0
HALAMAN PENGESAHAN
Melaporkan kasus “Seorang Wanita Usia 54 Tahun dengan Kurang Dengar Kedua
Telinga”
Penguji Pembimbing
1
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan data diatas, dalam laporan ini penulis mengkaji dan membahas
mengenai kasus seorang wanita usia 54 tahun dengan keluhan kurang dengar pada
kedua telinga.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami jenis pengelompokkan kurang dengar
2. Untuk mengatahui dan memahami pemeriksaan pendengaran
2
3
1.3 Manfaat
1 Mengetahui dan memahami jenis pengelompokkan kurang dengar
2 Mengetahui dan memahami pemeriksaan pendengaran
3 Mengetahui dan memahami alur tatalaksana serta rujukan terkait kurang
dengar sesuai dengan kompetensi dokter umum
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 23 April
2019 pukul 10.00 WIB di Poli THT RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Keluhan utama : Kurang dengar kedua telinga
Perjalanan penyakit sekarang :
Pasien wanita usia 54 tahun datang ke Poliklinik THT RSUP dr. Kariadi
dengan keluhan kurang dengar pada kedua telinga. Keluhan sudah dirasakan selama
± 2 tahun pada telinga kanan dan kiri terasa sama beratnya. Kurang dengar
dikatakan muncul semakin berat secara bertahap dan dirasakan terus menerus. Rasa
4
5
Paru Belakang
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V LMCS, kuat angkat (-), pulsasi
parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : di SIC V LMCS
Pinggang jantung datar
Auskultasi : HR 85 x/menit reguler, Bising (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar , venektasi (-), caput medusa (-),
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pekak sisi (-), pekak alih (-), area traube timpani,
liver span 10 cm
Palpasi : supel, defans muscular (-), hepar dan lien tak teraba , nyeri
tekan (-)
8
Ekstremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2” / <2” <2” / <2”
Ulkus -/- -/-
Lain-lain :-
Bagian
Telinga Kanan Telinga Kiri
Telinga
Hiperemis (-), nyeri tekan (-), Hiperemis (-), nyeri tekan (-),
Mastoid nyeri ketok (-), fistel(-), abses nyeri ketok (-), fistel(-), abses
(-) (-)
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Pre–aurikula fistula (-), abses (-), fistula (-), abses (-),
nyeri tekan tragus (-) nyeri tekan tragus (-)
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Retro–
fistula fistula (-), abses (-), nyeri
aurikula
(-), abses (-), nyeri tekan (-) tekan (-)
Normotia, hiperemis (-), Normotia, hiperemis (-),
Aurikula
edema (-), nyeri tarik (-) edema (-), nyeri tarik (-)
Serumen (+), edema (-), Serumen (-), edema (-),
CAE / MAE hiperemis (-), furunkel (-), hiperemis (-), furunkel (-),
discharge (-), granulasi (-) discharge (-), granulasi (-)
9
Pemeriksaan Luar
Inspeksi : Bentuk (N), simetris, deformitas (-), warna
kulit sama dengan sekitar
Hidung
Palpasi : os nasal : deformitas (-/-), krepitasi (-/-), nyeri
tekan (-/-), oedem (-/-)
Maxilla : nyeri tekan (-/-), nyeri ketok (-/-)
Sinus Ethmoid : nyeri tekan (-/-), nyeri ketok (-/-)
Frontalis : nyeri tekan (-/-), nyeri ketok (-/-)
Rinoskopi Anterior Kanan Kiri
Discharge (-) (-)
Mukosa Licin, hiperemis (-) Licin, hiperemis (-)
Konka Inferior Hipertrofi (-), oedem (-) Hipertrofi (-), oedem (-)
Tumor Polip (-) Polip (-)
Septum nasi Deviasi (-)
Diafanoskopi tidak dilakukan.
2.3.2.3 Tenggorok
Gambar:
10
Lain-lain : (-)
AC :
12
(80 + 85 + 90 + 70)
𝐴𝐷 (𝑑𝐵) =
4
𝐴𝐷 (𝑑𝐵) = 81,25 𝑑𝐵
Kesimpulan : kurang dengar derajat berat
𝐴𝐷 500𝐻𝑧+ 𝐴𝐷 1000𝐻𝑧 + 𝐴𝐷 2000𝐻𝑧 +𝐴𝐷 4000𝐻𝑧)
Kiri : 𝐴𝐷 (𝑑𝐵) = 4
(70 + 80 + 75 + 80)
𝐴𝐷 (𝑑𝐵) =
4
𝐴𝐷 (𝑑𝐵) = 76,25 𝑑𝐵
Kesimpulan : kurang dengar derajat berat
BC :
Kanan : 𝐴𝐷 (𝑑𝐵) = 28,75 𝑑𝐵
Kiri : 𝐴𝐷 (𝑑𝐵) = 41,25 𝑑𝐵
Kesan : Mixed Hearing Loss derajat berat telinga kanan dan kiri
SDS :
Kanan : 80%
Kiri : 90%
SRT :
Kanan : 60 dB
Kiri : 55 dB
Rollover phenomenon : (-)
2.5 RINGKASAN
Seorang wanita usia 54 tahun datang dengan keluhan kurang dengar pada
kedua telinga, mulai dirasakan sejak ± 2 tahun yang lalu. Kurang dengar dirasakan
terus menerus sama berat antara kedua telinga, semakin lama memberat secara
bertahap. Pasien sulit menangkap kalimat yang dilontarkan lawan bicara, terutama
bila berada di kondisi keramaian. Keluhan telinga berdenging (-), pusing berputar
(-), keluar cairan dari lubang telinga (-/-), nyeri telinga (-/-). Pasien memiliki
riwayat dara tinggi (+) sejak ± 2 bulan yang lalu, meminum obat captopril dan
amlodipine. Pasien memiliki riwayat sering terpapar suara bising di lingkungan
rumah.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum dan status generalis
dalam batas normal, tekanan darah 150/90 mmHg, tanda vital lainnya dalam batas
normal. Pada pemeriksaan status lokalis THT, pada pemeriksaan rhinoskopi
anterior ditemukan dalam batas normal, pemeriksaan tenggorok serta gigi dan
14
mulut dalam batas normal, pemeriksaan telinga CAE didapatkan adanya serumen
pada 1/3 anterior CAE dextra, membrane timpani intak serta reflex cahaya positif,
dan pemeriksaan kepala dan leher dalam batas normal. Pada pemeriksaan
penunjang pendengaran, didapat kesan kurang dengar derajat berat pada telinga
kanan dan kiri. pemeriksaan tes garpu tala didapat tes weber lateralisasi ke kiri, tes
schwabach memendek, tes rinne AC > BC kedua telinga; tes audiometri nada murni
memberikan kesan MHL dan kurang dengar derajat berat telinga kanan dan telinga
kiri. Serta pada audiometri tutur didapatkan gambaran SNHL dengan SDS Kanan
80%, Kiri 90% serta SRT Kanan 60 dB dan Kiri 55 dB. Serta pada timpanometri
ditemukan gambaran gelombang B.
1. Presbikusis
2. Otosklerosis
3. Noise-induced hearing loss
4. Drug-induced hearing loss (ototixicity)
- Medikamentosa : -
- Non-medikamentosa : Pemasangan ABD (alat bantu dengar)
Speech reading
- Operatif :-
15
2.8 EDUKASI
- Menjelaskan pada pasien mengenai diagnosis atau penyakit yang dialami pasien
berdasarkan audiogram nada murni yaitu adanya kurang dengar derajat berat
telinga kanan dan telinga kiri, berdasarkan hasil dari audiogram tutur
didapatkan hasil SNHL koklear pada kedua telinga.
- Menjelaskan rencana terapi pada pasien, yang dapat dilakukan pasien untuk
membantu pasien mendengar lebih baik yaitu dengan pemasangan alat bantu
dengar serta terapi lain seperti speech therapist, speech reading dan auditory
training.
- Menjelaskan pada pasien bahwa bila keluhan semakin memburuk dan adanya
keluhan tambahan seperti telingan berdenging maupun telinga gembrebeg dapat
datang kembali untuk kontrol.
- Menjelaskan bahwa pada pasien terdapat komorbid berupa hipertensi sehingga
control tekanan darah pasien harus dilakukan secara rutin dan pasien harus
selalu meminum obat.
2.9 PROGNOSIS :
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad malam
- Quo ad fungsionam : dubia ad malam
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosis :
Pada pemeriksaan dengan garpu tala menggunakan weber test, pada keadaan
normal pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan telinga
mana yang mendengar lebih keras. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga
yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat) berarti telinga yang sakit menderita
tuli sensorineural. 2
Gambar 3. Variasi audiogram nada tutur pada SNHL koklear dan retrokoklear
Pada audiogram nada tutur di atas terlihat dua jenis SNHL. Apabila SDS <
100% dapat digolongkan ke dalam SNHL. Kemudian harus dilihat apakah terdapat
rollover phenomena, bila positif maka dapat dikatakan adanya SNHL retrokoklear
dan bila negative dikatakan sebagai SNHL koklear.
3.2.2 CHL
Conductive Hearing Loss (CHL) merupakan kurang dengar oleh karena
terganggunya proses konduksi gelombang suara mencapai koklea, dapat berupa lesi
di ruang telinga luar maupun telinga tengah. Etiologi CHL diantaranya adalah:16
(1) Kongenital. Contoh: atresia meatal, kolesteatoma
(2) Didapat.
- Telinga luar.
Contoh : obstruksi oleh karena serumen, benda asing, massa,
penyempitan kanal telingan luar
- Telinga tengah.
Contoh : perforasi membrane timpani, cairan di ruang telingan tengah,
massa di telinga tengah, disrupsi kontinuitas tulnag-tulang
pendengaran, gangguan fungsi tuba eustachii.
Diagnosis :
lingkungan yang ramai. Selain itu, penderita umumnya bersuara pelan karena
suaranya sendiri telah terdengar besar di telinganya.
Pada pemeriksaan dengan garpu tala menggunakan weber test, pasien akan
mengatakan ada lateralisasi suara ke arah telingan dengan gangguan konduksi
(lateralisasi ipsilateral). Temuan lain pada kasus CHL adalah hasil tes Rinne (-),
dimana hantaran tulang pasien lebih baik disbanding air conduction (BC > AC).
3.2.3 MHL
Diagnosis :
Pada pemeriksaan dengan otoskop akan ditemukan membrana timpani
terlihat suram, mobilitasnya berkurang. Pada pemeriksaan dengan garpu tala dapat
ditemui adanya gambaran SNHL.4
Pada pemeriksaana penunjang dengan audiogram nada murni maka akan
ditemukan adanya gambaran penurunan tajam atau slopping setelah frekuensi
2000Hz. Gambaran ini telrihat khas pada presbikusis tipe sensori dan neural tahap
awal sedangkan pada tipe metabolik dan mekanik cenderung mendatar pada
gambaran kurvanya. Pada audiometri tutur akan ditemui diskriminasi wicara
(speech discrimination) yang akan terlihat pada presbikusis jenis neural dan
koklear. 5
Terapi :
Rehabilitasi dengan alat bantu dengar merupakan jalan yang dipilih pada
kondisi presbikusis, pemasangan ABD juga pelru dikombonasikan dengan speech
reading, auditory training dan speech therapist.4
3.4 Otosklerosis
1. Otosklerosis stapedial
Otosklerosis stapedial disebabkan karena fiksasi stapes dan tuli
konduktif umumnya banyak dijumpai. Lesi ini dimulai dari depan oval
window. Lokasi ini menjadi predileksi (fokus anterior). Lesi ini bisa juga
dimulai dari belakang oval window (fokus posterior), disekitar garis tepi
footplate stapes (circumferential). Kadang-kadang bisa menghilangkan
relung oval window secara lengkap (tipe obliteratif).
2. Otosklerosis koklear
Otosklerosis koklear melibatkan region sekitar oval window atau
area lain di dalam kapsul otik dan bisa menyebabkan tuli sensorineural.
kemungkinan disebabkan material toksik di dalam cairan telinga dalam.
3. Otosklerosis histologi
Tipe otosklerosis ini merupakan gejala sisa dan tidak dapat
menyebabkan tuli konduktif dan tuli sensorineural.
24
Diagnosis :
Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan air bone gap yang melebar
pada frekuensi rendah dan ada ciri khas dimana pada frekuensi 2000 Hz didapatkan
hantaran tulang lebih dari 20 dB yang dikenal dengan istilah Carhart Notch.
25
Tatalaksana :
Frekuensi yang sering menyebabkan kerusakan pada organ Corti di koklea adalah
bunyi dengan frekuensi 3000 Hz sampai dengan 8000 Hz, gejala timbul pertama
kali pada frekuensi 4000 Hz. Hearing loss biasanya tidak disadari pada percakapan
dengan frekuensi 500Hz, 1000Hz, 2000Hz dan 3000 Hz ˃25 dB. Apabila bising
dengan intensitas tinggi terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama akan
mengakibatkan ketulian.5,6
Penatalaksanaan :
Penanganan NIHL harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari
pencegahan hingga tahap rehabilitatif. Bagi pekerja yang belum atau sudah
terpajan dengan kebisingan diberikan perlindungan menurut tata cara medis
berupa7:
- Monitoring paparan bising
a.Melakukan identifikasi sumber bising dengan ; Menilai intensitas
bising dan frekuensinya. Untuk pengukuran bising dipakai alat Sound
Level Meter. Ada yang dilengkapi dengan Octave Band Analyser;
Mencatat jangka waktu terkena bising.8
b.Pengurangan jumlah bising di sumber bising
c.Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya
dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising ataupun menggunakan
ear protector seperti ear plug/mold yaitu suatu alat yang dimasukkan
ke dalam telinga, alat ini dapat meredam suara bising sebesar 30-40
dB, Ear muff/valve, dapat menutup sendiri bila ada suara yang keras
dan membuka sendiri bila suara kurang keras, Helmet, suatu penutup
kepala yang melindungi kepala sekaligus sebagai pelindung telinga.
d.Menerapkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi serta
menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)
e. Pemeriksaan pendengaran para pekerja dengan audiometri nada
murni, yaitu saat sebelum penerimaan dan tiap 6 bulan sekali.
- Bila hearing loss sudah mengganggu komunikasi dapat dicoba
dengan pemasangan alat bantu dengar. Jika dengan hearing aid masih
susah untuk berkomunikasi maka diperlukan psikoterapi agar dapat
menerima keadaanya, serta perlu latihan pendengaran (auditory
training), secara efisien dapat dibantu dengan membaca gerakan
ucapan bibir (lip reading), mimik dangerakan anggota badan serta
bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Pada penderita yang telah
mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan pemasangan
implan koklea.7,8
28
Kerusakan akibat agen toksik pada telinga dalam dapat mempengaruhi fungsi
koklear dan vestibular. Agen causative yang bersifat ototoksik dapat berupa agen
endogenous ataupun eksogenous. Agen eksogenous yang bersifat ototoksik
diantara lain adalah obat-obat (yang memiliki efek ototoksisitas tinggi) dan bahan-
bahan industrial. Beberapa obat-obatan farmakologis memiliki efek samping
ototoksik. Toksin dari obat-obatan dapat mencapai telinga dalam melalui sistem
sirkulasi dan merusak sel rambut, dan menyebabkan kerusakan pada fungsi koklear
dan vestibular. Efek toksin dapat bersifat reversible maupun irreversible. Obat
dengan ototoksisitas tinggi diantaranya adalah golongan aminoglikosida, agen
sitostatik, loop diuretic, salisilat, dan kina.
Diagnosis:
30
31
hipertensi
Tipe audiogram nada murni MHL Tipe audiogram nada murni SNHL
Terdapat penurunan BC pada Penurunan AC dan BC pada frekuensi
2000Hz tinggi di atas 4000Hz
obat hipertensi golongan ACE inhibitor dan CCB serta besarnya efek samping
terhadap penurunan fungsi dengar masih belum banyak diteliti.
Kelainan MHL menunjukkan adanya komponen CHL serta SNHL pada
kedua telinga pasien. Gangguan pendengaran tipe MHL terjadi ketika kemampuan
telinga luar atau tengah seseorang untuk mentransmisikan suara dengan benar ke
telinga bagian dalam berkurang. Dampak dan tingkat gangguan pendengaran
campuran dapat berkisar dari ringan hingga berat, dan penyebab gangguan
pendengaran campuran sangat banyak dan beragam seperti penyebab terpisah dari
kehilangan sensorineural dan konduktif. Unsur CHL pada pasien dicurigai karena
adanya otosklerosis yang ditunjukkan dari gambaran audiogram nada murninya,
Kiri:
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Timothy C & Hain MD. Hearing Loss [internet]. Timothy C & Hain MD;
2015. [diperbaharui Juni 2015, disitasi April 2019] Website:
http://www.dizziness-and balance.com/disorders/hearing/hearing.html
2. Brookhouser PE. Sensorineural Hearing Loss. In: Head and Neck Surgery
Otolaryngology. 2006. Philadelphia: Bailey BJ, Lippincotty Williams &
Wilkins Company
3. Dhillon and C. R. Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 1994.
East. Churchill Livingstone.
4. Rudolf Probst, Gerard G, Henrich I. Basic otorhinolaryngology A step by
step learning guideline. 2006. Thieme.
5. Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-. 6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Lucente, Frank E. 2011.
6. Chadambuka A, Musosa F, Muteti S. Prevalence of Noise Induced Hearing
Loss Among Employees Mining Industry in Zimbabwe. African Health
Sciences. 2013;13(4): 899- 906.
7. Dickinson D dan Hansia MR. Hearing Protection Device Usage at a South
African Gold Mine. Occupational Medicine. 2009; 60(1):72-74
8. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Nomor
Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. 2010. Jakarta:
Kemenaketrans RI.
9. Katz J. Tratado de audiologia clínica. São Paulo: Manole; 1989.
10. Jen D, Common Types of Tympanograms. 2010.
(https://www.audiologyonline.com/ask-the-experts/common-types-of-
tympanograms-361
11. Bashiruddin J, Soetirto I. 2007. Gangguan Pendengaran Akibat Bising
(Noise Induced Hearing Loss). In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. p.49-56.
12. Zahnert, Thomas. 2011. The Differrential Diagnosis of Hearing Loss.
Deutsches Ärzteblatt International. Dtsch Arztebl Int 2011; 108(25)
39
13. Przewozny, Tomasz. 2015. Hypertension and Cochlear Hearing Loss. Gda
ń sk, Poland. Blood Pressure, 2015; 24: 199–205.
14. Figueiredo, Ricardo R. 2016. Positive Association Between Tinnitus and
Arterial Hypertension. Frontiers in Neurology. 7:171. doi:
10.3389/fneur.2016.00171
15. Brain M. Lin. 2016. Hypertension, Diuretic Use, and Risk of Hearing Loss.
The American Journal of Medicine. 129:4.
http://dx.doi.org/10.1016/j.amjmed.2015.11.014
16. PL Dhingra, Shruti Dhingra. 2014. Diseases of Ear, Nose, and Throat &
Head and Neck Surgery. 6th Edition. India. Elsevier
17. Irawati. 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Otosklerosis. Departemen
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
18. Salima, Jeanna. 2016. Tuli Konduktif e.c. Suspek Otosklerosis Auris
Sinistra. JPM Ruwa Jurai, 2:1. FK Universitas Lampung.