Anda di halaman 1dari 15

Hubungan Antara Gangguan Kognitif dengan

Anemia Defisiensi Besi Pada Anak

Caecilia Ayu Putri Wulandari


112017149
Pembimbing : dr. Andri, Sp.KJ,FAPM

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat, tlp 56942061

1
Pendahuluan
Secara sederhana anemia sering diartikan sebagai kekurangan darah. Secara teoritis
anemia merupakan istilah untuk menjelaskan rendahnya nilai hemoglobin (Hb) sesuai dengan
umur dan jenis kelamin. Pada anak anak, kekurangan zat besi atau Anemia defisiensi Besi
(ADB) merupakan penyebab anemia terbanyak. Anemia kekurangan zat besi ialah anemia
yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan zat besi tubuh.1
Saat lahir, bayi memiliki Hb dan cadangan zat besi yang tinggi karena zat besi ibu
mengalir aktif melalui plasenta ke janin tanpa perduli status besi sang ibu. Setelah lahir akan
terjadi 3 tahap, yaitu: Usia 6-8 minggu akan terjadi penurunan kadar Hb sampai 11 g/dl,
karena eritropoeisis berkurang dan umur sel darah merah janin memang pendek, mulai umur
2 bulan, Hb akan meningkat sampai 12,5 g/dl, saat ini eritorpoeisis mulai meningkat dan
cadangan besi mulai dipakai (deplesi), diatas usia 4 bulan cadangan besi mulai berkurang dan
dibutuhkan zat besi dari makanan.1
Pada bayi aterm, deplesi jarang terjadi sebelum usia 4 bulan, dan anemia juga jarang
terjadi bila mulai dikenalkan makanan saat usia 4-6 bulan. Tetapi pada bayi premature,
deplesi dapat terjadi pada usia 3 bulan karena pertumbuhan lebih cepat dan cadangan besi
memang lebih sedikit.1
ADB pada anak akan memberikan dampak yang negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, yaitu dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Selain itu berkurangnya kandungan besi dalam tubuh juga
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi ke jaringan
berkurang. Masalah yang paling penting yang ditimbulkan oleh defisiensi besi yang
berlangsung lama, adalah menurunkan daya konsentrasi dan prestasi belajar pada anak.1

Epidemiologi
Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal
masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan
tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena
penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu anemia defisiensi besi juga
banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak
adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data
SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalens anemia defisiensi besi. pada anak balita di
Indonesia sekitar 40-45%.Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001

2
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-
turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%, lalu 47,3% pada kelompok usia anak sekolah.2
Pada usia balita, prevalens tertinggi defisiensi besi umumnya terjadi pada tahun kedua
kehidupan akibat rendahnya asupan besi melalui diet dan pertumbuhan yang cepat pada tahun
pertama. Angka kejadian defisiensi besi lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi
prematur (sekitar 25-85%) dan bayi yang mengonsumsi ASI secara eksklusif tanpa
suplementasi. Remaja perempuan perlu mendapat perhatian khusus karena mengalami
menstruasi dan merupakan calon ibu. Ibu hamil dengan anemia mempunyai risiko 3 kali lipat
melahirkan bayi anemia, 2 kali lipat melahirkan bayi prematur, dan 3 kali lipat melahirkan
bayi berat lahir rendah sehingga suplementasi besi harus diberikan pada remaja perempuan
sejak sebelum hamil.3
Gangguan perkembangan dan perilaku merupakan masalah yang sering ditemukan
dalam praktek sehari-hari. Di Amerika Serikat diperkirakan 12%-16% anak-anak mengalami
gangguan perkembangan dan prilaku. Gangguan komunikasi dan gangguan kognitif
merupakan bagian dari gangguan perkembangan yang terjadi pada sekitar 8% anak.
Perkembangan kognitif terdiri dari tiga komponen utama yaitu atensi, pengolahan informasi,
dan memori. Pemeriksaan kognitif/intelegensi yang telah lama dikenal secara luas pada
umumnya mengukur dua bentuk intelegensi pada anak yaitu verbal dan nonverbal.4
Kondisi anemia dapat membuat anak memiliki nilai kecerdasan intelektual yang lebih
rendah (10 _ 15 poin) serta kemampuan belajar yang menurun dibandingkan dengan anak
yang sehat atau normal. Asian Development Bank tahun 2012 menyatakan bahwa sekitar 22
juta anak di Indonesia terkena anemia, yang menyebabkan kehilangan angka kecerdasan
intelektual sebesar 5 sampai 15 poin, prestasi sekolah yang buruk, dan kerugian potensi masa
depan hingga 2,5%.5

Fungsi Zat Besi didalam Tubuh


Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan system saraf yaitu
diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan metabolisme
saraf. Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan
pertumbuhan seorang bayi. Besi juga merupakan sumber energi bagi otot sehingga
mempengaruhi ketahanan fisik dan kemampuan bekerja terutama pada remaja. Bila
kekurangan zat besi terjadi pada masa kehamilan maka akan meningkatkan risiko perinatal
serta mortalitas bayi.2

3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekurangan Zat Besi pada Tubuh Manusia
Beberapa faktor yang dapat memicu kekurangan zat besi pada manusia adalah status
hematologik ibu hamil, Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), Bayi kembar, Infeksi,
Infestasi parasit.1
Sedangkan faktor faktor yang dapat menjadi penyebab kekurangan zat besi pada anak adalah:

1. Pola makanan; Susu merupakan sumber kalori utama bayi. Zat besi pada
ASI merupakan zat besi yang mudah diserap, tetapi zat besi pada susu formula
memiliki bentuk ikatan non-heme sehingga lebih sulit diserap oleh usus. Pada bayi
aterm, pemberian ASI saja sampai usia 6 bulan masih dapat memenuhi kebutuhan zat
besi bayi, tetapi tidak bagi bayi premature. Komposisi makanan kita yang lebih
banyak mengandung sereal/serat juga berperan dalam penyerapan zat besi. Besi pada
serat bersifat non-heme dan serat sendiri dapat menghambat penyerapan zat besi.

3. Infeksi Kuman, penyebab infeksi menggunakan zat besi untuk pertumbuhan dan
multiplikasinya. Sehingga anak yang sering infeksi dapat menderita kekurangan zat
besi.

4. Perdarahan saluran cerna.


5. Malabsorbsi (gangguan penyerapan makanan dalam usus).1

Penyebab defisiensi besi menurut umur pada Anak


1. Bayi kurang dari 1 tahun

 Cadangan besi kurang, antara lain karena bayi berat lahir rendah, prematuritas,
lahir kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi,
pertumbuhan cepat dan anemia selama kehamilan.
 Alergi protein susu sapi.2
2. Anak umur 1-2 tahun

 Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu
murni berlebih.
 Obesitas.
 Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis.

4
 Malabsorbsi.2
3. Anak umur 2-5 tahun

 Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau
minum susu berlebihan.
 Obesitas
 Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus ataupun
parasit).
 Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel / poliposis dan
sebagainya).2
4. Anak umur 5 tahun-remaja

 Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(antara lain infestasi cacing tambang)


dan menstruasi berlebihan pada remaja puteri.2

Diagnosis Anemia Defisiensi Besi


1. Gejala Klinis
Biasanya diagnosis klinis tegak sesudah terjadi anemia, yang sebenarnya merupakan
gejala lanjut dari kekurangan zat besi. Pada tahap awal yang sering dikeluhkan orang
tua adalah iritabel, lesu, lemas, nafsu makan berkurang, perhatian mudah teralih, tidak
bergairah bermain, cepat lelah bila sedang bermain, sulit konsentrasi dalam belajar,
pusing atau sakit kepala, dada berdebar-debar, sampai gejala yang sangat berat berupa
pica (gemar makan atau mengunyah benda tertentu seperti tanah, kertas, kotoran, alat
tulis, pasta gigi, dll).1
2. Hasil Laboratorium
Hasil pemeriksaaan laboratorium biasanya sesuai dengan stadium kekurangan zat
besi, yaitu:
 Stadium I: deplesi cadangan besi (penurunan kadar feritin)
 Stadium II: defisiensi besi tanpa anemia (penurunan SI dan TIBC)
 Stadium III: anemia defisiensi zat besi (penurunan Hb, MCV, Ht)
Dianjurkan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi dini defisiensi zat besi pada
usia 1 tahun untuk bayi aterm, usia 6-9 bulan untuk bayi preterm, usia anak 2-3 tahun,
5 tahun dan saat dewasa muda.1
Patofisiologi anemia defisiensi besi menyebabkan gangguan kognitif

5
Zat besi adalah komponen esensial bagi perkembangan otak dan dibutuhkan untuk
diferensiasi sel, sintesis protein, sintesis hemoglobin, dan myoglobin, produksi
neurotransmitter, produksi hormone, dan metabolisme energi. Menurut Georgieff, defisieni
besi dapat menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi sitokrom c untuk proses oksidasi
didalam otak dan hal ini berkaitan dengan transport electron di dalamnya.6
Di dalam otak, besi berpartisipasi dalam aktivitas enzimatik termasuk sistim sitokrom
oksidase, menurunkan nicotinamide adenin dinucleaeotide phosphate (NADPH) reductase
dan ribonucleotide reductase yang mengatur pertumbuhan otak.7 Defisiensi besi dapat
mengubah fungsi kognitif seseorang. Defisiensi besi tingkat ringan berpengaruh terhadap
metabolisme saraf dan ganglion otak, metabolisme monoain dan mielinisasi, perubahan
pengodean pada transkripsi gen, perubahan struktur dendritik. Kekurangan zat besi dapat
mengakibatkan abnormalitas pada tiga domain otak, yaitu penurunan struktur dendritic dan
peningkatan glutamate serta GABA pada hipokampus, hipomielinisasi saraf, dan perubahan
metabolisme neurotransmitter monoamine (dopamine).6
Penurunan struktur dendritic dan peningkatan glutamate serta GABA akan
menurunkan efektivitas sinapsis pada hipokampus. Penemuan terbaru defisiensi besi dapat
mempengaruhi ekpresi gen MAP2. Peningkatan glutamate dan GABA dapat menyebabkan
kegagalan system saraf terkait kegagalan reseptor glutamate dan kegagalan transduksi
sinyal.6
Hipomielinisasi (perubahan konsentrasi asam lemak dalam otak dan selubung myelin)
dapat menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan berfikir dan penurunan transfer
informasi ke otak. Defisiensi besi besi menyebabkan perubahan neurotransmitter terkait besi
dopamine dan 5-hidroksitriptamin (serotonin) pada ganglia basalis otak. Perubahan
metabolisme dopamine dapat menurunkan kemampuan striatum dan amigdala, sebagai
tempat mengatur motivasi. Penurunan motivasi ini dapat menurunkan kemampuan belajar
dan dapat menurunkan fungsi kognitif anak. Dopamine adalah neurotransmitter utama yang
kaya akan zat besi pada system ekstrapiramidal, yang terlibat dalam kejadian skizofren.6
Secara biologis, mekanisme yang terjadi dalam tubuh apabila mengalami anemia
defisiensi besi dapat menimbulkan masalah pada prestasi kognitif. Hal ini disebabkan oleh
cadangan zat besi dalam tubuh menurun termasuk juga terjadinya penurunan zat besi dalam
sistem saraf pusat sama dengan sebelum produksi sel darah merah. Anemia terjadi akibat
penurunan kadar hemoglobin, sedangkan hemoglobin berfungsi penting sebagai alat
transportasi oksigen yang diperlukan pada banyak reaksi metabolik tubuh yang sangat
penting bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan otak.6

6
Anemia defisensi besi pada masa kanak-kanak terbukti berpengaruh negatif terhadap
perkembangan kognitif dan psikomotor. Lebih lanjut dibahas bahwa defisiensi besi ini akan
berakibat buruk terhadap nilai yang didapatkan di sekolah, keterbatasan gerak, dan
keterlambatan kematangan saraf-saraf otak. Hal ini disebabkan besi merupakan zat yang
sangat diperlukan dalam perkembangan sistem saraf karena besi sangat dibutuhkan dalam
proses sintesis di dalamnya. Selain itu, besi adalah salah satu zat yang sangat penting sebagai
sistem transmiter elektron pada mitokondria sehingga kekurangan zat besi akan menyebabkan
menurunnya sitokrom dalam mitokondria yang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan,
bahkan abnormalitas pertumbuhan termasuk di dalamnya adalah kecerdasan intelektual pada
anak-anak yang menderita defisiensi zat besi.5

Gambar 1.1 Bagan pengaruh anemia defisiensi besi terhadap perkembangan.7


Gangguan Kognitif pada Anemia Defisiensi Besi Berdasarkan Usia

7
Secara umum sepakat bahwa anak yang defisiensi besi mengalami gangguan perkembangan
kognitif seperti sulit konsentrasi, dan gangguan psikomotor seperti cengeng, dan apatis. Dari
beberapa penelitian dapat dilihat anemia defisiensi besi berdasarkan umur.7
1. Anemia defisiensi besi pada umur kurang dari 2 tahun
Ungria M, dkk. menyatakan bahwa defisiensi besi pada masa perinatal perlu
diketahui karena menyebabkan hilangnya aktifitas sitokrom oksidase pada struktur
otak tertentu. Hippokampus dan daerah prefrontal terlihat paling mudah dikenai.
Walter dkk, melaporkan bahwa anak berumur 15 bulan yang menderita anemia
defisiensi besi sedang dengan nilai Hb antara 8,5 g/dL sampai dengan 11 g/dL
mempunyai Mental Development Index yang rendah tetapi Psychomotor
Development index tidak berbeda dengan anak yang tidak anemia.
Analisa Infant Behavior Record (IBR) memperlihatkan perbedaan dalam
emosi secara umum, bayi yang anemia terlihat tidak ceria. Setelah mendapatkan terapi
besi selama ratarata 10 hari menampakkan perbaikan dalam lamanya konsentrasi dan
lebih kooperatif serta perkembangan psikososial juga membaik. Aukett, dkk
melaporkan peningkatan berat badan dan perkembangan pada anak berusia 17-18
bulan dengan nilai Hb 8-11 g/dl setelah diberikan besi dan vitamin C selama 2 bulan.
Pada penelitian terhadap bayi yang berumur 12-23 bulan, Lozoff, dkk. mendapatkan
nilai tes mental yang rendah dan gangguan terhadap afektif. Setelah terapi besi tidak
terdapat perbaikan dalam nilai tes mental. Idjradinata P. dan Pollit E. juga
mendapatkan nilai perkembangan mental dan motorik yang rendah pada anak yang
anemia defisiensi besi sedang yang berusia 12-18 bulan , tapi berbeda dengan Lozoff,
keadaan ini membaik setelah mendapat terapi ferosulfat.7
2. Anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah
Anak usia sekolah yang menderita anemia defisiensi besi mempunyai nilai
matematika yang lebih rendah dibandingkan anak yang status besinya normal dan
nilai the block design test juga lebih rendah. Soemantri mendapatkan konsentrasi
belajar dan prestasi belajar yang rendah pada anak anemia defisiensi besi dan setelah
diberi suplemen besi sehingga nilai hemoglobin >10,5 g/dl terdapat peningkatan skor
konsentrasi dan prestasi belajar. Dalam sebuah penelitian jangka panjang Lozoff dkk.
mendapatkan anak yang mengalami anemia defisiensi besi pada masa bayinya dengan
nilai hemoglobin < 10 g/dl , saat berumur 5 tahun dengan status hematologi baik
mempunyai nilai uji mental dan fungsi motorik yang rendah. Dari beberapa penelitian

8
dapat dilihat bahwa anemia pada anak berumur >2 tahun mempunyai gangguan
kognitif dan prestasi belajar yang rendah.
Gangguan kognitif akan membaik setelah diterapi dengan besi, tetapi hasil tes
ulang terhadap prestasi belajar tidak membaik. Bila anemia defisiensi besi terjadi saat
berumur < 2 tahun, walaupun sudah diberikan suplemen besi anak tersebut tidak bisa
mengejar perkembangan anak yang tidak menderita anemia. Defisiensi besi pada
masa bayi dapat menimbulkan akibat yang bertahan lama. Perubahan dalam emosi,
tingkah laku, lama konsentrasi yang pendek dapat menimbulkan gangguan
perkembangan kognitif. Anak yang sangat cengeng juga menimbulkan efek terhadap
kualitas perhatian orang tua dan interaksi sosial, hal ini menimbulkan risiko terhadap
penyimpangan perkembangan anak bertambah.7
Zat besi ditemukan dalam otak secara tidak merata, sesuai dengan kebutuhan
masing-masing bagian otak tersebut. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan
rendahnya kecerdasan. Pemberian zat besi secara suntikan selama 5 hingga 10 hari
untuk bayi yang anemia akibat kekurangan zat besi dapat memperbaiki kemampuan
anak. Perbaikan terlihat berupa peningkatan IQ, perbaikan perilaku, dan konsentrasi
anak. Sumber makanan mengandung zat besi tertinggi diantaranya kulit kentang,
kacang-kacangan, roti gandum, bayam, telur, daging sapi, kangkung, jagung dan
sereal.8
Gangguan sulit berkonsentrasi atau gangguan pemusatan perhatiahan (GPP)
adalah suatu gangguan pada otak yang mengakibatkan kesulitan konsentrasi dan
pemusatan perhatian. Delapan puluh persen anak yang mengalami GPP
memperlihatkan kesuliatan belajar dan kelainan perilaku. Untuk dipertimbangkan
sebagai anak yang memiliki gangguan dalam pemusatan perhatian atau kesulitan
berkonsentrasi, maka gejalanya harus tampak sebelum usia 7 tahun, dan bertahan
paling sedikit 6 bulan dan jadi tidak konsisten dalam pertumbuhan seorang anak.
Gejala tersebut juga harus bisa diobservasi paling sedikit di dua tempat, misalnya di
rumah dan disekolah, dengan bukti kelemahan yang mencolok atau nyata dalam
fungsi pekerjaan, akademik atau sosial. Lebih lanjut, gejala tersebut tidak disebabkan
oleh gangguan mental, seperti gangguan suasana hati atau kecemasan.9

9
Penatalaksanaan anemia defisiensi besi
Penanganan anak dengan anemia defisiensi besi yaitu mengatasi faktor penyebab, dan
pemberian preparat besi. Dalam pemberiannya dapat dilakukan secara oral dan parenteral.2
1. Oral
 Dapat diberikan secara oral berupa besi elemental dengan dosis 3 mg/kgBB
sebelum makan atau 5 mg/kgBB setelah makan dibagi dalam 2 dosis.
 Diberikan sampai 2-3 bulan sejak Hb kembali normal
 Pemberian vitamin C 2X50 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
 Pemberian asam folat 2X 5-10 mg/hari untuk meningkatkan aktifitas
eritropoiesis.
 Hindari makanan yang menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning
telur, serat) dan obat seperti antasida dan kloramfenikol.
 Banyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi (efek samping
pemberian preparat besi).2
2. Parenteral dengan indikasi sebagai berikut:

 Adanya malabsorbsi
 Membutuhkan kenaikan kadar besi yang cepat (pada pasien yang menjalani
dialisis yang memerlukan eritropoetin).
 Intoleransi terhadap pemberian preparat besi oral.2

Cara mencegah gangguan kognitif pada anemia defisiensi besi


1. Pendidikan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat :
 Tentang gizi dan jenis makanan yang mengandung kadar besi yang tinggi dan
absorpsi yang lebih baik misalnya ikan, hati dan daging.
 Kandungan besi dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi tetapi
penyerapan/bioavailabilitasnya lebih tinggi (50%). Oleh karena itu pemberian
ASI ekslusif perlu digalakkan dengan pemberian suplementasi besi dan
makanan tambahan sesuai usia.
 Penyuluhan mengenai kebersihan lingkungan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya infeksi bakteri / infestasi parasit sebagai salah satu penyebab
defisiensi besi.2

10
2. Suplementasi besi
Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi (DB). Kelompok usia yang
paling tinggi mengalami DB adalah usia balita (0-5 tahun) sehingga kelompok usia ini
menjadi prioritas pencegahan DB. Kekurangan besi dengan atau tanpa anemia,
terutama yang berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat mengganggu
tumbuh kembang anak, antara lain menimbulkan defek pada mekanisme pertahanan
tubuh dan gangguan pada perkembangan otak yang berdampak negatif terhadap
kualitas sumber daya manusia pada masa mendatang. Suplementasi besi diberikan
kepada semua anak, dengan prioritas usia balita (0-5 tahun), terutama usia 0-2
tahun.3

 Suplementasi untuk bayi prematur/bayi berat lahir rendah (BBLR)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan kelompok risiko tinggi mengalami
DB. Menurut World Health Organization (WHO), suplementasi besi dapat
diberikan secara massal, mulai usia 2-23 bulan dengan dosis tunggal 2
mg/kgBB/hari. Bayi dengan berat lahir rendah memiliki risiko 10 kali lipat
lebih tinggi mengalami DB. Pada dua tahun pertama kehidupannya, saat
terjadi pacu tumbuh, kebutuhan besi akan meningkat.14 Bayi prematur perlu
mendapat suplementasi besi sekurangkurangnya 2 mg/kg/hari sampai usia 12
bulan. Suplementasi sebaiknya dimulai sejak usia 1 bulan dan diteruskan
sampai bayi mendapat susu formula yang difortifikasi atau mendapat makanan
padat yang mengandung cukup besi. Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) di Amerika merekomendasikan bayi-bayi yang lahir
prematur atau BBLR diberikan suplementasi besi 2-4 mg/kg/hari (maksimum
15 mg/hari) sejak usia 1 bulan, diteruskan sampai usia 12 bulan. Pada bayi
berat lahir sangat rendah (BBSLR), direkomendasikan suplementasi besi
diberikan lebih awal.3

 Suplementasi untuk bayi cukup bulan

Pada bayi cukup bulan dan anak usia di bawah 2 tahun, suplementasi besi
diberikan jika prevalens ADB tinggi (di atas 40%) atau tidak mendapat
makanan dengan fortifikasi. Suplementasi ini diberikan mulai usia 6-23 bulan
dengan dosis 2 mg/ kgBB/hari. Hal tersebut atas pertimbangan bahwa

11
prevalens DB pada bayi yang mendapat ASI usia 0-6 bulan hanya 6%, namun
meningkat pada usia 9-12 bulan yaitu sekitar 65%. Bayi yang mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan dan kemudian tidak mendapat besi secara adekuat
dari makanan, dianjurkan pemberian suplementasi besi dengan dosis 1
mg/kg/hari. Untuk mencegah terjadinya defisiensi besi pada tahun pertama
kehidupan, pada bayi yang mendapatkan ASI perlu diberikan suplementasi
besi sejak usia 4 atau 6 bulan. The American Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan pemberian suplementasi besi pada bayi yang mendapat
ASI eksklusif mulai usia 4 bulan dengan dosis 1 mg/ kg/hari dilanjutkan
sampai bayi mendapat makanan tambahan yang mengandung cukup besi. Bayi
yang mendapat ASI parsial (>50% asupannya adalah ASI) atau tidak
mendapat ASI serta tidak mendapatkan makanan tambahan yang mengandung
besi, suplementasi besi juga diberikan mulai usia 4 bulan dengan dosis 1
mg/kg/hari.3

 Suplementasi untuk balita dan anak Sekolah

Pada anak usia balita dan usia sekolah, suplementasi besi tanpa skrining
diberikan jika prevalens ADB lebih dari 40%.1 Suplementasi besi dapat
diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari (dapat sampai 30 mg/hari) selama 3
bulan.3

 Suplementasi Untuk Remaja

Suplementasi besi pada remaja lelaki dan perempuan diberikan dengan dosis
60 mg/hari selama 3 bulan. Pemberian suplementasi besi dengan dosis 60
mg/hari, secara intermiten (2 kali/minggu), selama 17 minggu, pada remaja
perempuan ternyata terbukti dapat meningkatkan feritin serum dan free
erythrocyte protoporphyrin (FEP). Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) dan AAP merekomendasikan suplementasi besi pada
remaja lelaki hanya bila terdapat riwayat ADB sebelumnya, tetapi mengingat
prevalens DB yang masih tinggi di Indonesia sebaiknya suplementasi besi
pada remaja lelaki tetap diberikan. Penambahan asam folat pada remaja
perempuan dengan pertimbangan pencegahan terjadinya neural tube defect
pada bayi yang akan dilahirkan dikemudian hari.3

12
Gambar 1.2 Dosis dan lama pemberian suplemen besi

Penatalaksanaan Pemusatan Konsentrasi


Hal yang perlu dingat dalam memberikan intervensi anak yang memilki konsentrasi yang
rendah haruslah sabar dan jangan memaksa karena anak cenderung memberontak. Cermati
keisengan anak, apakah anak senang melaksanakan program kegiatan melalui cerita atau
bermain dengan menggunakan alat.9
1. Menecermati aktifitas atau kegiatanyang disukainya, dengan ciri anak akan memiliki
perhatian yang lebih pada aktivitas tersebut dibandingkan dengan yang lain.
Misalnya: anak suka sekali memperhatikan gambar-gambar hewan. Hal ini dapat
dijadikan dasar pendekatan kepada anaka melalui hal yang disukainya.
2. Mengajarkan dan menguatkan perhatian yang terfokus dan mendetail. Anak
dibimbing bersama untuk memperhatikan sesuatu dengan seksama. Misalnya: dengan
memperhatikan stimulus yang berupa gambar-gambar untuk mencari persamaan da n
perbedaan. Selain itu bagi anak-anak yang suka bemain balok dan puzzle, dapat
bersama-sama mengerjakan. Jenis-jenis mainan educatif seperti itu dapat melatih
konsentrasi anak.
3. Dalam menataruang kelas haruslah rapi sehingga anak tidak cepat beralih
perhatianunya.
4. Memberi pujian atau ganjaran kepada anak, bila anak berhasil menyelesaikan tugas
dengan baik . Perlu diperhatikan bahwa tugas yang diberikari jangan terlalu sulit ata u
terlalu mudah dan dalam proses menyelesaikan tugas.9

13
Komplikasi
Anak dengan masalah ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian sangat
berpengaruh tidak hanya bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi teman-teman sekelasnya.
Karena kurangnya pemusatan perhatian anak sring gagal dalam mengerjakan tugas secara
detail atau kesalahan dalam tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainya. Jika perilaku ini
berlanjut, maka ia akan menjadi individu kurang bisa menimba ilmu, mengabaikan tugas,
kurang mampumengorganisir aktivitasnya, mudah terganggu stimulus dari luar bahkan
menjadi orang yang mudah lupa.9

Kesimpulan
Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah di negara yang sedang berkembang.
Kelainan yang ditimbulkan dan mengkhawatirkan adalah terjadinya gangguan kognitif dan
perubahan tingkah laku. Anemia defisiensi besi pada masa bayi menimbulkan perubahan
tingkah laku dan lama berkonsentrasi yang pendek yang dapat menimbulkan gangguan
perkembangan kognitif. Keadaan ini tidak membaik setelah terapi besi terutama bila
defisiensi besi terjadi pada usia <2 tahun. Bagan di atas menyimpulkan bahwa anemia
defisiensi besi menyebabkan defisiensi besi di otak yang menimbulkan hipomielinasi dan
gangguan fungsi dopaminergik sehingga mudah stres, hal ini menimbulkan perubahan
tingkah laku dan menyebabkan gangguan proses belajar. Perhatian orang tua yang kurang
dalam mendukung perkembangan juga berpengaruh dalam menimbulkan gangguan kognitif.

Daftar Pustaka
1. Purnamasar R. Anemia kekurangan zat besi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 21 Maret
2016 dalam : http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-
kekurangan-zat-besi
2. Windiastuti E. Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.5 September 2013 dalam : http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-
anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak
3. Gatot D, Idjradinata P, Abdulsalam M, Lubis B, dkk. Suplementasi besi untuk anak.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. hal 1.
4. Dhamayanti M, dkk. Skrining Gangguan kognitif dan Bahasa dengan menggunakan
capute scales. Sari Pediatri, Volume 11, Nomor 3, 3 Okrober 2009.
5. Kusmiyati Y, Meilani N, Ismail S. Kadar hemoglobin dan kecerdasan intelektual
anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 8, Nomor 3, Oktober 2013.

14
6. Sudargo T, Kusmayanti N.A, Hidayati N.L. Defisiensi yodium, zat besi, dan
kecerdasan. Gajah Mada University Press. Yogjakarta; 2018.hal57-58.
7. Irsa L. Gangguan Kognitif pada anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri, Volume 4,
Nomor 3, Desember 2002. hal 116.
8. Gurnida D.A. Revolusi kecerdasan nutrisi bagi perkembangan otak. Universitas
Padjajaran. Bandung;2011.
9. Alim A. Mengatasi sulit konsentrasi pada anak usia dini. Medikora, Volume V,
Nomor 1, April 2009. hal 56-67.

15

Anda mungkin juga menyukai