PENDAHULUAN
kesehatan dasar tahun 2007 mendapatkan prevalensi stroke nasional sebesar 0.8%.
Stroke juga menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai 15.9% pada
kelompok umur 45 sampai 54 tahun dan meningkat jadi 26.8% pada kelompok umur 55
sampai 64 tahun. 2
1
ditunjang oleh adanya interaksi yang baik antara penderita dan keluarganya dengan
personil medik.6
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih ke arah
meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit neurologis atau
mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi
kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi dengan baik.6
Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita dengan
hemiparesis dextra et causa stroke iskemik yang dirawat di bagian Rehabilitasi Medik
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
2
Stroke menurut WHO didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1
2. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.7,8
Menurut taksiran World Health Organization (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal
dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus
stroke di dunia.9
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Setiap
tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus
serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak
75% penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.Di Indonesia penyakit
ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita
stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya
15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.9
3. Klasifikasi Stroke
A. Berdasarkan Waktu
1. TIA (Trancient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
3
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam
atau beberapa hari.
4. Completed Stroke
Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.10
B. Berdasarkan Etiologi
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan kemudian melepaskan
darah ke otak.Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak mampu membawa darah
dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati. Alasan lain yang dapat menyebabkan
strok hemoragik adalah darah yang mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh darah
tersebut membentuk gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik
terjadi pada penderita hipertensi. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas,
namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan
penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Stroke
hemoragik terbagi menjadi intracerebral hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage
(SAH), dan cerebral venous thrombosis.
4
Klasifikasi Oxford Community Stroke Project (OCSP) juga dikenal sebagai
Bamford, membaginya berdasarkan gejala awal dan episode stroke yaitu total anterior
circulation infarct (TACI), partial anterior circulation infarct (PACI), lacunar infarct
(LACI), dan posterior circulation infarct (POCI).
4. Faktor Resiko
Faktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan
terhadap serangan stroke. Faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2 golongan besar
yaitu: 11,12
A. Tidak dapat dimodifikasi : Umur, jenis kelamin, ras dan faktor genetik.
B. Dapat dimodifikasi : Diabetes melitus, penyakit jantung, inaktivitas fisik
obesitas, peningkatan kolesterol dan hipertensi.
5. Manifestasi Klinik
Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun
juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang
paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol, serta terdapat nyeri kepala
dan terdapat muntah. Sedangkan pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah
beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak ada muntah
dan tidak terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak
oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat gangguan bicara. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13
6. Diagnosis
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan pemeriksaan
klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan
pemeriksaan penunjang.7
7. Diagnosis Topis
Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan cara
membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna, ganglia basalis,
thalamus), batang otak dan medulla spinalis. 19
5
A. Gejala klinis pada topis di kortikal
1. Afasia
2. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh
3. Kejang
4. Gangguan sensoris kortikal
5. Deviasi mata ke daerah lesi
B. Gejala klinis pada topis subkortikal
1. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat
2. Gangguan sensorik
3. Sikap distonik
C. Gejala klinis pada topis di batang otak
1. Hemiplegi alternans
2. Nistagmus
3. Gangguan pendengaran
4. Tanda serebelar
5. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral
D. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis
1. Gangguan sensorik setinggi lesi
2. Gangguan miksi dan defekasi
3. Wajah tidak kelainan
4. Brown Sequard syndrome
6
latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai
penanganan masalah emosional.14
B. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita secara
medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya
mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan
subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini
meliputi :15,16
1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 kebawah).
b. Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
c. Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari
kekuatan otot.
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
f. Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada
ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang disesuaikan, AKS
dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian
dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat
ditangani oleh speech therapist dengan cara:
a. Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas, menelan, meniup,
latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
b. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan kata-
kata.
7
c. Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan kata-
kata.
d. Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara
lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up splint,
ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan
sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali
ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai
untuk dapat menerima rehabilitasi.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
8
Nama : Ny. J.R
Umur : 76 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kartini, Tombatu
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal pemeriksaan : 23 Juni 2014
Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak kanan
9
Riwayat Kebiasaan
Penderita biasanya melakukan aktifitas bercocok tanam. Penderita tidak memiliki
kebiasaan merokok dan tidak minum minuman beralkohol.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Glasgow Coma Scale (GCS) : E4M6V5
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,00C
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, Pupil bulat isokor
3mm/3mm, refleks cahaya +/+ Normal
Telinga : Sekret tidak ada
Hidung : Septum tidak ada deviasi, sekret tidak ada
Mulut : Bibir tidak sianosis, deviasi lidah ke kanan
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Bentuk simetris, retraksi tidak ada
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
10
Perkusi : batas-batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal.
bising (-)
Pulmo : Inspeksi : pergerakan simetris
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor kanan sama dengan kiri
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-/-),
wheezing(-/-)
Abdomen : Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Status Neurologis
Pemeriksaan nervus cranialis :
Nervus Tes Dekstra Sinistra
Sensorik
N. I (N. Olfaktorius) - Tes penciuman Normal Normal
Sensorik
- Tes ketajaman normal normal
N. II (N. Optikus)
penglihatan
normal normal
- Tes lapang pandang
Motorik
- Ptosis Tidak ada Tidak ada
N. III (N.
- Posisi bola mata normal normal
Okulomotorius)
- Pupil Refleks Cahaya Refleks Cahaya
N. IV (N.
(positif) bulat, (positif) bulat,
Troklearis)
isokor isokor
N. VI (N. Abdusen)
normal Normal
- Gerakan bola mata
11
Motorik
- Menggerakkan normal normal
rahang normal normal
- Kontraksi m. Maseter
N. V (N.
dan m. Temporalis
Trigeminus)
normal normal
Sensorik
normal normal
- Rasa Raba
- Refleks Kornea
N. IX Motorik
(N. Glosofaringeus) Letak uvula tengah
N. X (N. Vagus)
Sensorik
normal
- Pengecapan (1/3
posterior lidah)
Motorik
- Otot Sternokleido- normal normal
N. XI
(N.Aksesorius) mastoideus
- Otot Trapezius normal normal
12
Status Motorik dan Sensorik :
Sensibilitas :
Status Otonom :
Buang air kecil biasa via pampers, buang air besar biasa via pampers
13
Indeks Barthel
14
Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai
Total 100 50
Nilai Interpretasi
0-20 Disabilitas Total
25-45 Disabilitas Berat
50-75 Disabilitas Sedang
80-90 Disabilitas Ringan
100 Mandiri
15
Interpretasi : 50 (Disabilitas Sedang)
Resume
Perempuan, 76 tahun dengan kelemahan anggota gerak kanan yang terjadi secara
tiba-tiba sejak 2 minggu yang lalu saat penderita bangun tidur di pagi hari. Riwayat
penyakit dahulu, hipertensi ± sejak 30 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Penyakit jantung
± sejak 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Mulut mencong ke kanan (+), gangguan
bicara (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah : 120/70 mmHg, nadi 80
kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36 ºC. Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan
kesan paresis N. VII dan XII sentral dextra. Pada pemeriksaan motorik, kekuatan otot ekstremitas
superior dekstra 1/1/1/1 dan ekstremitas inferior dekstra 1/1/1/1, tonus otot meningkat pada
ekstremitas superior dan inferior dextra. Indeks Barthel : 50 (disabilitas sedang).
Diagnosis
Diagnosis Klinik : Hemiperesis dextra, Paresis N.VII perifer dextra
+ Disartria
Diagnosis Topis : Lesi subkortikal
Diagnosis Etiologis : Stroke iskemik
Diagnosis Fungsional : Impairment : Kelemahan anggota gerak kanan
Disability : Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Handicap : tidak dapat melakukan kegiatan sosial (bekerja
dan beribadah)
Penatalaksanaan
Fisioterapi
16
Evaluasi :
Terapi Okupasi
Evaluasi :
Terapi Wicara
Evaluasi :
Ortotik Prostetik
17
Evaluasi :
Psikologi
Evaluasi :
Program :
Sosial Medik
Evaluasi :
Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk berobat dan berlatih
secara teratur.
18
Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.
Modifikasi kloset jongkok menjadi kloset duduk.
PROGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA
19
4. Soendoro T, On behalf of RISKESDAS team. Report on result of National Basic
Health Research (RISKESDAS) 2007. Jakarta: The National Institute of Health
Research and Develompment Ministry of Health Republic of Indonesia; 2008.
5. Mardjonjo M, Sidharta P. Neuro klinis dasar. Edisi VI. Jakarta : Dian Rakyat,
1995 ; 269-302.
6. Prawirosumarto K. Rehabilitasi fisik pada pasien stroke; REHABILTASI
MEDIK, Hasil Simposium 1987. Departemen Rehabilitasi Medik.Jakarta. 1987:
121-25.
7. Wirawan RP. Rehabilitasi stroke dalam pelayanan kesehatan primer. SMF
Rehabilitasi Medis RS Fatmawati. Jakarta;2009.p.61-2.
8. Sutrisno, Alfred. Stroke? you must know before you get it!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13
9. Feigin, Valery. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan
stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
10. Misbach J, Wendra A. Stroke In Indonesia. A first large prospective hospital
based study of acute stroke in 28 hospitals in indonesia. Jakarta. 1996
11. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium stroke
up date. Manado. Perdosi, 2001.
12. Sengkey L, Angliadi LS, Mogi TI. Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.
Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik; 2006.p.55-9
13. Kotambunan RC. Diagnosis stroke. Bagian Neurologi FK UNSRAT/SMF RSUP
Manado. Manado, 1995 ; 1-12.
14. Angliadi LS. Rehabilitasi medik pada stroke. Proceeding symposium stroke up
date. Manado. Perdosi, 2001.
15. Sinaki M, Dorsher PT. Rehabilitation after stroke. In : basic clinical rehabilitation
medicine. Philadelphia. Mosby, 1993 ; p. 87-8.
16. Kolb, Bryan , Whishaw, Ian Q. 1996. Fundamentals of Human Neuropsychology,
Fourth Edition. New York : W. H. Freeman and Company.
17. Harvey RL, et all. Stroke Syndromes. In: Braddom LR. Physical Medicine and
Rehabilitation. Second Volume. New York :Elsevier Saunders; 2011; p. 1180-
1181.
18. Reding MJ, Potes E. Rehabilitation outcome following initial unilateral
hemispheric stroke. Life table analysis approach. Stroke 1988;19:1354-8
20
19. The Committee of National Institute of Neurological Disorder and Stroke.
National Institute of Health, Bethesda, Maryand: Classification of
Cerebrovasculer Disease III. In Stroke 1990: 21;4 : 637-76.
LAMPIRAN
21
22