Anda di halaman 1dari 22

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
KERATITIS

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Mata RSUD Pasar Minggu

Oleh:

Novia Sundari Riadi


1820221143

Jakarta, Agustus 2019

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(dr. Andi Elizar Asriyani, M. Kes, Sp.M)

1
KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan nikmat-Nya referat yang berjudul “Keratitis” dapat
terselesaikan.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dr. Andi Elizar Asriyani, M. Kes,
Sp.M selaku pembimbing selama penulis menjalani kepaniteraan klinik mata di
RSUD Pasar minggu serta teman-teman yang saling membantu dan mendukung.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan referat ini, oleh
karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga referat yang
disusun penulis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan di masa
yang akan datang.

Jakarta, Agustus 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kornea (cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian


selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan bagian anterior dari mata,
yang harus dilalui cahaya dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea mengganggu pembentukan
bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya, kelainan sekecil apapun di kornea,
dapat menimbulkan gangguan penglihatan (Farida, 2015).
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan jaringan
transparan yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus
cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan
deturgenses. Epitel yang terdapat pada kornea ini adalah sawar yang efisien
terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea (Vaughan & Asburys’s,
2018)
Infitrasi sel radang pada kornea akan menyebabkan keratitis, hal ini
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menimbulkan gejala
mata merah dan tajam penglihatan akan menurun. Keratitis dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti infeksi mata, mata kering, alergi ataupun konjungtivitis
kronis (Ilyas & Yulianti, 2015).
Insidensi infeksi pada kornea menempati urutan ke empat di dunia secara
global sebagai penyebab kebutaan dan memegang peranan penting sebesar 10%
sebagai penyebab gangguan cacat penglihatan terutama di negara berkembang, di
negara berkembang penyebab infeksi pada kornea dikaitkan dengan trauma mata
selama bekerja terutama pekerjaan yang melibatkan pertanian. Pada negara maju
angka insidensi pertahun meningkat dikaitkan dengan adanya peningkatan
pemakain terhadap lensa kontak yang sering menimulkan kejadian infeksi infeksi
pada kornea (Austin, 2017, hlm. 1678)
Insidensi dari keratitis di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan
negara maju. Di Nepal diperkirakan mencapai 799 per 100.000 orang per tahun.
Keratitis yang disebabkan oleh jamur terjadi sekitar 6% dari pasien yang berada di
iklim tropis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh
sel Goblet yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. (Ilyas &
Yulianti, 2015).
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu (Ilyas & Yulianti, 2015) :
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, sukar digerakkan dari tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

II.2 Anatomi Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda (Ilyas & Yulianti, 2015).
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu (Ilyas & Yulianti, 2015):
a. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupaan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
dibandingkan sklera.
b. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.

4
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator terdiri atas jaringan ikat jarang
yang tersusun dalambentuk yang dapat berkontraksi yang disebut sel
mioepitel. Sel ini dirangsang oleh sistem saraf simpatik yang
mengakibatkan sel berkontraksi yang akan melebarkan pupil sehingga
lebih banyak cahaya masuk. Otot dilatator pupil bekerja berlawanan
dengan otot konstriktor yang mengecilkan pupil dan mengakibatkan
cahaya kurang masuk kedalam mata. Sedangkan sfingteriris dan otot siliar
dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang
terletak dibelakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquos humor),
yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di
batas kornea dan sklera (Ilyas & Yulianti, 2015).
c. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapisan
sebanyak 10 lapis yang merupakan lapisan membran neurisensoris yang
akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke
otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga
retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasio retina.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina,
maka akan robek dan terjadi ablasi retina (Ilyas & Yulianti, 2015).
Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada
badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada
komodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan didaerah
makula lutea. Terdapat 6 otot pergerakan bola mata, dan terdapat kelenjar
lakrimal yang terletak didaerah temporal atas di dalam rongga orbita (Ilyas
& Yulianti, 2015).

5
Gambar 1. Anatomi bola mata

II.3 Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berhubungan erat dengan kornea
dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus Sklera berjalan dari papil optik
sampai kornea. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera
mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola
mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan terhadap kontusi
trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus,
atau merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan minum air banyak (Ilyas &
Yulianti, 2015).

II.4 Kornea
Kornea (cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, kornea
merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, terdiri atas lapisan jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas beberapa lapis (Ilyas &
Yulianti, 2015):
a. Epitel
 Tebal 550 um, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.

6
 Pada sel basak sering terlihat mitosis sel, sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan desmosom dan makula
okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa
yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuran.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tida teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
c. Stroma
 Menyusun 90% ketebalan kornea.
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descemet
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat selastik dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai ketebalan 40 um.
e. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 um. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.

7
Gambar 2. Anatomi Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, sarag nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensai dingin ditemukan
didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel
dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi (Ilyas &
Yulianti, 2015).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh korna, dimana 40 dioptri
dari 50 dioptri pembiasaan sinar, masuk kornea (Ilyas & Yulianti, 2015).

II.5 Keratitis
II.5.1 Definisi
Keratitis adalah suatu inflamasi pada kornea, yang dapat terjadi akibat
infeksi oleh mikroorganisme maupun akibat non-infeksi karena proses autoimun.
Jika kornea mengalami luka akibat trauma, infeksi, atau inflamasi, akan terjadi
gangguan pada integritas jaringan kornea sehingga terjadi kekeruhan yang pada

8
umumnya bersifat permanen (Sitorus dkk, 2018). Keratitis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri (Pneumococci, Streptococci, atau Staphylococci), jamur dan
protozoa (Ilyas & Yulianti, 2015).

II.5.2 Epidemiologi
Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 1995-2011
kebutaan akibat penyakit di kornea merupakan penyebab kebutaan kelima
terbanyak di dunia setelah katarak, glaukoma, degenerasi makula dan kelainan
refraksi. Di negara-negara berkembang yang beriklim tropis kebutaan kornea
menempati urutan kedua sebagai penyebab kebutaan dan penurunan tajam
penglihatan setelah katarak (Sitorus dkk, 2018).

II.5.2 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Ilyas & Yulianti 2015)
diantaranya:
1. Infeksi oleh Bakteri, Virus, Jamur dan Protozoa
2. Reaksi konjungtivitis yang berlangsung menahun
3. Paparan sinar ultraviolet terutama sinar matahari
4. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak
5. Trauma dan kerusakan epitel kornea dan tidak cukupnya pembentukan air
mata
6. Adanya benda asing dimata dan daya imunitas yang berkurang
7. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang

II.5.3 Klasifikasi
Menurut (Ilyas & Yulianti, 2015) dan (Sitorus dkk, 2018) keratitis dapat
dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya :
1. Berdasarkan letak / lokasi lesi di kornea
a. Keratitis Pungtata
Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul di daerah
membran Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus.
Keratitis pungtata ini dapat disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan

9
dapat terjadi pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes simpleks,
herpes zoster, blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinia, trakoma dan
trauma radiasi, dry eyes, trauma, lagoftalmos, keracunan obat seperti
neomisin tobramisin dan bahan pengawet lainnya.

Gambar Keratitis Pungtata

Keratitis pungtata biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis


tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut, yang
biasanya terjadi pada dewasa muda. Keratitis pungatata dibagi lagi
menjadi beberapa jenis diantaranya :
 Keratitis pungtata superfisial
Rada pada kornea berupa multiple, kecil, pada
permukaan kornea akibat infeksi bakteri (Chalamydial,
Staphylococcal), defisiensi vitamin B2, infeksi virus (herpes),
trauma kimia dan sinar ultra violet dan akan memberikan
warna hijau bila diwarnai fluoresein. Pada keadaan ini pasien
akan mengeluh sakit, silau mata merah dan rasa kelilipan.
Psien diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata dan
siklopegik serta pengobatan tergantung dari penyebabnya.
 Keratitis pungtata superfisial Thygeson
Keratitis Thygeson merupakan bentuk yang jarang
terjadi. Bentuk kelainan akan ditandai dengan bentuk kelinan
yang bulat atau lonjong berwana putih abu-abu yang biasanya
merupakan kelompok butir-butir yang terletak menonjol
ditengah kornea. Pada keadaan ringan ditandai dengan keluhan

10
fotofobia dan gangguan penglihatan. Pngobatan berupa air
mata buatan, kortikosteroid.
 Keratitis pungtata subepitel
Keratitis yang terkumpul didaerah membran bowman.
Pada keratitis ini biasanya terdapat bilteral dan berjalan kronis
tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda
akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

b. Keratitis Marginal (Kataral)


Keratitis marginal merupakan jenis keratitis yang ditandai dengan
infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyebab
terjadinya keratitis marginal dapat berupa infeksi lokal konjungtiva dan
reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokok. Bila tidak diobat
dengan baik maka keratitis dapat mengakibatkan tukak kornea. Infiltrat
dan tukak yang terlihat diduga merupakan timbunan kompleks antigen dan
antibodi.

Gambar Keratitis Marginal

Penderita keratitis marginal akan mengeluh sakit, seperti kelilipan,


hiperlakrimasi dan fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme
pada satu mata, injeksi konjugtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang,
dangkal unilateral dapat tunggal atau multipel, dan sering disertai
neovaskularisasi dari arah limbus.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika yang sesuai dengan
penyebab infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. Pada pasien dapat
diberikan vitamin B dan C dosis tinggi. Pada kelainan yang indolen

11
dilakukan kauterisasi dengan listrik ataupun AgNO3 di pembuluh
darahnya atau dilakukan flep konjungtiva yang kecil. Penyulit yang terjadi
berupa jaringan parut pada kornea yang akan mengganggu penglihatan
atau ulkus meluas atau menjadi lebih dalam.

c. Keratitis Interstisial
Keratitis superfisial merupakan keratitis nonsupuratif profunda
disertai dengan neovaskularisasi. Keratitis ini juga disebut sebagai
kearatitis parenkimatosa. Keadaan ini dapat terjadi sebagai akibat alergi
atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis.
Pasien akan memberikan keluhan berupa fotofobia, lakrimasi,
kelopak meradang, sakit dan menurunnya visus. Pada keratitis profunda
dapat terjadi akibat trauma, dan mata terpajan pada kornea dengan daya
tahan rendah, seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat, permukaan
kornea seperti permukaan kaca dan terdapat injeksi siliar disertai dengan
serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah
kusam atau disebut “Salmon Patch” dari Hutchinson.

Gambar Keratitis Insterstisial

Pada keratitis yang disebabkan oleh sifilis kongenital biasanya


ditemukan tanda-tanda sifilis kongenital lain, seperti hidung pelana
(sadlenose) dan trias hutchinson dan pemeriksaan serologik positif pada
sifilis. Pengobatan keratitis profunda tergantung pada penyebabnya, dan
dapat dierikan sulfas atropin tetes mata untuk mencegah sinekia akibat
terjadinya uveitis dan kortikosteroid tetes mata.

12
2. Berdasarkan Etiologi
Keratitis Infeksi
a. Keratitis Bakteri
Keratitis bakteri merupakan jenis keratitis yang dapat mengancam
fungsi penglihatan. Gambaran khas keratitis bakteri berupa perkembangan
yang cepat, dekstruksi kornea yang terjadi dalam 24-48 jam pada beberapa
bakteri virulen tertentu. Berbagai bakteri yang dapat menyebabkan
keratitis bakteria seperti Staphylococcus, Pseudomonas, Hemophilus,
Streptococci dan Enterobacteriacea dengan faktor predisposisi :
pemakaian kontak lensa, trauma dan kontaminasi obat tetes.

Gambar Keratitis Bakteri

Pada keratitis bakteri akan terdapat keluhan kelopak mata lengket


setiap bangun pagi, mata sakit, silau, merah, berair dan penglihatan yang
berkurang. Keadaan ini sering ditemukan pada pemakain lensa kontak
dalam jangka waktu lama.
Pengobatan antibiotika dapat diberikan pada keratitis bakteri
berdasarkan :
Gram (-) rods Gram (+) rods
Tobramisin Cefazoline
Ceftazidime Vancomycin
Fluoroquinolone Moxifloxacin/gatifloxacin

Gram (-) coccus


Ceftriaxone
Ceftazidime
Moxifloxacin/gatifloxacin
American Academy of Ophthalmology staff. External disease and cornea. Section 8. San
Fransisco. LEO: 2011.p.162.

13
b. Keratitis Jamur
Keratitis yang disebabkan oleh infeksi jamur pada umumnya
terjadi akibat trauma yang berhubungan dengan material yang berifat
organik seperti kayu, tumbuhan, padi dan lainnya. Jamur masuk melalui
defek epitel yang diakibatkan oleh trauma atau riwayat pembedahan
sebelummnya. Jamur berkembang biak dan berpenetrasi dengan cepat ke
stroma bahkan sampai endotel, yang akan terlihat sebagi plak endotel.
Jamur dijaringan stoma menyebabkan reaksi inflamasi dan nekrosis.
Insideni keratitis jamur tinggi di daerah tropis, dengan insidens
lebih tinggi terjadi pada penderita yang bekerja di pertanian, pengguna
lensa kontak, serta pada penggunaan kortikosteroid topikal yang lama.
Ulkus jamur bersifat indolen, memiliki infiltrat dan ulkus keabuan dengan
batas ireguler, sering disertai hipopion, reaksi inflmasi yang hebat dan
terkadang terdapat lesi satelit. Seringkali terdapat plak endotel yang
disertai dengan reaksi bilik mata depan yang hebat, dan abses kornea yang
dapat berlanjut hingga terjadi perforasi.

Gambar Keratitis Jamur dengan hipopion

Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikrokopik dengan


KOH 10% terhadap kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa. Pada
pasien dengan keratitis jamur disarankan diberikan natmisin 5% (Keratitis
jamur filamentosa fusarium species) amphoterisin B 0,15%-0,30%
(Keratitis yeast, aspergilus species). Diberikan pengobatan sistemik
ketokonazole (200-600 mg/hari) dan siklopegik. Bila disetai peningkatan
tekanan intraokular diberikan obat oral anti glaukoma dan keratoplasti

14
dilakukan jika tidak ada perbaikan. Penyulit yang sering timbul pada
keratitis jamur adalah endoftalmitis.
c. Keratitis Virus
 Keratitis Herpes simplex
Infeksi Hepes Simplex Virus (HSV) di mata berdasarkan
awitan dibagi menjadi infeksi primer dan rekuren yang umumnya
bermula atau disebabkan oleh herpes labialis (HSV tipe 1) yang
terjadi pada kelompok usia anak atau remaja. Manifestasi berupa
blefarokonjungtivitis dengan gambaran vesikel pada kulit kelopak,
disertai dengan konjungtivitis dan jarang disertai keratitis dan
kemudian virus hidup laten di ganglion siliaris.
Keratitis rekuren diakibatkan oleh teraktivasinya virus yang
laten di ganglion siliaris yang kembali masuk ke akson di saraf
akhir perifer di kornea akibat faktor atau kondisi tertenttu seperti
rangsangan sinar matahari, trauma pembedahan, suhu tubuh yang
abnormal, menstruasi, infeksi atau stres emosional. Berdasarkan
letak lesi keratitis rekuren terbagi atas tipe epitelial dan stroma.
Pengobatan keratitis herpes simplex dapat diberikan IDU
yang merupakan antiviral. Bekerja dengan menghambat sintesis
DNA virus dan manusia, sehingga bersifat tokik untuk epitel
normal dan tidak boleh diberikan lebih dari 2 minggu. Terdapat
dalam bentuk larutan 1% yang dapat diberikan setiap jam dan salep
0,5% diberikan setiap 4 jam. Trifluorotimidin (TFT) dama dengan
IDU diberikan 1% setiap 4 jam. Acyclovir bersifat selektif terhadap
DNA virus dengan bentuk salep 3% diberikan setiap 4 jam.
 Keratitis Varicella-zoster
Infeksi varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk,
yaitu bentuk primer (varicella) dan benuk rekuren (herpes zoster).
Keterlibatan okular lebih sering terjadi pada herpes zoster yang
dikenal sebagai herpes zoster oftalmika (HZO). Pada varicella lesi
mata dapat ditemukan berupa bintik pada palpebra dan margo
palpebra sedangkan pada HZO akan terlihat lesi kulit dermatomal

15
(makula, papula, vesikel, pustul, krusta) diarea sebaran nervus
trigeminal.
Keterlibatan kornea pada zoster oftalmika terjadi jika erupsi
kulit berasal dari cabang nasosiliaris dan berupa keratouveitis. Lesi
kornea dapat berupa defek epitel, penurunan sensitivitas kornea,
atau inflamasi okular di lapisan kornea manapun. Hilangnya
sensasi kornea merupakan gambaran yang selalu muncul dan
bertahan hingga beberapa minggu sampai bulan.

Gambar keratitis herpes zoster


Antiviral intravena dan oral sangat bermanfaat sebagai terapi
herpes zoster oftalmika, khususnya pada pasien dengan gangguan
kekebalan. Dosis asiklovir oral adalah 5 x 800 mg per hari selama
10-14 hari, valasiklovir 3 x 1 g per hari untuk 7-10 hari atau
famsiklovir 500 mg setiap 8 jam untuk 7-10 hari. terapi dimulai
dalam 72 jam setelah keluar bintik di kulit.

d. Keratitis Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa yang hidup bebas dan tumbuh
dengan subur di air yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh Acanthamoeba biasanya berkaitan dengan pemakaian lensa
kontak, termasuk lensa hidrogel silicon, atau penggunaan lensa kontak
rigid yang dibiarkan bermalam, atau juga bisa disebabkan oleh paparan air
atau tanah yang terkontaminasi.
Keluhan yang dirasakan berupa nyeri hebat sampai ke kepala, mata
merah dan fotofobia. Gambaran klinis khas berupa ulkus kornea indolen,

16
infiltrate perineural, dan stromal ring infiltrate pada kasus yang sudah
lanjut.

Gambar Keratitis Acanthamoeba

Diagnosis di tegakkan dengan bantuan kultur pada media agar non-


nutrien yang dilapisi E. coli. Oleh karena sebagian besar kasus terjadi pada
pengguna lensa kontak, tempat penyimpanan lensa kontak dan cairan
pembersih juga harus kultur. Diagnosis banding meliputi keratitis herpetic,
keratitis jamur, keratitis mikrobakterial, dan infeksi nocardia di kornea.

Keratitis Non-Infeksi
a. Infiltrat dan Ulkus Marginal
Sebagian besar ulkus kornea marginal dirasakan sangat nyeri.
Umumnya penyakit ini merupakan komplikasi sekunder dari konjungtivitis
bakteri akut atau kronik, khususnya blefarokonjungtivitis staphylococcus
dan konjungtifitis Koch-weeks (haemophilus aegyptius). Ulkus kornea
marginal bukan merupakan sebuah proses infeksi, dan hasil kerokan
kornea tidak mengandung bakteri penyebab. Kondisi ini muncul sebagai
akibat sensitisasi terhadap toksin bakteri yang menyebabkan antibody dari
pembuluh darah limbus bereaksi dengan antigen yang telah tersebar di
epitel kornea.
Infiltrate dan ulkus marginal berawal sebagai infiltarate oval atau
linier yang terletak di tepi kornea, dan terpisah dari limbus oleh sebuah
area transparan/bening yang di sebut sebagai lucid interval. Infiltrate ini
kemudian berkembang menjadi ulkus neovaskularisasi. Penyakit ini

17
bersifat self-limiting, biasanya bertahan 7 hingga 10 hari. Ulkus marginal
yang disertai blefarokonjuringtivitis umumnya berulang.

b. Ulkus Mooren
Penyebab ulkus mooren sampai saat ini masih belum diketahui,
tetapi di duga terjadi akibat proses autoimun. Ulkus mooren merupakan
kondisi dimana terjadi ulserasi bagian perifer kornea, dengan sekitar 60-
80% terjadi unilateral, dan ditandai dengan rasa nyeri, penggaungan
limbus serta kornea perifer yang berjalan progresif sehingga beresiko
untuk terjadi perforasi kornea. Penyakit ini terjadi paling sering pada usia
tua, tidak berkaitan dengan penyakit sistematik, dan lebih banyak
ditemukan pada laki-laki. Tatalaksana yang diberikan berupa steroid
topical atau siklosporin 1,0%.

Gambar Ulkus Mooren

c. Keratokonjuntivitis Fliktenular
Flikten adalah akumulasi limfosit, monosit, makrofag, dan
neutrofil yang terlokalisasi di konjungtivita, limbus, atau kornea. Kondisi
ini pertama kali muncul di limbus, tetapi jika berulang dapat melibatkan
konjungtiva bulbi dan kornea. Keratokonjungtivitis fliktenular merupakan
respons hipersensitivitas lambat terhadap antigen staphylococcus aureus,
penyakit tuberculosis, dan helminthiasis. Mata akan memberikan gejala
lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit, dan ditemukannya infiltrat serta
neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristik konjungtivitis
flikten berupa terbentuknya papul atau pustula pada kornea ataupun

18
konjungtiva. Pada mata dengan flikten di kornea terdapat berupa benjolan
berbatas tegas berwarna putih keabuan dengan atau tanpa neovaskulariasi.

Gambar Konjuntivitis Flikten

Keadaan klinis menunjukkan keadaan seperti hiperemis


konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan
panas disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang. Flikten yang
tidak diterapi akan sembuh spontan setelah 10-14 hari. Kortikosteroid
topical dapat mengurangi inflamasi dan durasi penyakit serta mengurangi
pembentukkan vaskularisasi dan jaringan parut di kornea.

d. Keratitis Neurotropik
Keratitis neurotropik merupakan keratitis akibat kelainan saraf
trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai
kekeringan kornea. Gangguan saraf trigeminus dapat terjadi akibat herpes
zoster, tumor fosa posterior kranium, peradangan atau keadaan lain
sehingga kornea menjadi anastesi. Pada keadaan anstesi dan tanpa
persarafan, kornea kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari
luar, dimana diduga terjadi kemunduran metabolisme kornea yang
memudahkan terjadinya peradangan kornea.
Pasien akan mengeluh tajam penglihatan menurun, silau dan tidak
nyeri. Mata akan memberikan gejala jarang berkedip karena hilangnya
refleks mengedip, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan
vesikel pada kornea. Dapat terbentuk deskuamasi epitel seluruh

19
permukaan kornea yang dimulai pada bagian tengah dan meninggalkan
sedikit lapisan epitel kornea yang sehat di dekat limbus.
Pada keadaan ini pengobatan yang diberikan berupa air mata
buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap basah, sedangkan untuk
mencegah infeksi sekunderya, berupa pengobatan keratitis, tarsorafi dan
menutup pungtum lakrinal.

e. Exposure Keratitis
Exposure keratitis dapat terjadi pada kornea yang tidak terjaga
kelembabannya dengan baik dan tidak tertutup sempurna oleh palpebra,
seperti misalnya pada eksoftalmos, ektropion, flappy lid syndrome,
hilangnya palpebra karena trauma, ketidakmampuan menutup mata
seperti pada bell’s palsy. Bagian kornea yang tidak tertutupi kelopak akan
kering selama tidur sehingga ulkus umumnya terbentuk pada sepertiga
inferior kornea. Exposure keratitis umumnya bersifat steril kecuali jika
terjadi infeksi sekunder.
Tatalaksana ditunjukkan untuk melindungi dan melembabkan
seluruh permukaan kornea serta mencegah terjadinya infeksi.

II.6 Tatalaksana
Tatalaksana keratitis bakteri dilakukan untuk eradikasi penyebab infeksi
secara agresif dengan obat tetes mata maupun oral. Mengingat beratnya kerusakan
yang dapat ditimbulkan baik oleh invasi bakteri maupun oleh reaksi radang, kasus
keratitis harus segera dirujuk kedokter mata. Prinsip pemberian terapi antibiotic
disesuaikan dengan kuman penyebab, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan fasilitas yang lebih lengkap. Tetes mata sikloplegik dapat digunakan
untuk mengurangi fotofobia.
Jaringan parut merupakan komplikasi tersering dari keratitis yang dapat
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan ringan sampai berat, bergantung
pada lokasi lesi terhadap aksis visual. Keratitis infeksi yang tidak ditangani secara
baik dapat meluas mencapai seluruh ketebalan kornea, sehingga dapat terjadi
perforasi kornea yang meningkatkan resiko bagi infeksi untuk masuk ke dalam

20
bola mata. Keadaan ini dapat mengakibatkan hilangnya fungsi pengelihatan serta
integritas bola mata karena terjadi endoftalmitis atau panoftalmitis.

BAB III
KESIMPULAN

Keratitis adalah inflamasi yang terjadi pada kornea yang dapat dapat terjadi
sebagai akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme maupun akibat non-infeksi
akibat proses autoimun. Keratitis merupakan salah satu penyebab kebutaan urutan
kelima terbanyak setelah katarak, galukoma, degenrasi makula dan kelainan
refraksi. Komplikasi yang sering ditimbulkan setelah keratitis berupa jaringan
parut yang terbentuk pada mata sehigga menyebabkan turunnya tajam penglihatan
dari ringan sampai berat. Jika keratitis tidak ditengani secara keseluruhan dan
pengobatan tidak tepat maka keadaan ini akan berlanjut pada seluruh lapisan
kornea dan dapat memicu terjadinya perforasi kornea dan meningkatkan risiko
infeksi pada bola mata. Keadaan ini dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
pengelihatan serta integritas bola mata karena terjadi endoftalmitis atau
panoftalmitis.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5, Jakarta:
Balai penerbit FKUI; 2015.
2. Sitorus Rita, dkk. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2018
3. Farida Yusi. (2015), Corneal Ulcers Treatment. J-MAJORITY, Volume 4
Nomor 1, Januari 2015.
https://pdfs.semanticscholar.org/fc48/6779c6e2a55e7222c45e011bbe63756fdf
1a.pdf
4. Austin Ariana, Tom Lietman, Jenifer Rose. (2017). Update On The
Mangement Of infectious Keratitis, American Academy of
Ophthalmolgy.2017
https://www.aaojournal.org/article/S0161-6420(16)32529-5/pdf
5. Vaughan & Asbury’s, General Ophtalmology, Edisi Ke-19, United States:
2018
http://med-mu.com/wp-content/uploads/2018/07/Vaughan-Asburys-General-
Ophthalmology-19th-Edition.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai