Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Perubahan patologik pada organ auditori akibat proses degenerasi pada


usia lanjut dapat menyebabkan gangguan pendengaran.1 Jenis ketulian yang
terjadi pada kelompok geriatri umumnya tuli sensorineural, namun dapat juga
berupa tuli konduktif atau tuli campur.1
Secara alamiah organ-organ pendengaran akan mengalami proses
degenerasi.1 Pada telinga luar perubahan yang paling jelas adalah berkurangnya
elastisitas jaringan daun telinga dan liang telinga.1 Kelenjar-kelenjar sebasea dan
seruminosa mengalami gangguan fungsi sehingga produksinya berkurang, selain
itu juga terjadi penyusutan jaringan lemak yang seharusnya berperan sebagai
bantalan di sekitar liang telinga menjadi kering dan mudah mengalami trauma.1
Serumen juga cenderung mengumpul, mengeras dan menempel dengan jaringan
kulit liang telinga.1
Bagian liang telinga 2/3 dalam (dikelilingi oleh jaringan tulang) juga
berpotensi mengalami perlukaan pada upaya untuk mengeluarkan kotoran telinga
yang keras, karena kulit yang melapisinya menjadi lebih tipis.1 Oleh sebab itu
diperlukan perhatian khusus pada saat pemsangan alat bantu dengar, karena
berkurangnya toleransi kulit liang telinga terhadap bahan-bahan yang lebih keras.1
Terdapat kecenderungan pengumpulan serumen yang disebakan oleh
meningkatnya produksi serumen dari bagian 1/3 luar liang telinga, bertambah
banyaknya rambut liang telinga yang tampak lebih tebal dan panjang, produk
serumen yang lebih keras maupun adanya sumbatan akibat pemasangan alat bantu
dengar, karena berkurangnya toleransi kulit liang telinga terhadap bahan-bahan
yang lebih keras.1 Menurut Mahoney (1987) prevalensi serumen yang mengeras
(serumen prop) pada populasi usia lanjut adalah 34%.1
Bagian telinga lainnya seperti membran timpani tulang tulang
pendengaran, otot-otot di telinga tengah juga mengalami perubahan walaupun
tidak terlalu bermakna.1

1
Etholm dan Belal (1974) meneliti perubahan mikroskopis struktur telinga
tengah dan menjumpai beberapa hal berikut: (1) membran timpani menipis dan
lebih kaku., (2) artritis sendi sering terjadi pada persendian antar tulang tulang
pendengaran, (3) atrofi dan degenerasi serabut-serabut otot pendengaran di telinga
tengah, dan (4) proses penulangan dan perkapuran pada tulang rawan sekitar tuba
eustachius.1 Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistim hantaran bunyi
tersebut ternyata tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap ambang pendengaran.1
Presbikusis biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.1 Progresifitas
penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki
lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. N
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bangko
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar

2.2 Anamnesis
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis, Hari/ Tanggal: Rabu/ 24 Febuari 2016)
Keluhan Utama
Tn.N mengeluh tidak dapat mendengar pada kedua telinga sejak 10
tahun yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien mengeluh sulit mendengar disertai suara berdenging pada kedua
telinga sejak sepuluh tahun yang lalu. Keluhan diawali dengan demam
yang tinggi disertai batuk, pilek, dan rambut rontok. Pasien mengaku
bahwa kedua telinga pasien pernah mengeluarkan cairan bening dan
tidak berbau. Pasien juga sering mengorek telinga jika merasa gatal.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mendapatkan terapi obat tetes telinga. Namun pasien
tidak ingat nama obat yang diberikan kepadanya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma wajah dan kepala, DM, hipertensi, penggunaan OAT,
kepala pusing berputar dan dislipidemia disangkal.

3
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien disangkal.

Tabel 2.1 Anamnesis Pasien

TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING

Keluhan Ka/Ki Keluhan Ka/Ki Keluhan Keluhan


Sukar Suara
Gatal : + / + Rinore :-/- :- :-
Menelan parau
Sakit
Dikorek : + / + Buntu :-/- :- Afonia :-
Menelan
Sesak
Nyeri :-/- Trismus :- :-
napas
Bersin
Rasa
Bengkak :-/- *Dingin/Lembab : - Ptyalismus : - :-
sakit
* Debu Rumah
Rasa Rasa
Otore :-/- :- :-
Ganjal ganjal
Rasa
Tuli : + / + Berbau :- :-
Berlendir
Rasa
Tinitus : + / + Mimisan :-/- :-
Kering
Vertigo :- Nyeri Hidung :-
Mual :- Suara sengau :-
Muntah :-

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Pernapasan : 22 x/i
Suhu : 36,5 C
Nadi : 70x/menit
TD : 120/80
Anemia : Tidak diperiksa
Sianosis :-
Stridor inspirasi :-

4
2.3.2 Telinga
Tabel 2.2 PF Telinga
Daun Telinga Kanan Kiri
Anotia/mikrotia/makrotia - -
Keloid - -
Perikondritis - -
Kista - -
Fistel - -
Ott hematoma - -
Liang Telinga Kanan Kiri
Atresia - -
Serumen prop + +
Epidermis prop - -
Korpus alineum - -
Jaringan granulasi - -
Exositosis - -
Osteoma - -
Furunkel - -
Membrana Timpani Kanan Kiri
Hiperemis - +
Retraksi - -
Bulging - -
Atropi - -
Perforasi - -
Bula - -
Sekret - -
Refleks Cahaya + (jam 5) -
Retro-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
Pre-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -

5
2.3.3 Hidung
Tabel 2.3 PF Hidung
Rinoskopi Anterior Kanan Kiri
Vestibulum nasi DBN DBN
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Selaput lendir DBN DBN
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Lantai + dasar hidung DBN DBN
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka inferior Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Meatus nasi inferior DBN DBN
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka media Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Meatus nasi media DBN DBN
Polip - -
Korpus alineum - -
Massa tumor - -
Rinoskopi Posterior Kanan Kiri
Kavum nasi
Selaput lendir
Koana
Septum nasi
Konka superior
Tidak Dilakukan
Meatus nasi media
Muara tuba
Adenoid
Massa tumor
Polip
Transiluminasi Sinus Kanan Kiri
Sinus Maksilaris
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus Frontalis

6
2.3.4 Mulut
Tabel 2.4 PF Mulut
Penilaian Hasil
Selaput lendir mulut DBN
Bibir DBN
Lidah DBN
Gigi DBN
Kelenjar ludah DBN

2.3.5 Tonsil dan Faring


Tabel 2.5 PF Tonsil dan Faring
Penilaian Hasil
Uvula Bentuk normal, terletak ditengah
Palatum mole Hiperemis (-), benjolan (-)
Palatum durum Hiperemis (-), benjolan (-)
Plika anterior Hiperemis (-)
Dekstra:
tonsil T1,
hiperemis (-)
permukaan rata
kripta tidak melebar
detritus (-)
Tonsil
Sinistra:
tonsil T1,
hiperemis (-)
permukaan rata
kripta tidak melebar
detritus (-)
Plika posterior Hiperemis (-)
Mukosa orofaring Hiperemis (-), granula (-)

7
2.3.6 Laringoskopi indirect
Tabel 2.6 PF Laring
Penilaian Hasil
Pangkal lidah
Epiglottis
Sinus piriformis
Aritenoid Tidak Dilakukan
Sulcus aritenoid
Corda vocalis
Massa

2.3.7 Kelenjar Getah Bening Leher


Tabel 2.7 PF KGB Leher
KGB Leher Kanan Kiri
Regio I Dbn Dbn
Regio II Dbn Dbn
Regio III Dbn Dbn
Regio IV Dbn Dbn
Regio V Dbn Dbn
Regio VI Dbn Dbn
area Parotis Dbn Dbn
Area postauricula Dbn Dbn
Area occipital Dbn Dbn
Area supraclavicula Dbn Dbn

2.4 Pemeriksaan Audiologi


Tabel 2.8 Tes Penala
Frekuensi Kanan Kiri
128 Hz + +
256 Hz + +
512 Hz - -
1024 Hz - -
Interpretasi : Batas atas turun

8
Tabel 2.8 Pemeriksaan Pendengaran
Tes Pendengaran Kanan Kiri
Tes rinne + +
Tes weber Tidak ada lateralisasi
Tes schwabach Memendek Memendek
Kesimpulan : Tuli Sensorineural kanan dan kiri.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Tabel 2.9 Hasil Laboratorium Darah
Hb Tidak dilakukan SGOT Tidak dilakukan

BT Tidak dilakukan SGPT Tidak dilakukan


CT Tidak dilakukan GDS Tidak dilakukan
Trombosit Tidak dilakukan GDP -
Leukosit Tidak dilakukan GD2PP -
Hitung Jenis: Fungsi Ginjal
Granulosit Tidak dilakukan Ureum Tidak dilakukan
Limfosit Kreatinin
Monosit

2.6 Diagnosis
Tuli sensorineural auricula dextra dan sinistra et causa suspect presbikusis
2.7 Diagnosis Banding
Tuli campur auricula dextra dan sinistra et causa suspect presbikusis
Otitis media supuratif kronis eksaserbasi akut
2.8 Diagnostik
o Audiometri
o Pemeriksaan darah lengkap
2.9 Terapi
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (Hearing Aid).

9
2.10 Monitoring
Keluhan penurunan pendengaran penderita

2.11 KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


Penjelasan mengenai penyakitnya : prebiakusis merupakan suatu penyakit
akibat proses penuaan dan terjadi pada kedua telinga.
Penjelasan Terapi : Pengembalian fungsi pendengaran dilakukan dengan
penggunaan alat bantu dengar. Akan tetapi untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik, pasien harus rutin melakukan latihan membaca gerak bibir
lawan bicara (speech reading) dan latihan mendengar (audiotory training).
2.12 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Gambar 3.1 Anatomi Telinga


Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral
dari membran timpani.2,3
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit.
Kearah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir
sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi
kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun
telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus
dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi
sebesar 3500 Hz.2,3

11
Gambar 3.2 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah
terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari
batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak
medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran
timpani.2,4,5,6

Gambar 3.3 Kavum Timpani

12
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian
tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap
bundar.2,5,6
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah
anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga
besar energi suara yang masuk dibatasi.3,5,6
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari
telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi
akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap
lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran
timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi
yang cukup besar, namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami
distorsi walaupun intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.2,4
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan
muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral
dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea,
efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya
redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter
terhadap bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun frekuensi.2,5-7
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran.
Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena
bentuknya yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah
sempurna dan hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang
temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars
petrosa os temporalis (ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras.
Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea.2,3,7-8
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan
ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding medial menghadap
ke meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial terdapat
dua cekungan yaitu spherical recess untuk sakulus dan eliptical recess untuk

13
utrikulus. Di bawah eliptical recess terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis
yang menyalurkan duktus endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar
duramater.2,3,7-8
Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest.
Pada ujung bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus koklearis yang
membawa serabut saraf koklea ke basis koklea. Serabut saraf untuk utrikulus,
kanalis semisirkularis superior dan lateral menembus dinding tulang pada daerah
yang berhubungan dengan N. Vestibularis pada fundus meatus akustikus internus.
Di dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke kanalis semisirkularis
dan dinding anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli kohlea.3,4,8
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior
dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Bentuknya seperti dua
pertiga lingkaran dengan panjang yang tidak sama tetapi dengan diameter yang
hampir sama sekitar 0,8 mm. Pada salah satu ujungnya masing-masing kanalis ini
melebar disebut ampulla yang berisi epitel sensoris vestibular dan terbuka ke
vestibulum.4,7
Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada masing-
masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior terletak
dibawah dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak
mempunyai ampulla bertemu dan bersatu membentuk crus communis yang masuk
vestibulum pada dinding posterior bagian tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak
memiliki ampulla masuk vestibulum sedikit dibawah cruss communis.2,9
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu
bidang miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap bidang
horizontal bila orang berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini
sehingga kanalis superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior
telinga kanan demikian pula dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan
kanalis superior teling kanan.2,4
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang
sekitar 35 mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala
timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+ 4 mEq/l

14
dan Na+ 139 mEq/l. Skala media berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran
reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral, berisi cairan
endolimfa dengan konsentrasi K+ 144 mEq/l dan Na+ 13 mEq/l. Skala media
mempunyai potensial positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan berkurang secara
perlahan dari basal ke apeks.2,4,9
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian
basal dan melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral.
Beberapa komponen penting pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut
luar, sel penunjang Deiters, Hensens, Claudius, membran tektoria dan lamina
retikularis.3,4,7-8
Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut
luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti,
dan sebaris sel rambut dalam yang terletak di medial terhadap terowongan. Sel
rambut dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah
12000 berperan dalam merubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik
menjadi energi listrik.2,4,9

Vaskularisasi Telinga Dalam


Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris
anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk
ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A.
Koklearis communis yang bercabang pula menjadi A. Koklearis dan A.
Vestibulokoklearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi N. Vestibularis,
urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis. A.Vestibulokohlearis sampai di
mediolus daerah putaran basal koklea terpisah menjadi cabang terminal vestibularis
dan cabang koklear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar
kanalis semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi
ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Koklearis
berjalan mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam koklea
mengitari modiolus.2,8

15
Vena dialirkan ke V.Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior
atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan
kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior.2,8

Persarafan Telinga Dalam


N.Vestibulokoklearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian koklear dan
vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar
N.Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris
vestibularis dipersarafi oleh N.Koklearis dengan ganglion vestibularis (scarpa)
terletak didasar dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris pendengaran
dipersarafi N.Koklearis dengan ganglion spiralis corti terletak di modiolus.2,4,7

Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah
membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur
penting tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal sel
rambut sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara satu bundel dengan
bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan terjadi gerakan yang
kaku bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat rantai pengikat yang
menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang lebih rendah,
sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan mendorong gabungan-
gabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai yang
menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
terbukanya kanal ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang
berlawanan arah akan mengakibatkan regangan pada rantai tersebut berkurang dan
kanal ion akan menutup. Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa
dan endolimfa yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea
disebut koklea mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang
berfungsi sebagai pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan
sepenuhnya diproduksi oleh sel rambut luar.10
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan
amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang

16
diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi
tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada bagian basal koklea,
sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz) mempunyai pergeseran
maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi
sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi
sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun bagian apeks membran basilaris.
Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan
dengan meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan
ini disebut sebagai cochlear amplifier. Skema proses mendengar diawali dengan
ditangkapnya energi bunyi oleh telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani
dan diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar
yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan
pada membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter
ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran.11

17
Gambar 3.4 Fisiologi Pendengaran

3.2 Definisi
Presbikusis merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat
mulai pada frekuensi 1000 Hz atau lebih. Menurut Lee dan Kim dalam
penelitiannya menemukan adanya hubungan antara usia terhadap penurunan
ambang dengar pada usia lanjut. Rata-rata nilai ambang dengar meningkat 1 dB
setiap tahunnya pada usia 60 tahun ke atas. Hipertensi, diabetes melitus, dan
hiperkolesterol secara langsung dapat memengaruhi aliran pembuluh darah koklea
dan menurunkan transportasi nutrisi yang berakibat degenerasi sekunder pada
saraf kranial kedelapan. Mizoue melaporkan merokok dan bising secara signifikan
berpengaruh terhadap kurang pendengaran pada frekuensi tinggi dengan risiko
tiga kali lebih besar dibanding tanpa merokok.1

3.3 Epidemiologi
Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, schucknecht dkk
menggolongkan presbikusis menjadi 4 jenis yaitu, (1) sensorik, (2) neural, (3)
metabolik (Strial Presbycusis) dan (4) Mekanik (Cochlear Presbycusis).
Menurut penelitian prevalensi terbanyak adalah jenis metabolik (34,6%).

18
Sedangkan prevalensi jenis lainnya adalah neural 30,7%, mekanik 22,8% dan
sensorik 11,9%.1

3.4 Etiologi
Struktur telinga bagian dalam juga mengalami perubahan pada kelompok
usia lanjut. Komponen telinga dalam baik berupa bagian sensor, saraf, pembuluh
darah, jaringan penunjang maupun sinaps saraf sangat rentan terhadap perubahan
akibat proses degenerasi yang dialami oleh populasi usia lanjut.1
Umumnya diketahui bahwa presbikusis diakibatkan dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-
faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya
hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur
merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut di atas.1

3.5 Patofisiologi
Presbikusis dapat dijelaskan dari beberapa kemungkinan patogenesis, yaitu
degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme mokuler, seperti
faktor gen, stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal.1

Degenerasi Koklea
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang berefek pada
nlai potensial endolimfe yang menurun menjadi 20 mV atau lebih. Pada
presbikusis terlihat gambaran khas degenerasi stria yang mengalami penuaan,
terdapat penurunan pendengaran sebesar 40-50 dB dan potensial endolimfe 20
mV.

Degenerasi Sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorium
meningkatkan nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP).
Fungsi input-output pada potensial saraf pusat, memungkinkan terjadinya
asinkronisasi aktifitas nervus auditorius dan penderita mengalami kurang
pendengaran dengan pemahaman bicara buruk.

19
Mekanisme Molekuler
Faktor Genetik
Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu C57BL/6I merupakan
protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23), yang mengkode
komponen ujung sel rambut koklea. Pada jalur intrinsik sel mitokondria
mengalami apoptosis pada strain C57BL/6J yang dapat mengakibatkan penurunan
pendengaran.

Stress Oksidatif
Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stress oksidatf
bertambah dan menumpuk selama bertahun-tahun yang akhirnya menyebabkan
proses penuaan. Reactive Oxygen Species (ROS) menimbulkan kerusakan
mitokondria mtDNA dan kompleks protein jaringan koklea sehingga terjadi
disfungsi pendengaran.

Gangguan Transduksi Sinyal


Ujung sel rambut organ korti berperan terhadap transduksi mekanik
merubah stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia Gen famili cadherin 23
(CDH23) dan proto-cadherin 15 (PCDH 15) diidentifikasi sebagai penyusun
ujung sel rambut koklea yang berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal.
Terjadinya mutasi menimbulkan defek dalam interaksi molekul ini dan
menyebabkan gangguan pendengaran.1

3.6 Gejala Klinis


Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya
pendengaran tidak diketahui secara pasti. Keluhan lainnyaa adalah telinga
berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi
sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat
dengan latar belakang yang bising (coctail party deafness). Bila intensitas suara
ditinggikan akan menimbulkan rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor
kelelahan saraf (recruitment).1

20
3.7 Diagnosis
A. Anamnesis
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada usia
lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya
terutama terhadap suara atau nada yang tinggi dan kadang disertai tinitus.1

B. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membran timpani suram,
mobilitasnya berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural.
Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi,
bilateral dan simetris.1
Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
wicara (Speech Discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis
neural dan koklear.1

3.8 Jenis dan Derajat Ketulian


Dari audiogram dapat dilihat apakah dengaran normal (N) atau tuli. Jenis
ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur. Menurut kepustakaan
terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu
turut diperhitungkan. Berikut rumus menghitung ambang dengar :12

Ambang Dengar (AD) =


500 + 1000 + 2000 + 4000
4
Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau hantaran tulang
(BC). Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa
jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya : telinga kiri tuli
campur sedang. Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang
dengar hantaran udaranya (AC) saja.12

21
Derajat ketulian ISO:12
0 25 dB : normal
>25 40 dB : tuli ringan
>40 55 dB : tuli sedang
>55 70 dB : tuli sedang berat
>70 90 dB : tuli berat
> 90 dB : tuli sangat berat

3.9 Diagnosa Banding


3.9.1 Tuli Konduktif
Pada Telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat
menyebabkan perubahan atau kelahiran berupa, (1) berkurangnya elastisitas dan
bertambah besarnya ukuran pinna daun telinga, (2) atrofi dan bertambah kakunya
liang telinga, (3) penumpukan serumen, (4) membran timpani bertambah tebal dan
kaku, (5) kekakuan sendi-sendi pendengaran.1
Pada usia lanjut kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga
produksi kelenjar serumen berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih
kering, sehingga sering terjadi serumen prop yang akan mengakibatkan tuli
konduktif. Membran timpani yang bertambah kaku dan tebal juga akan
menyebabkan gangguan konduksi, demikan pula halnya dengan kekakuan yang
terjadi pada persendian tulang-tulang pendengaran.1

3.9.2 Tuli Campuran


Gangguan jenis ini merupakan dari gangguan pendengaran jenis konduktif
dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan
pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian
berkembang lebih lanjutmenjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya,
mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai
dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis
media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma
kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam.

22
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen
gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan
fisik atau otoskopi tanda-tada yang dijumpai sama seperti pada gangguan
pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai pasien tidak dapat
mendengar suara bisikpada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kataa=
baik yang mengandung nada rendah mauun nada tinggi. Tes garputala Rinne
negatif, weber lateralisasi ke arah yag sehat. Schwabach memendek.

3.10 Penatalaksanaan
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (Hearing Aid). Adakalanya pemasangan
alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca (Speech
reading) dan latihan mendengar (Auditory Training); prosedur pelatihan tersebut
dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).1

3.11 Alat Bantu Dengar


Alat bantu dengar (ABD) adalah suatu perangkat elektronik yang berguna
untuk memperkeras (amplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga; sehingga si
pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada disekitarnya. Komponen
ABD terdapat 4 bagian pokok yaitu :13
1.Mikrofon : berperan menerima suara dari luar dan mengubah sinyal suara
menjadi energi listrik kemudian meneruskannya ke amplifier.
2.Amplifer : berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi
listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver.
3.Receiver : mengubah energi listrik yang telah diperbesar amplifier menjadi
energi bunyi kembali dan meneruskan ke liang telinga.
4.Batere : sebagai sumber tenaga.

Untuk ABD yang komponennya berada diluar telinga, suara yang telah
diperkeras di salurkan ke liang telinga melalui pipa plastik (tubing) dan ear mould
(cetakan liang telinga). Ear mould dibuat khusus agar sedemikian rupa cocok
dengan ukuran liang telinga, terbuat dari bahan acrylic atau silikon. Ukuran ear

23
mould sangat individual sehingga ear mould untuk telinga kiri tidak cocok bia
dipasang di telinga kanan. Pada bayi dan anak ear mould harus diganti secara
berkala karena ukuran liang telinga yang pasti berubah sesuai perkembangan
anatomi kepala. Pada ABD yang berukuran kecil dimana semua komponen berada
di liang telinga, ear mould menyatu dengan komponen ABD.13

Jenis Alat Bantu Dengar


Saat ini dapat dijumpai berbagai jenis ABD dengan berbagai ukuran,
mulai dari yang relatif besar sampai demikian kecilnya sehingga tidak dapat
dilihat dari luar karena seluruh ABD berada didalam liang telinga. Namun pilihan
kita harus disesuaikan dengan jenis dan derajat ketulian masing-masing telinga.13
ABD berukuran kecil tentu saja lebih menguntungkan dari segi kosmetik,
tetapi memiliki keterbatasan dalam memperkeras suara , sehingga hanya dapat
untuk ketulian derajat sedang. ABD dibedakan menjadi beberapa jenis :13
1. Jenis saku (pocket type, body worn type)
2. Jenis belakang telinga (BTE= Behind the Ear)
3. Jenis ITE (In The Ear)
4. Jenis ITC (In The Canal)
5. Jenis CIC (Completely In the Canal)
Selain itu masih ada lagi jenis khusus seperti jenis kaca mata (Spectacle
Aid), hantaran tulang (Bone Conduction Aid), Bone Anchored Hearing Aid
(BAHA), CROS, BICROS.13
1. ABD Jenis Saku (Pocket/ Body Worn Type)
Dapat dianggap sebagai ABD terbesar mikrofon dan amplifier berada
dalam satu unit berbentuk kotak; sedangkan receiver terpisah dan berada di liang
telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier dan batere) dengan receiver
dihubungkan melalui kabel (cord). Biasanya kotak dimasukkan kedalam saku baju
atau kantung khusus yang digantungkan pada dada.13
Pada ABD jenis saku penempatan terpisah ini dimasudkan agar pengguna
dapat leluasa memperbesar output tanpa khawatir timbulnya bunyi feed back. Jadi
ABD jensi saku ini diperlukn oleh penderita tuli berat atau sangat berat yang

24
membutuhkan perkerasan bunyi atau output yang besar. Hal ini dapat menjadi
keuntungan bagi ABD jenis saku. Keuntungan lain adlah dapat menggunakan
batere silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga mudah didapat. Selain
itu tombol pengatur juga mudah disesuaikan.13
Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku :
- Penampilan (kosmetik) kurang baik
- Kemampuan mikrofon mencari (melokalisir) bunyi dari belakang
terhalang oleh tubuh.
- Tidak praktis
- Kabel dapat putus
- Timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain (saku).

2. ABD jenis belakang telinga (Behind The Ear atau BTE)


ABD ini dipasang pada lekukan daun telinga bagian belakang, dengan
mikrofon mengarah ke depan. Posisi ini cukup baik karena selain selalu mengikuti
gerakan kepala juga menghadap ke lawan bicara.13
Suara yang telah diperkeras (output) di salurkan melalui pipa plastik
(tubing). Yang terhubung dengan ear mould di cekungan (concha) daun telinga,
untuk selanjutnya diteruskan ke liang telinga.13
Kemampuan amplifiksinya (memperbesar suara) cukup besar, tersedia
jenis Super Power. Dalam hal mencegah bunyi feedback masih sedikit di bawah
jenis saku. Sumber tenaga berupa batere yang bentuknya pipih dan tipis (disc).
Penyetelan tombol pengatur juga relatif lebih mudah.13

3. ABD jenis ITE (In The Ear)


ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE.
Dipasang pada bagian concha daun telinga. Komponen ABD menyatu dengan ear
mould. Karena ukurannya yang relatif kecil berarti jarak antara mikrofon dengan
receiver juga lebih pendek, akibatnya kemampuan amplifikasinya terbatas
sehingga hanya cocok untuk ketulian derajat sedang.13

25
4. ABD jenis ITC (In The Canal)
Ukurannya lebih kecil lagi dari jenis ITE. Pemasangan sampai setengah
bagian luar liang telinga. Perkerasan suara (amplifikasi) baik untuk frekuensi
tinggi, karena di pasang cukup dalam pada liang telinga. Hanya bermanfaat untuk
tuli derajat sedang.13

5. ABD jenis CIC (Completely In The Canal)


Sebenarnya dapat dikelompokkan sebagai jenis ITC juga. Merupakan
ABD terkecil dan di pasang pada sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat dengan
gendang telinga. Permukaan luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk
mempermudah memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana dengan jenis ITC,
pengaturan secara manual lebih sulit. Namun model terbaru telah dilengkapi
dengan remote control.13

6. ABD jenis kacamata (Spectacle aid)


ABD ditempatkan pada tangkai kacamata bagian belakang. Umumnya
jenis BTE, namun dapat juga jenis bone conduction. Secara kosmetis jenis ini
memberikan penampilan lebih baik karena penderita seolah-olah menggunakan
kacamata. Pemanfaatan cara ini untuk ABD jenis hantaran tulang kurang efektif
karena tekanan penggetar tulang (bone vibrator) tidak stabil.13

7. ABD jenis hantaran tulang (Bone Conduction Aids)


Digunakan pada gangguan pendengaran/ tuli jenis hantaran (konduktif).
Biasanya manfaatkan pada kasus atresia liang telinga juga digunakan pada kasus
dimana sewaktu-waktu liang telinga berisi cairan yang berasal dari infeksi telinga
tengah. ABD jenis hantaran tulang dibedakan menjadi;13

(1). ABD jenis hantaran tulang konvensional.


Suara dari luar akan menggetarkan bone vibrator yang dipasang pada
prosesus mastoid. Getaran tulang dihasilkan oleh penggetar tulang (bone vibrator)
yang ditempelkan pada tulang mastoid dengan bantuan ikat kepala khusus (head
band), kaca mata atau plastik mirip bando. Kerugian ABD jenis ini adalah tidak
praktis, penampilan kurang menarik (kosmetik), butuh amplifikasi besar dan

26
timbul lecet pada kulit yang menempel dengan bone vibrator. Pilihan model ABD
pada sistim ini adalah jenis saku atau BTE.13

(2). BAHA (Bone Anchored Hearing Aid).


ABD mirip jenis saku dihubungkan melalui kabel dengan penggetar tulang
(bone vibrator). Yang dapat dipasang dilepas dengan sistem sekrup-baut dengan
lempengan dari bahan Titanium yang telah ditanam ke dalam tulang mastoid
melalui tindakan operasi. Hantaran tulang lebih efektif dibandingkan jenis
hantaran tulang.13

8. ABD jenis CROS (Contraateral Routing Of Signals) dan BICROS


ABD CROS digunakan pada penderita tuli berat hanya satu sisi telinga
(unilateral). Mikrofon ditempatkan pada telinga yang terganggu, sedangkan
amplifier dan receiver dipasang pada sisi telinga yang normal. Suara dari sisi
telinga yang mengalami gangguan diteruskan ke sisi telinga yang normal melalui
kabel atau pemancar FM mini. Cara ini memungkinkan penderita menangkap
bunyi dari sisi yang mengalami gangguan.13
Bila kedua telinga mengalami gangguan pendengaran yang asimetris dapat
dilakukan pemasangan ABD jenis Bilateral CROS (BICROS). Mikrofon dipasang
pada masing-masing telinga, sedangkan amplifier dipasang pada sisi telinga yang
baik.13

3.12 Implan Koklea


Merupakan perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan
menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan
berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat dan total bilateral. Implan koklea yang
paling mutakhir saat ini mempunyai 24 buah saluran (Channel).13

3.12.1 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemasangan implan koklea


Indikasi pemasangan implan koklea adalah keadaan tuli saraf berat
bilateral atau tuli bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak/sedikit mendapat
manfaat dengan alat bantu dengar konvensional, usia 12 bulan sampai 17 tahun,

27
tidak ada kontraindikasi medis dan calon pengguna mempunyai perkembangan
kognitif yang baik.13
Kontraindikasi pemasangan implan koklea antara lain tui akibat kelainan
pada jalur saraf pusat (tuli sentral), proses penulangan koklea, koklea tidak
berkembang.13

3.12.2 Cara Kerja Implan Koklea


Impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju speech
processor melalui kabel penghubung. Speech processor akan melakukan seleksi
informasi suara yang sesuai dan mengubahnya menjadi kode suara yang akan
disampaikan ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju
receiver dan stimulator. Pada bagian ini kode suara akan diubah menjadi sinyal
listrik dan akan dikirim menuju elektroda-elektroda yang sesuai di dalam koklea
sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor
terdapat sirkuit listrik khusus yang berfungsi meredam bising lingkungan.13

3.12.3 Persiapan Implantasi Koklea


Untuk mendapatkan hasil optimal dari implantasi koklea perlu dilakukan
persiapan yang matang mencakup konsutasi dengan orang tua untuk memperoleh
informasi tentang riwayat penyakit anak serta harapan orang tua terhadap
implantasi koklea. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan THT, radiologik (CT-
scan untuk melihat keadaan koklea), laboratorium darah. Tes pendengaran yang
harus dilakukan antara lain Behavioral Observation Audiometry (BOA),
timpanometri, OAE, BERA dan ASSR (Auditory Steady State Response) bila
diperlukan serta audiometri nada murni untuk anak yang lebih besar dan
kooperatif. Tes kemampuan wicara dan berbahasa perlu dinilai sebelum
menggunakan ABD. Sebelum operasi dianjurkan untuk menggunakan ABD
selama 8-10 minggu bersamaan dengan terapi audioverbal untuk menilai
manfaatnya. Tes psikologi dilakukan untuk menilai manfaatnya. Tes psikologi
dilakukan untuk menilai kemampuan anak untuk belajar setelah dilakukan
implantasi koklea.13

28
3.12.4 Program rehabilitasi pasca bedah
Switch on yaitu pengaktifan alat, dilakukan 2-4 minggu pasca bedah.
Pemeriksaan CT scan pasca bedah untuk menilai keadaan elektroda yang telah
terpasang didalam koklea. Pada anak yang tidak kooperatif data awal dapat
diperoleh dengan melakukanNRT (Neural Respons Telemetry) terlebih dahulu
kemudian menetapkan C (comfortable) level yaitu suara keras yang dapat
ditoleransi tanpa menimbulkan rasa sakit dan T (treshold) level suara terkecil
yang dideteksi. Yang dimaksud dengan pemetaan (mapping) adalah proses untuk
menetapkan dan mengatur sejumlah aliran listrik yang disampaikan ke koklea.13
Program yang dibuat disimpan pada speech processor dan jumlahnya
tergantung pada jenis implan yang digunakan dan berbeda untuk setiap orang.
Selanjutnya anak mengikuti program terapi audio verbal secara teratur disertai
pemetaan berkala.13
Keberhasilan implantasi koklea ditentukan denga menilai kemampuan
mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.13

29
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien Tn. N usia 70 tahun datang keRumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Jambi pada tanggal 24 febuari 2016 dengan keluhan utama tidak dapat
mendengar pada kedua telinga. Pasien tidak dapat berbicara bahasa indonesia
hanya bisa menggunakan bahasa jawa.
Dari alloanamnenis didapatkan keluhan sudah terjadi lebih dari sepuluh
tahun yang lalu. Keluhan ini diawali dengan demam yang tinggi kemudian diikuti
gangguan pendengaran dan disertai rambut rontok. Pasien juga memiliki riwayat
telinga mengeluarkan cairan bening dikedua telinga dan dulu pasien sering
mengalami batu dan pilek. Selain itu pasien merasakan bahwa kedua telinga nya
sering berdengung dan gatal. Pasien juga sering mengorek telinganya.
Dari hasil pemeriksaan fisik telinga didapatkan serumen prop pada kedua
liang telinga, dan membran timpani sebelah kiri hiperemis. Pada pemeriksaan
audiologi tes penala didapatkan batas atas turun. Pada pemeriksaan pendengaran
didapatkan Tes Rinne (+) dekstra dan sinistra, tes weber tidak ada lateralisasi, dan
tes scwabach memendek pada auricula dekstra dan sinistra.
Pasien direncanakan untuk melakukan pemeriksaan audiometri. Pasien
diberikan edukasi mengenai penyakit dan terapi yang akan diberikan yatu pasien
didiagnosis dengan presbikusis yang merupakan tuli sensorineural frekuensi
tinggi, umumnya terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, simetris pada telinga kanan
dan kiri. Untuk pengembalian fungsi pendengarannya pasien akan menggunakan
alat bantu dengar (ABD). Tapi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, pasien
harus rutin melakukan latihan membaca gerak bibir lawan bicara (speech reading)
dan latihan mendengar (audiotory training).

30
BAB V
KESIMPULAN

1. Telah dilaporkan pasien Tn. N, 70 tahun dengan diagnosa presbikusis.


2. Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi , umumnya terjadi mulai
usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai
pada frekuensi 1000 Hz atau lebih.
3. Etiologi presbikusis adalah karena proses degenerasi terdapat beberapa teori
yang mendukung yaitu teori jaringan asal dan teori ketidakseimbangan
hormonal.
4. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan pasien yaitu
berkurangnya pendengaran secara progresif simetris pada kedua telinga dan
telinga sering berdenging. Pada pemeriksaan audiologi didapatkan Rinne (+),
weber tidak ada lateralisasi, dan scwabach memendek.
5. Untuk rencana terapi yang akan diberikan adalah pemilihan alat bantu dengar
sesuai dengan derajat ketulian yang diderita oleh pasien.
6. Pasien juga perlu latihan rutin membaca gerak bibir lawan bicara agar
mendapatan hasil terapi yang lebih baik.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Ronny Suwento dan Hendarto Henda. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri.


Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-6.
Jakarta: FKUI; 2007: 43-45.
2. Lee K.J. Anatomy of the Ear. In: Lee K.J. Essential Otolaryngology Head &
Neck Surgery 7th ed. USA: McGraw-Hill; 2000.
3. Bhargava K.B, Bhargava S.K, Shah T.M. Chronid Otitis Media. In: A Short
Textbook of E.N.T. Mumbai; 2002.
4. Bluestone C.D. Anatomy and physiology of the eustacian tube system. In:
Bailey B.J, Calhoun K.H, Healy G.B, Johnson J.T, Jackler R.K, Pillbury H.C,
et al., editor. Head and Neck Surgery Otolaryngology. Philadephia: Lippincot
William & Wilkins; 2001.
5. Parry D, Roland P.S. Middle Ear, Chronic Supurative Otitis, Medical
Treatment; 2006.
6. Maryland Hearing and Balance Center. Chronic Otitis Media. University of
Maryland Medical Center; 2009.
7. Alberti P.W. Noise and the ear. In: Stephens D. ed. Scott- Browns Adult
audiology 6th ed. Great Britain: Butterworth-Heinemann; 2000.
8. Dugdale A.E. Management of Chronic Supuratif Otitis Media. The Medical
Journal of Australia 180; 2004.
9. Ballenger J.J. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Jilid 2
Edisi ke-13. Alih Bahasa: Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI. Jakarta:
Binapura Aksara; 1997.
10. Lindbakc M, Hickner. Ear Nose and Throat problems. In: Jones R, Britten N,
Culpepper L, Grol R, Mant D, Silagy C, et al, editors. Oxford textbook of
primary medical care 2nd volume. New York: Oxford University; 2005.
11. Jones R. Ear, Nose and Throat Problem. In: Oxford Textbook of Primary
Medical Care Clinical Management. United States; 2004.
12. Indro Soetirto, Hendarto Hendarmin, Jenny Bashiruddin. Gangguan
Pendengaran (Tuli). dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2007: 21.
13. Ronny Suwento, Semiramis Zizlavsky. Habilitasi dan Rehabilitasi
Pendengaran. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2007: 87-93.

32

Anda mungkin juga menyukai