Identitas Pasien
Nama / Inisial : Tn. N No RM : 613xxx
Umur : 70 tahun Jenis kelamin : Laki- laki
Diagnosis/ kasus : - Peritonitis generalisata ec perforasi gaster
- Anemia
Pekerjaan : Pensiunan
Pengambilan kasus pada minggu ke: 8
Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-
Islaman sifatnya wajib)
a. Ke-Islaman
b. Etika/ moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
Form uraian
1. Resume kasus yang diambil (menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus
yang diambil ).
I. Keluhan Utama : Nyeri pada perut
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada perut, tidak
menjalar, dan tidak dapat ditunjuk. Pasien mengatakan sebelumnya
nyeri pada perut dirasakan di sebelah kiri yang hilang timbul sejak 1
bulan ini. Keluhan memberat sejak 2 hari SMRS, terutama bila ada
makanan yang dimakan. Pasien juga mengatakan perutnya terasa tidak
nyaman, kembung, sebah dan senep.
1
Keluhan demam, mual, muntah, pusing disangkal. BAK pada
pasien tidak ada keluhan. BAB pada pasien tidak ada keluhan, terakhir
BAB saat pagi hari sebelum ke IGD RSUD.
Pasien mengaku sudah sejak lama kadang-kadang BAB nya
berwarna kehitaman, namun tidak diperiksakan ke dokter. Selain BAB
kehitaman, pasien juga sering menderita maag yang kambuh-kambuhan
sekitar 1 tahun. Karena keluhannya, aktivitas keseharian pasien
terganggu.
- Melena : (+)
- Maag : (+)
2
hal tersebut, badan pasien sekarang gemuk . Pasien juga mengaku
sangat sering mengonsumsi obat warung untuk mengatasi maag dan
jamu saat nyeri sendi dan saat badannya pegel linu.
3
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), wh (-/-)
4
RDW-CV 17.5 % 11.5-14.5 % H
MPV 8.7 fL 0.1-14 fL
Limfosit 6% 22-40 % L
Gran% 89 % 50-70 % H
MID% 5% 3-9 %
Gula Darah Sewaktu 91 mg/dl 75-140 mg/dl
HBsAg Non Non Reaktif
Reaktif
Natrium 136 135-155
Kalium 4.4 3.6-5.5
Clorida 102 96-108
2. EKG : Sinus Rhythm
3. USG Abdomen : Cairan bebas intra abdomen
4. Abdomen 3 posisi : Perforasi
VIII. Assesment
Peritonitis generalisata ec susp. Perforasi gaster
Anemia
5
bagian yaitu parietal dan visceral. Peritoneum parietal merupakan
bagian yang melapisi dinding abdomen sedangkan peritoneum visceral
merupakan bagian yang melapisi organ-organ dalam (misal gaster dan
intestinum).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan
membran serosa rongga abdomen) dan organ di dalamnya. Peritonitis
dapat terjadi secara lokal maupun umum (generalisata). Penyebab
terjadinya peritonitis dapat dibedakan menjadi 2, yaitu infeksi dan non-
infeksi.
1. Infeksi pada peritoneum biasanya disebakan oleh kuman yang
menginvasi dan menyebabkan peradangan. Sumber kuman
pada infeksi peritoneum dibagi 2, yaitu primer dan sekunder.
Primer yaitu infeksi berasal dari penyebaran kuman secara
hematogen, sering disebut Spontaneus Bacterial Peritonitis
(SBP). Kasus SBP biasanya disebabkan oleh monobakterial
seperti kuman gram negatif ( E.coli, klebsiella pneumoniae,
pseudomonas, proteus) dan kuman gram positif (streptokokus
pneumoniae, stafilokokus). Sekunder yaitu infeksi berasal dari
kebocoran traktus gastrointestinal atau genitouri ke dalam
rongga abdomen.
2. Non infeksi, yaitu akibat keluarnya asam lambung pada
perforasi gaster dan keluarnya asam empedu pada perforasi
bilier.
Faktor Risiko :
- Penyakit hati dengan ascites
- Appendisitis
- Ulkus gaster
- Infeksi kandung empedu
- Trauma
- Pankreatitis
Manifestasi Klinis :
6
Gejala utama pada seluruh kasus peritonitis adalah nyeri perut yang
hebat, tajam, dirasakan terus menerus, dan diperparah dengan adanya
pergerakan. Mayoritas pasien cenderung diam terlentang di tempat
tidur dengan sedikit menekuk lutut untuk mengurangi nyeri perut.
Adanya anoreksia, mual, dan muntah seringkali pula ditemukan,
namun bervariasi tergantung etiologi dari peritonitis. Anamnesis pada
pasien curiga peritonitis harus pula mencari kemungkinan sumber
etiologi dari peritonitis sekunder sehingga harus ditanyakan mengenai
riwayat penyakit sekarang (riwayat dispepsia kronis mengarahkan ke
perforasi ulkus peptikum, riwayat inflammatory bowel disease atau
divertikulum mengarahkan perforasi kolon karena divertikulitis,
riwayat demam lebih dari 1 minggu disertai pola demam dan tanda-
tanda klinis khas untuk tifoid mengarahkan ke perforasi tifoid, adanya
riwayat hernia daerah inguinal (inguinalis atau femoralis) harus
dicurigai kemungkinan adanya strangulasi, sedangkan nyeri mendadak
tanpa disertai adanya riwayat penyakit apapun mengarahkan ke
appendisitis perforasi), serta riwayat operasi abdomen sebelumnya
7
lebih banyak menghabiskan waktu istirahat di rumah dan dapat
mengurangi proses sosialisasi antara pasien dengan lingkungan sekitar.
Dari segi ekonomi, pasien merupakan pasien Jamkesda sehingga seluruh
biaya perawatan ditanggung oleh pemerintah daerah. Terkait hal ini,
pasien dan keluarganya sangat bersyukur karena tidak perlu menambah
beban keluarga terkait biaya kesehatan untuk perawatan pasien selama
di RSUD. Namun, pasien merasa terhambat dalam membantu
keluarganya mencari tambahan nafkah penghasilan karena harus fokus
pada perawatan pasca operasi. Hal ini sedikit banyak memengaruhi
pikiran pasien terkait dengan perasaan rasa bersalah, disini saya sebagai
dokter memberikan edukasi dan memotivasi bahwa semua peristiwa ini
merupakan kehendak yang diatas, justru bapak harus bersyukur karena
mendapat dukungan dari keluarga secara penuh untuk dapat kembali
sembuh dan tidak usah menambah beban pikiran terkait nafkah karena
rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Adanya penyakit maag menahun,
nyeri sendi dan kebiasaan pasien meminum obat warung serta jamu-
jamuan sebelumnya hingga akhirnya menderita penyakit peritonitis
memungkinkan pasien menjadi agen refleksi kehidupan terkait
kebiasaan hidup bagi keluarga dan tetangga di sekitar tempat tinggal
pasien. Edukasi mengenai penyakit dan penyebab yang telah
disampaikan oleh dokter sekiranya dapat disampaikan oleh pasien
sehingga membantu pencegahan primer terhadap penyakit seperti
peritonitis. Keluarga dan tetangga di lingkungan tempat tinggal pasien
secara tidak langsung akan terdampak edukasi sehingga akan lebih
berhati-hati dalam upaya mengatasi permasalahan kesehatan, tidak
sembarangan meminum obat dari warung dan jamu-jamuan.
Aspek Medikolegal
Berdasarkan aspek-aspek medikolegal, terdapat beberapa
prinsip-prinsip dasar bioetika yang harus di perhatikan. Prinsip-prinsip
dasar tersebut meliputi beneficence, non-maleficence, justice serta
8
autonomy.
Beneficence merupakan prinsip bioetik dimana seorang dokter
dalam melakukan suatu harus mengutamakan kepentingan pasiennya,
seperti dalam usaha untuk membantu mencegah atau menghilangkan
bahaya (penyakit pasien) atau sekedar mengobati masalah-masalah
sederhana yang dialami pasien.
Penerapan prinsip beneficence pada kasus ini dirasa sudah
sesuai dimana dokter sudah berusaha melakukan suatu tindakan dan
pengobatan untuk kepentingan pasiennya yaitu dengan melakukan
tindakan operatif untuk mengobati penyakit pasien. Dengan dilakukan
tindakan tersebut, maka akan mengurangi tingkat perburukan dari
penyakit tersebut dan mencegah dari kondisi yang lebih serius seperti
sepsis bahkan hingga kematian.
Non-maleficence merupakan prinsip dimana seorang dokter
dalam melakukan suatu tindakan sebaiknya tidak melakukan sesuatu
yang dapat merugikan atau memperburuk keadaan pasien. Dokter
haruslah memilih tindakan yang memiliki resiko paling kecil terhadap
pasien, dan apabila tidak dapat membantu kesembuhan pasiennya,
seorang dokter setidaknya tidak memperburuk keadaan pasien tersebut.
Sebagai dokter harus melakukannya sesuai dengan kompetensi dan
dilakukan dengan hati-hati, sehingga untuk tindakan operasi ini sudah
benar dilakukan atau dibawah supervisi dari dokter spesialis bedah.
Autonomy merupakan prinsip dimana
seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia, terutama
hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Pasien diberi hak untuk
berfikir secara logis dan membuat keputusan sesuai dengan
keinginannya sendiri. Autonomy pasien harus dihormati secara etik, dan
di sebagain besar negara dihormati secara legal. Akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi dan
pasien yang sudah dewasa untuk dapat menyetujui atau menolak
tindakan medis. Informed consent merupakan salah satu kewajiban
9
yang harus dilakukan oleh dokter sebelum melakukan tindakan medis.
Persetujuan atau penolakan tindakan medis yang akan dilakukan oleh
dokter harus didapatkan dari pasien. Informed consent / Persetujuan
tindakan medik (PTK) diperoleh dari pasien yang kompeten yaitu
menurut permenkes adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut
perundangan-undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu
kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak
mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan tidak
mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan
secara bebas. Batas umur pasien kompeten di Indonesia adalah berusia
18 tahun atau lebih. Tiga kategori untuk kriteria pasien kompeten yaitu
dewasa, sadar dan sehat secara mental. Ketiga komponen tersebut harus
dipenuhi, apabila salah satu tidak dapat dipenuhi maka PTK diberikan
dan dimintakan kepada keluarga terdekat.
Dalam kasus ini, semua syarat terpenuhi sehingga untuk PTK
dapat diberikan dan dimintakan kepada pasien sendiri. Dalam hal ini,
perawatan pasien dirumah sakit dan rencana tindakan operatif sudah
mendapatkan persetujuan dari pasien.
Justice merupakan prinsip dimana seorang dokter wajib
memberikan perlakuan yang adil untuk semua pasiennya. Perbedaan
kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan
kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan gender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap
dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain
kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. Seorang dokter
tanpa pamrih dan tidak memandang status sosial ekonomi pasien agar
pasien mendapat penanganan yang cepat dan tepat sehingga keluhan
pasien dapat segera teratasi dan mendapat pengobatan yang tepat.
10
4. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
11
Sebagai hamba yang taat, ketika diberikan cobaan maka
seharusnya menerima, bersabar, dan tetap bertawakal untuk mencari
kesembuhan. Sesuai dengan hadits di bawah ini:
12
bagi umat muslim yang sakit diperbolehkan sholat sambil duduk. Jika tidak
mampu sambil duduk maka diperbolehkan untuk melakukan sholat sambil
berbaring miring dengan menghadap kiblat dan dianjurkan miring sisi sebelah
kanan. Jika tidak mampu sholat sambil berbaring miring, maka boleh untuk
melakukan sholat sambil berbaring. Sholat 5 waktu merupakan kewajiban
yang tidak akan gugur meskipun dalam keadaan sakit selama pasien
masih sadar, tidak hilang akal serta memenuhi syarat wajib sholat.
Tugas seorang dokter bukan hanya membantu penyembuhan pasien
tetapi harus membantu pasien dalam mendekatkan diri kepada Allah
SWT yaitu dengan mengajarkan kewajiban yang dijalankan umat islam
untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT serta memotivasi
keluarga untuk selalu berfikir positif dan lebih bersabar.
Selain itu, kita sebagai dokter juga dapat mengambil momen sakit
yang diderita pada pasien agar pasien dapat bermuhasabah perihal
bersyukur, bahwa nikmat Allah berupa sehat sangatlah mahal
harganya.
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
(datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
13
Wonogiri, November 2018
TTD Dokter Pembimbing TTD Dokter Muda
14
REFLEKSI KASUS
Disusun Oleh:
Agung Ilham Suharyato
14711118
Pembimbing:
dr. Nugroho Kuswardono, Sp.B
15
16