Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan sebuah gangguan kecemasan di
mana orang memiliki keinginan yang tidak diinginkan dan diulang, perasaan, ide,
sensasi (obsesi) atau tingkah laku yang membuat mereka selalu ingin melakukan
sesuatu (kompulsif).1,7
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang mendesak
ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat kekhawatiran
yang biasa tentang apakah pintu sudah dikunci atau belum sampai fantasi aneh dan
menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang yang disayangi. Istilah kompulsi
menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan
sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan suatu tindakan kompulsif.
Tindakan kompulsif dapat berupa berulang kali memeriksa pintu yang terkunci,
kompor yang sudah mati atau menelepon orang yang dicintai untuk memastikan
keselamatannya.2,8

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gangguan obsesif-kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana
penelitian moderen telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Pada awal
tahun 1980-an gangguan obsesif-kompulsif dianggap sebagai gangguan yang jarang
dan berespon buruk terhadap terapi. Sekarang diketahui bahwa gangguan obsesifkompulsif adalah sering ditemukan dan sangat responsif terhadap terapi.3
Suatu obsesi adalah pikiran,

perasaan, ide, atau sensasi yang

mengganggu

(intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan dan
rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan
kecemasan seseorang sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan
seseorang tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi,
kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif
biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan
kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan
gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan karena obsesi dapat menghabiskan
waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang,
fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan teman dan
anggota keluarga.3.9.10
Perilaku ini bertujuan untuk mencegah atau mengurangi tekanan atau situasi
yang ditakuti. Dalam kasus yang paling parah, tindakan atau perilaku yang
berulang menjadi ritual yang dapat menghabiskan waktu seharian penuh, hingga
membuat rutinitas normal mustahil dilakukan. Perilaku yang terjadi biasanya karena
adanya dorongan yang irasional. Beberapa contoh diantaranya adalah 5,6,11:
a) Bersih-bersih (Cleaning)
Untuk mengurangi rasa takut terhadap hal yang nyata atau hanya sekedar
imajinasi, bahwa kuman, kotoran, atau bahan kimia akan mengontaminasi,
sehingga mereka menghabiskan banyak waktu untuk mencuci diri mereka sendiri
atau membersihkan lingkungan mereka.12,13
2

b) Mengulang (Repeating)
Untuk menghilangkan kecemasan, beberapa diantaranya mengucapkan nama
atau kalimat-kalimat pendek, atau mengulangi perilaku beberapa kali.
Mereka tahu pengulangan ini tidak akan benar-benar menjaga mereka terhadap
cedera, tapi mereka takut akan terjadi bahaya jika mereka tidak melakukan
pengulangan.12,13
c) Memeriksa (Checking)
Untuk mengurangi rasa takut yang bisa membahayakan diri sendiri atau orang
lain, misalnya, lupa untuk mengunci pintu atau mematikan kompor gas, beberapa
diantara mereka melakukan ritual pemeriksaan.
Beberapa yang lain juga berulang kali menelusuri kembali rute mengemudi
mereka untuk memastikan bahwa mereka tidak menabrak siapa pun. 12,13
d) Memerintah dan Mengatur (Ordering and Arranging)
Untuk mengurangi ketidaknyamanan, beberapa diantaranya suka meletakkan
benda, seperti buku dalam urutan tertentu, atau mengatur barang-barang rumah
tangga harus begitu, dalam mode simetris, atau untuk memiliki sesuatu yang
sempurna. 12,13
e) Menimbun (Hoarding)
Untuk mengurangi ketidaknyamanan, beberapa diantara mereka menimbun surat
kabar, majalah, pakaian, kertas, dan memo, sehingga membentuk tumpukan yang
mengganggu rumah tangga. 12,13
f) Dorongan Mental (Mental Compulsions)
Sebagai respon dalam menanggapi pikiran obsesif, beberapa diantaranya ada
yang diam-diam berdoa atau mengucapkan kata-kata tertentu untuk mengurangi
kecemasan atau mencegah terjadinya suatu peristiwa di masa depan yang mereka
takuti. 12,13
B. Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum


diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen dimana pria dan wanita memiliki resiko sama.
Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik
tersering yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan
depresif berat. Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan Afrika telah menegakkan
angka tersebut melewati ikatan kultural.3,4
Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi untuk
remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan
perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun walaupun laki-laki
memiliki onset usia yang agak lebih awal (rata-rata sekitar usia 19 tahun)
dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira
duapertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari
15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesifkompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa anak-anak pada beberapa
kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena
gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan
tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan
obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan
kulit putih walaupun tersedianya jalur ke pelayanan kesehatan dapat menjelaskan
sebagian besar variasi tersebut ketimbang perbedaan prevalensi antara ras-ras. 3
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk
fobia sosial adalah 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan pengaruh alkohol, fobia
spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.3
4

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-orang


yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat berhatihati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari keintiman dan hanya
menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak
permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam, dan
tidak ramah. 5
C. ETIOLOGI
1. Faktor Biologis

Neurotransmiter
Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di
dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data
menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di
dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini.
Penelitian klinis telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin sebagai
contohnya, 5-hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinal
dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian
imipramine(yang berikatan dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan
telah melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa penelitian telah mengatakan bahwa
sistem neurotransmiter kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan

obsesif-kompulsif adalah dua bidang penelitian riset untuk di masa depan.3


Penelitian pencitraan otak
Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh PET
(positron emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas
(sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia
basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan
obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan
5

resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran


kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik
penelitian pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten dengan
pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadangkadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.
Suatu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi

T1 di korteks frontalis. 3
Genetika
Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesifkompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang
lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar
dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah
menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien gangguan

obsesif-kompulsif juga menderita gangguan. 3


Data biologis lainnya
Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG) tidu
r, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang menyatakan
adanya kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan obsesif-kompulsif.
Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya
telah ditemukan pada pasien gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG
tidur telah menemukan kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada
gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye movement).
Penelitian neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan
gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-suppression test
pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan

pada infus clonidine (catapres). 3


2. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan
melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan
6

peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan.


Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang
terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. 3,12
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran
obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku
kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan.
Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan
sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi
terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari. 3,11
3. Faktor Psikososial

Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-kompulsif
tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian, sifat
kepribadian

tersebut

tidak

diperlukan

atau

tidak

cukup

untuk

perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35


persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional
pramorbid.3,9

Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama
yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesifkompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi. 3,8
a. Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari
afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi,
afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari
komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi
7

berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya


terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak
memiliki afek yang berhubungan dengannya. 3,7
b. Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat
lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan

sekunder

diperlukan

untuk

melawan

impuls

dan

menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.


Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi
defensif

yang

ditujukan

untuk

menurunkan

kecemasan

dan

mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh


isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah
mekanisme

meruntuhkan

(undoing).

Seperti

yang

disebutkan

sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang


dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang
secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls
obsesional yang menakutkan. 3,6

c. Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan
sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls
dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat
dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 3,12
d. Faktor psikodinamik lainnya
Pada

teori

psikoanalitik

klasik,

gangguan

obsesif-kompulsif

dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi


dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan
8

tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting,


mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional
yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya
benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama
menyebabkan

pasien

dilumpuhkan

oleh

keragu-raguan

dan

kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan


obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi
atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam
hubungan

yang

terletak

di

belakangnya.

Dengan

demikian,

psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada


gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan
dengan fase perkembangan anal-sadistik. 3,13
e. Ambivalensi
Ambivalensi

adalah

akibat

langsung

dari

perubahan

dalam

karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada
anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak
merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi
yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku
melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan
yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan. 3,10
f. Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal,
ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi
oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran
kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan
peristiwa

di

dunia

luar

terjadi

tanpa

tindakan

fisik

yang

menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang


peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu

pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesifkompulsif. 11


D. Gejala Klinis
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:11,12,13
1.

Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.

2.

Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi


sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.

3.

Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai
suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.

4.

Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.

5.

Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya. 3
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-

anak dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan
berubah dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki
empat pola gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu
obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai penghindaran obsesif
terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti seringkali
sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses, urin, debu atau kuman. Pasien
mungkin secara terus-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci
tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena
takut akan kuman. Walaupun kecemasan adaloah respon emosional yang paling
sering terhadap objek yang ditakuti, rasa malu dan rasa jijik yang obsesif juga
10

sering ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa


kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh kontak
ringan. 3
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh
pengecekan yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan,
seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut
mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeiksa
kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional,
saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu. 3
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan pikiran semata-mata pikiran
obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya
berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh
pasien. 3
Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau
ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah
menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya.
Penumpukan obsesi dan kompulsi religius adalah sering pada pasien obsesifkompulsif. Trichotillomania (menarik rambut kompulsif) dan menggigit kuku
mungkin merupakan kompulsi yang berhubungan dengan gangguan obsesifkompulsif. 3
Terdapat juga beberapa gangguan yang biasa merupakan bagian dari atau
dengan kuat dihubungkan dengan spectrum GOK (gangguan gangguan obsesifkompulsif)

Gangguan dismorfik tubuh (body Dysmorphic Disorder)


Pada gangguan ini orang terobsesi dengan keyakinan bahwa mereka buruk
rupa atau bagian tubuh mereka berbentuk tidak normal.

Trikhotilomania

11

Orang dengan Trikhotilomania terus menerus mencabuti rambut mereka


sehingga timbul daerah-daerah botak.

Sindrom Tourettes
Gejala sindrom Tourettes meliputi gerakan yang pendek dan cepat, tik dan
ucapan kata-kata kotor yang tak terkontrol. 2

E. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:3
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a.

Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang


dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan
tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.

b.

Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran


yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

c.

Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau


bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau
tindakan lain.

d.

Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan


obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari
luar seperti penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:


a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan
aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang
12

menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak


dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak
berlaku bagi anak-anak
a.

Obsesi

atau

kompulsi

menyebabkan

penderitaan

yang

jelas,

menghabiskan waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau


secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan
(atau akademik) atau aktivitas atau hubungan sosial yang biasanya.
b.

Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan

makan,

menarik

rambut

jika

terdapat

trikotilomania,

permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,


preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,
preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan
depresif berat).
c.

Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika selama sebagian besar waktu selama episode
terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah
berlebihan atau tidak beralasan. 3

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:4

13

1.

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan


kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya
dua minggu berturut-turut.

2.

Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu


aktivitas penderita.

3.

Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:


a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas.
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).

4.

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala
depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam
berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan
dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif
kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala
obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak adayang
menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun maka prioritas diberikan pada gejala yang paling
bertahan saat gejala yang lain menghilang.
14

5.

Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom


Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut. 6

F. Penatalaksanaan
1.

Farmakoterapi 7,8
a.

Penggolongan

Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik, Contoh: Clomipramine.

Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors),


Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.7

b.

Indikasi Penggunaan9,10
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif. Butir-butir
diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami
gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:
Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri
individu sendiri;
Pikiran, bayangan,

atau

impuls

tersebut harus merupakan

pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);


Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau
impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau ansietas);
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan/dielakkan,

meskipun

ada

lainnya

yang

tidak

lagi

dilawan/dielakkan oleh penderita;


Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
menggangu aktivitas sehari-hari (disability)
15

Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi


seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan
kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian,
umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil
pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior
therapy). 7
Clomipramine. Clomipramine

biasanya dimulai dengan dosis 25

sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25


mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari
atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah
suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi,
hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut
kering.3
SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesifkompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai
manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi,
kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal,
SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan
demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 3
Obat lain. Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak
berhasil, banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang
dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah
inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase inhibitor),
khususnya Phenelzine (Nardil). 3
2.

Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai
16

terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat


dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku
utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan
respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan
pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya
untuk mendapatkan perbaikan. 3
3.

Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional,
simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi
berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna
gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai
intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah
sakit sampai tempat penampungan institusi dan menghilangkan stres
lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat
ditoleransi. 3
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku
pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota
keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat
tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien. 3

4.

Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan,
dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan
pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa
pasien. 3
17

5.

Cognitive Behavior Therapy


Cognitive Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan ObsesifKompulsif. Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang
umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah
exposure with response prevention. Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia
memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa
dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika
klien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata
sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat membantu dalam
mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain berupa
terapi kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk merespon
pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke kompulsif. 8
Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering
digunakan dalam pemberian treatment pelbagai gangguan kecemasan
termasuk OCD. Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan
diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi
peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu OCD
mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang
secara perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu. 12,13
Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan
manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang
memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu.
Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih.9,10

G. Diagnosis Banding
1. Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding
adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis,
18

dan

kadang-kadang

komplikasi

trauma

dan

pascaensefalitik.

Gejala

karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering
dan hampir setiap hari terjadi. 3
2. Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesifkompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia,
dan gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat
dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh
kurang kacaunya sifat gejala, dan oleh tilikan pasien terhadap gangguan
mereka. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat
gangguan fungsional yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.
Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan
kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan
obseisf, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif saja tidak
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat. 3
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesifkompulsif

adalah

hipokondriasis,

gangguan

dismorfik

tubuh,

dan

kemungkinan gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi


patologis. Pada semua gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang
berulang, sebagai contoh permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku yang
berulang sebagai contoh mencuri. 3
H. PROGNOSIS
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan penyakit yang kronik dengan
perode dari gejala-gejala yang seiring dengan berjalannya waktu akan mengalami
peningkatan. Penderita gangguan ini tidak biasanya sembuh sempurna atau bebas dari
gejala. Walaupun demikian dengan pengobatan, banyak orang yang mengalami
perbaikan. Perbaikan tersebut berupa gejala yang berbeda seperti cara merealisasikan
suatu obsesif yang berbeda. Diagnosis awal dan terapi yang dilakukan secepatnya
19

akan memberikan hasil yang lebih baik di mana penekanan onset usia dini adalah hal
yang patut untuk segera didiagnosis. Selain itu, mereka yang bergerak di bidang
kesehatan mesti memahami perbedaan antara gangguan obsesif-kompulsif dengan
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang mana untuk jenis gangguan
kepribadian biasanya dimulai pada saat dewasa muda, yaitu umur di atas 20 tahun
sedangkan untuk gangguan obsesif kompulsif biasanya dimulai pada usia anakanak.1,9,10

BAB III
PENUTUP
Gangguan obsesifkompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak
waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress).
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejalagejala obsesif atau tindakan kompulsif
atau keduaduanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu
berturutturut. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesifkompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak,
genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor
psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
gangguan obsesifkompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi
tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak bisa sembuh sempurna. Dengan
pengobatan bisa memberikan pengurangan gejala.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Berger FK. Obsessive-Compulsive Disorder. MedlinePlus. 2012 Jul 03. Diakses
pada

tanggal

22

september

2015

di

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000929.htm
2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2rd rev. ed.
Surabaya: Airlangga University Press; 2009, 312-313 p.
3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma M, translator. Jakarta:
Erlangga; 2010, 56-67 p.
4. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III. 1st ina. ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya;
2001, 76-77 p.
5. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). 3rd rev. ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA
Atmajaya; 2001, 47-48 p.
21

6. Robinson L, Smith M, Segal J. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD).


Helpguide.

2013

Apr.

Diakses

pada

tanggal

19

Mei

2013

di

http://www.helpguide.org/mental/obsessive_compulsive_disorder_ocd.htm
7. Ruscio, A. M., Stein, D. J., Chiu, W. T. & Kessler, R. C. The epidemiology of
obsessive-compulsive disorder in the National Comorbidity Survey Replication.
Mol. Psychiatry 15, 5363 (2010).
8. Nakatani, E. et al. Children with very early onset obsessive-compulsive disorder:
clinical features and treatment outcome. J. Child Psychol. Psychiatry 52, 1261
1268 (2011).
9. Gillan et al. Enhanced Avoidance Habits in Obsessive-Compulsive Disorder. Biol
Psychiatry 2014;75:631638.
10. Zohar, J., Greenberg, B. & Denys, D. Obsessive-compulsive disorder. Handb.
Clin. Neurol. 106, 375390 (2012)
11. Pauls, D. L. The genetics of obsessive-compulsive disorder: a review. Dialogues
Clin. Neurosci. 12, 149163 (2010)
12. Black, D. W. et al. A blind re-analysis of the Iowa family study of obsessivecompulsive disorder. Psychiatry Res. 209, 202206 (2013).
13. Grant, J. ObsessiveCompulsive Disorder. The new england journal o f medicine.
2014;371:646-53.

22

Anda mungkin juga menyukai