalu disertai Nyeri perut bawah
sampai dengan ke pinggang
timbul dengan interval waktu sekitar 1 jam, nyeri muncul dan dirasakan lebih berat pada
saat malam. Nyeri dirasa seperti ditusuk tusuk dan seperti diremas. Nyeri diatasi
dengan obat obatan pada saat menjalani perawatan di RST Edelweis, nyeri yang
dirasakan berkurang.
Pasien juga mengeluhkan penurunan nafsu makan semenjak keluhan timbul. Pola
makan pasien masih teratur tetapi dengan porsi yang lebih sedikit dibanding biasanya
dengan hanya makan kurang lebih 4 sendok makan. Pasien tidak pernah merasa demam
sejak awal keluhan timbul.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat ISK
: disangkal
Riwayat Dyspepsia
: di akui
Riwayat keganasan
: disangkal
Riwayat Hipertensi
Riwayat DM
Riwayat Alergi Obat
Riwayat Keganasan
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Kebiasaan
Merokok
Alkohol
: disangkal
: disangkal
RPO
Ranitidin P.O yang diakui oleh anak pasien yang menyediakan obat bersangkutan,
dikonsumsi pasien setiap perut terasa nyeri
Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
TD
: 120/80 mmHg
: 86 /mnt
: 20 /mnt
: 36,0C
Berat Badan
: 65 Kg
Tinggi Badan
: 155 cm
IMT
: 27
Status Gizi
: Overweight
Bentuk kepala
: Normocephal
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
4
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Tympani (+)
Auskultasi
: BU (+) normal
Ekstremitas
20/10/2015
25/10/2015
Nilai Rujukan
Hemoglobin
8.7*
11.0**
11.5-16.5 g/dL
Hematokrit
26.2 *
32.5 **
37 47%
Eritrosit
3.65*
4.38 *
4.3 6.0juta/uL
Leukosit
11.7
12.5*
4.800 10.800/uL
Trombosit
451000
300000 *
150.000 400.000/uL
MCV
74.3
74.3
75-100 fL
MCH
23.8
25.1
27 32 pg
MCHC
35
36
32 36 g/dL
HEMATOLOGI
KIMIA KLINIK
Ureum
39
20 50 mg/dL
Kreatinin
0.7
Albumin
3.8
3.5-5.0 g/dL
128
Natrium (Na)
137
Kalium (K)
3.6
Klorida (Cl)
96
95 105 mmol/L
Glukosa
Darah
Sewaktu (GDS)
JENIS PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI RUJUKAN
JENIS PEMERIKSAAN
Urinalisis
(22/09/2014 ) HASIL
SERUM LAB
( 20/10/2015 )
URIN LENGKAP
Warna
Kemerahan
Glucose
Kejernihan
Keruh
pH Urea
6.0
Berat jenis
1.025
Protein
Negatif
Glukosa
Negatif
Creatinin
SGOT
NILAI RUJUKAN
Kuning
128
70-110
Jernih
28
4.6 8-50
8.0
1.010 1.030
0-1.3
Negatif
15
3-35
Negatif
SGPT
12
Hasil Rontgen abdomen (20/10/2015) AP View
8-41
Opasitas di Proyeksi cavum pelvis dextra, soliter, ukuran kecil suspect ureterolitiasis
Spondylosis Lumbalis
II.5 RESUME
Pasien wanita usia 71 th dengan keluhan utama BAK bercampur darah sejak 6 bulan yang
lalu. lemah yang dirasakan 1 minggu SMRS dan mengeluh BAK yang berwarna kemerahan dan
penurunan nafsu makan.
Dari Px fisik ditemukan konjunctiva anemis +/+, adanya pembesaran pada bagian perut bawah,
teraba keras dan semakin hari semakin membesar, tidak terdapat nyeri tekan. dari hasil
perhitungan antara tinggi badan dan berat badan didapatkan IMT pasien termasuk kedalam
kategori overweight.
7
DAFTAR MASALAH
Anemia Normositik normokrom ec. Hematuri
Ca.Buli
II.7 PENGKAJIAN
II.7.1 Anemia normositik normokrom ec. hematuri
Anamnesis : lemah yang dirasakan 1 minggu SMRS dan mengeluh BAK yang berwarna
kemerahan dan penurunan nafsu makan.
Pemeriksaan fisik : konjungtiva anemis (+)/(+)
Pemeriksaan penunjang : Hb 10.2 mg/dl 6.3 mg/dl
Ht 29% 18%
Eritrosit 3.4 jt 2.0 jt
MCV 85fl 90 fl
MCH 30 pg 32 pg
II.7.2 Ca.Buli
Anamnesis : pasien mengeluhkan BAK kemerahan dan perut yang membesar.
Pemeriksaan fisik : pada inspeksi abdeomen terlihat pembesaran abdomen bagian dari
perut bawah hingga tengah.
II.8
II.9
RENCANA TERAPI
Transfusi dengan target Hb 10 mg/dl
Total transfusi yang dibutuhkan : Hb x BB x 3ml = 4 x 65kg x 3ml = 780 cc
RL 20 tts
Pantomex 2x1 mg
Plasminex 3x500
Cefomax 2x1 gr
Dexketoprofen 2x1 gr
Irigasi
Pulang : 29 Oktober 2015
Kontrol : 2-11-2015
Terapi setelah perawatan :
- Simfix
- Kalnex
- Dexketoprofen
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Carcinoma Buli
Karsinoma buli-buli merupakan suatu karsinoma yang berasal dari jaringan pada bulibuli. Sebagian besar karsinoma buli-buli merupakan karsinoma sel transisional (karsinoma yang
berasal dari sel yang secara normal berada pada lapisan terdalam dari buli-buli). Tipe lain dari
karsinoma buli-buli yakni karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma.
Karsinoma buli-buli merupakan 2% dari keganasan dan merupakan keganasan kedua
terbanyak pada sistem urogenitalia setelah karsinoma prostat. Rata-rata usia penderita adalah 65
tahun. Karsinoma ini lebih sering terjadi pada kelompok golongan kulit putih dibanding orang
kulit hitam dimana rasio laki-laki dibanding perempuan yaitu 2,7:1. 85% terlokalisasi di buli-buli
dan 15% menyebar ke limfonodus regional atau ke tempat yang lebih jauh. Sekali diagnosis
ditegakkan maka tendensi untuk berulang sepanjang waktu dan lokasi yang baru pada traktus
urinarius dapat terjadi sehingga diperlukan monitoring yang berkelanjutan.
III.1.1 Etiologi
Etiologi karsinoma buli-buli kebanyakan belum jelas. Saat ini faktor terkait yang umum
diakui adalah :
Non Genetik
1.
Merokok
Sekitar 50% laki-laki dan 31% perempuan yang menderita karsinoma buli-buli memiliki
riwayat merokok. Risiko terkena karsinoma buli-buli meningkat dua kali lipat pada perokok
dibandingkan dengan yang bukan perokok.Diduga agen penyebabnya adalah alfa dan beta2.
3.
4.
5.
buatan belum sepenuhnya diyakini sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma buli-buli.
Obat-obatan dan penyakit
Penggunaan analgetik fenasetin berhubungan dengan penyakit ginjal kronik dan dapat
berkembang menjadi kanker pada buli-buli, ureter dan pelvis ginjal. Penggunaan agen
sitotoksik/imunosupresif seperti siklofosfamid meningkatkan risiko terjadinya kanker bulibuli hingga 9 kali dengan periode laten kurang dari 10 tahun. Iradiasi daerah pelvis pada
kanker prostat, kanker serviks atau kanker ovarium dapat meningkatkan risiko terjadinya
karsinoma buli-buli sekunder.
Schistosomiasis yang disebabkan oleh trematoda Schistosoma hematobium, yang endemik
di daerah Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Afrika, dihubungkan dengan berkembangnya
karsinoma buli-buli. Pada daerah endemik, karsinoma buli-buli yang sering ditemukan
berbentuk
tumor
solid.Sebagian
besar
dari
kasus
merupakan
squamous
cell
carcinoma.
Faktor lainnya
Iritasi kronis mukosa buli-buli, seperti infeksi kronis, batu buli-buli serta obtruksi
uretral.Leukoplakia mukosa, sistisis adenomatosa dianggap sebagai lesi prekanker, dapat
10
menginduksi perubahan ke ganas. Adanya parasit dalam buli-buli dapat menjadi faktor
prediposisi karsinoma buli-buli.
III.1.3 Klasifikasi
Karsinoma buli-buli terdiri atas beberapa tipe yaitu:
1.
non-invasif.
Karsinoma sel transisional tipe sesile muncul dengan bentuk yang kurang frondular, lebih
solid dan dengan dasar yang lebih luas. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk
2.
3.
4.
KODE
KET
Tis
Tx
To
T1
T2
T3
T3a
T3b
T4
10
T4a
11
T4b
Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen
No
KODE
Nx
KET
Minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
12
No
N1
N2
N3
Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebeas
antaranya dan tumor
6
c.
N4
d.
M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh. Pemeriksaan klinis ,
thorax foto, dan test biokimia
No
KODE
KET
Mx
M1
M1a
M1b
M1c
M1d
Stadium
Klasifikasi stadium TNM karsinoma buli-buli menurut UICC: (2)
Tis
TA
T1
T2
T3a
T3b
T4a
T4b
N+
M+
Grade 1 : diferensiasi baik, epitel transisional lebih dari 7 lapis, displasia inti ringan, mitosis
jarang ditemukan.
Grade 2 : epitel menebal, polarisasi sel menghilang, mitosis sering ditemukan, displasia inti
derajat sedang.
Grade 3
: tergolong tidak berdiferensiasi, tidak ada persamaan dengan epitel normal, mitosis
banyak.
Type dan lokasi
Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
1
Efidermoid Ca
Adeno Ca
Rhabdomyo sarcoma
Ca dari pada kulit, melanoma, Mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh
lambung, paru dan mammae
Patofisiologi
Batu saluran kemih adalah agregat polikristal yang terdiri dari sejumlah kristaloid dan
matrik organik. Pembentukan batu membutuhkan suasan urin yang tersupersaturasi.
Supersaturasi tergantung pada Ph, kekuatan ion, konsentrasi solute dan komplekasi. Konstituen
urin bisa berubah sedemikian rupa dari kondisi asam pada pagi hari ke akalis setelah makan.
Kekuatan ion ditentukan terutama oleh konsentrasi relatif ion monovalen. Pada saat kekuatan ion
meningkat, koefisien aktivitasnya menurun. Koefisien aktivitas merefleksikan keberadaan ion
tertentu.
Teori nukleasi menyatakan bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda
asing yang terendam dalam urin tersuperaturasi. Teori ini ditentang oleh argumen- argumen yang
14
memiliki dasar yang sama didengarnya. Batu tidak selalu terbentuk pada pasien dengan
hiperekskretor atau mereka yang memiliki resiko dehidrasi. Demikian juga urin tampung 24 jam
penderita batu adalah normal dalam hal konsentrasi ion untuk terjadinya pembentukkan batu.
Teori inhibitor kristal mengklaim bahwa batu terbentuk karena tidak adanya atau rendahnya
konsentrasi Inhibitor baru separti magnesium, sitrat, pirofosfat, asam glikoprotein dan sejumlah
logam- logam trace. Teori ini tidak cukup valid dengan adanya kenyataan bahwa pada banyak
orang dengan kekurangan bahan- bahan Inhibitor tersebut masih terjadi pembentukkan batu atau
sebaliknya pada orang yang berlimpah malah didapatkan batu. Ion-ion yang berada pada di
a.
dalam saluran kemih yang berperan dalam pembentukan buli- buli antara lain :
Kalsium. Kalsium adalah ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium plsma yang
Penyebab batu saluran kemih adalah pada umumnya multifaktorial. Meskipun telah
banyak diajukan teori mengenai terbentuknya batu saluran kemih, belum ada satupun teori yang
dapat menerangkan semua penyebab batu saluran kemih secara komprehensif. Namun demikian
faktor faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan batu tetap harus dicermati agar bisa
dilakukan deteksi dini dengan efektif. Faktor faktor yang sudah dikenali itu antara lain :
Kristaluria, sosioekonomi, pola diet, pekerjaan, ikilm, genetika/ keluarga dan medikasi. Kondisi
yang mempengaruhi terjadinya batu buli- buli telah begitu banyak dilaporkan, antara lain :
a. Disfungsi kemih yang kan menyebabkan statis urin atau refluks yang merupakan kondisi
optimal bagi kuman pemecah urea menyebabkan infeksi. Penyebabnya antara lain strikura uretra,
BPH, kontraktur leher, buli dan neurogenik spastik atau flasid. Telah dilaporkan bahwa ionfeksi
persisten buli- buli dan vagina pada pasien yang telah menjalani histerektomi dan iradiasi selama
27 tahun.
b. Iatrogenik dari suatu prosedur urologi. Pada suatu opersi retropubik urethropexy ( untuk
inkokntunensia urin di maksudkan mengangkat uerthrovesical junction ) digunakan sling dari
benang non- absorbable. Benag ini secaraq perlahan- lahan akan mengoresi dinding buli, hingga
masuk ke dalamnya dan menjadi puast pembentukan batu.
Palpasi bimanual
Palpasi bimanual dikerjakan dengan narkose umum pada saat sebelum dan sesudah reseksi tumor
TUR buli-buli. Jari telunjuk kanan melakukan colok dubur atau colok vagina, sedangkan tangan
kiri melakukan palpasi buli di daerah suprasimfisis untuk memperkirakan luas infiltrasi tumor.
Gejala klinis
Gejala pada kanker buli-buli tidaklah spesifik. Banyak penyakit-penyakit lain,
yang termasuk kondisi inflamasi, melibatkan ginjal dan kandung kemih, menunjukkan
gejala yang sama. Gejala pertama yang paling umum adalah adanya darah dalam urin
(hematuria). Hematuria dapat terlihat dengan mata telanjang, ataupun berada dalam level
mikroskopik. Gejala seperti adanya iritasi pada urinasi juga dapat dihubungkan dengan
kanker kantung kemih, seperti rasa sakit dan terbakar ketika urinasi, rasa tidak tuntas
ketika selesai urinasi, sering urinasi dalam jangka waktu yang pendek. Iritabilitas vesikal
dengan atau tanpa sakit biasanya menandakan adanya infiltrasi, walaupun tidak dalam
semua kasus.
16
17
Ada beberapa alat diagnosa yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosa terhadap
kanker kantung kemih. Namun sebuah diagnosa difinitif hanya dapat dilakukan setelah
memeriksa jaringan kantung kemih yang dilakukan oleh seorang patologis.
Beberapa pemeriksaan tambahan perlu dilakukan untuk membantu mendiagnosis kanker
buli :
1. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan yang ditemukan biasanya hanya ditemukan dalam darah dan urin. Gejala
anemia dapat dijumpai bila ada perdarahan dari tumor yang sudah lanjut. Dapat juga
ditemukan gejala ganggunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin dalam darah yang terjadi bila tumor tersebut menyumbat kedua muara
ureter. Selain pemeriksaan laboratorium rutin, diperiksa pula:
Sitologi urin, yaitu pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama urin.
Antigen permukaan sel dan flow cytometri, yaitu mendeteksi adanya
kelainan kromosom sel-sel urotelium.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Foto Polos Abdomen dan Pielografi Intra Vena (PIV) digunakan sebagai
pemeriksaan baku pada penderita yang diduga memiliki keganasan saluran kemih
termasuk juga keganasan buli-buli. Pada pemeriksaan ini selain melihat adanya filling
defek pada buli-buli juga mendeteksi adanya tumor sel transisional yang berada di ureter
atau pielum, dan dapat mengevaluasi ada tidaknya gangguan pada ginjal dan saluran
kemih yang disebabkan oleh tumor buli-buli tersebut. Didapatkannya hidroureter atau
hidronefrosis merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi tumor ke ureter atau muara
ureter.
Jika penderita alergi terhadap zat yang digunakan pada pemeriksaan PIV, maka dapat
dilakukan
paru.
18
19
Diagnosis Banding :
Endometriosis
Tumor cervix
Komplikasi
Dapat terjadi infeksi sekunder kandung kemih yang parah bila terdapat ulserasi tumor.
Pada obstruksi ureter, jarang terjadi infeksi ginjal. Bila tumor menginvasi leher buli, maka dapat
terjadi retensi urin. Cystitis, yang mana sering kali berada dalam tingkat yang harus diwaspadai,
merupakan hasil dari nekrosis dan ulserasi dari permukaan tumor. Ulserasi ini terkadang dapat
dilihat dalam kasus tumor-tumor yang tidak menembus, dari beberapa gangguan dengan aliran
darah, tetapi muncul dalam 30 persen kasus dimana tumor menembus. Kantung kemih yang
terkontraksi dengan kapasitas yang sangat kecil dapat mengikuti ulserasi dengan infeksi dan
infiltrasi ekstensif dalam dinding kantung kemih.
Kembalinya tumor dalam kantung kemih dapat menunjukkan tipe lain dari komplikasi.
Jika pertumbuhan tumor kembali terjadi di area yang sama, kemungkinan hal tersebut adalah
hasil dari perawatan yang kurang profesional dan kurang layak pada tumor asalnya. Namun
tumor, yang muncul di tempat lain di dalam kandung kemih harus berasal dari asal yang berbeda.
Kematian tidak jarang terjadi dikarenakan oleh komplikasi yang timbul karena
disebabkan oleh tumor itu sendiri atau perawatan atas tumor tersebut. Hidroneprosis dan
20
urosepsis, dengan gagal renal, toxemia, cachexia, dan kelelahan fisik dari iritabilitas vesikal,
sering kali menjadi suatu gambaran yang harus diperhatikan. Hidronefrosis dapat disebabkan
oleh oklusi ureter. Bila terjadi bilateral, terjadilah uremia.
Terapi
Tindakan yang pertama kali dilakukan pada pasien karsinoma buli-buli adalah reseksi
buli-buli transuretra atau TUR buli-buli. Pada tindakan ini dapat ditentukan luas infiltrasi tumor.
Terapi selanjutnya tergantung pada stadiumnya, antara lain:
1. Tidak perlu terapi lanjutan akan tetapi selalu mendapat pengawasan yang ketat.
2. Instilasi intravesika dengan obat-obat Mitosimin C, BCG, 5-Fluoro Uracil,
Siklofosfamid, Doksorubisin, atau dengan Interferon
Dilakukan dengan cara memasukkan zat kemoterapeutik ke dalam buli melalui
kateter. Cara ini mengurangi morbidatas pada pemberian secara sistemik. Terapi
ini dapat sebagai profilaksis dan terapi, mengurangi terjadinya rekurensi pada
pasien yang sudah dilakukan reseksi total dan terapi pada pasien dengan tumor
buli superfisial yang mana transuretral reseksi tidak dapat dilakukan.
Zat ini diberikan tiap minggu selama 6-8 minggu, lalu dilakukan maintenan terapi
sebulan atau dua bulan sekali. Walaupun toksisitas lokal sering terjadi, toksisitas
sistemik jarang terjadi karena ada pembatasan absorbsi di lumen buli. Pada apsien
gross hematuri sebaiknya menghindari cara ini karena dapat menyebabkan
komplikasi sistemik berat. Efisiensi obat dapat dicapai dengan membatasi intake
cairan sebelum terapi, pasien dianjurkan berbaring dengan sisi berbeda, tidak
berkemih 1-2 jam setelah terapi.
3. Sistektomi parsial, radikal atau total
Sisteksomi parsial dilakukan pada tumor infiltratif, soliter yang berlokasi di
sepanjang dinding posterolateral atau puncak buli. Pada sistektomi radikal
dilakukan pengangkatan seluruh buli dan jaringan atau organ di sekitarnya. Pada
pria, dilakukan pengangkatan buli, jaringan lemak sekitarnya, prostat dan vesika
21
Tindakan
TUR Buli / Fulgurasi
(Stadium 0 A)
Instilasi intravesika
22
Invasif
TUR Buli
(Stadium B-C-D1)
Sistektomi/ radiasi
Metastasis
Ajuvantivus kemoterapi
(Stadium D2)
Radiasi paliatif
Pada pasienn tumor buli kadang ditemukan metastase regional atau metastase
jauh. Dan sekitar 30-40% pasien denagn tumor invasif akan bermetastase jauh
meskipun sudah dilakukan sistektomi radikal dan radioterapi.
Pemberian single kemoterapi agentatau kombinasi menunjukkan respon yang baik
pada pasien tumor buli metastase. Respon meningkat pada pemberian kombinasi:
methotrexate, vinblastin, cisplastin, doxorubicin, siklofosfamid.
Kontrol berkala
Semua pasien karsinome buli harus mendapatkan pemeriksaan secara berkala, dan secara
rutin dilakukan pemeriksaan klinis, sitologi urin serta sistoskopi. Jadwal pemeriksaan berkala itu
pada :
1. Tahun pertama dilakukan setiap 3 bulan sekali.
2. Tahun kedua setiap 4 bulan sekali.
3. Tahun ketiga dan seterusnya: setiap 6 bulan.
Prognosis :
Tumor superfisial yang berdiferensiasi baik dapat timbul kembali, atau muncul papiloma
baru. Dengan kewaspadaan konstan, sistoskopi berkala diperlukan minimal 3 tahun. Tumor baru
juga dapat dikontrol dengan cara transuretral, tapi bila muncul kembali, kemungkinan akan
menjadi lebih invasif dan ganas. Sistektomi dan radio terapi harus dipertimbangkan kemudian.
Secara umum, prognosis tumor buli bergantung pada derajat invasi dan diferensiasi. Pada
tumor Grade 1,2, Stage 0, A, B1 hasil terbaik didapatkan dengan reseksi transuretral. Sistektomi
dapat untuk mengatasi 15-25% tumor Grade 3,4, Stage B2, C dengan persentasi kematian saat
operasi sebesar 5-15%. Radioterapi pada neoplasma ganas dapat mengontrol 15-20% neoplasma
selama 5 tahun.
23
Tumor yang telah menyebar ke lebih dari setengah jalan melewati muskularis biasanya
tidak lagi terlokasi ke kantung kemih. kemungkinan bertahan hidup 5 tahun dari kasus-kasus
seperti ini setelah sistektomi sederhana hanya 10 persen. Ketika tumor menembus hingga sangat
dalam, muncul kemungkinan kematian yang lebih tinggi setelah kegagalan untuk membuang
semua tumor tersebut dengan sistektomi. Elektrosisi transurethral dan elektrokoagulasi diketahui
memberikan kenyamanan untuk berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Terkadang radiasi
eksternal dengan kontrol dari hemorrhage dan transplantasi uretral ke dalam kulit akan
mengurangi iritabilitas vesikal. Lebih jauh lagi, pemecahan dari arus urinase dalam kasus
tertentu dapat diikuti oleh penurunan dari masa total dari tumor.
Secara umum, pandangan-pandangan sebagian besar bergantung pada apakah tumor
tersebut terlokasi di kantung kemih saja atau telah menyebar ke daerah di luar nya. Tumor yang
terlokalisasi biasanya telah menginfiltrasi kurang dari setengah jalan menembus muskularis.
Sebuah prognosis yang bagus dapat diharapkan tercapai hanya setelah pemusnahan menyeluruh
dari lokalisasi tumor sejenis dan kontrol atas kemungkinan datang kembalinya tumor yang
teridentifikasi lewat pemeriksaam sistoskopik secara reguler sepanjang sisa hidup pasien.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Interna Publishing. 2009
2. Glassock RJ dalam: Current Therapy in Nephrology and Hypertension, Ed 3.St. Louis:
McGraw-Hill 1992
3. M.Baldy, Catherine dalam : Gangguan Sel Darah Merah. Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Vol.1, ed. 6. Jakarta: EGC 2002
4. Harrisons Manual of Oncology. Bruce A. Chabner MD, Thomas J. Lynch, Jr MD, L.
Longo, A.B MD, FACP. Mc Grwa Hill. 2008.
25