PENDAHULUAN
Kemajuan
dalam
bidang
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
dapat
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB (A). (1) Gangguan
pendengaran akibat bising atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah tuli saraf
yang terjadi akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu
yang cukup lama. (2)
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising,
antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun (ototoksik) seperti streptomisin,
kanamisin, garamisin (golongan aminoglikosida), kina, asetosal, dan lain-lain.(3)
Mengingat besarnya masalah tersebut dan pentingnya kesehatan indera
pendengaran sebagai salah satu faktor penting dalam meningkatkan mutu sumber
daya manusia, maka diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap masalah
kesehatan indera pendengaran khususnya tuli akibat pemajanan bising (TAB/NIHL).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
batas belakang yaitu aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis. Batas atas yaitu
tegmen timpani (meningen/ otak), dan batas dalam berturut-turut dari atas kebawah
yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.(4)
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga
saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat
pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Pada pars flaksida
terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. (4) Tuba
eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah.(5)
2.1.3. Telinga Dalam
Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan,
terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari labirin bagian tulang dan
labirin bagian membran. Labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis,
vestibulum dan koklea. Labirin bagian membran terletak didalam labirin bagian
tulang, dan terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus
endolimfatikus serta koklea.(6)
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Lapisan ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan
pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis
yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari
otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada
reseptor.(6)
berjumlah sekitar 3500 dan dengan diameter berukuran sekitar 12 mikrometer, dan
tiga sampai empat baris rambut eksterna, berjumlah 12.000 dan mempunyai diameter
hanya sekitar 8 mikrometer. Basis dan samping sel rambut bersinaps dengan jaringan
akhir saraf koklearis. Sekitar 90 sampai 95 persen ujung-ujung ini berakhir di sel-sel
rambut bagian dalam, yang memperkuat peran khusus sel ini untuk mendeteksi suara.
Serat-serat saraf dari ujung-ujung ini mengarah ke ganglion spiralis corti yang
terletak didalam modiolus (pusat) koklea.(5)
2.2.1. Pola Getaran Membran Basiler Untuk Frekuensi Suara Yang Berbeda
Gambar 2.5 Pola getaran membran basiler untuk frekuensi suara yang berbeda (7)
Terdapat perbedaan pola tranmisi untuk gelombang suara dengan frekuensi
suara yang berbeda. Setiap gelombang relatif lemah pada permulaan tetapi menjadi
kuat ketika mencapai bagian membran basilar yang mempunyai keseimbangan
resonansi frekuensi alami terhadap masing-masing frekuensi suara. Pada titik ini,
membran basilar dapat bergetar ke belakang dan ke depan dengan mudahnya
sehingga energi dalam gelombang dihamburkan. Akibatnya, gelombang berhenti pada
titik ini dan gagal berjalan sepanjang membran basilar yang tersisa. Jadi gelombang
suara frekuensi tinggi hanya berjalan singkat sepanjang membran basilar sebelum
gelombang mencapai titik resonansinya dan menghilang. Gelombang suara frekuensi
sedang berjalan sekitar setengah perjalanan dan kemudian menghilang. Dan akhirnya,
gelombang suara frekuensi sangat rendah menjalani seluruh jarak sepanjang
membran basilar.(8)
10
11
2.4. Bising
2.4.1. Definisi
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang
merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau yang menyebabkan
rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.(9) Kebisingan yaitu bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (10) atau
semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi
dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran.(11)
2.4.2. Baku Tingkat Kebisingan
Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku
tingkat kebisingan (Nilai Ambang Batas, NAB) peruntukan kawasan/lingkungan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini (9) :
Tabel 2.1 Baku tingkat kebisingan (Nilai Ambang Batas, NAB) peruntukan
kawasan/lingkungan (9)
No
1
Tingkat
kebisingan (dB)
Peruntukan Kawasan
Perumahan dan pemukiman
55
70
65
12
2
3
50
Industri
70
60
Rekreasi
70
Khusus :- Bandar udara- Stasiun Kereta Api Pelabuhan Laut- Cagar Budaya
70
Lingkungan Kegiatan
Rumah Sakit atau sejenisnya
55
55
55
13
dapat disebabkan oleh toksin (seperti arsen dan quinine) dan antibiotika seperti
streptomisin yang dapat merusak koklea.(8)
2.5.3. Patogenesis
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut.
Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya
degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia
pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap
stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih
banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena
adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan
oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam
dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel
rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus
pendengaran pada batang otak.(12)
2.5.4. Gambaran Klinis
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech
discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekuensi tinggi dapat
menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi
dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak
didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala
yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan
konsentrasi.(12)
14
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing
loss) adalah bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral, jarang menyebabkan tuli
derajat sangat berat (profound hearing loss).(12,13) Secara klinis pajanan bising pada
organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar
sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap
(permanent threshold shift). Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat
rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB atau kurang, keadaan ini merupakan
fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.(3)
Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya
peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup
tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi
pemulihan dalam satuan hari. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan
keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising
dengan intensitas sangat tinggi (explosif) atau berlangsung lama yang menyebabkan
kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel
rambut, stria vaskularis, dan lainnya.(3)
Derajat ketulian berkisar antara 40 sampai 75 dB. Apabila paparan bising
dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan, kerusakan
telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana
kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz, dengan paparan bising
yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai
tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun.(12)
Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditory), bising yang berlebihan juga
mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara,
gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan
pendengaran yang terjadi.(12)
15
2.5.5.1 Anamnesis
Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami kesulitan berbicara di
lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang yang
berbicara, berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau merasa
keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya pada
proses yang berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan
oleh pekerja bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala komunikasi perlu
juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada pihak keluarga.(2,12)
2.5.5.2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai
gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan
secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang
menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena
agen fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik dan alergi. Selain itu
pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di
susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran.(14)
2.5.5.3 Tes Penala
Pada tes penala didapatkan hasil Rinne positif, terdapat lateralisasike telinga
yang pendengarannya lebih baik pada tes Weber, dan didapatkan tes Swabach
memendek dengan kesan tuli sensorineural.(12)
16
Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya
dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat
pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga
(ear muff) dan pelindung kepala (helmet).(3)
Oleh karena itu tuli akibat bising adalah tuli sensorineural yang bersifat
menetap, bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi
dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemsangan alat bantu dengar/ ABD
(hearing aid). Apabila pendengaran sudah sedemikian buruk, sehingga dengan
memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu dilakukan
psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory
training) agar dapat menggunakan sisa pendengara dengan ABD secara efisien
dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota
17
badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena
pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan
agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada pasien
yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan
implan koklea (cochlear implant).(3)
2.5.7
Prognosis
Tuli akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya
menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan. Penggunaan alat
bantu dengar hanya sedikit manfaatnya bagi pasien, bahkan alat tersebut hanya
memberikan rangsangan vibrotaktil dan bukannya perbaikan diskriminasi bicara pada
pasien tersebut. Untuk sebagian pasien dianjurkan pemakaian implan koklearis.
Implan koklearis dirancang untuk pasien-pasien dengan tuli sensorineural.(14)
18
BAB III
PENUTUP
19
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia termasuk 4 negara di asia
tenggara dengan prevalensi ketulian 4,6%. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta. 2004.
2. Baiduc, R.R, et al. Clinical measures of auditory function. The Cochlea and
Beyond Vol.4. 2013. pp. 147-156
3. Bashiruddin, J., Soetirto, I., Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise
Induced Hearing Loss). Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan Edisi VI. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2007. hal 49-52
4. Soetirto, I.,Hendarmin, H., Bashiruddin, J., Gangguan Pendengaran dan
Kelainan Telinga. Dalam: Buku Ajar Ilmu penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher Edisi VI. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2007. hal 10-16
5. Ganong WF. Hearing and equilibrium. In: Ganongs Review of Medical
Physiology 22nd ed. Mc.Graw Hill. 2005. pp. 171-179
6. Mills, J.H, Khariwala, S.S, Weber, P.C. Anatomy and physiology of hearing. In:
Bailey, B.J, Head and Neck Surgery Otolaryngology 4 th ed, vol 2. JB Lippincot,
Philadelphia. 2006. pp.2189-2198
7. Stephen L, Liston, Duvall, Arndt. Embriologi, anatomi, dan fisiologi telinga.
Dalam: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit EGC, Jakarta. 1997. hal 27-45
8. Despopoulos, A. Silbernagl, S. Central nervous system and senses. In: Color Atlas
of Physiology 6th ed. Thieme, New York. pp.180-183
9. Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia. Keputusan menteri lingkungan hidup
no. 48 tahun 1996. Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta. 1996
10. Kementerian Tenaga Kerja Indonesia. Keputusan menteri tenaga kerja no.51
tahun 1999. Kementerian Tenaga Kerja Jakarta, 1999.
11. Metidieri, et.al. Noise induced hearing loss: literature review with a focus on
occupational medicineI. In: Arch. Otorhinolaryngology Vol.2. 2013. pp.208-212
12. Yunita Andrina. Gangguan pendengaran akibat bising. USU Digital Library
Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.. 2003. hal 1-9
21
22