Disusun Oleh
Dokter Pendamping
2021
LEMBAR PENGESAHAN
1. Identitas Pasien :
Nama : Ny. Hasna Dude Igirisa
No. MR : 22-80-67
Tgl lahir/usia : 24-20-1959/ 61 Tahun
Berat Badan : 80 kg
Panjang Badan :160 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Triase Instalasi Gawat Darurat
- Triase Primer
Jalan Nafas : Bebas
Pernafasan : 20 kali/menit (Non - Urgent)
Sirkulasi : Akral hangat
- Triase sekunder
Pasien mengeluhkan kuning di bagian putih kedua bola mata dan seluruh badan
sejak 3 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan kuning di bagian putih kedua bola mata dan badan seluruh
sejak 3 minggu yang lalu, kuning awalnya muncul pada kedua bagian putih bola mata,
lalu beberapa hari berikutnya terlihat kuning pada leher, kedua lengan, dada, perut, dan
kedua tungkai. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian perut kanan atas sejak 2 bulan
yang lalu nyeri hilang timbul, nyeri terasa seperti di tusuk - tusuk, nyeri menjalar ke
punggung belakang ada, mual dan muntah ada. Buang air besar lancar, warna dan
konsistensi biasa. Buang air kecil lancar dan tidak nyeri, warna biasa. Demam tidak ada,
batuk tidak ada, sesak tidak ada, penuruan berat badan yang drastis tidak ada.
Riwayat keluhan kuning seperti ini sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit
kelainan sel darah merah tidak ada, riwayat hepatitis tidak diketahui, riwayat batu
empedu tidak ada, riwayat kelainan kelenjar pankreas tidak ada, riwayat keganasan tidak
ada. Riwayat hipertensi ada dengan konsumsi amlodipine.
Tidak ada anggota keluarga memiliki keluhan yang sama dengan pasien, riwayat
kuning pada anggota keluarga tidak diketahui.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah minum obat untuk mengurangi keluhan kuning.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal tidak ada riwayat alergi obat.
Riwayat Psikososial
Pasien memiliki kebiasan mengkonsumsi makanan yang berlemak seperti daging
dan jeroan. Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal, riwayat menggunakan narkoba
jarum suntik disangkal.
Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik umum
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Kepala : Normochepal, rambut putih uban tidak mudah rontok, alis putih
uban tidak mudah rontok,
Mulut : bibir tidak pucat, stomatitis tidak ada, tonsil T1- T1, Faring
hiperemis tidak ada,
Thoraks : Simetris, retraksi dinding dada (-/-) ictus cordis tidak terlihat,
,vokal fremitus kanan dan kiri ictus cordis teraba di ICS V sinistra,
sonor dikedua lapangan paru, vesikuler di kedua lapangan paru,
rhonki (-/-),wheezing (-/-),
Abdomen : Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan di regio kanan atas,
hepar dan lien dalam batas normal.
Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edem (-/-) (-/-),
Ikterik (+/+) (+/+)
Tatalaksana awal:
Jalan Nafas :-
Pernafasan :-
Sirkulasi : IVFD NaCL 0,9 % : Drip Neurosanbe 20 tetes/menit
Kesan : Kolestatik intra/ekstrahepatik e.c batu CBD dan simple cyst renalis
dekstra
Ro Thorax PA :
- Corakan bronkovaskular normal
- Tidak tampak lesi spesifik aktif
- Cor membesar, CTI >0,5 aorta elongasi
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang – tulang intak
Kesan : Pulmo dalam batas normal dengan Cardiomegali disertai elongasi aorta
Pemeriksaan laboratorium
Hematologi
Darah rutin
- Hb : 12,3 g/%
- Eritrosit : 4, 25 juta/µL
- Hematokrit : 37,0 %
- Leukosit : 8.900 /µL
- Trombosit : 409.000 juta/µL
Kimia darah
Fungsi Hepar
- SGOT : 40 U/L
- SGPT : 58 U/L
- Bilirubin total : 1,1 mg/ dl
- Bilirubin Direct : 0,4 mg/ dl
- Bilirubin Indirect : 0,7 mg/ dl
Fungsi Ginjal
- Ureum : 20 mg/ dl
- Kreatinin : 0,8 mg/ dl
Gula darah sewaktu : 107 mg/ dl
Serologi/ Imunologi
HBsAg : Non reaktif
Resume :
Perempuan usia 61 tahun dari anamnesa datang dengan keluhan utama kuning di
bagian putih kedua bola mata dan seluruh badan sejak 3 minggu yang lalu, diikuti dengan
nyeri pada bagian perut kanan atas sejak 2 bulan yang lalu, mual dan muntah ada, buang
air besar dan buang air kecil biasa dan demam tidak ada, riwayat keganasan tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, komposmentis, sklera ikterik disertai
ikterik pada ekstremitas. Riwayat dengan keluhan kuning sebelumnya tidak ada dan
riwayat penyakit dahulu disangkal. Pasien memiliki kebiasan mengkonsumsi makanan
yang berlemak seperti daging dan jeroan. Pada pemeriksaan penunjang yaitu USG
Abdomen didapatkan adanya gambaran tampak dilatasi bile duct dengan kesan kolestatik
intra/ekstrahepatik e.c batu CBD dan pemeriksaan laboratorium ditemukan penigkatan
SGOT dan SGPT. Pasien didiagnosa dengan Ikterus obstruksif kolelitiasis.
2. Tinjauan pustaka : Ikterus
2.1 Definisi
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya
dalam sirkulasi darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan
permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus yang ringan dapat
dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar
antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk :
0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.9 mg/dL.1
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
ikterus obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif ekstrahepatik. Ikterus obstruktif
intrahepatik pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier
sedangkan ikterus obstruktif ekstrahepatik, terjadinya ikterus disebabkan oleh karena
adanya sumbatan pada saluran atau organ diluar hepar. Adapun penyakit yang
menyebabkan terjadinya ikterus obstruktif adalah sebagai berikut:
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral
(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat
kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut
tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)
merupakan asal mula hepar/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika)
meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan
awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk
duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus
biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.1,2
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik
dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hepar (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk
kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus
biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris
ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung
empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik
percabangan biliaris.1,2,3
Metabolisme bilirubin terjadi dalam tiga fase antara lain fase prehepatik,
intrahepatik dan posthepatik. Disfungsi pada salah satu atau lebih dari fase ini dapat
menimbulkan ikterus.3
- Fase Prehepatik
Tubuh manusia memproduksi kurang lebih 4 mg/kg BB bilirubin perhari
dari metabolisme heme. Sekitar 80% dari heme merupakan hasil dari katabolisme
eritrosit, dengan 20% sisanya dihasilkan dari erithropoiesis yang tidak efektif
serta perombakan mioglobin otot dan sitokrom. Bilirubin yang terbentuk akan
ditransportasi dari plasma menuju hepar untuk dikonjugasikan dan diekskresi. 1,2
- Fase Intahepatik
Bilirubin tak terkonjugasi bersifat larut lemak dan tidak larut air, dan
karena itu dapat dengan mudah melewati blood-brain barrier atau melewati
plasenta. Di dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi akan dikonjugasi dengan
gula yang dikatalis enzim glucoronosyl transferase dan akhirnya larut dalam
cairan empedu. 1,2
- Fase Pascahepatik
2.5 Patogenesis
2. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk
Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi
bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan
intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit
akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga
timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis,
sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yang.meracuni
hepar fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hepar multipel. Ikterus pada trimester
terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca
bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial.1
Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering obstruksi
bilier ekstrahepatik adalah :
● Obstruksi saluran empedu didalam hepar. Contohnya pada kasus sirosis hepatis,
abses hepar, hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder.
● Obstruksi di dalam lumen saluran empedu : batu empedu, askaris.
● Kelainan di dinding saluran empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor
saluran empedu.
● Tekanan dari luar saluran empedu : tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery,
pancreatitis, metastasis tumor di ligamentum hepatoduodenale 3,5
2.6 Diagnosis
Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan
mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada
apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika ikterus ringan tanpa
warna air seni yang gelap harus dipikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirect
yang mungkin disebabkan oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau sindroma Crigler
Najjar dan bukan karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan
disertai warna urin yang gelap menandakan penyakit hepar atau bilier. Jika ikterus berjalan
sangat progresif perlu dipikirkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan
ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).6
Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau
kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pancreas (bagian
kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan sakit perut
(painless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi,
warna kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih
memberi kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan
kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatic.6
Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui
penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta
beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam dan
terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise dan nyeri tekan hepar menandakan
hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu
penyakit xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan
adanya suatu anemia hemolitik. 3
Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa
gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak
dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau
tindakan pembedahan.6
Tes ini biasanya berisi beberapa tes yang dilakukan bersamaan pada contoh darah yang
diambil menurut Davey 2006 yaitu:
Ada beberapa potensi disfungsi hepar di mana tes fungsi hepar disarankan untuk
dilakukan. Beberapa di antaranya adalah orang yang memiliki riwayat diketahui atau
berpotensi terpapar virus hepatitis; mereka yang merupakan peminum berat, individu
dengan riwayat keluarga menderita penyakit hepar, mereka yang mengonsumsi obat yang
kadang dapat merusak hepar 3
Tes fungsi hepar juga disarankan pada temuan tanda dan gejala penyakit hepar,
beberapa diantaranya adalah: kelelahan, kelemahan, berkurangnya selera makan, mual,
muntah, pembengkakan atau nyeri perut, ikterus, urine gelap, tinja berwarna terang,
pruritus (gatal-gatal). Pada dasarnya tidak ada tes tunggal yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis. Terkadang beberapa kali tes berselang diperlukan untuk
menentukan jika suatu pola ada dan membantu menentukan penyebab kerusakan hepar.
Ketika penyakit hepar sudah dideteksi, tes fungsi hepar biasanya tetap berlanjut
secara berkala untuk memantau tingkat keberhasilan terapi atau perjalanan penyakit.8
7. Darah Rutin
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui adanya suatu anemia dan juga keadaan
infeksi.3,8
8. Pemeriksaan Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.3,8
IgM epatitis A adalah pemeriksaan untuk hepatitis A akut. Hepatitis Bakut ditandai
oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.3,8
Histologi hepar tetap merupakan pemeriksaan untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa
kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-
obatan (drug induced).3,8
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang bermanfaat karena sebagian besar batu
empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat
kontras tidak diekskresikan oleh sel hepar yang sakit.9
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan bantuan
endoskopi melalui muara ampula Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu.
Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan
pada muara Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin
timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara vater tidak dapat dimasuki kanul.2,9
Untuk diagnosis kelainan primer dari hepar dan kepastian adanya keganasan
dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila
ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran
saluran empedu.6
2.11 Penatalaksanaan
Riwayat keluhan kuning seperti ini sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit
kelainan sel darah merah tidak ada, riwayat hepatitis tidak diketahui, riwayat batu
empedu tidak ada, riwayat kelainan kelenjar pankreas tidak ada, riwayat keganasan tidak
ada. Tidak ada anggota keluarga memiliki keluhan yang sama dengan pasien, riwayat
kuning pada anggota keluarga tidak diketahui.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, komposmentis, sklera ikterik
disertai ikterik pada badan serta ekstremitas. Jaringan permukaan yang kaya elastin
seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning.
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hepar.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium ditemukan peningkatan SGOT
dan SGPT sedangkan pada USG Abdomen didapatkan adanya gambaran tampak dilatasi
bile duct dengan kesan kolestatik intra/ekstrahepatik e.c batu CBD. Pasien didiagnosa
dengan Ikterus obstruksif e,c kolelitiasis.
1. Price JA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses proses Penyakit. Jakarta:EGC. 2006. Hal 472.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC. 2011. Hal 641
3. Sulaiman. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI. 2006
4. Grace PA. At a Glance Ilmu Bedah . Jakarta: Erlangga Medical Series. 2007
5. Silbernagl S. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Ikterus. Jakarta: EGC. 2007.hal 168
6. Swarts, M. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC. 2004. Hal 238
7. Davey P. At a Glance Medicine. Ikterus.Jakarta :Erlangga Medical Series.2006
8. Silbernagl S. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Ikterus. Jakarta: EGC. 2007.hal 168
9. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: FKUI. 2006. Hal 422-425
10. Aditya PM, Suryadarma IGA. Laporan kasus: sirosis hepatis. Bali: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana; 2012
11. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah. 3th Ed. Jakarta: Penerbitan buku kedokteran EGC;
2010.p254-7,663-7,672-82,717-82.