Anda di halaman 1dari 26

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

Laporan Kasus
Otitis Media Supuratif Kronis

Pembimbing :
dr. Zulrafli, Sp. THT-KL

Disusun Oleh :
Puteri Nabella/112017160

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


KEPALA DAN LEHER
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
Periode 21 Mei s/d 23 Juni 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN THT-KL

Hari / tanggal ujian / presentasi kasus : ......................


NAMA: Puteri Nabella
NIM: 112017160

I. IDENTITAS
Nama : Tn. R E
No. RM : 2016018618/201806003434
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. KH Ahmad Dahlan No.26 Karawang
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Pendidikan : SLTA
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 09 Juni 2018
Pukul : 15.00 WIB

KELUHAN UTAMA
Telinga kiri keluar cairan sejak tiga minggu yang lalu
KELUHAN TAMBAHAN
Telinga kiri berdenging dan pendengaran berkurang
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Dua tahun SMRS pasien datang ke poliklinik THT RS Bayukarta mengeluh keluar cairan
berwarna putih kekuningan dari telinga kirinya tidak lama setelah mengalami kecelakaan sepeda
motor. Saat itu pasien juga mengaku pendengaran telinga kiri berkurang. Pasien sering kontrol
dan mengatakan mengalami perbaikan, dan cairan sudah tidak keluar lagi. Tiga minggu yang lalu
pasien datang kembali ke poliklinik THT RS Bayukarta dengan keluhan keluar cairan dari
telinga kiri. Pasien juga mengatakan telinga kiri terasa berdengung. Setelah itu pasien rajin
melakukan kontrol. Satu hari SMRS pasien datang melanjutkan kontrolnya dengan keluhan
telinga kirinya masih berdengung. Keluar cairan dari telinga kiri di sangkal. Keluhan perasaan
berputar dan demam juga disangkal oleh pasien.
Keluhan hidung tersumbat, bersin-bersin, pilek, hidung gatal, nyeri pada wajah,
gangguan penciuman disangkal oleh pasien. Keluhan nyeri tenggorokan, rasa mengganjal
ditenggorokan, nyeri saat menelan, dan batuk disangkal oleh pasien. Tidak ada riwayat
mengkorek-korek telinga. Tidak terdapat keluhan pada telinga kanan pasien. Sebelumnya pasien
menggunakan obat tetes telinga yang dibelinya di apotik namun keluhan pasien tidak
berkurang.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti yang dialaminya sekarang ini. Pasien
tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi maupun penyakit jantung.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien. Dan di keluarga
pasien tidak ada yang memiliki riwayat alergi makanan, dan obat-obatan; diabetes melitus,
hipertensi, maupun penyakit jantung.

RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien pernah membeli obat tetes telinga untuk mengurangi sakit pada telinga kirinya,
namun keluhan tidak membaik.

RIWAYAT ALERGI
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
PEMERIKSAAN FISIK
TELINGA
KANAN KIRI
Bentuk daun telinga Normal, bat ear(-), mikrotia(- Normal,bat ear(-), mikrotia(-
),makrotia(-) ), makrotia(-)
Kelainan congenital Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan daun telinga Tidak ada Tidak ada
Kelainan pre, infra, Tidak ada, fistel(-) Tidak ada, fistel(-)
retroaurikuler
Region mastoid Normal Normal

Liang telinga Normal Liang lapang, serumen (-),


sekret (-)
Membran timpani Membran timfani intak, Hiperemis, Membran timfani
reflek cahaya (+) jam 5 perforasi(+) central jenis
subtotal, reflek cahaya(-)

AS AD
TES PENDENGARAN
Kanan Kiri
Rinne Positif Negatif
Weber Tidak ada lateralisasi Lateralisasi ke telinga sakit
Swabach Sama dengan pemeriksa Memanjang
Penala yang dipakai 512 Hz 512Hz

Kesan: Tuli Konduktif Auris Sinistra

HIDUNG
• Bentuk : Normal
• Tanda peradangan : Tidak ada edema, tidak ada hiperemis, tidak ada nyeri
• Daerah sinus Frontalis dan Maksilaris : Tidak ada nyeri tekan pada daerah frontal
dan maksila kanan kiri
• Vestibulum: tidak terdapat sekret, tidak terdapat furunkel, tidak terdapat krusta di
vestibulum kanan/kiri.
• Cavum nasi : Lapang
• Konka inferior kanan/kiri: Pada konkha inferior kiri eutrofi, tidak hiperemis, pada konka
inferior kanan eutrofi dan tidak hiperemis.
• Meatus nasi inferior kanan/kiri: pada meatus nasi inferior kiri dan kanan lapang, tidak ada
polip, tidak ada sekret
• Konka medius kanan/kiri: tidak hiperemis, eutrofi kanan/kiri
• Meatus nasi medius kanan/kiri: lapang pada meatus nasi medius kiri/kanan, tidak ada polip,
tidak ada sekret
• Septum nasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi, tidak ada edema, tidak ada perubahan
warna, tidak ada septum deviasi

RHINOPHARYNX
• Koana : tidak dilakukan
• Septum nasi posterior: tidak dilakukan
• Muara tuba Eustachius: tidak dilakukan
• Tuba Eustachius : tidak dilakukan
• Torus tubarius : tidak dilakukan
• Post nasal drip : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI = tidak dilakukan

TENGGOROKAN
PHARYNX
• Dinding pharynx : Normal, tidak ada radang, tidak hiperemis, permukaan licin, tidak ada
massa benjolan,tidak ada post nasal drip, tidak ada abses retrofaring/parafaring, tidak ada
jaringan granulasi.
• Arcus : Normal, permukaan licin, tidak ada tanda radang
• Tonsil : Normal, T1-T1, tidak ada kripta tidak ada detritus
• Uvula : Terlihat di tengah, tidak ada tanda radang, tidak ada hiperemis, tidak ada
pemanjangan, tidak ada edema
• Gigi : tidak terdapat gigi berlubang

LARYNX
• Epigrlotis: tidak dilakukan pemeriksaan
• Plica aryepiglotis: tidak dilakukan pemeriksaan
• Arytenoids : tidak dilakukan pemeriksaan
• Ventriculer band: tidak dilakukan pemeriksaan
• Pita suara: tidak dilakukan pemeriksaan
• Rima glotidis: tidak dilakukan pemeriksaan
• Cincin trachea: tidak dilakukan pemeriksaan
• Sinus piriformis: tidak dilakukan pemeriksaan
• Kelenjar limfe submandibula: tidak dilakukan pemeriksaan
• Kelenjar limfe cervical: tidak dilakukan pemeriksaan
RESUME
Seorang laki-laki berusia 51 tahun datang dengan keluhan keluar cairan putih kekuningan
dari telinga kiri sejak 3 minggu yang lalu. Pasien juga merasa pendengarannya berkurang dan
telinga kirinya berdengung. Pasien rutin melakukan kontrol dan mengaku cairan pada telinga
kiri sudah tidak keluar lagi. Satu hari SMRS pasien melanjutkan kontrol dengan keluhan telinga
kiri masih terasa berdengung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak gambaran hiperemis
dan perforasi pada membrane timpani telinga kiri letaknya central subtotal tipe aktif, refleks cahaya
(-). Hidung dan tenggorokan tidak ditemukan kelainan.

WORKING DIAGNOSA

Otitis Media Supuratif Kronis Letak Central Subtotal Tipe Aktif Auris Sinistra

Dasar diagnosis:

Pasien mengeluh keluarnya cairan putih kekuningan pada telinga kirinya. Pasien juga merasa
pendengarannya berkurang dan berdengung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak
gambaran hiperemis dan perforasi pada membrane timpani telinga kiri letaknya central subtotal
tipe aktif, refleks cahaya (-). Hidung dan tenggorokan tidak ditemukan kelainan.

DIFFERENTIAL DIAGNOSA

Otitis Eksterna
Dasar diagnosis:
Pada pasien dengan otitis eksterna, keluhan nyeri adalah keluhan paling dominan. Rasa nyeri
bertambah saat dilakukan penarikan daun telinga dan penekanan tragus. Selain itu, rasa nyeri dapat timbul
spontan sewaktu membuka mulut. Terdapat furunkel pada liang telinga untuk otitis eksterna
sirkumskripta dan kondisi liang telinga yang menyempit pada otitis eksterna difus. Terdapat sekret yang
tidak mengandung lendir atau musin. Pada pasien ini, tidak ditemukan adanya nyeri tarik daun telinga
dan nyeri tekan tragus. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya furunkel maupun tanda-tanda
peradangan pada liang telinga.
PEMERIKSAAN ANJURAN

- Audiometri
- Foto rontgen mastoid (Posisi Schuller)
- Kultur sekret telinga dan uji resistensi antibiotik

TATALAKSANA

FARMAKOLOGI

 Ciprofloxacin
 Methylprednisolon
 Ofloxacin solution 0,3% (Travid Otic®)
NON FARMAKOLOGI

- Obat tetes telinga digunakan teratur


- Jangan mengorek-ngorek telinga sendiri
- Mencegah jangan sampai batuk maupun pilek
- Apabila akan mandi, telinga sebaiknya ditutup plastik agar tidak masuk air
- Hindari berenang
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Otitis media supuratif kronis adalah infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi
membran timpani disertai dengan sekret yang keluar dari telinga tengah secara terus menerus
ataupun hilang timbul. Sekret dapat encer, kental maupun nanah. Penyakit ini dapat terjadi
dengan diawali terjadinya otitis media akut (OMA) dengan perforasi membran timpani. Dimana
prosesnya sudah lebih dari 2 bulan sehingga dapat dikatakan sebagai OMSK. Apabila prosesnya
kurang dari 2 bulan, maka disebut sebagai otitis media supuratif sub akut.1

OMSK cukup sering terjadi di negara berkemabang terutama Indonesia. Di indonesia sendiri
tercatat prevalensi sebesar 3,8 % dari 25% pasien THT di rumah sakit. Hal ini bisa disebabkan
karena kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi
yang jelek, dan sebagian orang tidak berobat karena menganggap penyakit ini akan sembuh
dengan sendirinya. OMSK sendiri memiliki komplikasi yang cukup serius apabila tidak
ditangani dengan baik. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, namun
demikian OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi apabila terinfeksi kuman
yang virulen. Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di
negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan
keluhan telinga berair.2

Anatomi Telinga
Telinga memiliki beberapa fungsi penting diantaranya yaitu sebagai alat pendengaran dan
alat keseimbangan. Telinga secara anatomi dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga bagian luar,
tengah, dan dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Sementara itu telinga tengah memiliki batas luar membran timpani, batas depan tuba
eustachius, batas bawah vena jugularis, batas beakang aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars
vertikalis, batas atas tegmen timpani, dan batas dalamnya secara berturut-turut dari atas ke
bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan
promotorium. Sementara itu telinga bagian dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanlis semisirkularis.1,2
Gambaran 1. Anatomi Telinga

Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri
dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1,2

Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus dan
tuba Eustachius.1,2 Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani dan memisahkan
liang telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani
tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar
kemuka dalam dan membuat sudut 45° dari dataran sagital dan horizontal.1,2
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terihat
oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell),
sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars faksida hanya berlapis dua, yaitu
bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian daam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1,2
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari
umbo bermula suatu refrek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk
membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya (cone of light)
ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
macam serabut, sirkuler dan radier. Selaput inilah yang menyebabkan munculnya refeks cahaya
yang berupa kerucut. Secara klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya
mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.1,2

Gambar 2. Membran Timpani

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didaptkan bagian atas-
depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membran timpani. Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah
belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak
terdapat tulang pendengaran.1,2
Kavum timpani adalah ruang yang tidak teratur, berisi udara di dalam tulang temporal antara
membran timpani lateral dan labirin tulang medial. Di dalamnya berisi tulang-tulang
pendengaran. Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6
mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding
medial, dinding anterior, dinding posterior.1,2
Atap kavum timpani dibentuk oleh tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial
dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan
sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh
tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang
sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.1,2
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes, dua
otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf korda timpani dan saraf
pleksus timpanikus.3 Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat
pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran merupakan persedian.1,2
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.1
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah,
depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba
Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang
berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke
telinga tengah.1,2

Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling
berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala
media diantaranya.1,2
Gambar 3. Kanalis Semisirkularis dan Koklea

Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.1,2

Etiologi

Penyebab terjadinya OMSK adalah:

1. Dimulai dengan terjadinya OMA kemudian berubah menjadi OMSK. Hal ini dikarenakan
terapi terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, immunokompromais,
higiene buruk, dan malnutrisi.3
2. Perforasi membran timpani berukuran luas akibat trauma.3
3. Dari OME kronis, sehingga menyebabkan efusi telinga tengah kronis dimana terjadi
degenerasi jaringan fibrosa pada membran timpani sehingga membran timpani melunak
maka rentan terhadap perforasi dan sulit sembuh.3
Selain itu, penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran
bakteri dari meatus auditoris eksternal. Kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius
saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk
staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari
nasofaring diantaranya streptococcus viridans (streptococcus A hemolitikus, streptococcus B
hemolitikus dan pneumococcus).3

Fisiologi Tuba Eustachius


Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah nasofaring dan sepertiganya
terdiri atas tulang.Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru
terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan
dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor veli palatini apabila
terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40
mmHg. Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase
sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama
dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan
menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga tengah. Drainase bertujuan
untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke nasofaring.4,5

Patogenesis

Sebenarnya kejadian OMSK sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Diawali dengan
infeksi saluran napas yang berasal dari nasofaring sehingga akan menimbulkan peradangan
telinga tengah yang menyebar melalui tuba eustachius. Infeksi ini akan menyebabkan
tersumbatnya tuba. Sel darah putih akan memfagosit organisme sehingga terbentuklah nanah
dalam telinga tengah. Tersumbatnya tuba eustachius ini menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-
sel di telinga tengah terkumpul di belakang membran timpani. Adanya tekanan dari cairan yang
terkumpul di dalam telinga tengah akan merobek gendang telinga dan cairan tersebut keluar.
OMSK terjadi jika gendang telinga yang robek tidak menutup dan keluar sekret yang terus
menerus atau hilang timbul selama lebih dari dua bulan. Infeksi dari telinga luar dapat masuk ke
telinga tengah melalui perforasi membran timpani bersama air sewaktu berenang.3
Selain itu, patogenesis dimulainya OMSK terjadi karena proses patologi telinga tengah. Dimana
pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba, faktor penyebab utamanya ialah otitis media.
Pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam
telinga tengah dan terjadi peradangan. Terkadang, infeksi berasal dari telinga luar masuk ke
telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadilah proses inflamasi. Apabila
terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantong mukosa telinga tengah. Dengan pengobatan
yang cepat dan adekuat dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses
patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal.

Klasifikasi OMSK

OMSK sendiri terdiri dari 2 tipe. Yaitu tipe tubotimpani dan tipe atikoantral.

1. Tipe tubotimpani atau tipe jinak atau tipe aman


Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan terbatas
pada mukosa saja, biasanya tidak terkena tulang. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat
perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis
berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada
tipe respirasi dan muko siliar yang jelek.3
Secara, klinis penyakit tubo timpani terbagi atak beberapa tipe berdasarkan aktivitas
sekret yang dikeluarkan yaitu:
a. Penyakit aktif OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif.
b. Penyakit tidak aktif (tenang) keadaan dimana kavum timpani terlihat kering.3

2. Tipe atikoantral atau tipe ganas atau tipe tidak aman atau tipe tulang
Pada OMSK tipe ini terdapat kolesteatoma. Kolesteatom adalah suatu massa amorf,
konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah
nekrotik. Kolesteatom sendiri dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
a. Kongenital
Dimana untuk mendiagnosa kolesteatom tipe ini terdapat kriteria yaitu:
1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undifferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan
gangguan keseimbangan.6

b. Kolesteatom didapat.
1. Primary acquired cholesteatoma.
Biasanya kolesteatom tipe ini terjadi pada daerah atik atau pars flasida. kolesteatom yang
terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul akibat
proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada
telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi
pada daerah atik atau pars flaksida.6
2. Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom tipe ini berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan
kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya adalah perforasi
marginal pada bagian posterosuperior. Hal ini terbentuk dari epitel kanal aurikula
eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong
retraksi membran timpani pars tensa. Menurut literatur lain, kolesteatom tipe ini
terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel
kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah
(teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi
yang berkangsung lama (teori metaplasi).6

Berdasarkan letak perforasinya, OMSK dibagi menjadi beberapa tipe:1


1. Perforasi sentral
Terletak pada pars tensa, dapat terjadi pada antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang subtotal.1
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari annulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada
pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.1
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.1

Gejala Klinis

Gejala yang muncul pada pasien penderit OMSK antara lain:5

1. Telinga berair (otorrhoe)


Dalam hal ini, sekret yang keluar bersifat purulen (kental dan putih) atau mukoid (seperti air
dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus di hasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar
mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi, keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi
dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak di
jumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor
memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat kepingkeping kecil,
berwarna putih dan mengkilat. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan merupakan tanda
adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.5

2. Gangguan pendengaran
Gejala gangguan pendengaran ini, tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya yang sering ditemukan adalah tuli konduktif. Namun dapat pula
bersifat campuran. Gangguan pendengaran yang dialami dapat ringan sekalipun proses
patologi sangat hebat. Hal ini dikarenakan daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus di interpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena
penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramenrotundum) atau fistellabirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.5
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.1,3
Pada OMSK tipe maligna, didapatkan adanya:1

1. Abses atau fistel retroaurikular


2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom

Diagnosis

Diagnosa OMSK ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinik dan pemeriksaan fisik THT
terutama otoskopi. OMSK biasanya terjadi perlahan-lahan. Pasien juga kadang datang dengan
keluhan pendengaran yang menurun. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair.
Pada tipe tubotimpano sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau busuk, dan
intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadang-
kadang disertai pembentukan jaringan granulasi dan sekret yang keluar dapat bercampur darah.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik tht dengan menggunakan otoskop ditemukan adanya perforasi.
2,3

Gambar 1. Perforasi membran timpani.8

Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan audiometri. Biasanya, pada penderita OMSK ditemukan
tuli konduktif. Namun, dapat pula di jumpai adanya tuli sensotineural beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim
penghantaran suara di telinga tengah. Tes audiometri juga dapat digunakan untuk menilai derajat
tuli dan menentukan tipe tuli pada pasien OMSK dengan gangguan pendengaran. dapat juga
menggunakan foto x-ray posisi schuller untuk mengetahui komplikasi dari OMSK pada mastoid.
Selain itu dapat dilakukan CT-scan dan MRI jika terdapat komplikasi.1

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula
dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besardan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Pada
penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke
dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan
penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada
lengkung basal koklea tapi dapat meluas kebagian apek koklea.1,3

Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian
total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian
ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi
percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian
dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969. Derajat ketulian Nilai
ambang pendengaran: 3

Normal : -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsikoklea.


Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulangserta penilaian
tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikanpendengaran. Untuk
melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :4

 Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
 Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB
apabila disertai perforasi
 Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih
utuhmenyebabkan tuli konduktif 55-65 dB
 Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaanhantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan
menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.3

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai


diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebihkecil
dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yangnormal. Erosi
tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom.3,4

Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :

 Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arahlateral


dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisisinus lateral
dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografiini sangat
membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.7
 Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahuiapakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.7
 Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.d. Proyeksi Chause
III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapatmemperlihatkan kerusakan
dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scandapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan
beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan
untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanya penyakit mastoid.7

Tatalaksana

Dalam melakukan tatalaksana OMSK, harus didasarkan pada faktor-faktor penyebab dan pada
stadium penyakitnya. Dengan demikian perlu dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Apabila penderita di diagnosis
dengan kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan
untuk mengawal infeksi sebelum operasi.3
Pada OMSK benign tenang, keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang
serta gangguan pendengaran.3

Pada OMSK benign aktif, dilakukan terapi konservatif. Dimana perlu membersihkan sekret
dengan cairan pencuci telinga yaitu H2O2 3% selama kurang lebih 5 hari. Apabila sekret
berkurang, perlu diberikan kombinasi antibiotik dan steroid selama < 1-2 minggu dan tidak terus-
menerus karena efek ototoksik. Perlu juga diberikan antibiotik oral seperti ampisilin, eritromisin,
atau ampisilin-asam klavulanat, sefalosporin, serta siprofloksasin dan ofloksasin.1,7

Pada OMSK tipe maligna, terapi konservatif perlu diberikan namun hanya sementra. Sifatnya
hanya dilakukan sebelum dilakukan pembedahan. Selain itu perlu diperhatikan adanya abses
subperiosteal retroperiaurikuler. Apabila ditemukan abses, perlu diinsisi sebelum pembedahan.
Terdapat beberapa macam teknik pembedahan, yaitu:8

1. Teknik mastoidektomi dinding runtuh (canal wall down)


a. Mastoidektomi radikal
Tipe operasi ini diindikasikan untuk OMSK tipe bahaya dengan infeksi kolesteatom
luas. Tujuannya, untuk membuang jaringan patologis dan mencegah komplikasi
intrakranial. Namun pada tipe ini, fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Caranya
dengan membersihkan jaringan patologik pada rongga mastoid dan kavum timpani.
Selanjutnya meruntuhkan dinding batas liang telinga luar-telinga tengah-rongga
mastoid sehingga menjadi satu ruangan. Kemudian membuang sisa membran timpani,
maleus, dan inkus sehingga hanya bagian tertentu dari stapes yang tertinggal. Tuba
eustachius dibiarkan terbuka atau disumbat dengan jaringan tandur (graft).8
2. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (bondy)
Indikasinya adalah OMSK dengan kolesteatom daerah atik namun belum merusak
seluruh kavum timpani. Tujuannya adalah untuk membuang jaringan patologik, dan
mempertahankan pendengaran.8
3. Timpanoplasti dengan pendekatan Ganda ( Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan
granulasi yang luas. Tujuan operasi ini untuk menyembuhkan serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum
timpani, dikerjakan melalui dua jalan yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan tipanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna
belum disepakati oleh parah ahli sebab sering kambuhnya kolesteatom.8
Gambar 2. Skema Tatalaksana OMSK.1

Komplikasi

 Intra temporal
 Mastoiditis
 Parese N. fasialis
 Labirinitis
 Petrosis1

 Ekstra temporal
 Abses subperiosteal.1
 Intrakranial
 Abses otak, hidrosefalus otikus, abses subdural ekstradural, tromboflebitis. 1

Prognosis

OMSK yang ditangani secara cepat dan tepat akan berprognosis baik. namun apabila pengobatan
tidak adekuat maka prognosis pun akan buruk dan justru akan membuat komplikasi.1

Kesimpulan

OMSK adalah infeksi kronis yang terjadi di telinga tengah yang disertai dengan perforasi
membran timpani sehingga keluar sekret dari telinga tengah yang terus menerus atau hilang
timbul. Penyebabnya karena riwayat oma, infeksi bakteri, keturunan, dan sebagainya. OMSK
dapat diterapi dengan obat cuci telinga, antibiotik ataupun operatif tergantung stadiumnya.
Dengan penanganan yang tepat dan cepat, OMSK dapat disembuhkan dan tidak disertai
komplikasi.

Daftar Pustaka

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-7. Jakarta:
FKUI:2015. 62-77.
2. Braunwald E, et al. Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke-17. Amerika
Serikat: McGraw-Hill; 2009.
3. Adams, George L. Boies: Buku ajar penyakit THT. Edisi ke-VI. Jakarta EGC; 1997.
h.99-113.
4. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
5. Kerschner, J.E. 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18thed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.

6. Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkatesha BK, Manjunath D. Clinico-


epidemiological study of complicated and uncomplicated chronic suppurative otitis
media. J Laryngol Otol. May 2008;122(5):442-6.
7. Kenna,M. A and Latz, A. D.Otitis Media and Middle Ear Effusion, in Bailey, B. J.,
Johnson, J. T., Newsland, S. D. Editors.Head and Neck Surgery Otolaryngology.4th Ed.
Vol 1. Philadelphia, USA. Lipponcott Williams & Wilkins. p. 1265-1275.
8. Nursiah, Siti. Pola kuman aerob penyebab omsk dan kepekaan terhadap beberapa
antibiotika di bagin di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Medan:
2007.h. 32-4.

Anda mungkin juga menyukai