Anda di halaman 1dari 36

PEMERIKSAAN

SENSIBILITAS
Fungsi Sensori
(secara klinis)
Modalitas Primer
Modalitas Sekunder
Raba
Nyeri
Suhu
Sensasi posisi sendi
Fibrasi
Tekan
Diskriminasi 2 titik
Stereognosis
Grafestesia
Barognosis
Topognosis
Dejong`s.2005
Anatomi Serabut saraf sensoris pada medula spinalis
Duus' Topical Diagnosis in Neurology 2005
Syarat Pemeriksaan Sensibilitas
Penderita
Sadar
Kooperatif dengan kecerdasan yang cukup
Sebelum melakukan tindakan diterangkan kepada
penderita respon apa yang diharapkan


Dejong`s.2005, Ngoerah, IGNG. 1990.
Pemeriksaan
Pasien tidak terpengaruh oleh pemeriksa pasien
menutup mata (obyektif)
Pertama sajikan penilaian untuk perangsangan
daerah proksimal dan distal dan bandingkan hasil
daerah antar kedua ujung.
Intensitas perangsangan harus diubah-ubah

Buatlah peta manifestasi sensorik
Bandingkan keadaan penderita dengan saraf tepi atau
dengan peta dermatom (Foerster)
Dejong`s.2005, Ngoerah, IGNG. 1990.
Sensibilitas Primer
Pemeriksaan raba halus
Pemeriksaan nyeri superfisial
Pemeriksaan nyeri dalam
Pemeriksaan suhu
Pemeriksaan sensasi gerak dan sikap
Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
Pemeriksaan sensasi tekan




Pemeriksaan raba halus
Teknik pemeriksaan
Sentuh kulit penderita dengan kapas
Respon yang diharapkan adalah jawaban Ya bila
disentuh
Bandingkan rasa raba kiri kanan, proksimal dan distal
Bila terdapat perbedaan, lakukan lebih teliti bandingkan
yang sehat dengan yang dicurigai ada gangguan.

Interpretasi
Normal
Anestesia
Hipestesia
Pemeriksaan nyeri superfisial
Teknik pemeriksaan
Pemeriksaan menggunakan jarum pentul
Rangsang pada kulit
Respon yang diharapkan tajam tumpul

Interpretasi :
Normal
Analgesia
Hipalgesia
hiperalgesia
Pemeriksaan nyeri dalam
Tehnik pemeriksaan
Dilakukan pemijatan pada betis atau
tendon achiles dengan menekan antara
ibu jari dan telunjuk

Respon yang diharapkan nyeri /tidak
terasa nyeri



Pemeriksaan suhu
Tehnik pemeriksaan
Pemeriksaan menggunakan tabung air hangat (40-
45
o
C)
Dan tabung air dingin (10-15
o
C)
Sentuh kulit secara bergantian
Respon yang diharapkan panas, dingin

Interpretasi
Normal
Termanestesia
Termihipestesia
Termihiperestesia
Pemeriksaan sensasi gerak
dan sikap
Tehnik pemeriksaan
Kenalkan gerakan yang akan dilakukan
Respon yang diharapkan (naik, turun)
Jari jari rileks dan digerakkan secara pasif

Interpretasi
Normal, Kinanestesia,
kinhipestesia
Pemeriksaan sensasi
getar/vibrasi
Tehnik pemeriksaan
Pemeriksaan menggunakan garpu tala 128 Hz
Garpu tala digetarkan pada bagian tubuh (Maleolus,
tuberositas tibia, SIAS, falang proksimal ibu jari
tangan pada prosesus stiloideus radii dan ulnae,
kondilus humeri, olekranon dan pada akromion)
Respon yang diharapkan getar tidak getar
Interpretasi
Normal, Palanestesia ,
palhipestesia
Pemeriksaan sensasi tekan
Tehnik pemeriksaan
Pemeriksaan dengan benda tumpul atau
dengan jari tangan
Penderita mata tertutup
Lakukan penekanan dengan cukup
Respon ada tekanan dan tidak

Interpretasi
Normal, Barestesia, barhipestesia
Sensibilitas sekunder
Stereognosis
Grafestesia
Pemeriksaan diskriminasi 2 titik
Barognosis
Topognosis


Stereognosis
Tehnik pemeriksaan
Penderita dengan mata tertutup diminta untuk
mengidentifikasi benda yang disodorkan ke
tangannya.
Benda tersebut dapat berupa kunci, uang
logam, kancing, cincin dll yg mudah dikenal
Respon : penderita mengenali benda atau
hanya mengenali bentuk dan ukurannya tetapi
tidak tahu namanya
Interpretasi : Normal, asteriognosia, agnosia
taktil

Grafestesia
Tehnik pemeriksaan
Dengan mata tertutup pasien diminta
untuk memberitahukan angka yang
ditulis si pemeriksa di atas kulit telapak
tangan. Angka yang ditulis harus jelas
dan agak besar.
Respon : penderita mengenali tulisan
tersebut

Interpretasi : Normal, grafanestesia
Pemeriksaan diskriminasi 2 titik
Alat : 2 jarum pentul
Tehnik pemeriksaan
kulit pasien dirangsang dengan menusukkan 2 jarum.
Bila pasien tidak sadar akan dua tusukan, maka jarak
pada dua tempat di kulit tersebut diperlebar.
jarak dapat dikenal tergantung daerah
Stimulasi lidah : 1 mm
Jari tangan : 2-7 mm
Dorsum manus : 20-30 mm
Telapak tangan : 8-12 mm
Interpretasi : diskriminasi spasial

BAROGNOSIS
Tehnik pemeriksaan
Mata pasien tertutup
disuruh untuk memberitahukan berat
dan terbuat dari apa bahan benda yang
disodorkan dalam tangannya
Benda yang digunakan : sekrup, kancing,
karet penghapus
Interpretasi : Normal, Abarognosis


Dejong`s.2005, Ngoerah, IGNG. 1990.
TOPOGNOSIS
Tehnik pemeriksaaan
Mata pasien tertutup
disuruh memberitahukan tempat pada
tubuhnya yang disentuh oleh pemeriksa.
Tempat tersebut harus dilokasi dengan
jelas, misalnya pada pipi kiri atau bawah
telinga, tungkai atas, tungkai bawah.
Interpretasi : Normal, Atopognosis

Dejong`s.2005, Ngoerah, IGNG. 1990.
JENIS SENSIBILITAS
SENSIBILITAS KHUSUS (PANCA INDRA)
Sensasi olfaktorik, auditorik,gustatorik,visual.
SENSIBILITAS EKSTEROSEPTIF
Sensasi nyeri, suhu (panas, dingin) dan raba
SENSIBILITAS PROPRIOSEFTIF
Sensasi gerak, getar, sikap dan tekan
SENSIBILITAS INTEROSEPTIF
Sensibilitas yang berasal dari perangsangan jaringan
veseropleura (paru,usus,limpa dsb)
SENSIBILITAS DISKRIMINATIF
Sensibilitas multimodal yang memberikan pengenalan
secara banding

Istilah-istilah dalam klinik
1. Perasaan eksteroseptif atau protopatik:
Perasaan raba :
Anastesia, hipestesia,hiperestesia.
Perasaan nyeri
Analgesia, hipalgesia,hiperalgesia
Perasaan suhu
Termoanestesia,termohipestesia.,termohipestesia
Perasaan abnormal di permukaan tubuh
Parastesia, disestesia-hiperpatia
2. Perasaan proprioseptif
Kinestesia : gerak
Statestisia : sikap
Palestesia : getar
Barestesia : Tekan
Hilang atau berkurangnya perasaan
proprioseptif disebut dengan penambahan
hip atau an didepan suku kata estesia, jadi
Kinhipestesia, kinanestesia
Stathipestesia, statanestesia
Palhipestesia,palanestesia
Barhipestesia,baranestesia
3. Perasaan diskriminatif
Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan
perabaan dinamakan stereognosis. Bila hilang
dinamakan . asteriognosis


Daya untuk mengenal dan mengetahui berat sesuatu disebut
barognosis. Bila hilang dinamakan . Baragnosis
Daya untuk mengenal tempat yang diraba disebut topestesia
atau topognosis
Mengenal angka atau aksara dan bentuk yang digoreskan
diatas kulit dinamakan gramestesia.
Diskriminasi 2 titik disebut diskriminasi spasial
Daya untuk mengetahui dan mengenal dua jenis sensibilitas
hasil dua macam perangsangan pada dua tempat
Daya untuk mengenal setiap titik dan daerah tubuh diri sendiri
atau autotopognosis.
Kemampuan untuk mengenal / mengetahui bahan benda
dengan jalan perabaan
Pola Defisit Sensorik :
Hipestesia tetraplegik yaitu hipestesia pada bagian
tubuh batas leher ke bawah, wajah dan kepala tidak
terganggu.
Ini disebabkan oleh karena lesi yang memotong medulla
spinalis di tingkat servical.
Bila lesi medulla spinalis dibawah tingkat Thoracal maka
deficit sensorik yang terjadi disebut : Hipestesia
Paraplegik.
Saddle Hypestesia (hipestesia selangkangan) yaitu
hipestesia pada daerah kulit selangkangan.
Ini akibat lesi di kauda equine.
Hipestesia perifer yaitu hipestesia pada kawasan saraf
perifer yang biasanya mengcakup bagian bagian
beberapa hematoma.

Sindroma sindroma
deficit sensorik:
Sindroma trombosis serebri

Akibat penyumbatan arteri lentikulostriata
yang mengakibatkan infark di krus
posterior kapsula interna sehingga
menimbulkan hemiplegia dan
hemiparestesia kontralateral.
Sindroma sindroma
deficit sensorik:
Sidroma Wallenberg
Akibat penyumbatan sesisi pada arteri
serebelli posterior inferior yang mengakibatkan
infark di korpus restiforme ipsilateral, lintasan
spinotalamik dan Tractus spinalis N. Trigemini.
Gejala
Hipestesia wajah ipsilateral, hipestesia badan
kontralateral hemihipestesia alternans.
Ataksia ipsilateral ( gangguan jaras spino serebellar)
Vertigo (lesi inti vestibuler)
Horner sindrom ( gangguan pada substansia
retikularis lateral)
Gangguan menelan ( gangguan pada N.
Glosofaringeus )
Sindroma sindroma
deficit sensorik:
Syringobulbi
Yaitu berupa saluran / lubang sempit yang
memanjang dari kawasan spinotalamik dan
Traktus spinalis N. V ke Traktus Solitarius di
Medulla Oblongata.
Gejala menyerupai Sindroma Wallenberg
(timbul cepat karena gangguan lesi vaskuler)
sedangkan syringobulbi timbulnya lambat
dalam waktu berbulan bulan sesuai dengan
proses degenerasi.
Sindroma sindroma
deficit sensorik:
Syringomyelia :
Yaitu berupa pelunakan saluran / lubang
(Gliosis & cavitation) yang memanjang di
kanalis sentralis medulla spinalis servikalis.
Gejala :
Gejala awal hilangnya sensibilitas pain dan
temperatur dgn distribusi segmental ekstremitas
atas pada ke dua sisi. Krn serabut spinotalamikus
lateral terganggu
Sensory ekstremitas bawah dan badan tidak
terganggu
Perasaan raba dan tekan utuh pada dermatom
ekstremitas atas yang terganggu. (sensory
dissosiasi)
Gejala lanjut :
Ggn LMN dgn atropy otot bila degenerasi meluas ke kornu
anterior
Ggn tr pyramidal ekstremitas bawah (cystic cavity
compression)
Sindroma sindroma
deficit sensorik:
Syndroma Brown Sequard
Terjadi akibat hemilesi / hemisection pada medulla
spinalis sehingga timbul :
Kelumpuhan ipsilateral (UMN) miotoma dibawah lesi.
Kelumpuhan ipsilateral (LMN) miotoma setinggi lesi.
Gangguan protopatik (Pain & Temperatur)
kontralateral dermatome dibawah lesi.
Gangguan perasaan proprioseptif (getaran, gerakan,
sikap, 2-point discrimination) pada sisi tubuh ipsilateral.
Anestesia kutaneus ipsilateral segmental setinggi level
Hiperestesia ipsilateral dibawah lesi dan segmental
kontralateral setinggi lesi
Penyebab : tumor, infeksi, trauma, proses reaksi
imunologik.

Sindroma sindroma
deficit sensorik:
Spinal Cord transection
Gejala timbul segera setelah transection spinal
cord komplit :
1. Aktivitas muskuler volunter, refleks somatik dan
viseral pada tubuh dibawah lesi hilang
2. Sensibilitas dibawah lesi hilang total
3. Spinal shock berlangsung 2 3 minggu
Dalam keadaan kronik timbul :
1. Aktivitas refleks minimal
2. Timbul aktivitas refleks fleksor superfisial
3. Spasme antara fleksor dan ekstensor yang tidak
sesuai
4. Aktivitas refleks tendon dalam muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell WW. 2005. DeJongs The
Neurologic Examination, 6th ed. Lippincott
Williams & Wilkins
Duus P, 2005, Diagnosis Topik Neurologi;
Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.ed
terjemahan EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Ngoerah IGNG, 1991, Dasar-dasar Ilmu
Penyakit Saraf. Airlangga University Press.
Surabaya
Sidharta P,2008, Tata Pemeriksaan Klinis
Dalam Neurologi, Dian Rakyat
DeMyer, W,2004, Technique Of The
Neurological Examination

Anda mungkin juga menyukai