PENDAHULUAN
Abses hati adalah penyakit yang ada sejak zaman dahulu yang sering
berhubungan dengan akut appendicitis atau infeksi intra-abdominal. Menurut Su
et al (2010), lebih banyak pasien laki-laki (63.5%) yang terkena abses hati dari
pada perempuan (36.5%). Pada laki- laki cenderung berusia lebih muda untuk
terkena abses hati dari pada perempuan. Angka mortalitas abses hati pyogenic
sangat tinggi bisa mencapai hampir 40% karena pada saat hingga tahun 1980, itu
belum diketahui bahwa antibiotik dapat menjadi pilihan terapi. Dengan adanya
antibiotika, maka angka mortalitas dapat diketahui hingga kurang dari 10%.
Angka kematian yang mencapai 30% biasanya menandakan keberadaan
komplikasi seperti ruptur abses. Jika pasien memiliki faktor komorbid yang
mendukung untuk terjadinya prognosis yang lebih buruk maka akan menaikkan
mortality rate hingga tiga kali lipat.
Abses hati pyogenic terjadi karena adanya infeksi oleh bakteri aerob maupun
anaerob yang mengarah ke descending infection. Bakteri tersebut masuk melalui
sirkulasi sistemik, seperti sistem portal, yang akhirnya menyebabkan rusaknya sel
pada jaringan hati. Selain sirkulasi sistemik, abses hati pyogenic juga dapat
disebabkan oleh obstruksi dari saluran empedu. Hal ini menyebabkan kenaikan
marker laboratorium, seperti bilirubin, SGOT dan SGPT, serta didapatkan
penurunan Hb dan albumin pada pasien abses hati pyogenic. Kerusakan yang
disebabkan oleh bakteri kebanyakan multiple pada lobus kanan abses hati.
Pada abses hati yang disebabkan oleh bakteri pyogenic, lebih banyak terjadi di
Amerika dengan angka kejadian 2.3 dari 100.000 populasi yang akan meningkat
seiring naiknya faktor usia. Abses hati pyogenic juga sering terjadi pada Asia
barat. Pada Asia barat 84% pasien terdiagnosis sebagai abses hati karena bakteri
pyogenic, yaitu Klebsiella pneumoniae. Abses hati karena bakteri pyogenic
mempunyai prevalensi sebesar 48% terhadap seluruh jenis abses pada jaringan.
Abses hati amoebic adalah manifestasi ekstraintestinal terbanyak pada infeksi dari
protozoa Entamoeba histolytica. Parasit ini masuk melalui jalur ascending dari GI
Tract atau melalui vena portal. Setelah masuk parasit ini mengeluarkan enzim
proteolitik yang akhirnya dapat meningkatkan kadar leukosit dengan sangat
1
tinggi. Karena memasuki lewat vena portal maka lobus yang terkena lebih banyak
pada lobus kanan dengan karakteristik single dengan ukuran lebih besar.
Keberadaan protozoa Entamoeba histolytica paling banyak terdapat di Asia,
dikarenakan banyak negara berkembang dengan status ekonomi rendah.Di
Indonesia keberadaan Entamoeba histolytica sebesar 18%-25% dengan infeksi
ekstra instestinal terbanyak adalah hati.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
1. Nama : Tn. R P
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Usia : 26 Tahun
4. Alamat : Samarinda
5. Pekerjaan : Swasta
6. Agama : Islam
7. Status Pernikahan : Belum Menikah
8. Tanggal MRS : 09 Desember 2023
9. Tanggal Pemeriksaan : 15 Desember 2023
10. Keluar Rumah Sakit : 15 Desember 2023
3
otot, nyeri kepala seperti tertekan, pasien juga mengatakan bahwa napsu
makan pasien menurun selama sakit, pasien mengalami mual dan muntah
setiapkali ingin makan dan minum. Sebelum sakit, napsu makan pasien
baik (3x sehari) porsi makan pasien sejak dahulu banyak. Berat badan
pasien tidak dapat dinilai apakah menurun atau tidak dikarenakan tidak
pernah timbang BB. Pasien juga mengeluhkan sulit tidur saat malam hari
karena keluhan yang dialami oleh pasien. Buang air kecil dan buang air
besar pasien dalam batas normal
4
IMT : 15 kg/m2 (sangat kurus)
4. Kepala dan leher :
Normochepalic, anemis (-/-), ikterik (+/+), Pembesaran KGB (-),
Trakea deviasi (-)
5. Toraks :
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V line midclavicular, thrill (-)
Perkusi : dalam batas normal tidak ada kesan pembesaran jantung
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, gallop (-), murmur (-)
- Paru
Inspeksi : gerak dada simetris, jejas/benjolan (-), retraksi (-)
Palpasi : massa atau benjolan (-), fremitus tidak dapat dievaluasi
(pasien tidak bisa berbicara)
Perkusi : sonor pada lapangan paru
Auskultasi : rhonki (-/-), wh (-/-)
6. Abdomen
Inspeksi : tampak datar, tidak ada jejas, pelebaran vena (-), distensi (-)
Palpasi : nyeri tekan Abdomen kanan atas (+), Hepatomegali (+),
Splenomegali (-)
Perkusi : timpani pada semua kuadran, shifting dullness (-)
Auskultasi : BU (+) normal
7. Ekstremitas
Superior : Pitting edema (-), CRT<2 s, nyeri sendi (-), sianosis (-)
Inferior : Pitting edema (-), CRT<2 s, nyeri sendi (-), sianosis(-)
5
HBsAg Non Reaktif <0.09 COI
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 09 Desember 2023
6
4. PATOLOGI ANATOMI
13 Desember 2023
Makroskopis
Dilakukan puncture pada massa hepar menggunakan jarum spinal 25
G, arah tegak lurus, sedalam 6 cm dengan tuntunan USG. Pada saat
puncture keluar cairan keruh (pus). Dibuat hapusan sebanyak 2 slide.
Mikroskopis
Hapusan hiposeluler mendapatkan bahan nekrotik luas, di antaranya
tampak sebaran sel-sel radang neutrofil dan limfosit/
Kesimpulan
Massa Hepar, USG Guided FNAB :
Abses Hepar
2.5 Diagnosis
Abses Liver
2.6 Tatalaksana
1. Ceftriaxone 2 x 1 g Iv
2. Metronidazol 3 x 750mg iv
3. Paracetamol 3x500mg iv
4. Omeprazole 2x1 iv
5. Metroklopramide 3x1 amp iv
7
BAB III
ABSES HATI
3. 1 Definisi
Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga akibat kerusakan
jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996). Abses adalah pengumpulan cairan
nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi
jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh
seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan
menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft
Encarta Reference Library, 2004). Pola umum pembentukan abses adalah adanya
kebocoran dari usus di perut yang mengalir ke hati melalui vena portal. Banyak
kasus saluran empedu terinfeksi yang menyebabkan abses melalui kontak
langsung.
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W Sudoyo, 2006).
Jadi Abses hati adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh
infeksi. Abses hati dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara: Salah satunya
berdasarkan lokasi di hati. 50% abses hati soliter terjadi di lobus kanan hati
(bagian yang lebih signifikan dengan suplai darah lebih banyak), lebih jarang
terjadi di lobus hati kiri atau lobus kaudatus. Cara lainnya adalah dengan
mempertimbangkan sumbernya: Jika penyebabnya menular, sebagian besar abses
hati dapat diklasifikasikan menjadi bakteri (termasuk amuba) dan parasit
(termasuk kista hidatiform).
3.2 Epidemiologi
Tingkat kejadian tahunan adalah sekitar 2,3 kasus per 100.000 orang.
Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan perempuan. Usia berperan sebagai
faktor yang menentukan jenis abses yang berkembang. Orang berusia 40-60 tahun
lebih rentan terkena abses hati yang bukan akibat trauma.
8
Sejumlah besar abses hati dilaporkan bersifat piogenik. Abbas dkk.
mencatat bahwa dari 67 pasien yang dirawat karena abses hati di Timur Tengah,
56 disebabkan oleh penyebab piogenik dengan sebagian besar kasus disebabkan
oleh Klebsiella pneumonia .Enam puluh satu dari pasien tersebut adalah laki-laki.
Angka kejadian di Taiwan nampaknya sangat tinggi (17,6 per 100.000). Abses
hati piogenik merupakan sekitar setengah dari seluruh abses visceral dan 13% dari
abses intraabdomen.
3.3 Etiologi
Apendisitis dulunya merupakan penyebab utama terjadinya abses hati,
namun angka tersebut telah menurun hingga kurang dari 10% sejak diagnosis dan
penatalaksanaan penyakit yang lebih baik telah tersedia. Saat ini, penyakit saluran
empedu (batu empedu, striktur, keganasan, dan kelainan kongenital) merupakan
penyebab utama abses hati piogenik.
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati
piogenik.
9
hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi
jaringan.
3.4 Patofiologi
3.4.1 Patofiologi Amoebiasis Hati
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya
sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala
amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini
berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis
amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang
telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu,
berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.
(Arief Mansjoer, 2001)
10
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
1) Penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2) Pengerusakan sawar intestinal.
3) Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun
cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat
karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4) Penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian
besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal
yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar,
bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik
ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya
amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat
disentri amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006). Amuba yang masuk menyebabkan
peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi. Kerusakan jaringan hepar
menimbulkan perasaan nyeri. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri
sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur. Abses menyebabkan
metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis
11
e. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut
usia.(Aru W Sudoyo, 2006).
3. 5 Manifestasi Klinis
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual
atau muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38°),
hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang
menyebabkan kematian. (Cameron 1997). Dicurigai adanya AHP apabila
ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di
tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di
atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain
yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok.
Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis,
rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan
yang unintentional.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa
kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah meningkat.
b. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Ternyata merah.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan
12
Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
Nyeri tekan regio epigastrium bila abses di lobus kiri,
hati-hati efusi perikardium
Nyeri tekan menjalar ke lumbal kanan abses di
postoinferior lobus kanan hati
Nyeri pada bahu sebelah kanan
Hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di
bawah arcus-costa, permukaan hepar licin dan tidak
jarang teraba fluktuasi
Perkusi Peningkatan batas paru-hati relatif/absolut tanpa
peranjakan
Auskultasi Friction rub bila ruptur abses ke perikardium
Bising usus menghilang kemungkinan perforasi ke
peritoneum
Tabel 4. Pemeriksan Fisik pada Abses Hati
13
alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin,
berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses hati.
14
tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun demikian, GDP mudah
dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah sembuhnya
abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space
occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah
kelainan tersebut disebabkan amuba.
15
3.8 Diagnosa Banding
Diagnosa Banding Manifestasi Klinis
Hepatoma Anamnesis :
Merupakan tumor ganas hati 1. Penurunan berat badan,
primer 2. Nyeri perut kanan atas
3. Anoreksia
4. Malaise
5. Benjolan perut kanan atas
Pemeriksaan fisik :
1. Hepatomegali berbenjol-benjol
2. Stigmata penyakit hati kronik
Laboratorium :
1. Peningkatan AFP
2. PIVKA II
3. Alkali fosfatase
USG : lesi lokal/difus di hati
Kolesistitis Akut Anamnesis :
Merupakan reaksi inflamasi 1. Nyeri epigastrium atau perut kanan atas
kandung empedu akibat infeksi yang dapat menjalar ke daerah skapula
bakterial akut yang disertai kanan
keluhan nyeri perut kanan atas, 2. Demam
nyeri tekan, dan rasa panas. Pemeriksaan fisik :
1. Teraba massa kandung empedu
2. Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritotis
lokal
3. Murphy sign (+)
4. Ikterik biasanya menunjukkan adanya
batu di saluran empedu ekstrahepatik
Laboratorium : leukositosis
USG : penebalan dinding kandung empedu,
sering pula ditemukan sludge atau batu.
Tabel 6. Diagnosa Banding Abses Hati
16
3. 9 PENATALAKSANAAN
3.9.1 Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi
alkohol.
Agen luminal
17
Diloxanide furoate
(indikasi mutlak pada
PO 500 mg 3x1 selama
pasien yang tidak
10 hari
respon iodoquinol dan
paromomycin)
Antibiotik
IV 500-1000 mg 3 x 1
Nyeri lokasi injeksi, gangguan
pada keadaan berat dosis
Meropenem (Merrem) gastrointestinal, gangguan
dapat ditingkatkan
liver, pusing, kejang
hingga 2000 mg
PO 250-500 mg/hari
pada keadaan berat dapat
Gangguan hematologi,
ditingkatkan hingga 1000
Cefuroxime (Ceftin) gangguan gastrointestinal,
mg 2x1
reaksi lokal injeksi
IV/IM 750 mg 3x1
Gangguan gastrointestinal,
Cefaclor (Ceclor) PO 750 mg/hari
gangguan hematologi
18
2. Pemberian antibiotik dengan kombinasi:
a. Aspirasi tertutup, dengan indikasi:
Abses dikhawatirkan akan pecah (bila diameter > 5 cm
untuk abses tunggal, dan > 3 cm untuk abses multipel)
Respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari tidak ada
Abses di lobus kiri, warning pecah dan menyebar ke rongga
perikardium maupun peritoneum
19
harus dilakukan untuk peritonitis, abses dinding tebal, abses pecah,
abses besar multipel, dan prosedur drainase yang sebelumnya gagal.
Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan
diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Teknik drainasenya
adalah metode trocar dengan kateter pigtail multiple-sidehole 8-French
(Boston Scientific) yang dimasukkan ke dalam rongga abses.
Prosedurnya dilakukan dengan anestesi lokal, pasien dalam posisi
terlentang. Sedasi secara sadar tidak digunakan. Diperlukan lokalisasi
abses yang hati-hati dan pemilihan lokasi masuk yang tepat. Rute akses
optimal melintasi jaringan hati sesedikit mungkin dan menghindari usus
dan pleura. Aspirasi dilakukan dengan kateter sampai tidak ada lagi
nanah yang keluar. Kateter kemudian dipasang pada kulit untuk
drainase eksternal terus menerus dan dibiarkan sampai produksi konten
berhenti. Rongga sisa abses ditangani dengan reposisi kateter dan
aspirasi atau dengan pemasangan kateter baru. Infeksi sekunder pada
rongga abses setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.
Menurut Enver Zerem, dalam penelitiannya, Drainase Kateter
Perkutan yang Dipandu Secara Sonografis versus Aspirasi Jarum dalam
Penatalaksanaan Abses Hati Piogenik, Dari total 60 pasien, 30
dilakukan aspirasi jarum, hasilnya 18 dari 30 tidak ada respon pada
aspirasi jarum pertama dan pada akhir pengobatan 10 dinyatakan gagal.
Pada 30 pasien yang dilakukan drainase kateter perkutan, memberi
perbaikan pada tindakan pertama dan semua dinyatakan sembuh pada
akhir pengobatan.
20
Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:
Abses multipel
Infeksi poli-mikrobakteri
Immunocompromise disease
d. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati
yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses
tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien
dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi
tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga
disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.
3.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-
15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu
penyakit dalam, jilid I, 1998). Dapat juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. Kuman
penyebab terserung staphylococcus dan streptococcus.
2. Ruptur akut dengan penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling
sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum (terutama
amubiasis hati di lobus kiri), selanjutnya pericardium dan amubiasis kutis
maupun organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur ke dalam v. porta (trombosis vena porta), saluran empedu (trombosis
vena hepatica) atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
21
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
intrakranial.
5. Ileus obstruktif
6. Koma hepatikum.
3.11 Prognosis
Prognosis dari abses hepar tergantung:
1. Virulensi parasit
2. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak
dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau
multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole,
dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam.Sebab kematian biasanya
karena sepsis atau sindrom hepatorenal.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
TEORI KASUS
Keluhan awal: demam, - Pasien nyeri perut kanan atas
menggigil, nyeri abdomen, sejak 9 hari yang lalu
anokresia atau malaise, mual tertutama ketika ditekan
muntah, penurunan berat badan, - Pasien juga mengeluhkan
Anamnesa keringan malam, diare, demam demam, nyeri otot dan sendi
(T>38) hepatomegali, nyeri - Keluhan pasien penurunan
tekan kuadran kanan atas, napsu makan, mual dan
ikterus, asites, sepsis yang muntah
menyebabkan kematian.
(Cameron 1997)
PATOLOGI ANATOMI
Makroskopis
Dilakukan puncture pada massa
hepar menggunakan jarum
spinal 25 G, arah tegak lurus,
sedalam 6 cm dengan tuntunan
USG. Pada saat puncture keluar
cairan keruh (pus). Dibuat
hapusan sebanyak 2 slide.
Mikroskopis
Hapusan hiposeluler
mendapatkan bahan nekrotik
luas, di antaranya tampak
24
sebaran sel-sel radang neutrofil
dan limfosit/
Kesimpulan
Massa Hepar, USG Guided
FNAB :
Abses Hepar
Tabel 8. Pembahasan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W Sudoyo, 2006). Abses hati
dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik.
Penyebab abses hati amoeba didapatkan beberapa spesies amoeba yang
dapat hidup sebgai parasit non patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya
Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan penyakit, Abses hati piogenik
infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus
25
faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob
seperti bakteroides, aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob,
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual
atau muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38°),
hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang
menyebabkan kematian. (Cameron 1997). Dicurigai adanya AHP apabila
ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di
tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di
atasnya.
Tatalaksana dapat diberikan Medikamentosa, terapeutik, Pembedahan.
Pemeriksaan penunjang antara lain Laboratorium,Foto dada,Foto polos
abdomen,Ultrasonografi,Tomografi,Pemeriksaan serologi. . Prognosis Virulensi
parasi, Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita, Usia penderita, lebih buruk
pada usia tua,Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk
letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau
multiple.
Prognosis virulensi parasit, Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita,
usia penderita, cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih
buruk letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau
multiple.
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 –
15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit,infeksi sekunder,ruptur atau
penjalaran langsung,komplikasi vaskuler, parasitemia, amoebiasis serebral.
5.2 Saran
Sebagai dokter pelayanan primer, anamnesis dan pemeriksaan fisik
berperan dalam menentukan diagnosis klinis pasien. Pemeriksaan lanjutan atau
penunjang diperlukan untuk mendapatkan diagnosis pasti dari kasus penyakit.
Oleh karena, itu dokter harus memiliki pengetahuan, kemampuan, dan
pemanfaatan pemeriksaan penunjang yang berguna untuk menegakkan diagnosis
secepatnya dan dengan segera diberikan penanganan yang cepat dan optimal.
26
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat. Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Bruner dan Suddarth. ( 2000 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cameeron. (1995). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2010). Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Harjono, dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku
kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga.
Jakarta : Media Aesculapius. Halaman 512.
Microsoft Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf
Diphteria/ Fusa bakteriun necrosphorum.
27
Sherwood. (2001). System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke
sistem. Jakarta : EGC. Halaman 565.
Sylvia a. Price. (2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
Abses hepar. (online).
http://netral-collection-knowledge.blogspot.com/2009/07/abses-hepar.html.
Diakses 13 Maret, 2011
Hossein Akhondi ; Durr E. Sabih. Liver Abscess.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538230/. Diakses 3Juli 2023
Arini Junita, Haris Widita, Soewignjo Soemohardjo. BEBERAPA KASUS
ABSES HATI AMUBA. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP
Sanglah, Denpasar. J Peny Dalam, Volume 7 Nomor 2 Mei 2006.
Zerem E, Hadzic A. Sonographically Guided Percutaneous Catheter Drainage
Versus Needle Aspiration in the Management of Pyogenic Liver
Abscess. AJR Am J Roentgenol. September 2007; 189 (3):W138-42
Wenas, Nelly Tandean. Wa;e;eng, B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati, Siti.
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. Hal 460-461
Zhu X, Wang S, Jacob R, Fan Z, Zhang F, and Ji G. A 10-Year Retrospective
Analysis of Clinical Profiles, Laboratory Characteristics and Management
of Pyogenic Liver Abscesses in a Chinese Hospital. Gut Liver 2011;5:221-
7.
28