OLEH:
Dinda Fuadila Al Humaira
105505406818
PEMBIMBING:
dr. Dzulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesiologi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN
AssalamualaikumWr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar
Nabi Muhammad SAW.
Laporan kasus berjudul “Manajemen Anestesi Pada Pasien Cholelitiasis”
ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat
untuk dalam menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian Anestesiologi. Secara
khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr.
Dzulfikar Tahir M.Kes, Sp.An. Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada
semua orang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kolelitiasis merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemui dan
salah satu penyebab utama morbiditas abdomen di seluruh dunia.1Insiden penyakit
batu empedu meningkat secara global karena perubahan besar dalam kebiasaan diet,
perubahan gaya hidup yang terkait dengan konsumsi makanan cepat saji yang tinggi
dan gaya hidup yang meningkat. (1)
Kolelitiasis atau batu empedu adalah adanya endapan yang mengeras dari
cairan pencernaan yang terbentuk di kantong empedu. Kantung empedu adalah organ
kecil yang terletak tepat di bawah hati. Organ ini menghasilkan cairan pencernaan
yang dikenal sebagai cairan empedu, yang akan dilepaskan ke usus kecil. Kolelitiasis
mempengaruhi sekitar 5,3-25 % dari populasi, menurut laporan survei klinis dari
Eropa, Amerika Utara dan Selatan, dan Asia. Umumnya gangguan ini terjadi tanpa
gejala, dan hanya 20% penderita kolelitiasis yang mengalami nyeri dan komplikasi.
Faktor risiko kolelitiasis yang paling umum adalah jenis kelamin, dengan perempuan
menjadi salah satu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan juga terkait dengan
kejadian sindrom metabolik. Ada beberapa faktor risiko lain dari kolelitiasis, seperti
genetik, kurangnya aktivitas fisik yang juga berhubungan dengan sindrom metabolik,
obesitas yang berhubungan dengan peningkatan pembentukan batu empedu
kolesterol, faktor diet, dan penyakit penyerta lainnya.(5)
BAB II
LAPORAN KASUS
A. PREOPERATIF/PREANESTESI
I. Identitas pasien
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 32 tahun
Berat Badan : 60 kg
Agama : Islam
Alamat : Bantaeng
Diagnosis : Cholelitiasis
II. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri Perut Kanan
a) Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk ke UGD RS Pelamonia dengan keluhan nyeri pada
perut sebelah kanan yang dirasakan semakin memberat 4 hari terakhir.
Riwayat demam, mual, muntah disangkal. BAK berwarna seperti teh,
BAB lancar namun pasien tidak pernah memperhatikan warna fesesnya.
Riwayat penyakit dahulu:
1) Riwayat asma (-)
2) Riwayat hipertensi (-)
3) Riwayat penyakit jantung (-)
4) Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
5) Riwayat alergi makanan (-) dan obat (-)
a) B1 (Breath) :
Airway : bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular
(-),leher pendek (-),tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-), frekuensi
pernapasan: 20 kali/menit, suara pernapasan: vesikular (+/+), suara
pernapasan tambahan ronchi(-/-), wheezing(-/-), skor Mallampati : 2,
massa (-) pada leher, gigi ompong (-) graham belakang, gigi palsu (-).
b) B2 (Blood) :
Akral hangat pada ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),
tekanan darah: 104/71 mmHg, denyut nadi :82 kali/menit, reguler, kuat
angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
c) B3 (Brain) :
Kesadaran: Composmentis, Pupil: bulat isokor Ø 2,5 mm/2,5mm, refleks
cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, defisit neurologi
(-).
d) B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 5-8 kali sehari berwarna seperti
teh.
e) B5 (Bowel) :
peristaltik (+) kesan normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
f) B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-)
Di UGD :
KIE (+), surat persetujuan tindakan operasi (+), surat persetujuan tindakan
anestesi (+),
IVFD RL 18 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12/iv
Rencana laparoscopy cholecystectiomy
Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
B. PREINDUKSI
B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 6-10 kali sehari berwarna
merah.
B5 (Bowel) :
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan
(+).
B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).
Prosedur intubasi:
1) Mesin siap pakai
2) Cuci tangan
3) Memakai sarung tangan steril
4) Periksa balon pipa/cuff ETT
5) Pasang macintosh blade yang sesuai
7) Beri oksigen 100% dengan masker/ ambu bag 4 liter/ menit
8) Masukkan obat-obat sedasi dan relaksan
9) Lakukan bagging sesuai irama pernafasan
10) Buka mulut dengan teknik cross finger dengan tangan kanan
11) Masukkan laringoskop dengan tangan kiri sampai terlihat
epiglotis, dorong blade sampai pangkal epiglotis
12) Berikan anestesi daerah laring dengan xylocain spray 10%
13) Masukkan ETT yang sebelumnya sudah diberi jelly dengan tangan
kanan
14) Sambungkan dengan bag/ sirkuit anestesi, berikan oksigen dengan
nafas kontrol 8-10 kali/ menit dengan tidal volume 8-10 ml/kgBB
15) Kunci cuff ETT dengan udara ± 4-8 cc, sampai kebocoran tidak
terdengar
16) Cek suara nafas/ auskultasi pada seluruh lapangan paru kiri kanan
17) Pasang OPA/NPA sesuai ukuran
18) Lakukan fiksasi ETT dengan plester
19) Lakukan pengisapan lendir bila terdapat banyak lendir
20) Bereskan dan rapikan kembali peralatan
21) Lepaskan sarung tangan, cuci tangan2
C. INTRAOPERATIF
1. Diagnosis pra bedah : Cholelithiasis
2. Diagnosis pasca bedah : Cholelitiasis + Cholecysticis
3. Penatalaksanaan anestesi
a. Jenis anestesi : General Anestesi
b. Lama anestesi : 13.30 – 14.00 (30 menit)
c. Lama operasi : 14.00 – 15.30 (90 menit)
d. Anestesiologi : dr. Dian Wirdiyana, Sp.An, M.Kes
e. Ahli Bedag Digestive : dr. Samuel Sampetoding, Sp.B-KBD MARS
f. Posisi : Supine
g. Infus : 1 line dengan connecta di tangan kanan
h. Teknik anastesi : General Endo Tracheal Anesthesia (GETA)
i. Premedikasi : Midazolam 8 mg (0,1 -0,2mg/KgBB)
Fentanyl 6 ml (1-2 mcg/KgBB)
j. Induksi : Propofol 10 mg/mL (2-2,5 mg/KgBB)
k. Relaksan : Tramus 30 mg / (0,5-0,6 mg/KgBB)
l. Emergency : Ephedrine HCl 50 mg/mL
Lidocain HCl 2 ml
m. Medikasi tambahan : Ketorolac 30 mg/8jam/iv
n. Maintanance : O2 via Ventilator
o. Respirasi : Pernapasan via ventilator
p. Posisi : Supinasi
q. Cairan durante operasi : RL500 ml
C. POST OPERATIF
Pemantauan di Recovery Room :
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Cholelithiasis
a. Definisi.
Kolelitiasis atau batu empedu adalah endapan cairan
pencernaan yang mengeras yang dapat terbentuk di kantong
empedu. Kantung empedu adalah organ kecil yang terletak tepat di
bawah hepar. Kantung empedu menyimpan cairan pencernaan
yang dikenal sebagai cairan empedu yang akan dilepaskan ke usus
kecil. (1)
.
b. Epidemiologi
Kolelitiasis cukup umum dan dapat ditemukan pada sekitar 6%
pria dan 9% wanita.
Meskipun angka kejadian batu empedu terbilang tinggi, namun
lebih dari 80% orang tetap asimtomatik. Namun, nyeri bilier akan
berkembang setiap tahun pada 1% hingga 2% individu yang
sebelumnya tidak menunjukkan gejala. Mereka yang mulai
merasakan gejala dapat terus beresiko mengalami komplikasi
seperti ; kolesistitis, koledokolitiasis, pankreatitis batu empedu,
kolangitis yang angka kejadiannya terjadi pada tingkat 0,1%
hingga 0,3% setiap tahun. (1)
c. Faktor resiko.
Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40
tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis di
bandingkan dengan usia yang lebih muda. Di Amerika
serikat 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap
batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu
empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh:
1.Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2.Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu
sesuai dengan bertambahnya usia.
3.Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah.
Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan pria, hal ini
disebabkan karena pada wanita dipengaruhi oleh
hormon estrogen, yang berpengaruh terhadap
peningkatan eksresi kolesterol oleh kandung empedu.
Hingga decade ke-6, 20 % pada wanita dan 10 %
pada pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia.(2)
Berat Badan (BMI)
Pada orang yang memiliki Body Mass Indeks (BMI)
tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis, hal ini dikarenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol di dalam kandung empedu
tinggi dan mengurangi garam empedu serta mengurangi
kontraksi / pengosongan kandung empedu.(2)
Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak
terutama lemak hewani beresiko untuk menderita
kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam
cairan empedu melebihi batas normal, maka cairan
empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi
batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang
cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi
kandung empedu.(2)
Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.(2)
d. Patofisiologi
Batu empedu kolesterol terbentuk terutama karena adanya
sekresi kolesterol yang berlebihan oleh sel-sel hati dan
hipomotilitas atau gangguan pengosongan kandung empedu. Pada
batu empedu berpigmen, kondisi dengan pergantian heme tinggi,
bilirubin dapat hadir dalam empedu pada konsentrasi yang lebih
tinggi dari normal. Bilirubin kemudian dapat mengkristal dan
akhirnya membentuk batu. (1)
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi kolelitiasis biasanya tidak spesifik dan tidak
berhubungan dengan adanya batu empedu. Gejala yang biasa
dirasakan oleh pasien adalah dyspepsia, mual, muntah, kembung,
distensi perut, nyeri dada, kepenuhan postprandial atau cepat
kenyang, dan perut kembung. Nyeri viseral berasal dari benturan
batu, atau mikrolitiasis pada duktus sistikus atau ampula Vater.
Kondisi ini menyebabkan distensi dan kontraksi dari kantong
empedu dan saluran empedu.(3)
Pada kasus yang asimptomatik, keluhan berupa nyeri didaerah
epigastrium, kuadran kanan atau precordium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada
sepertiga kasus timbul secara tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat
ke punggung bagian tengah, scapula, atau puncak bahu, disertai
mual dan muntah.(2)
Kolik bilier biasanya disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu sebagai respons terhadap beberapa bentuk stimulasi,
memaksa batu melalui kandung empedu untuk masuk ke duktus
sistikus, yang menyebabkan peningkatan ketegangan dan tekanan
pada dinding kandung empedu yang sering mengakibatkan nyeri
yang dikenal sebagai kolik bilier. Saat kantong empedu rileks,
batu sering jatuh kembali ke kantong empedu, dan rasa sakitnya
mereda dalam waktu 30 hingga 90 menit. (1)
Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai ikterus dan nyeri tekan
pada kuadran kanan atas (RUQ) selama palpasi perut. Tanda
Murphy positif juga dapat positif. Pada kasus emergensi dapat
ditemukan trias Charcot (demam, nyeri tekan RUQ, dan ikterus)
yang sangat mengindikasikan adanya kolangitis, dimana
penanganan darurat harus segera dilakukan untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut.(3)
f. Diagnosis
Diagnosis kolelitiasis ditegakkan dengan melakukan anamnesis ,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, dan ultrasonografi.
Tes laboratorium
Tes pencitraan
g. Tatalaksana
Farmakologi
Pengobatan untuk nyeri kolik diberikan terapi obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) atau pereda nyeri
narkotika, dan juga dapat disertai dengan pengobatan
simtomatik untuk mual, muntah, dan demam sesuai
kebutuhan. Pilihan lain untuk analgetik adalah agen anti-
spasmodik (hyoscine-N-butyl bromide), yang digunakan
untuk mengurangi kontraksi kandung empedu. Namun, studi
perbandingan telah menunjukkan bahwa NSAID memberikan
lebih cepat dan bekerja lebih efektif sebagai pereda nyeri.
Pasien harus berpuasa sebagai bagian dari manajemen
konservatif nyeri kolik dan untuk menghindari pelepasan
kolesistokinin endogen. Sebuah studi dari Eropa Association
for the Study of the Liver (EASL) menunjukkan bahwa asam
ursodeoxycholic (UDCA) tidak diindikasikan sebagai obat
pencegahan penyakit batu empedu di populasi umum. Jika
tidak, UDCA profilaksis (500 g/hari) dapat mencegah
pembentukan batu pada pasien pascaoperasi bariatrik. Sebuah
studi uji coba terkontrol secara acak (RCT) yang diterbitkan
pada tahun 2003 menemukan penurunan risiko pembentukan
batu empedu secara signifikan dalam waktu 24 bulan setelah
operasi bypass lambung restriktif.(3)
Non Farmakologi
Manajemen bedah untuk pasien dengan gejala batu
empedu dapat dibagi menjadi dua kategori; (1) mereka
yang mengalami kolik bilier sederhana dan (2) mereka
yang mengalami komplikasi. Sebagian besar pasien dengan
batu empedu simtomatik dapat diobati menggunakan
kolesistektomi laparoskopi. Tetapi tinjauan Cochrane
tentang kolesistektomi laparoskopi versus kolesistektomi
terbuka menunjukkan hasil yang sama dalam tingkat
komplikasi dan waktu pembedahan, tetapi rawat inap yang
lebih pendek.
II. Manajemen Anestesi Pada Pasien Cholelitiasis
Evaluasi Preoperasi
L = Look externally
E = Evaluate 3 – 3 – 2 rule
M = Mallampati score
Mallampati score digunakan sebagai alat klasifikasi
untuk menilai visualisasi hipofaring, caranya pasien berbaring
dalam posisi supine, membuka mulut sambil menjulurkan
lidah.
Klasifikasi
O = Obstruction/Obesity
N = Neck deformity
Manajemen Intraoperatif
.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. DISKUSI
Pasien masuk ke UGD RS Pelamonia dengan keluhan nyeri pada perut
sebelah kanan yang dirasakan semakin memberat 4 hari terakhir. Riwayat
demam, mual, muntah disangkal. BAK berwarna seperti teh, BAB lancar
namun pasien tidak pernah memperhatikan warna fesesnya.
Berdasarkan teori pasien dengan cholelithiasis mengalami keluhan
seperti yang dialami oleh pasien yatiu nyeri pada perut sebelah kanan yang
dirasakan hilang timbul.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 104/71
mmHg; nadi 82x/menit; respirasi 20x/menit; suhu 36,5˚C. Dari pemeriksaan
laboratorium hematologi didapatkan hasil yang bermakna yaitu WBC : 11.52
x 103/µL, LED : 60mm.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA II.
Pasien masuk ke kamar operasi pukul 13.30., kemudian dilakukan
persiapan pada pasien dengan tanda – tanda vital awal : TD 116/59 mmHg,
HR 99 x/menit, RR: 16x/menit, Suhu 36,5 ̊C, Sp O2 99%. Setelah pasien dan
instrumen untuk pembedahan telah siap, pukul 13.30 dilakukan persiapan
untuk anestesi dengan prosedur GETA.
Untuk penilaian jalan nafas pada pasien ini dari pemeriksaan luar tidak
didapatkan massa pada leher. Dari penilaian Mallampati pasien masuk dalam
kategori II. Tidak ditemukan tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan
mobilitas leher yang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diperkirakan
tidak ditemui kesulitan untuk laringoskopi dan intubasi berdasarkan hasil
pemeriksaan obyektif.
Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan
intubasi endotrakeal napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang
didapat dari tindakan anestesia tersebut. Keuntungan dari tindakan ini antara
lain:
KESIMPULAN
1. Tanaja JJ, Lopes RA, Meer JM. Cholelithiasis. Emory University School of
medicine. August 11, 2021
4. Morgan GE, Mikhail MS, J. Murray M., Clinical Anesthesiology 4th edition.
McGraw Hill. New York. 2006