Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

Ikterus Obstruktif e.c Kolelitiasis

Disusun Oleh

dr. Nike Ayu Astuti

Dokter Pendamping

dr. Sjafriani Ibrahim

INTERNSHIP ANGKATAN VIII 2020-2021

RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul :

Ikterus Obstruktif e.c Kolelitiasis


Disusun oleh
dr. Nike Ayu Astuti

Internship RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe


Periode September 2020 - Juni 2021

Gorontalo, 5 Juni 2021


Pendamping

dr. Sjafriani Ibrahim


1. Laporan Kasus
Ikterus Obstruktif e.c Kolelitiasis
Penyusun : Nike Ayu Astuti
Pendamping : dr. Sjafriani Ibrahim
Program Internship Rumah Sakit Aloei Saboe

1. Identitas Pasien :
 Nama : Ny. Hasna Dude Igirisa
 No. MR : 22-80-67
 Tgl lahir/usia : 24-20-1959/ 61 Tahun
 Berat Badan : 80 kg
 Panjang Badan :160 cm
 Jenis Kelamin : Perempuan
2. Triase Instalasi Gawat Darurat
- Triase Primer
 Jalan Nafas : Bebas
 Pernafasan : 20 kali/menit (Non - Urgent)
 Sirkulasi : Akral hangat
- Triase sekunder

 Kesadaran : GCS E4V5M6


 Refleks Pupil : +/+
 Tanda Vital
- Tekanan darah : 150/80
- Frekuensi nadi : 98 kali/menit
- Frekuensi nafas : 20 kali/menit
- Suhu Badan : 36,5 oC
- Sa02 : 98%
 Eksposur : Tidak ada
3. Anamnesis
Keluhan utama

Pasien mengeluhkan kuning di bagian putih kedua bola mata dan seluruh badan
sejak 3 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan kuning di bagian putih kedua bola mata dan badan seluruh
sejak 3 minggu yang lalu, kuning awalnya muncul pada kedua bagian putih bola mata,
lalu beberapa hari berikutnya terlihat kuning pada leher, kedua lengan, dada, perut, dan
kedua tungkai. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian perut kanan atas sejak 2 bulan
yang lalu nyeri hilang timbul, nyeri terasa seperti di tusuk - tusuk, nyeri menjalar ke
punggung belakang ada, mual dan muntah ada. Buang air besar lancar, warna dan
konsistensi biasa. Buang air kecil lancar dan tidak nyeri, warna biasa. Demam tidak ada,
batuk tidak ada, sesak tidak ada, penuruan berat badan yang drastis tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan kuning seperti ini sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit
kelainan sel darah merah tidak ada, riwayat hepatitis tidak diketahui, riwayat batu
empedu tidak ada, riwayat kelainan kelenjar pankreas tidak ada, riwayat keganasan tidak
ada. Riwayat hipertensi ada dengan konsumsi amlodipine.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga memiliki keluhan yang sama dengan pasien, riwayat
kuning pada anggota keluarga tidak diketahui.

Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah minum obat untuk mengurangi keluhan kuning.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal tidak ada riwayat alergi obat.
Riwayat Psikososial
Pasien memiliki kebiasan mengkonsumsi makanan yang berlemak seperti daging
dan jeroan. Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal, riwayat menggunakan narkoba
jarum suntik disangkal.

Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik umum
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Kepala : Normochepal, rambut putih uban tidak mudah rontok, alis putih
uban tidak mudah rontok,

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), refleks


cahaya (+/+), pupil isokor.

Hidung : Normotia, sekret (-/-),

Telinga : Normotia , serumen (-/-),

Mulut : bibir tidak pucat, stomatitis tidak ada, tonsil T1- T1, Faring
hiperemis tidak ada,

Leher : pembesaran KGB tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid


tidak ada.

Thoraks : Simetris, retraksi dinding dada (-/-) ictus cordis tidak terlihat,
,vokal fremitus kanan dan kiri ictus cordis teraba di ICS V sinistra,
sonor dikedua lapangan paru, vesikuler di kedua lapangan paru,
rhonki (-/-),wheezing (-/-),

Abdomen : Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan di regio kanan atas,
hepar dan lien dalam batas normal.
Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edem (-/-) (-/-),
Ikterik (+/+) (+/+)
Tatalaksana awal:

 Jalan Nafas :-
 Pernafasan :-
 Sirkulasi : IVFD NaCL 0,9 % : Drip Neurosanbe 20 tetes/menit

Inj. Ceftriaxone : 1 gr/ 12 jam/IV


Inj. Hyoscine Butylbromide : 20 mg/ 8 jam/IV
Sucralfat Sirup : Cth II/ 8 Jam/PO
Rencana pemeriksaan : Darah rutin, PT, APTT, SGOT, SGPT, Bilirubin total, bil
direk, bil. Indirek, ur, cr, HbSAg, GDS, USG Abdomen, EKG, Foto thoraks

Hasil Pemeriksaan Penunjang


USG Abdomen
Hepar : Ukuran normal, permukaan regular, tip tajam. Echo parenkim
normal, tampak dilatasi bile duct
Gald Bledder : Dinding tidka menebal, mukosa regular, echo batu/ SOL (-)
Pancreas :Bentuk dan ukuran normal, tidak tampak dilatasi duktus
pankreatikus , SOL (-)
Spleen : Ukuran dan echo parenkim normal, SOL (-)
Ginjal kanan : Ukuran dan differensiasi coticomedullar normal, PCS tidak
dibatasi, echo batu (-), tampak lesi anechoic, bentuk bulat,
diameter 1,4 cm,
Ginjal kiri : Ukuran dan differensiasi coticomedullar normal, PCS tidak
dibatasi, echo batu (-), echo batu/ SOL (-)
Vesika Urinaria : Dinding tidak menebal, mukosa regular, echo batu/ SOL (-)

Kesan : Kolestatik intra/ekstrahepatik e.c batu CBD dan simple cyst renalis
dekstra

Ro Thorax PA :
- Corakan bronkovaskular normal
- Tidak tampak lesi spesifik aktif
- Cor membesar, CTI >0,5 aorta elongasi
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang – tulang intak
Kesan : Pulmo dalam batas normal dengan Cardiomegali disertai elongasi aorta
Pemeriksaan laboratorium

Hematologi
Darah rutin
- Hb : 12,3 g/%
- Eritrosit : 4, 25 juta/µL
- Hematokrit : 37,0 %
- Leukosit : 8.900 /µL
- Trombosit : 409.000 juta/µL
Kimia darah
Fungsi Hepar
- SGOT : 40 U/L
- SGPT : 58 U/L
- Bilirubin total : 1,1 mg/ dl
- Bilirubin Direct : 0,4 mg/ dl
- Bilirubin Indirect : 0,7 mg/ dl
Fungsi Ginjal
- Ureum : 20 mg/ dl
- Kreatinin : 0,8 mg/ dl
Gula darah sewaktu : 107 mg/ dl
Serologi/ Imunologi
HBsAg : Non reaktif
Resume :

Perempuan usia 61 tahun dari anamnesa datang dengan keluhan utama kuning di
bagian putih kedua bola mata dan seluruh badan sejak 3 minggu yang lalu, diikuti dengan
nyeri pada bagian perut kanan atas sejak 2 bulan yang lalu, mual dan muntah ada, buang
air besar dan buang air kecil biasa dan demam tidak ada, riwayat keganasan tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, komposmentis, sklera ikterik disertai
ikterik pada ekstremitas. Riwayat dengan keluhan kuning sebelumnya tidak ada dan
riwayat penyakit dahulu disangkal. Pasien memiliki kebiasan mengkonsumsi makanan
yang berlemak seperti daging dan jeroan. Pada pemeriksaan penunjang yaitu USG
Abdomen didapatkan adanya gambaran tampak dilatasi bile duct dengan kesan kolestatik
intra/ekstrahepatik e.c batu CBD dan pemeriksaan laboratorium ditemukan penigkatan
SGOT dan SGPT. Pasien didiagnosa dengan Ikterus obstruksif kolelitiasis.
2. Tinjauan pustaka : Ikterus
2.1 Definisi

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya
dalam sirkulasi darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan
permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus yang ringan dapat
dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar
antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk :
0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.9 mg/dL.1

2.2 Epidemiologi

Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Insidens di


Amerika Serikat diperikirakan mencapai 5 kasus per 1000 pasien. Hatfield et al,
melaporkan bahwa kasus ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena karsinoma kaput
pankreas, 8% pada batu common bile duct , dan 2% adalah karsinoma kandung empedu.10

2.3 Etiologi

Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
ikterus obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif ekstrahepatik. Ikterus obstruktif
intrahepatik pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier
sedangkan ikterus obstruktif ekstrahepatik, terjadinya ikterus disebabkan oleh karena
adanya sumbatan pada saluran atau organ diluar hepar. Adapun penyakit yang
menyebabkan terjadinya ikterus obstruktif adalah sebagai berikut:

1. Ikterus obstruktif intrahepatik


Hepatitis, penyakit hepar karena alkohol, serta sirosis hepatis. Peradangan intrahepatik
mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan ikterus.

2. Ikterus obstruktif ekstrahepatik


- Kolelitiasis dan koledokolitiasis. Batu saluran empedu mengakibatkan retensi
pengaliran bilirubin terkonjugasi ke dalam saluran pencernaan sehingga
mengakibatkan aliran balik bilirubin ke dalam plasma menyebabkan tingginya
kadar bilirubin direk dalam plasma.
- Tumor ganas saluran empedu. Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada
penderita dengan kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada penderita laki-laki dan
perempuan tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata 60 tahun, tetapi tidak jarang
didapatkan pada usia muda. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus
hepatikus atau duktus koledokus.
- Atresia bilier. Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan aliran empedu, sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk.
Atresia bilier merupakan penyebab kolestatis ekstrahepatik neonatal yang
terbanyak. Terdapat dua jenis atresia biliaris, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik.
Bentuk intrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan ekstrahepatik.
- Tumor kaput pankreas. Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel
duktus dan sel asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma
duktus pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi kanker adalah pada kaput
pankreas. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke
duodenum, lambung, peritoneum, hati, dan kandung empedu. 10,11

2.4 Anatomi dan Fisiologi


Pengetahuan yang akurat akan anatomi hepar dan traktus biliaris, dan
hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier
karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada
traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi.2

Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral
(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat
kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut
tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)
merupakan asal mula hepar/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika)
meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan
awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk
duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus
biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.1,2

Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik
dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hepar (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk
kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus
biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris
ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung
empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik
percabangan biliaris.1,2,3

Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris.


Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm.
Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal,
retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki
dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2
cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus
dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis
dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus
pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.1,4

Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus


vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika,
dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid
hepatikum.2

Metabolisme bilirubin terjadi dalam tiga fase antara lain fase prehepatik,
intrahepatik dan posthepatik. Disfungsi pada salah satu atau lebih dari fase ini dapat
menimbulkan ikterus.3

- Fase Prehepatik 
Tubuh manusia memproduksi kurang lebih 4 mg/kg BB bilirubin perhari
dari metabolisme heme. Sekitar 80% dari heme merupakan hasil dari katabolisme
eritrosit, dengan 20% sisanya dihasilkan dari erithropoiesis yang tidak efektif
serta perombakan mioglobin otot dan sitokrom. Bilirubin yang terbentuk akan
ditransportasi dari plasma menuju hepar untuk dikonjugasikan dan diekskresi. 1,2

- Fase Intahepatik 

Bilirubin tak terkonjugasi bersifat larut lemak dan tidak larut air, dan
karena itu dapat dengan mudah melewati blood-brain barrier atau melewati
plasenta. Di dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi akan dikonjugasi dengan
gula yang dikatalis enzim glucoronosyl transferase dan akhirnya larut dalam
cairan empedu. 1,2

- Fase Pascahepatik 

Setelah larut dalam empedu, bilirubin ditransportasikan melalui duktus


biliaris dan duktus cystic untuk disimpan sementara dalam kandung empedu, atau
melewati ampula Vater dan masuk keduodenum. Di dalam usus, sejumlah
bilirubin akan diekskresikan di dalam tinja, sementarasisanya dimetabolisme oleh
flora normal usus menjadi urobilinogen dan kemudian akan direabsorbsi.
Sebagian besar urobilinogen akan difiltrasi dari darah oleh ginjal dan
diekskresikan di dalam urin. Sebagian kecil urobilinogen diabsorbsi di dalam usus
dan direekskresi ke dalam empedu. 1,2

2.5 Patogenesis

1. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi / indirek.


− Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah
tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin.
Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat
hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati)
atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus
hemolitik.1,2

Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai


bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hepar. Akibatnya
bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut
dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi
bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan
peningkatan ekskresi dalam urine (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus
hemolitik : hemoglobin abnormal (anemia sel sickle), kelainan eritrosit
(sferositosis heriditer), antibodi serum (Rhesus Inkompatibilitas transfusi) dan
malaria tropika berat.1,2

− Penurunan pengambilan hepatik


Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari
albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti
asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. 3

− Penurunan konjugasi hepatik


Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil
transferase.3

2. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk
Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi
bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan
intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit
akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga
timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis,
sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yang.meracuni
hepar fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hepar multipel. Ikterus pada trimester
terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca
bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial.1

Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering obstruksi
bilier ekstrahepatik adalah :

● Obstruksi saluran empedu didalam hepar. Contohnya pada kasus sirosis hepatis,
abses hepar, hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder.
● Obstruksi di dalam lumen saluran empedu : batu empedu, askaris.
● Kelainan di dinding saluran empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor
saluran empedu.
● Tekanan dari luar saluran empedu : tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery,
pancreatitis, metastasis tumor di ligamentum hepatoduodenale 3,5

2.6 Diagnosis
Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan
mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada
apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika ikterus ringan tanpa
warna air seni yang gelap harus dipikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirect
yang mungkin disebabkan oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau sindroma Crigler
Najjar dan bukan karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan
disertai warna urin yang gelap menandakan penyakit hepar atau bilier. Jika ikterus berjalan
sangat progresif perlu dipikirkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan
ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).6

Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau
kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pancreas (bagian
kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan sakit perut
(painless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi,
warna kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih
memberi kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan
kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatic.6

Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui
penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta
beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam dan
terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise dan nyeri tekan hepar menandakan
hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu
penyakit xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan
adanya suatu anemia hemolitik. 3

Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui


anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hepar.

Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa
gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak
dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau
tindakan pembedahan.6

Penyakit yang menyebabkan icterus dapat dibagi menjadi penyakit yang


menyebabkan ikterus‘medis’ seperti peningkatan produksi, menurunnya transpor atau
konjugasi hepatosit, atau kegagalan ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang menyebabkan
ikterus ‘surgical’ melalui kegagalan transpor bilirubin kedalam usus. Penyebab umum
meningkatnya produksi bilirubin termasuk anemia hemolitik, penyebab dapatan hemolisis
termasuk sepsis, luka bakar, dan reaksi transfusi. Ambilan dan konjugasi bilirubin dapat
dipengaruhi oleh obat-obatan, sepsis dan akibat hepatitis virus. Kegagalan ekskresi bilirubin
menyebabkan kolestasis intrahepatik dan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab umum
kegagalan ekskresi termasuk hepatitis viral atau alkoholik, sirosis, kolestasis induksi-obat.
Obstruksi bilier ekstrahepatik dapat disebabkan oleh beragam gangguan termasuk
koledokolitiasis, striktur bilier benigna, kanker periampular, kolangiokarsinoma, atau
kolangitis sklerosing primer. 
Ketika mendiagnosa ikterus, dokter harus mampu membedakan antara kerusakan
pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang biasanya diatur secara medis dari
obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh ahli bedah, ahli radiologi
intervensional, atau ahli endoskopi. Pada kebanyakan kasus, anamnesis menyeluruh,
pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan radiologis non-invasif membedakan
obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab ikterus lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan
dengan nyeri kuadran atas kanan dan gangguan pencernaan. ikterus dari batu duktus biliaris
umum. Biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis).
Serangan ikterus tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan hilangnya berat badan diduga
sebuah keganasan/malignansi. Jika ikterus terjadi setelah kolesistektomi, batu kandung
empedu menetap atau cedera kandung empedu harus diperkirakan.1,2,6

2.7 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hepar, kandung empedu, limpa, mencari tanda-
tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, palmar eritema bekas garukan di kulit
karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada
pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya
sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor.
Hukum Courvoisier “Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan
oleh batu kandung empedu”. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor
(tumor, ampula, duodenum, CBD), striktur kronis, atau limfadenopati portal.6

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Tes ini biasanya berisi beberapa tes yang dilakukan bersamaan pada contoh darah yang
diambil menurut Davey 2006 yaitu:

1. Alanine Aminotransferase (ALT) - suatu enzim yang utamanya ditemukan di hepar,


paling baik untuk memeriksa hepatitis. Atau disebut sebagai SGPT (Serum Glutamic
Pyruvate Transaminase).
2. Alkaline Phosphatase (ALP) – suatu enzim yang terkait dengan saluran empedu
seringkali meningkat jika terjadi sumbatan.
3. Aspartate Aminotransferase (AST) – enzim ditemukan di hepar dan di beberapa tempat
lain di tubuh seperti jantung dan otot. Juga disebut sebagai SGOT (Serum Glutamic
Oxoloacetic Transaminase), dilepaskan pada kerusakan sel-sel parenkim hepar,
umumnya meningkat pada infeksi akut.
4. Bilirubin – biasanya dua tes bilirubin digunakan bersamaan (apalagi pada ikterus):
Bilirubin total mengukur semua kadar bilirubin dalam darah; Bilirubin direk untuk
mengukur bentuk yang terkonjugasi.
5. Albumin – mengukur protein yang dibuat oleh hepar dan memberitahukan apakah hepar
membuat protein ini dalam jumlah cukup atau tidak.
6. Protein total – mengukur semua protein (termasuk albumin) dalam darah, termasuk
berfungsi memerangi infeksi. 7
Tergantung pada pertimbangan dokter, beberapa tes tambahan mungkin diperlukan
untuk melengkapi seperti gamma-glutamyl transferase (GGT), lactic acid
dehydrogenase (LDH) dan prothrombine time (PT).

Ada beberapa potensi disfungsi hepar di mana tes fungsi hepar disarankan untuk
dilakukan. Beberapa di antaranya adalah orang yang memiliki riwayat diketahui atau
berpotensi terpapar virus hepatitis; mereka yang merupakan peminum berat, individu
dengan riwayat keluarga menderita penyakit hepar, mereka yang mengonsumsi obat yang
kadang dapat merusak hepar 3

Tes fungsi hepar juga disarankan pada temuan tanda dan gejala penyakit hepar,
beberapa diantaranya adalah: kelelahan, kelemahan, berkurangnya selera makan, mual,
muntah, pembengkakan atau nyeri perut, ikterus, urine gelap, tinja berwarna terang,
pruritus (gatal-gatal). Pada dasarnya tidak ada tes tunggal yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis. Terkadang beberapa kali tes berselang diperlukan untuk
menentukan jika suatu pola ada dan membantu menentukan penyebab kerusakan hepar.
Ketika penyakit hepar sudah dideteksi, tes fungsi hepar biasanya tetap berlanjut
secara berkala untuk memantau tingkat keberhasilan terapi atau perjalanan penyakit.8

7. Darah Rutin
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui adanya suatu anemia dan juga keadaan
infeksi.3,8

8. Pemeriksaan Urin

Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.3,8

9. Pemeriksaan Serologi Virus

IgM epatitis A adalah pemeriksaan untuk hepatitis A akut. Hepatitis Bakut ditandai
oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.3,8

10. Biopsi hepar

Histologi hepar tetap merupakan pemeriksaan untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa
kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-
obatan (drug induced).3,8

2.8 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang
pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat
ditentukan kelainan parenkim hepar, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor.
Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada hepatobilier untuk deteksi batu empedu,
pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali.
Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab
ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu
memperkuat diagnosis ikterus obstruktif. Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan
sonografi ialah sekaligus kita dapat menilai kelainan organ yang berdekatan dengan
hepatobilier antara lain ginjal. 9
2.9 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto polos abdomen kurang bermanfaat karena sebagian besar batu
empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat
kontras tidak diekskresikan oleh sel hepar yang sakit.9
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan bantuan
endoskopi melalui muara ampula Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu.
Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan
pada muara Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin
timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara vater tidak dapat dimasuki kanul.2,9

Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya


dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic
Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui
jarum yang ditusukkan ke hilus hepar dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung
jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah
pemeriksaan radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hepar. Adanya kelainan
hepar dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat.2,9

Untuk diagnosis kelainan primer dari hepar dan kepastian adanya keganasan
dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila
ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran
saluran empedu.6

2.11 Penatalaksanaan

Pengobatan ikterus sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika


penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya ikterus akan
menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup
mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan
penyebab dasarnya sudah mencukupi. 3

Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif kolesistektomi,


yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu. Kolesistektomi dapat berupa
kolesistektomi elektif konvensional (laparatomi) atau dengan menggunakan laparaskopi.
Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparaskopik adalah adalah kolelitiasis
asimptomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut dapat
menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat
pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu
besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih sering menyebabkan
kolesistitis akut dibandingkan dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain adalah kalsifikasi
kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma.

Tatalaksana tumor ganas saluran empedu adalah dengan pembedahan.


Adenokarsinoma saluran empedu yang baik untuk direseksi adalah yang terdapat pada
duktus koledokus bagian distal atau papilla Vater. Pembedahan dilakukan dengan cara
Whipple, yaitu pankreatiko-duodenektomi.

Tatalaksana atresia bilier ekstrahepatik adalah dengan pembedahan. Atresia bilier


intrahepatik pada umumnya tidak memerlukan pembedahan karena obstruksinya relatif
bersifat ringan. Jenis pembedahan atresia bilier ekstrahepatik adalah portoenterostomi
teknik Kasai dan bedah transplantasi hepar. Bedah dekompresi portoenterostomi
membuka ligamentum hepatoduodenale untuk mencari sisa saluran empedu
ekstrahepatik yang berupa jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik ini diikuti terus kearah
hilus hati untuk menemukan ujung saluran empedu yang terbuka di permukaan hati.
Rekonstruksi hubungan saluran empedu di dalam hati dengan saluran cerna dilakukan
dengan menjahitkan yeyunum ke permukaan hilus hati. Apabila atresia hanya terbatas
pada duktus hepatikus komunis, sedangkan kandung empedu dan duktus sitikus serta
duktus koledokus paten, maka cukup kandung empedu saja yang disambung dengan
permukaan hati di daerah hilus. Pada bayi dengan atresia saluran empedu yang dapat
dikoreksi langsung, harus dilakukan anastomosis mukosa dengan mukosa antara sisa
saluran empedu dan duodenum atau yeyunum. Komplikasi pascabedah adalah kolangitis
berulang yang timbul pada 30-60% penderita yang dapat hidup lama. Kolangitis
umumnya mulai timbul 6-9 bulan setelah dibuat anastomosis. Pengobatan kolangitis
adalah dengan pemberian antibiotik selama dua minggu. Jika dilakukan transplantasi
hati, keberhasilan transplantasi hati setelah satu tahun berkisar antara 65-80%. Indikasi
transplantasi hati adalah atresia bilier intrahepatik yang disertai gagal hati.

Sebelum tatalaksana tumor kaput pankreas dilakukan, keadaan umum pasien


harus diperbaiki dengan memperbaiki nutrisi, anemia, dan dehidrasi. Pada ikterus
ibstruksi total, dilakukan penyaliran empedu transhepatik sekitar 1 minggu prabedah.
Tindakan ini bermanfaat untuk memperbaiki fungsi hati. Bedah kuratif yang mungkin
berhasil adalah pankreatiko-dudenektomi (operasi Whipple). Operasi Whipple ini
dilakukan untuk tumor yang masih terlokalisasi, yaitu pada karsinoma sekitar ampula
Vateri, duodenum, dan duktus koledokus distal. Tumor dikeluarkan secara radikal en
bloc, yaitu terdiri dari kaput pankreas, korpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian
distal lambung, bagian distal duktus koledokus yang merupakan tempat asal tumor, dan
kelenjar limfe regional.11
3. Pembahasan
Seorang pasien perempuan usia 61 tahun dari anamnesa datang dengan keluhan
kuning di bagian putih kedua bola mata dan seluruh badan sejak 3 minggu yang lalu,
kuning awalnya muncul pada kedua bagian putih bola mata, lalu beberapa hari berikutnya
terlihat kuning pada leher, kedua lengan, dada, perut, dan kedua tungkai. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada bagian perut kanan atas sejak 2 bulan yang lalu nyeri hilang
timbul, nyeri terasa seperti di tusuk - tusuk, nyeri menjalar ke punggung belakang ada,
mual dan muntah ada. Buang air besar lancar, warna dan konsistensi biasa. Buang air
kecil lancar dan tidak nyeri, warna biasa. Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak
ada, penuruan berat badan yang drastis tidak ada.
Keluhan kuning yang muncul pada pasien disebabkan kadar bilirubin yang
meningkat dan terjadi karena proses pembentukan, ambilan dan konjugasi bilirubin, serta
kegagalan ekskresi bilirubin yang terganggu. nyeri yang dialami oleh pasien
dikategorikan sebagai nyeri visceral dengan nyeri alih (reffered pain) ke punggung.
Demam dan tidak adanya penurunan berta badan yang drastis menunjukkan bahwa pasien
rendah berpotensi mengalami infeksi maupun keganasan.

Riwayat keluhan kuning seperti ini sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit
kelainan sel darah merah tidak ada, riwayat hepatitis tidak diketahui, riwayat batu
empedu tidak ada, riwayat kelainan kelenjar pankreas tidak ada, riwayat keganasan tidak
ada. Tidak ada anggota keluarga memiliki keluhan yang sama dengan pasien, riwayat
kuning pada anggota keluarga tidak diketahui.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, komposmentis, sklera ikterik
disertai ikterik pada badan serta ekstremitas. Jaringan permukaan yang kaya elastin
seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning.
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hepar.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium ditemukan peningkatan SGOT
dan SGPT sedangkan pada USG Abdomen didapatkan adanya gambaran tampak dilatasi
bile duct dengan kesan kolestatik intra/ekstrahepatik e.c batu CBD. Pasien didiagnosa
dengan Ikterus obstruksif e,c kolelitiasis.

Tatalaksana ikterus sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika


penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya ikterus akan
menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya berdasarkan jenis tingkat virulensi
dari virusnya, sedangkan pada kondisi ikterus yang disebabkan oleh sumbatan pada aliran
empedu tindakan operasi akan dibutuhkan untuk mengembalikan fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price JA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses proses Penyakit. Jakarta:EGC. 2006. Hal 472.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC. 2011. Hal 641
3. Sulaiman. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI. 2006
4. Grace PA. At a Glance Ilmu Bedah . Jakarta: Erlangga Medical Series. 2007
5. Silbernagl S. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Ikterus. Jakarta: EGC. 2007.hal 168
6. Swarts, M. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC. 2004. Hal 238
7. Davey P. At a Glance Medicine. Ikterus.Jakarta :Erlangga Medical Series.2006
8. Silbernagl S. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Ikterus. Jakarta: EGC. 2007.hal 168
9. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: FKUI. 2006. Hal 422-425
10. Aditya PM, Suryadarma IGA. Laporan kasus: sirosis hepatis. Bali: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana; 2012
11. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah. 3th Ed. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran EGC;
2010.p254-7,663-7,672-82,717-82.

Anda mungkin juga menyukai