Anda di halaman 1dari 9

Tentir

Oleh: Dhany Karubuy

Romberg Test
Tes Romberg adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui fungsi keseimbangan statis dan
kemampuan menjaga postur saat berdiri tegak. Tes romberg digunakan untuk menilai
propioseptif yang menggambarkan sehat tidaknya fungsi kolumna dorsalis pada medula
spinalis. Pada pasien ataxia (Kehilangan koordinasi motorik) tes romberg digunakan untuk
menentukan penyebabnya, apakah murni karena defisit sensorik / propioseptif, ataukah ada
gangguan pada serebelum.
Cara Pemeriksaan
 Pasien diminta untuk berdiri dengan kedua tungkai rapat atau saling menempel.
 Lakukan pada saat pasien membuka dan menutup matanya.
 Pemeriksa harus berada di dekat pasien untuk mengawasi bila pasien tiba – tiba
terjatuh.
Interpretasi
 Hasil romberg (+) : Bila pasien terjatuh
 Hasil romberg (-) : Pasien dapat berdiri tanpa terjatuh
 Pasien dengan gangguan serebelum akan terjatuh atau hilang keseimbangan pada
saat berdiri meskipun dengan mata terbuka.

Tandem Walking Test


Tandem walking test adalah tes yang digunakan untuk menentukan gangguan koordinasi
motoric.
Cara Pemeriksaan :
 Pasien diminta untuk berjalan pada satu garis lurus di atas lantai dengan cara
menempatkan satu tumit langsung di antara ujung jari kaki yang berlawanan.
 Baik dengan mata terbuka atau mata tertutup.
Interpretasi :
 Hasil romberg (+) : Bila pasien tidak dapat berjalan sesuai/mengikuti garis, pasien
tampak goyang atau tidak seimbang.
Tandem Walking Test

KESEIMBANGAN
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium baik statis maupun
dinamis tubuh ketika di tempatkan pada berbagai posisi. Disequilibrium
(Ketidakseimbangan) adalah sensasi tidak mampu mengetahui, mengatur, dan
mengantisipasi posisi tubuh terhadap orientasi ruang, sensasi ingin jatuh, terasa terombang
- ambing seperti menaiki kapal, sensasi pusing berputar, tidak mampu berjalan lurus, atau
sering berjalan menabrak benda dan merupakan gejala dari suatu penyakit.
Tanda dan gejala gangguan keseimbangan
 Rasa gerak atau berputar (Vertigo) merupakan ilusi gerakan, biasanya perasaan diri
berputar terhadap lingkungan sekitar, atau sebaliknya.
 Perasaan pingsan (Presinkop) merupakan sensasi yang akan terjadi menjelang
kehilangan kesadaran. Seringkali diawali dengan tanda pandangan mata buram,
terdengar suara gemuruh ditelinga Akibat adanya penurunan aliran darah serebral
yang berasal dari sistem kardiovaskuler, gangguan neurologis, kelemahan
muskuloskeletal, dan penurunan fungsi penglihatan.
 Kehilangan keseimbangan (Disekuilibrium) adalah sensasi tidak mampu mengetahui,
mengatur, dan mengantisipasi posisi tubuh terhadap orientasi ruang.
 Pusing (Dizziness) adalah stilah yang dipakai untuk menggambarkan rasa pusing
atau ringan kepala, lemas, merasa ‘goyang’ seperti mabuk, atau tidak stabil, dan
secara definitif tidak jelas.

Gangguan Keseimbangan Perifer


1. Vertigo
a. Benign Paroxysmal Positional Vertiogo (BPPV)
BPPV merupakan sensasi secara tiba-tiba seperti kita sedang berputar
atau bagian dalam kepala yang berputar. Benign paroxysmal positional
vertigo menyebabkan episode singkat dari ringan sampai pusing intens.
Etiologinya biasanya dipicu oleh perubahan tertentu dalam posisi kepala.
Hal ini mungkin terjadi ketika kita merubah kepala ke atas atau ke bawah,
ketika berbaring, atau ketika berbalik atau duduk di tempat tidur secara
tiba-tiba atau mendadak. Patofisiologinya. Masalah mekanis di telinga
bagian dalam. Hal ini terjadi ketika beberapa kristal kalsium karbonat
(Otoconia) yang biasanya tertanam dalam gel di utrikulus menjadi copot
dan bermigrasi ke dalam satu atau lebih dari 3 kanalis semisirkularis
cairan, di mana mereka tidak seharusnya. Ketika cukup partikel ini
menumpuk di salah satu kanal mereka mengganggu gerakan cairan normal
yang menggunakan kanal tersebut untuk merasakan gerakan kepala,
menyebabkan telinga bagian dalam untuk mengirim sinyal palsu ke otak.
Penatalaksanaannya dengan epley maneuver dan latigan Brandt-Daroff.

Manuver Epley

Metode Brandt Daroff


• Pasien duduk tegak ditepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung.
• Lalu dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat kesalah satu sisi,
pertahankan selama 30 detik, setelah itu duduk tegak kembali.
• Setelah 30 detik baringkan dengan cepat kesisi lain, pertahankan selama 30 detik,
lalu duduk tegak kembali.
• Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi hari sebelum bangun tidur, dan 3 kali pada
malam hari sebelum tidur, sampai 2 hari berturut-turut tidak timbul vertigo lagi.

b. Meniere Disease
Memiliki trias meliputi vertigo, gangguan pendengaran, dan tinitus (telinga
berdengung). Penyebab dari penyakit ini masih belum diketahui. Penyakit
ini jarang ditemukan, dan dapat menyerang pada orang berusia 20-60
tahun. Etiologi penyebab pasti penyakit meniere belum diketahui pasti.
Patofisiologi:
 Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
 Berkurangnya tekanan osmotic ruang ekstrakapiler
 Meningkatnya tekanan osmotic ruang ekstrakapiler
 Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi
penimbunan cairan endolimfatikus
Pemeriksaan penunjang dengan:
 Electronystagmography (ENG)
 Audiometri
 MRI(Magnetic Resonance Imaging)
 Tes Kalori
 Tes Gliserin
Tatalaksana
 Diet rendah garam (1500mg/hari), tinggi protein, dan dikombinasikan
dengan pemberian amonium klorida.
 Antihistamin.
 Diuretik.
 Kortikosteroid : Prednison 80mg selama 7 hari kemudian diturunkan
secara perlahan.
 Vasodilator perifer : Histamin difosfat 2-4 tetes sublingual 2x1
sebelum makan, untuk mengurangi tekanan hidrops endolimfe.

c. Neuroma Akustik
Merupakan tumor non-kanker (jinak) yang berkembang pada saraf
utama yang menghubungkan telinga bagian dalam dengan otak.
Penyebabnya diduga akibat terjadinya kerusakan gen pada kromosom
22. Patofisiologinya: Dalam kondisi normal, gen ini menghasilkan
protein yang membantu
mengontrol pertumbuhan
sel Schwann melapisi
saraf. Para ilmuwan
mengetahui bahwa gen
yang rusak diwariskan
dalam neurofibromatosis
tipe 2 atau gangguan
langka yang melibatkan
pertumbuhan tumor pada
saraf keseimbangan di
kedua sisi kepala. Tanda dan gejala yang paling umum yang terjadi
pada sekitar 90% pasien adalah hilangnya pendengaran. Gangguan
pendengaran, biasanya bertahap – meskipun dalam beberapa kasus
terjadi tiba-tiba, dan terjadi hanya pada satu sisi telinga atau lebih
parah pada satu sisi. Gejala ini terjadi secara perlahan. Gejala lain
meliputi hilangnya keseimbangan dan tinnitus (Telinga berdengung
atau terdengar suara desisan di telinga). Selain itu, tumor juga dapat
menekan saraf, menimbulkan mati rasa dan kesemutan di wajah, atau
bahkan kelumpuhan pada wajah (Hilangnya ekspresi wajah). Tumor
yang lebih besar dapat menekan bagian otak yang mengakibatkan
sakit kepala, berjalan kikuk dan bingung. Tatalaksananya bermacam-
macam, tergantung pada ukuran tumor dan tingkat keparahan
gejalanya. Pengobatan meliputi pemantauan, operasi dan terapi
radiasi.

d. Neuritis Vestibular
Merupakan Suatu penyakit yang ditandai oleh adanya serangan vertigo
(Perasaan berputar) mendadak akibat peradangan pada saraf yang
menuju ke kanalis semisirkularis. Etiologi neuritis vestibularis belum
dapat diketahui secara pasti. Diduga karena infeksi virus. Sering
didahului oleh infeksi saluran nafas, dan terjadi musiman. Patofisiologi
Neuritis vestibularis terjadi kerusakan selektif pada bagian superior
nervus vestibularis yang mensyarafi kanalis semisirkularis horizontal
dan anterior, termasuk utrikulus dan sebagian sakulus. Manifestasi
klinisnya Pasien biasanya datang dengan keluhan vertigo akut dan
parah, disertai nausea, muntah dan ketidakseimbangan. Gejala vertigo
muncul mendadak sering terjadi waktu malam dan saat bangun tidur
pagi, biasanya berlangsung sampai 2 minggu.
Tatalaksana:
 Simptomatik pada fase akut 1 - 3 hari pertama : tablet
dimenhidrinat 100 mg.
 Kausatif pada 3 hari pertama onset gejala hingga 3 minggu :
Kortikosteroid (Metil prednisolon) 2 x 20 mg, 10 - 14 hari.

e. Syndrome Ramsay Hunt


Dikenal juga sebagai herpes zoster otitis, kondisi di mana ketika infeksi
herpes zoster mempengaruhi saraf di salah satu telinga. Keluhannya
dapat berupa vertigo, sakit telinga, dan gangguan pendengaran.
Penyebabnya adalah virus varicela zoster yang merupakan jenis virus
neurotropik. Virus ini termasuk dalam anggota family dari
Herpesviridae dan penyebab utama dari penyakit cacar air.
Patofisiologi:
 Infeksi tubuh melalui saluran nafas atas dan mukosa konjungtiva,
kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe regional dan tonsil. Virus
kemudian menyebar melalui aliran darah dan berkembang biak di
organ dalam. Fokus replikasi virus terdapat pada sistem
retikuloendotelial hati, limpa dan organ lain. Pada saat titer tinggi,
virus dilepaskan kembali ke aliran darah (Viremia kedua) dan
membentuk vesikel pada kulit dan mukosa saluran nafas atas.
Kemudian berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris dari
jaringan kutaneus, menetap pada ganglion serebrospinalis dan
ganglion saraf kranial.
 Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang
menetap pada ganglion genikulatum dan proses ini disebut dengan
ganglionitis. Ganglionitis menekan selubung jaringan saraf,
sehingga menimbulkan gejala pada nervus VII. Peradangan dapat
meluas sampai ke foramen stilomastoid.
Tanda dan gejala penyakit ini didahului dengan gejala prodormal berupa
nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi
terdapat di telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok
di atas daerah yang eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar
pada telinga dan kulit sekitarnya (Nyeri radikuler). Diagnosa dibuat
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
THT-KL. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak
lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi
fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah, ada tidaknya sinkinesis atau
hemispasme, gustatometri dan tes Schimer. Pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan dengan audiometri nada murni, timpanometri, Brainsteam Evoked
Response Audiometry (BERA) dan tes elektronistagmografi (ENG).
Diagnosis pasti ditegakkan dengan mengisolasi virus, deteksi antigen
spesifik untuk virus varisela zoster atau dengan hibridasi DNA virus.
Tatalaksana dapat dilakukan dengan konservatif dan operatif. Obat yang
biasa diberikan adalah kortikosteroid dan anti virus. Bila parese menetap
lebih dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan, tindakan dekompresi harus
dilakukan. Dekompresi dilakukan pada segmen horizontal dan ganglion
genikulatum.

f. Trauma kepala  dapat mengeluhkan gejala berupa vertigo.


g. Motion sickness  mengalami vertigo saat di kapal, mobil, dan
pesawat terbang.

2. Pingsan (Presinkop)
a. Hipotensi Ortotastik (Hipotensi postural)
Merupakan kondisi tekanan darah rendah yang terjadi ketika
seseorang berdiri dari posisi duduk atau tidur yang juga biasa dikenal
dengan nama hipotensi postural. Kondisi ini bisa mengakibatkan
penderitanya mengalami pusing, kepala berputar, bahkan bisa sampai
pingsan. Tanda dan gejala: hipotensi ortostatik bisa berlangsung
beberapa detik hingga beberapa menit. Jika terjadi berulang kali dalam
rentang waktu cukup lama, hipotensi ortostatik bisa jadi merupakan
tanda dari gangguan medis yang lebih serius. Berdiri atau duduk terlalu
cepat dapat menyebabkan beberapa orang mengalami penurunan
aliran darah sehingga presinkop. Diagnosis yang pertama dilakukan
dokter adalah memeriksa catatan medis pasien, mengevaluasi gejala,
dan melakukan pemeriksaan fisik. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
tes darah untuk mendapatkan informasi menyeluruh tentang kondisi
kesehatan pasien antara lain apakah kadar gula darah rendah, apakah
ada penurunan jumlah sel darah merah (anemia). Selanjutnya
memonitor tekanan darah.
Pemeriksaan penunjang lainnya:
 Elektrokardiogram (ECG). Untuk mendapatkan gambaran detak
jantung, struktur jantung, serta kondisi pasokan darah dan oksigen
ke otot jantung pasien.
 Ekokardiogram. Tes ini akan menghasilkan pencitraan organ
jantung pasien.
 Stress test. Prosedur ini dilakukan ketika pasien melakukan
olahraga, seperti jalan pada treadmill, atau saat pasien diberikan
obat agar membuat jantungnya bekerja lebih keras.
 Tes meja miring. Tes ini akan mengevaluasi bagaimana tubuh
pasien bereaksi terhadap perubahan posisi.
 Manuver Valsalva. Tes ini bertujuan untuk menguji fungsi sistem
saraf otonom dengan menganalisa denyut jantung dan tekanan
darah setelah pasien menjalani beberapa siklus deep
breathing (Mengambil napas yang dalam).

b. Penyakit kardiovaskular
Irama normal jantung (Aritmia jantung), pembuluh darah yang
menyempit atau tersumbat, otot jantung menebal (Hipertrofi
kardiomiopati), atau penurunan volume darah dapat mengurangi aliran
darah dan menyebabkan presinkop. Stroke juga penyakit
kardiovaskular yaitu menurunnya tekanan darah secara tiba-tiba ketika
seseorang berdiri bisa menjadi faktor risiko stroke, karena kondisi ini
bisa mengakibatkan kurangnya pasokan darah ke otak.

3. Kehilangan keseimbangan (disequilibrium)


Merupakan Kehilangan keseimbangan saat berjalan, atau merasa tidak
seimbang, dapat hasil dari :
a. Masalah vestibular merupakan gangguan pada telinga bagian dalam
dapat menyebabkan sensasi kepala seperti melayang atau terasa
berat, dan merasa goyang pada dalam gelap.
b. Kerusakan saraf kaki (Neuropati perifer) merupakan kerusakan yang
dapat menyebabkan kesulitan dengan berjalan.
c. Gangguan sendi, otot, atau penglihatan merupakan kelemahan otot
dan sendi yang tidak stabil dapat menyebabkan hilangnya
keseimbangan. Gangguan penglihatan juga dapat menyebabkan
ketidakseimbangan.
d. Obat. Disequilibrium dapat merupakan efek samping dari obat.
e. Kondisi neurologis tertentu termasuk spondylosis serviks dan penyakit
Parkinson

4. Pusing (dizziness)
Dizziness atau lightheadedness adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan rasa pusing atau ringan kepala, lemas, merasa ‘goyang’
seperti mabuk, atau tidak stabil, dan secara definitif tidak jelas.

Gangguan Keseimbangan Sentral

1. Perdarahan Cerebellar (Vertigo Sentral)


Banyak perdarahan cerebellar diakibatkan oleh penyakit hipertensi vaskuler;
jarang disebabkan antikoagulasi, malformasi arteri-vena, dyscrasia darah,
tumor dan trauma. Hemoragik cerebellar hipertensi biasanya berlaksi pada
white matter dalam cerebellum dan bisanya meluas kedalam ventrikel
keempat. Gambaran klinik klasik hypertensive cerebellar hemorrhage terdiri
dari serangan sakit kepala tiba-tiba, yang dapat bersama-sama dengan
nausea, vomiting, dan vertigo, diikuti oleh gait ataxia dan gangguan
kesadaran, biasanya berlangsung dalam periode beberapa jam. Saat
anamnesa pasien dapat sadar penuh, kebingungan, atau comatose. Pada
pasien yang sadar, nausea dan vomiting biasanya menonjol. Tekanan darah
meningkat dan rigiditas nuchal bisa muncul. Pupil sering mengecil dan
lembab reaktif. Palsy pandangan ipsilateral (Dengan pandangan selalu
menjauhi sisi hemoragik) dan palsy facial perifer ipsilateral sering terjadi.

2. Meningioma Cerebelar
Meningioma merupakan
tumor jinak intrakranial
yang paling sering
dijumpai. Meningioma
diperkirakan sekitar 15-
30% dari seluruh tumor
primer intrakranial pada
orang dewasa.
Prevalensi meningioma
berdasarkan konfirmasi.
Pemeriksaan
histopatologi diperkirakan
sekitar 97,5 penderita per
100.000 jiwa di Amerika
Serikat. Prevalensi ini
diperkirakan lebih rendah dari yang sebenarnya karena tidak semua
meningioma ditangani secara pembedahan.

3. Ataksia
Gejala penyakit, yang menunjukkan adanya gangguan koordinasi
gerak. Istilah ataksia umumnya digunakan untuk menggambarkan gangguan
berjalan yang tidak terkoordinasi dan tidak seimbang, tetapi ataksia juga
dapat melibatkan jari, lengan, cara bicara, dan pergerakan mata.
Penyebab
 Trauma Otak dan Saraf Tulang Belakang. Setiap cedera atau kerusakan
pada otak dan sistem saraf pusat dapat menyebabkan ataksia. Kondisi ini
disebut ataksia serebral akut dan dapat terjadi karena benturan akibat
kecelakaan kendaraan atau terbentur benda keras di kepala.
 Pasokan Darah dan Oksigen yang Terganggu. Stroke menyebabkan
suplai darah dan oksigen ke otak terganggu. Hal ini menyebabkan otak
kekurangan oksigen dan kekurangan nutrisi sehingga memicu kematian
sel-sel otak.

Anda mungkin juga menyukai