Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

TES PENDENGARAN OBJEKTIF

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Yarni Alimah, Sp.THT-KL

DISUSUN OLEH
Andi Masyita Putri (707001200)
Risky Awalia H (707001200)
Izdihar Hafizhah Az-Zahra (70700120032)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua
bahwa dengan segala keterbatasan penulis dapat menyelesaikan penulisan Referat
dengan judul “Tes Pendengaran Objektif” dalam rangka tugas kepaniteraan klinik
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Shalawat serta salam kami junjungkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
yang telah memberikan pencerahan bagi umatnya.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama,
serta bantuan dari berbagai pihak yang telah diterima dari penulis sehingga segala
rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan referat ini dapat
terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
setinggi- tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. dr. Yarni Alimah, Sp. THT-KL selaku supervisor
2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan oleh
penulis
Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa
referat ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan hati
penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari semua
pihak.
Makassar, 27 Agustus 2021

Andi Masyita Putri


Risky Awalia H
Izdihar Hafizhah Az-Zahra

ii
DAFTAR ISI

JUDUL............................................................................................................i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2


2.1 Anatomi Telinga .......................................................................... 2

2.2 Fisiologi Pendengaran ............................................................... 11

2.3 Audiometri Impedans ................................................................ 13

2.4 Elektrokokleografi ..................................................................... 14

2.5 Evoked Response Audiometry .................................................. 15

2.6 Otoacoustic Emission / OAE (Emisi Otoakustik) ..................... 17

BAB III KESIMPULAN ........................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 29

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pembagian telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam .................. 2
Gambar 2. Bagian-bagian dari telinga luar ............................................................ 3
Gambar 3. Tulang-tulang pendengaran ................................................................. 7
Gambar 4. Telinga Dalam ..................................................................................... 9
Gambar 5. Hasil Timpanometri ........................................................................... 13
Gambar 6. Elektrokokleografi ............................................................................. 14
Gambar 7. Alat untuk pemeriksaan OAE ............................................................ 19

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Otot-Otot Telinga Tengah ........................................................................ 8

v
BAB I
PENDAHULUAN

Pemeriksaan pendengaran merupakan tes untuk mengetahui kemampuan


mendengar seseorang terhadap bunyi atau suara. Jenis tes pendengaran ada yang
bersifat subyektif dan obyektif. Tes pendengaran objektif adalah tes pendengaran
yang tidak memelukan respon atau kerjasama dengan pasien. pemeriksaan obyektif
dimana hasil kemampuan dengar didapat berdasarkan analisa dari alat pemeriksaan
sehingga jenis pemeriksaan ini banyak digunakan untuk pasien yang belum paham
instruksi seperti bayi.Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi. Terdapat 4
cara pemeriksaan, yaitu audiometri impedans, elektokokleografi (E.Coch.),evoked
response audiometry. Oto Acoustic Emmision (Emisi otoakustik).

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Telinga


Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang
ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang
terjadi di sekitar kita tanpa harus melihat dengan mata kepala kita sendiri. Orang
yang tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga manusia terdiri atas tiga bagian
yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.1,2

Gambar 1. Pembagian telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam

2.1.1 Telinga Luar


Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula
terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga
mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N. facialis.
1,2

2
Gambar 2. Bagian-bagian dari telinga luar
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk
unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux
superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari
fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis yang
merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala, concha
berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di
belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba
conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang
merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang
merupakan struktur depresif di dekat antihelix, helix yang merupakan bagian terluar
dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta
lobus yang berada di bagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada
di depan meatus akustikus eksternus. 1,2
Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan
liang telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok
yang menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa
panjangnya kurang lebih 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan
untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang.
Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan belakang.
Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani. 1,2
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua
pertiga bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus

3
dilapisi oleh kulit, dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan
glandula seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat
yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini
berfungsi senabai barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing. 1,2
Kulit pelapis meatus dipersarafi oleh saraf sensorik yang berasal dari N.
auriculotemporalis dan ramus auricularis N. vagus. Sedangkan aliran limfe menuju
nodi parotidei superficiales, mastoidei, dan cervicales superficiales. 1,2

2.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang
telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang
miring, dengan sumbu panjang terletak kurang lebih sejajar dengan bidang
membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui
tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid. 3
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior,
dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang
disebut tegmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis.
Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan meningens dan lobus temporalis otak
di dalam fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang,
yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa.
Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus superior V. jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan kavum timpani dari A. carotis interna. Pada bagian atas dinding
anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak
lebih bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil
masuk ke dalam saluran untuk m. tensor tympani. Septum tulang tipis, yang
memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada dinding medial,
yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian atas dinding posterior
terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus antrum. Di bawah

4
ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil, disebut pyramis. Dari
puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian besar dinding lateral
dibentuk oleh membran timpani. dengan nasopharing melalui tuba auditiva dan di
belakang dengan antrum mastoid. 3

a. Membran Timpani
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil,
yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena
cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar
ke anterior dan inferior dari umbo.1,2,3
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter -kurang lebih 1 cm.
Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus tim-
panicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua
plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke processus
lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh
plika-plika tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut
pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan dalam
membran timpani oleh membran mukosa. Membran timpani sangat peka terhadap
nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh N. auriculotemporalis dan ramus
auricularis N. vagus.3,4
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar
dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang
disebabkan oleh lengkung pertama koklea yang ada di bawahnya. Di atas dan be-
lakang promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan
ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha scala
vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra
cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran timpani sekunder. Pada
sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu scala timpani. 3,4
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas ke belakang

5
pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli. Tonjolan
ini menyokong M. tensor timpani. Ujung posteriornya melengkung ke atas dan
membentuk takik, disebut processus cochleariformis. Di sekeliling takik ini tendo
m. tensor timpani membelok ke lateral untuk sampai ke tempat insersionya yaitu
manubrium mallei. Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas
promontorium dan fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia canalis nervi
facialis. Sesampainya di dinding posterior, prominentia ini melengkung ke bawah
di belakang pyramis. 3,4

b. Tulang-tulang pendengaran
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang
maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga
sumsum tulang.3,4,
Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum,
processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus late-
ralis. Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum
mallei adalah bagian sempit di bawah caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah
dan belakang dan melekat dengan erat pada permukaan medial membran timpani.
Manubrium ini dapat dilihat melalui membran timpani pada pemeriksaan dengan
otoskop. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil yang dihubungkan dengan
dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen. Processus lateralis menonjol
ke lateral dan melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membran timpani.
3,4,

Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk
bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah
di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung
ke medial dan bersendi dengan caput stapedis. Bayangannya pada membrana
tympani kadangkadang dapat dilihat pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve
menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavum tympani oleh
sebuah ligamen. 3,4,
Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis

6
kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan
merupakan tempat insersio m. stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari
collum dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir
fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum annulare. 3,4

Gambar 3. Tulang-tulang pendengaran


c. Otot-otot telinga tengah
Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot
tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-
mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil
untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke
dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk
piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam
leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran
berfrekuensi tinggi.1,3,4

7
Otot-Otot Telinga Tengah
Nama Otot Origo Inserio Persarafan Fungsi

Dinding tuba
auditiva dan
M. Tensor Manubrium Divisi mandibularis n. Meredam getaran
dinding
Tympani mallei Trigemius membrana tympani
salurannya
sendiri

Pyramis
(penonjolan
tulang pada Collum Meredam getaran
M. stapedius N. Facialis
dinding Stapedieus stapes
posterior cavum
tympani)
Tabel 1. Otot-Otot Telinga Tengah

d. Tuba Eustachius
Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah,
depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan
dengan nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas M. constrictor pharynges
superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani
dengan nasopharing.3,4,

e. Antrum Mastoid
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa ossis
temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad antrum,
diameter auditus ad antrum lebih kurang 1 cm. Dinding anterior berhubungan
dengan telinga tengah dan berisi auditus ad antrum, dinding posterior memisahkan
antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan
membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan
kanalis semicircularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang,
yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan meninges pada fossa kranii media

8
dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan
antrum dengan cellulae mastoid. 3,4,

2.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial
terhadap telinga tengah dan terdiri atas telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah
rongga di dalam tulang; dan telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah
saccus dan ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus. 3,4

Gambar 4. Telinga Dalam


a. Telinga dalam ossesus
Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis semicircularis,
dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di dalam substantia
kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu
perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus. Vestibulum,
merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak posterior terhadap cochlea
dan anterior terhadap canalis sennicircularis. Pada dinding lateralnya terdapat
fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya,
dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran timpani sekunder. Di dalam
vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus. 3,4
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior, posterior,
dan lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis mempunyai

9
sebuah pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke dalam
vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipergunakan bersama oleh dua
canalis. Di dalam canalis terdapat ductus semicircularis. Canalis semicircularis
superior terletak vertikal dan terletak tegak lurus terhadap sumbu panjang os
petrosa. Canalis semicircularis posterior juga vertikal, tetapi terletak sejajar dengan
sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis lateralis terletak horizontal pada
dinding medial aditus ad antrum, di atas canalis nervi facialis. 3,4
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian anterior
vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan
modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran.
Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga bangunan
keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap anterolateral dan basisnya ke
posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea inilah yang tampak sebagai
promontorium pada dinding medial telinga tengah. 3,4
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus
internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang n. cochlearis. Pinggir spiral, yaitu
lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol ke dalam canalis dan membagi
canalis ini. Membran basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina spiralis sampai
ke dinding luar tulang, sehingga membelah canalis cochlearis menjadi scala
vestibuli di sebelah atas dan scala timpani di sebelah bawah. Perilympha di dalam
scala vestibuli dipisahkan dari cavum timpani oleh basis stapedis dan ligamentum
annulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam scala tympani dipisahkan dari
cavum timpani oleh membrana tympani secundaria pada fenestra cochleae. 3,4
b. Telinga dalam membranous
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan berisi
endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus terdiri
atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga ductus
semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus
cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating berhubungan
dengan bebas. Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang
ada, dan dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus

10
oleh ductus utriculosaccularis. 3,4
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah
dijelaskan di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus
utriculosaccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus
endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan posterior
pars petrosa ossis temporalis. Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat receptor
sensorik khusus yang peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga
percepatan lain. 3,4
Ductus semicircularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari canalis
semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus
satu terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai
atau berhenti bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau berkurang,
kecepatan gerak endolympha di dalam ductus semicircularis akan berubah
sehubungan dengan hal tersebut terhadap dinding ductus semicircularis. Perubahan
ini dideteksi oleh receptor sensorik di dalam ampulla ductus semicircularis. 3,4
Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan
berhubungan dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang
terletak di atas membrana basilaris membentuk organ Corti (organ spiralis) dan
mengandung receptor-receptor sensorik untuk pendengaran. 3,4

2.2 Fisiologi Pendengaran

Daun telinga mengarahkan suara ke meatus auditorius eksterna. Saat


gelombang suara menyentuh atau menghantam membran timpani, gelombang suara
yang bertekanan tinggi dan rendah secara bergantian menyebabkan membran
timpani bergetar ke dalam dan ke luar. Membran timpani bergetar perlahan sebagai
respons terhadap suara frekuensi rendah (nada rendah) dan bergetar cepat ketika
merespons suara frekuensi tinggi (nada tinggi). Area tengah membran timpani
terhubung ke malleus, yang berfungsi menggetarkan seluruh daerah membran
timpani. Getaran ini diteruskan dari malleus ke incus dan kemudian menuju
ke stapes. Saat stapes bergerak maju mundur, footplate berbentuk oval yang diikat

11
oleh ligamen ke sekeliling oval window, akan bergetar di oval window. Getaran
pada oval window kira-kira 20 kali lebih kuat daripada getaran pada membran
timpani, karena osikula auditori secara efisien mengirimkan getaran kecil yang
tersebar di area dengan permukaan yang lebar (membran timpani) menjadi getaran
yang lebih besar pada arean dengan permukaan yang lebih kecil (oval window).
Pergerakan stapes ke oval window mengatur tekanan cairan pada perilimfe di
koklea. Bersamaan dengan oval window yang menonjol ke dalam, hal ini akan
menyebabkan penekanan pada perilimfe pada skala vestibuli. Tekanan gelombang
suara yang disalurkan dari skala vestibuli ke skala timpani dan akhirnya ke round
window, menyebabkankan round window menonjol keluar ke telinga tengah.
Tekanan gelombang suara berjalan melalui perilimfe dari skala vestibuli, kemudian
menuju membran vestibular, dan kemudian berpindah dari dalam endolimfe yang
berada di dalam duktus koklearis. Tekanan gelombang suara di endolimfe
menyebabkan membran basilar bergetar, yang nantinya menyebabkan
berpindahnya sel rambut organ corti melawan membran tektorial. Pada akhirnya,
hal ini menyebabkan pembengkokan stereosilia dan akhirnya menghasilkan impuls
saraf di neuron tingkat pertama di serabut saraf koklea. Berbagai macam frekuensi
gelombang suara menyebabkan beberapa area membran basilar bergetar lebih kuat
daripada area lain. Setiap segmen membran basilar diatur untuk nada tertentu.
Struktur membran basilar yang lebih sempit dan kaku di dasar koklea (yang lebih
dekat dengan oval window), akan menyebabkan suara frekuensi tinggi (nada tinggi)
menyebabkan getaran maksimal di area ini. Menjelang puncak koklea, membran
basilar lebih lebar dan lebih fleksibel. Suara frekuensi rendah (nada rendah)
menyebabkan getaran maksimal dari membran basilar di sana. Tingkat kerasnya
suara ditentukan oleh intensitas gelombang suara. Gelombang suara dengan
intensitas tinggi menyebabkan frekuensi impuls saraf yang lebih tinggi yang dapat
mencapai otak. Suara yang lebih keras juga dapat merangsang lebih banyak sel
rambut.5

12
2.3 Audiometri Impedans
Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran timpani dengan tekanan
tertentu pada meatus akustikus eksterna. Didapatkan istilah :6
a. Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani.
Misalnya, ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular
chain), kekakuan membran timpani dan membran timpani yang sangat lentur.
b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachion tube function), untuk mengetahui tuba
Eustachius terbuka atau tertutup.,
c. Refleks stapedius. Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada
rangsangan 70-80 dB di atas ambang dengar. Pada lesi di koklea, ambang
rangsang refleks stapedius menurun, sedangkan pada lesi di retrokoklea,
ambang itu naik.
Gambaran hasil timpanometri : 6
1) Tipe A: normal
2) Tipe B : terdapat cairan di telinga tengah
3) Tipe C : terdapat gangguan fungsi tuba Eustachius
4) Tipe Ap. terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran.
5) Tipe As: terdapat kekakuan pada tulang Pendengaran (Otosklerosis )

Gambar 5. Hasil Timpanometri

13
2.4 Elektrokokleografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas
dari dari evoke electropotential cochlea. Caranya ialah dengan elektrode jarum
(needle electrode), membran timpani ditusuk sampai promontorium, kemudian
dilihat grafiknya. Pemeriksaan ini cukup invasif sehingga saat ini sudah jarang
dilakukan. Pengembangan pemeriksaan ini yang lebih lanjut dengan electrode
permukaan (suiace electrode), disebut BEM (brain evoked response audiometry) 6.

Gambar 6. Elektrokokleografi

14
2.5 Evoked Response Audiometry

Dikenal juga sebagai Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA),


Evoked Response Audiometry (ERA) atau Audiotory Brainstem Response (ABR)
yaitu suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N VIII.
Caranya dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama
menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga inti-inti tertentu di batang otak.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan yang
dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau lobulus telinga.
Cara pemeriksaan ini mudah, tidak invasif dan bersifat objektif. 6

Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di otak


setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang diberikan
melalui head phone akan menempuh perjalanan melalui saraf ke VIII di koklea
(gelombang I), nukleus koklearis (gelombang II), nukleus olivarius superior
(gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang
V) kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus temporal otak. Perubahan
potensial listrik di otak akan diterima oleh ketiga elektroda di kulit kepala, dari
gelombang yang timbul di setiap nukleus saraf sepanjang jalur saraf pendengaran
tersebut dapat dinilai bentuk saat pemberian rangsang suara sampai mencapai
nukleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap keterlambatan waktu untuk
mencapai masing-masing nukleus saraf dapat memberi arti klinis keadaan saraf
pendengaran, maupun jaringan otak di sekitarnya. BERA dapat memberikan
informasi mengenai keadaan neurofisiologi, neuroanatomi dari saraf-saraf tersebut
hingga pusat-pusat yang lebih tinggi dengan menilai gelombang yang timbul lebih
akhir atau latensi yang memanjang. 6

Pemeriksaan sangat bermanfaat terutama pada keadaan tidak memungkinkan


dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi, anak dengan
gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensia rendah, cacat ganda, kesadaran
menurun. Pada orang dewasa dapat untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli
(malingering) atau ada kecurigaan tuli saraf retrokoklea. 6

15
Cara melakukan pemeriksaan BERA menggunakan tiga buah elektroda yang
diletakkan di verteks atau dahi dan di belakang kedua telinga (pada prosesus
mastoideus), atau pada kedua lobulus aurikular yang dihubungkan dengan
preamplifier. untuk menilai fungsi batang otak pada umumnya digunakan bunyi
rangsang Click, karena dapat mengurangi artefak. Rangsang ini diberikan melalui
head phone secara unilateral dan rekaman dilakukan pada masing-masing telinga.
Reaksi yang timbul akibat rangsang suara sepanjang jalur saraf pendengaran dapat
dibedakan menjadi beberapa bagian. Sembagian ini berdasarkan waktu yang
diperlukan mulai dari saat pemberian rangsang suara sampai menimbulkan reaksi
dalam bentuk gelombang, yaitu: Early response timbul dalam waktu kurang dari 10
mili detik, merupakan reaksi dari batang otak. Middle response antara 10-50 mili
detik, merupakan reaksi dari talamus dan korteks auditorius primer, Late response
antara 50-500 mili detik, merupakan reaksi dari area auditorius primer dan
sekitarnya. 6

Penilaian BERA: 6

1. Masa laten absolut gelombang I, III, V


2. Beda masing-masing masa laten absolut (interwave latency I-V, I-III, III-V)
3. Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency)
4. Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function)

Rasio amplitudo gelombang V/I, yaitu rasio antara nilai puncak gelombang V
ke puncak gelombang I yang akan meningkat dengan menurunnya intensitas. 6

16
2.6 Otoacoustic Emission / OAE (Emisi Otoakustik)
2.6.1 Definisi
Otoaacoustic emission merupakan produk sampingan koklea berupa energi
bunyi yang tidak dikirimkan ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju liang
telinga. Dasar biologik OAE yaitu gerakan sel rambut luar koklea yang sangat kecil,
memproduksi energi mekanik yang diubah menjadi energi akustik sebagai respons
terhadap getaran dari organ di telinga tengah. Sel rambut luar koklea ini sangat
rentan terhadap faktor eksternal (suara berlebihan), internal (bakteri, virus) dan
kondisi (defek genetik).7
2.6.2 Tujuan Pemeriksaan

Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah untu menilai kadaan


koklea, khususnya fungsi sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat digunakan untuk
:7
- Menskrinning pendengaran (khususnya pada neonates, infan
atau individu dengan gangguan perkembangan).
- Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu.

- Membedakan gangguan sensori dan neural pada ganggua


pendengaran sensorineural.
- Pemeriksaan pada gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura)

- Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur,


bahkan pada kadaan koma. Karena hasil pemeriksaan tidak
memerlukan respon tingkah laku.
2.6.3 Syarat-Syarat Untuk Menghasilkan Emisi Otoakustik
Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil emisi
otoakustik antaranya adalah :8

- Liang telinga luar tidak obstruksi

- Menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe

- Posisi optimal dari probe

- Tidak ada pnyakit telinga tengah

17
- Sel rambut luar masih berfungsi

- Pasien kooperatif

- Lingkungan sekitar yang tenang.

Audiometri nada murni dapat memeriksa telinga luar, telinga tengah,


koklea, nervus cranial VII dan system audiotori sentral. Emisi otoakustik hanya
dapat menilai system auditori perifer, meliputi telinga luar, telinga tengah dan
koklea. Respon memang berasal dari koklea, tetapi telinga luar dan telinga tengah
harus dapat mentransmisikan kembali emisi suara sehingga dapat direkam oleh
mikrifon.8
Pemeriksaan emisi otoakustik tidak dapat digunakan untuk menentukan
ambang dengar individu.8

2.6.4 Tipe Emisi Otoakustik


Terdapat beberapa jenis OAE yaitu :

1) Spontaneous OAE (SPOAE)

Spontaneous OAE (SPOAE) adalah mekanisme aktif koklea untuk


memproduksi OAE tanpa harus diberikan stimulus, namun tidak semua orang
dengan pendengaran normal memiliki SPOAE.9

Respon non stimulus ini biasanya diukur dalam rentan frekuensi perekaman
yamg sempit (<30 Hz bandwidth) dalam liang telinga luar. Diperlukan perekam
multiple yantuk memastikan kemampuan replikasi dan untuk membedakan
respon dari tingkat bising. Perekaman SOAEs biasanya berada dalam rentang
frekuensi 500-7000 Hz. 9

Pada umumnya, SOAEs terjadi hanya pada 40-50% individu dengan


pendengaran normal. Pada dewasa sekitar 30-60%, pada neonates sekitar 25-
80%. SOAEs tidak ditemukan pada individu dengan ambang dengar >30 Db HL.
Karena itu tidak adanya SOAEs bukan petanda adanya ketidaknormalan
pendengaran dan biasanya tidak berhubungan dengan adanya tinnitus. 9

18
2) Evoked OAE

EOAE hanya akan timbul bila diberikan stimulus akustik, dibedakan


menjadi (1). Transient Evoked OAE (TEOAE) dimana stimulus berupa click dan
(2). Distortion Product OAE (DPOAE) menggunakan stimulus berupa 2 buah
nada murni yang berbeda frekuensi dan intensitasnya. 9

TEOAE merupakan tes emisi otoakustik yang pertama kalinya digunakan


dalam klinik. stimulasi yang dipakai pada TEOAE dalah click, yang dapat
meransang seluruh partisi koklea sehingga menghasilkan respons yang
melibatkan beberapa frekuensi. Stimulasi diberikan sekitar 60-80 Db SPL. 9

DPOAEs dapat memperoleh frekuensi yang lebih spesifik dan dapat


digunakan untuk merekam frekuensi yang lebih tinggi daripada TEOAEs.
DPOAEs dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan koklea kaibat obat-obat
ototoksik dan akibat bising. 9
3) Sustained Frequency otoacoustic Emissions

SFOAEs merepakan emisi suara sebagai respon dari nada yang


berkesinambungan (kontinyu). Secara klinis tidak digunakan karena antara
rangsangan bunyi dan emisi otoakustik tumoang tindih di liang telinga (overlap),
sehingga mikrofon merekam keduanya. 9

Gambar 7. Alat untuk pemeriksaan OAE

2.6.5 Mekanisme Kerja Alat


Pada telinga sehat, OAE yang timbul dapat dicatat secara sederhana dengan
memasang probe (sumbat) dari bahan spons berisi mikrofon mini ke dalam liang
telinga untuk memberi stimulus akustik dan untuk menerima emisi yang

19
dihasilkan koklea tersebut. Bila terdapat gangguan pada saat suara dihantarkan
dari telinga luar seperti debris/serumen, gangguan pada telinga tengah seperti
otitis media maupun kekakuan membran timpani, maka stimulus akustik yang
sampai ke koklea akan terganggu dan akibatnya emisi yang dibangkitkan dari
koklea juga akan berkurang. Alat OAE didesain secara otomatis mendeteksi
adanya emisi (pass/ lulus) atau bila emisi tidak ada/berkurang (refer/rujuk),
sehingga tidak membutuhkan tenaga terlatih untuk menjalankan alat maupun
menginterpretasikan hasil. EOAE merupakan respons elektrofisiologik koklea
terhadap stimulus akustik, berupa bunyi jenis clicks atau tone bursts. Respons
tersebut dipancarkan ke arah luar melalui telinga tengah, sehingga dapat dicatat
oleh mikrofon mini yang juga berada di dalam probe di liang telinga. EOAE
dapat ditemukan pada 100% telinga sehat, dan akan menghilang/berkurang pada
gangguan pendengaran yang berasal dari koklea. EOAE mempunyai beberapa
karakteristik yaitu dapat diukur pada fungsi koklea yang normal bila tidak ada
kelainan telinga luar dan tengah; bersifat frequency specific (dapat mengetahui
tuli pada frekwensi tertentu); pada neonatus dapat diukur frekuensi dengan
rentang yang luas yaitu frekuensi untuk bicara dan bahasa (500- 6000 kHz). OAE
tidak muncul pada hilangnya pendengaran lebih dari 30-40 dB. EOAE
dipengaruhi oleh verniks kaseosa, debris dan kondisi telinga tengah (cavum
tympani), hal ini menyebabkan hasil refer 5-20% bila skrining dilakukan 24 jam
setelah lahir. Balkany seperti dikutip dari Chang dkk melaporkan neonatus
berusia kurang dari 24 jam liang telinganya terisi verniks caseosa dan semua
verniks caseosa ini akan dialirkan keluar dalam 24-48 jam setelah lahir. Sehingga
angka refer < 3% dapat dicapai bila skrining dilakukan dalam 24-48 jam setelah
lahir. Bonfils dkk melaporkan maturasi sel rambut luar lengkap terjadi setelah
usia gestasi 32 minggu.
EOAE merupakan respons elektrofisiologik koklea terhadap stimulus
akustik, berupa bunyi jenis clicks atau tone bursts. Respons tersebut dipancarkan
ke arah luar melalui telinga tengah, sehingga dapat dicatat oleh mikrofon mini
yang juga berada di dalam probe di liang telinga. EOAE dapat ditemukan pada
100% telinga sehat, dan akan menghilang/berkurang pada gangguan pendengaran

20
yang berasal dari koklea. EOAE mempunyai beberapa karakteristik yaitu dapat
diukur pada fungsi koklea yang normal bila tidak ada kelainan telinga luar dan
tengah; bersifat frequency specific (dapat mengetahui tuli pada frekwensi
tertentu); pada neonatus dapat diukur frekuensi dengan rentang yang luas yaitu
frekuensi untuk bicara dan bahasa (500- 6000 kHz). OAE tidak muncul pada
hilangnya pendengaran lebih dari 30-40 dB.10
Pemeriksaan OAE juga dimanfaatkan untuk memonitor efek negatif dari
obat ototoksik, diagnostik neuropati auditorik, membantu proses pemilihan alat
bantu dengar, skrining pemaparan bising (noise induced hearing loss) dan
sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus-kasus yang berkaitan dengan
gangguan koklea.10

2.6.6 Aplikasi Klinis Pemeriksaan Emisi Otoakustik


Aplikasi klinis dari pemeriksaan emisi otoakustik terfokus untuk indentiikasi
gangguan sensorineural perifer, walaupun diketahui bahwa kelainan telinga luar
dan telinga tengah sanan mempengaruhi transmisi hantaran suara.7,8
Pemeriksaan emisi atoakustik secra klinis dapat dibagi dalam beberapa
ketegori yaitu :
1. Aplikasi klinis pada anak

a. Skrining pendengaran bayi baru lahir

b. Diagnostic audiologi pediatric

c. Monitoring ototoksik

d. Pengukuran gangguan proses auditori

e. Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganik)


2. Aplikasi klinik pada dewasa

a. Deteksi dini dari diskungsi koklea akibat bising

b. Monitoring status koklea pada potensial ototoksik

c. Membedakan disfungsi koklea dengan retrokoklea

21
d. Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganik)

e. Konfirmasi adanya disfungsi koklea pada pasien dengan tinnitus.

2.6.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Emisi Otoakustik


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemeriksaan emisi otoakustik.
Faktor tersebut tebagi kepada dua yaitu non patologi dan patologi. Antara faktor-
faktor sersebut adalah :9,10
1. Nonpatologi
a. Kesalahan meletakkan probe di telinga
b. Serumen yang menghalangi probe atau mengoklusi liang telinga
c. Bebris atau benda asing pada liang telinga
d. Vernix caseosa pada neonates (sangat sering pada bayi ketika baru
lahir)
e. Pasien yang tidak kooperatif
f. Standing waves
2. Patologi
a. Telinga luar
 Stenosis
 Otitis eksterna
 Kista
b. Membran timpani
 Perforasi
c. Telinga tengah
 Tekanan telinga tengah yang abnormal
 Otosklerosis
 Disartikulasi telinga tengah
 Kolestaetoma
 Kista
 Otitis media bilateral

22
d. Koklea
 Pemaparan obat-obatan ototoksik atau pemaparan bising
 Patologi koklear lainnya

23
2.6.8 Integrasi Keislaman
Menjaga kebersihan telinga, hidung dan rongga mulut dengan cara
berwudhu Wudhu adalah bersuci dengan air, mengenai muka, kedua tangan sampai
siku, mengusap kepala dan kedua kaki sampai mata kaki. Wudhu menjaga muslim
agar tetap bersih. Wudhu adalah proses kebersihan yang dilakukan oleh seseorang
untuk membasuh bagian-bagian tubuh sebanyak lima kali dalam sehari. Wudhu
sendiri mengandung dua aspek kebersihan yaitu kebersihan lahir berupa pencucian
bagian tubuh manusia dan kebersihan batin yang ditimbulkan oleh pengaruh wudhu
kepada manusia berupa pembersihan dari kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh
anggota-anggota tubuh.11
Manfaat cara wudhu terhadap kesehatan adalah dapat membersihkan
berbagai kotoran, virus, dan bakteri yang berada di telinga, hidung, mulut dan gigi,
serta dapat mempermudah regenerasi selaput lendir sehingga dapat mencegah
berbagai penyakit yang masuk melalui telinga, hidung dan mulut, baik penyakit
yang ringan maupun penyakit yang berat. 11

Adapun aspek kesehatan dari bagian-bagian wudhu adalah sebagai berikut:

1) Berkumur-Kumur
Berkumur-kumur ketika melakukan wudhu, dapat : 11

a. Menghilangkan bau mulut : Berkumur-kumur ketika melakukan wudhu,


tentu akan dapat menghilangkan bau mulut yang tidak sedap. Dengan
berkumur-kumur ditambah dengan menyikat gigi, insya Allah mulut akan
menjadi segar dan gigi pun bisa terhindar dari berbagai macam penyakit.
b. Mencegah penyakit pilek : Penelitian kedokteran modern membuktikan
bahwa berkumur dengan air setiap hari dapat mencegah penyakit demam
dan pilek pada diri seseorang. Dan juga berkumur dapat membersihkan
tenggorokan dari bakteri dan mikroba sebelum ia menyebar dan
menimbulkan penyakit, serta mencegah dari potensi terkena penyakit pilek
dan demam.

24
c. Menjaga kesehatan gigi : Berkumur atau membasuh mulut tiga kali setiap
wudhu ditambah dengan menggunakan siwak merupakan cara yang paling
baik untuk menghilangkan sisa-sisa makanan yang terselip pada gigi. Hal
ini merupakan salah satu prinsip perlindungan yang paling pokok dalam
menjaga kesehatan gigi.
d. Pencegahan dini dari penyakit periodontitis : Membersihkan mulut dengan
cara menggosok gigi atau berkumur-kumur ketika wudhu ini, dapat
menghilangkan plak yaitu lapisan tipis dan transparan dipermukaan gigi
yang melekat erat pada gigi, sehingga menghindarkan seseorang dari
penyakit periodontitis yaitu gusi tampak memerah, lunak, mengkilat karena
bengkaknya, dan mudah berdarah, bahkan dari peradangan itu kadang-
kadang jadi bernanah. Jika proses sudah cukup jauh, pearadangan itu sudah
mencapai dentin yang banyak ujung saraf perasa. Penderita akan merasa
ngilu jika kalau meminum atau memakan makanan yang panas, dingin
ataupun manis.

2). Istinsyāq (memasukkan air ke dalam hidung serta mengeluarkannya saat wudhu)

Dengan melakukan istinsyaq sebanyak tiga kali disaat berwudhu, maka


mikroba dan bakteri yang berada di dalam lubang hidung akan ikut keluar. Seperti
yang sudah diketahui, bahwa kebanyakan penyakit disebabkan mikroba yang
masuk melalui hidung dan tenggorokan, kemudian pindah ke dalam tubuh sehingga
timbullah penyakit. Ini merupakan penemuan kedokteran yang terdapat dalam
hikmah istinsyaq disaat berwudhuvagar hidung terbebas dari bakteri virus dan
penyakit. Dengan melakukan istinsyaq, juga akan menghindarkan seseorang
terserang penyakit sinusitis yaitu peradangan rongga-rongga udara disekitar hidung.
11

25
3). Membasuh Wajah

Membasuh wajah dengan air ketika wudhu, juga akan dapat mencegah
munculnya jerawat pada diri seseorang. Jerawat terkadang muncul secara tiba-tiba
dan tidak dapat dihindari, terutama bagi mereka yang berjenis kulit wajah kering
dan berminyak. Sehingga begitu terkena panas terik seperti di pantai, jerawatpun
langsung muncul. Oleh sebab itu,dengan membasuh air ke wajah setiap wudhu akan
membuat kulit muka tidak terlalu kering dan kulit yang berminyak pun hilang dan
bersih dari kotoran yang menempel pada kulit wajah. Dan juga air wudhu yang
dibasuhkan kewajah, akan dapat menyegarkan kulit wajah dan lebih jauh hal ini
akan berpengaruh pula pada mata sehingga menjadi lebih fresh dan tidak terasa
melelahkan serta dapat menyembuhkan sakit mata. 11

4). Membasuh tangan

Membasuh tangan ketika wudhu akan menghilangkan kotoran yang ada


pada tangan. Yang demikian ini tentu sangat besar sekali manfaatnya dalam rangka
untuk menghilangkan debu, mikroba ataupun berbagai macam bibit penyakit.
Sebab banyak sekali penyakit ‘besar’ yang sering kali dialami oleh seseorang
seperti: penyakit kulit hingga diare berawal dari kotoran yang ada pada tangan.
Manfaat lain dari membasuh tangan hingga siku ketika wudhu adalah untuk
menghilangkan keringat dari permukaan kulit dan membersihkan kulit dari lemak
yang dipartisi oleh kelenjar kulit, dan ini biasanya menjadi tempat yang ideal untuk
berkembang biaknya bakteri.11

5) Mengusap kepala Manfaat Mengusap kepala ketika wudhu :

Mengurangi tekanan darah tinggi atau hipertensi dan pusing kepala. Sebab
air dingin yang dibasuhkan ke wajah ataupun diusapkan ke kepala akan memiliki
pengaruh yang baik untuk akviftas dan kebugaran seseorang, dan dapat
menghilangkan penyakit kepala serta kelelahan otak. 11

26
Manfaatnya bagi rambut :

Manfaat lain yang bisa dirasakan dari wudhu, terutama ketika menyapu
kepala adalah membuat rambut menjadi lebih bersih dan terasa segar. Bahkan
apabila kita mempelajari ajaran islam tidak hanya memerhatikan kebersihan rambut
kepala, tetapi islam juga menyuruh kita untuk merapikan rambut, sehingga enak
dipandang. 11

6) Mengusap dua telinga

Membasuh kedua telinga berguna untuk menghilangkan debu yang


menempel, atau kotoran dari udara yang menumpuk dan menempel, pada zat lilin
yang dikeluarkan oleh telinga. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan lemahnya
pendengaran ataubahkan peradangan kuping yang bila menyebar kebagian dalam
dapat mengacaukan keseimbangan tubuh, karena telinga bagian dalam menjadi
pusat keseimbangan tubuh.11

7) Membasuh kaki

Termasuk hal yang penting dalam berwudhu adalah membasuh kedua kaki.
Karena kedua kaki sepanjang hari, sering berada dalam sepatu atau kaos kaki,
sehingga sering menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau yang tidak sedap tidak
akan hilang kecuali bila dibasuh berkali-kali dan benar-benar bersih. Oleh karena
itu, di antara sunnah wudhu adalah membersihkan sela-sela antara jari-jari kaki
dengan jari-jari tangan untuk menghilangkan keringat dan kotoran yang menumpuk
di dalamnya. Dan membasuh antara sela-sela jari dengan baik dapat mencegah
tumbuhnya jamur dan mencegah pembiakannya. Membasuh kaki ketika wudhu
akan membuat kaki terasa nyaman dan segar, melemaskan otot-otot kaki yang
tegang. Bahkan apabila ketika membasuh kaki disertai dengan memijat secar baik,
juga dapat mendatangkan perasaan tenang dan nyaman karena telapak kaki
merupakan cerminan seluruh perangkat tubuh. Dengan cara memijat kaki tatkala
wudhu berlansung secara tidak langsung telah mamijat syaraf-syaraf yang

27
menghubungkan keseluruh tubuh. Dan juga merupakan salah satu cara agar kaki
menjadi lebih cantik.11

28
BAB III
KESIMPULAN

Pemeriksaan pendengaran merupakan tes untuk mengetahui kemampuan


mendengar seseorang terhadap bunyi atau suara. Tes pendengaran objektif adalah
tes pendengaran yang tidak memelukan respon atau kerjasama dengan pasien.
pemeriksaan obyektif dimana hasil kemampuan dengar didapat berdasarkan analisa
dari alat pemeriksaan sehingga jenis pemeriksaan ini banyak digunakan untuk
pasien yang belum paham instruksi seperti bayi. Terdapat 4 cara pemeriksaan, yaitu
audiometri impedans, elektokokleografi (E.Coch.),evoked response audiometry.
Oto Acoustic Emmision (Emisi otoakustik).

1. Audiometri impedans : Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran


timpani dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.
2. Elektokokleografi (E.Coch.) : Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam
gelombang-gelombang yang khas dari evoke electropotential cochLea.
3. Evoked Response Audiometry : Dikenal juga sebagai' Brainstem Evoked
Response Audiometry (BERA), Evoked Response Audiometry (ERA) atau
Auditory Brainstem Rersponse (ABR) yaitu suatu pemeriksaan untuk menilai
fungsi pendengaran dan fungsi N Vlll.
4. Oto Acoustic Emmision (Emisi otoakustik): adalah gerakan sel rambut luar dan
merefleksikan fungsi koklea. Sedangkan sel rambut dalam dipersarafi serabut
aferen yang berfungsi mengubah suara menjadi bangkitan listrik dan tidak ada
gerakan dari sel rambut sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ballantyne J and Govers J. Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose, and Throat.
Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 5

29
2. Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997
3. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002
4. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Penerbit:
EGC. Jakarta 2006.
5. Sherwood L, Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Ed.8, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta. 2016
6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI.2020
7. Rundjan Lily, dkk. Skrining Gangguan pendengaran pada neonatus resiko tinggi. In:
Sari Pediatri vol.6. 2005.Pg;149-154
8. Suwento Ronny dkk. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak. In: buku ajar ilmu
kesehatan telinga,hidung,tenggorok,kepala, dan leher FKUI ed. Ketujuh. balai
penerbit FKUI : Jakarta. 2012
9. Eva, Adeline, et al. Uji Diagnostik Auditory Steady-State Response dalam
Mendeteksi Gangguan Pendengaran pada Anak. FKUI: Jakarta. 2006
10. United Healthcare Oxford Clinical Policy. Otoacoustic Emissions Testing. Oxford
Health Plans, LLC. 2017
11. Muhammad Aff Uswatun khasanah. Urgensi Wudhu dan Relevansinya Bagi
Kesehatan (Kajian Ma’anil Hadits) dalam Perspektif Imam Musbikin. Jurnal Studi
Hadis Volume 3 Nomor 2. 2018

30

Anda mungkin juga menyukai