Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2017

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

IKTERUS NEONATORUM

Disusun Oleh:

Andi Azizah Noor

111 2016 2086

Pembimbing :

dr. H. Haeruddin Pagarra, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

RSUD ANDI MAKASSAU

PAREPARE

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang memiliki nama di bawah ini:

Nama : Andi Azizah Noor

NIM : 111 2016 2086

Judul : Ikterus Neonatorum

Menyatakan bahwa, telah menyelesaikan tugas laopran kasus dalam rangka kepanitraan klinik

pada bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia di RSUD

Andi Makkasau Parepare.

Parepare, February 2017

Mengetahui,

Pembimbing Kepala SMF Ilmu Kesehatan Anak

dr. H. Haeruddin P.,Sp.A dr. Ratnah Hafid, Sp.A., M.Kes

1
BAB I

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

By. M, perempuan, usia 2 hari dengan

Keluhan kuning seluruh badan bagian kepala, badan, lengan atas, dan lengan bawah

Dialami sejak 0 hari sebelum masuk perawatan NICU

Demam (-), Kejang (-)

Sesak napas (-), sianosis (-)

Muntah (-)

BAB (+) normal berwarna kuning, BAK (+) lancar berwarna kuning

Selama hamil, ibu rajin mengontrol kehamilan. Riwayat sakit selama kehamilan

disangkal. Riwayat pengobatan selama kehamilan juga tidak ada.

Lahir dengan seksio sesarea (SC), ditolong oleh dokter, segera menangis, air

ketuban jernih, berat badan lahir 2770 gram, panjang badan lahir 48 cm, lingkar

kepala 33 cm, lingkar dada 30,5 cm. APGAR score 9/10/10, trauma lahir (-),

kelainan kongenital (-), caput succedanum (-), sefal hematom (-). Riwayat

pemberian vitamin K1 dan imunisasi Hepatitis B0

Pasien menerima ASI ekslusif tanpa susu formula.

B. PEMERIKSAAN FISIS (Tanggal 14 Februari 2017)

1. Keadaan umum : sakit sedang, composmentis/gizi cukup

2. Tanda-tanda Vital :

Heart Rate : 140 x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat.

2
Suhu : 36,5C

Pernapasan : 44 x/menit

3. Kepala-Leher

Bentuk : Normocephal Ubun-ubun : Belum menutup

Mata : Konjuctiva anemis (-/-) Mukosa bibir : Ikterus

Sklera ikterus (+/+)

4. Thorax Jantung

Inspeksi : Dada simetris, bentuk dada normal Inspeksi :Ictus cordis (-) tampak

Palpasi : Simetris kiri=kanan, vokal fremitus normal Palpasi : Thrill (+)

Perkusi : Sonor Perkusi :

- Batas kanan atas, ICS II

linea parasternalis dextra

- Batas kiri atas, ICS II

linea parasternalis sinistra

- Batas kanan bawah, ICS IV

linea parasternalis dextra

- Batas kiri bawah, ICS V

linea midclavicularis sinitra

Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler Auskultasi:BJ I/II murni reguler

Bunyi tambahan : Wheezing (-/)

Rhonki (-/-)

3
5. Abdomen

Inspeksi : Datar, mengikuti pernapasan

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Perkusi : Tympani

Palpasi : Dinding perut rileks Nyeri tekan (-)

Massa tumor (-) Hepar/Limpa : tidak teraba

6. Ekstremitas

Edema (-), Akral hangat, CRT < 3 detik, turgor baik

7. Lain-lain

Ballard Score : 37 Kriteria Mayor :-

TUK : 38-40 minggu Kriteria minor :-

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan kimia darah tanggal 13 Februari 2017

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

BILIRUBIN 14,2 mg/dL BBL <11; Bayi

TOTAL <1,5; Dewasa <1,1

BILIRUBIN 0,5 mg/dL < 0,75

DIREK

Kesan : Hiperbilirubinemia

4
D. DIAGNOSIS KERJA

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis

kerja yang sesuai dengan kondisi pasien adalah:

- Ikterus Neonatorum

- BCB-SMK

E. PENATALAKSANAAN

1. Asi on demand

2. Fototerapi 3x24 jam

F. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

G. FOLLOW UP

HASIL PEMERIKSAAN, ANALISA DAN TINDAK LANJUT

Tanggal CATATAN PERKEMBANGAN

S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

14/02/2017 KU : kuning pada seluruh badan (+) R/

O: ASI

TTV: HR : 146 x/m reguler kuat angkat, Fototerapi 3x24 jam

RR 58 x/menit, suhu 36,90

5
Sklera ikterus (+/+), mukosa bibir ikterus

Ikterus (+) pada seluruh badan bagian

kepala, badan, lengan atas, dan lengan

bawah, kramer IV

A: BCB-SMK, Ikterus neonatorum

P: Lanjutkan terapi

15/02/2017 KU : kuning seluruh badan (+) R/

O: ASI on demand

TTV: HR : 138 x/m reguler kuat angkat, Fototerapi 3x24 jam

RR 42 x/menit, suhu 36,60

Sklera ikterus (+/+), mukosa bibir ikterus

Ikterus (+) pada seluruh badan bagian

kepala, badan, lengan atas, dan lengan

bawah, kramer IV

A: BCB-SMK, Ikterus neonatorum

P: Lanjutkan terapi

16/02/2017 KU : kuning seluruh badan (+) R/

O: ASI on demand

TTV: HR : 143 x/m reguler kuat angkat, Fototerapi 3x24 jam

RR 40 x/menit, suhu 36,60 Bayi pulang atas

Sklera ikterus (+/+), mukosa bibir ikterus permintaan keluarga

Ikterus (+) pada seluruh badan bagian

kepala, badan, lengan atas, dan lengan

6
bawah, kramer IV

A: BBLR, Ikterus neonatorum

P: Lanjutkan terapi

BAB II

DISKUSI

Ikterus adalah diskolorisasi kulit, membran mukosa dan sklera akibat peningkatan

bilirubin serum total > 5 mg/dl atau bilirubin direk > 2 mg/dl. Ikterus selama usia minggu

pertama terdapat pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi preterm.1 Ikterus

neonatorum dapat bersifat fisiologis atau patologis.2 Ikterus neonatorum merupakan masalah

kesehatan yang sering ditemukan di antara bayi-bayi baru lahir yang jika tidak ditangani

sejak dini dapat berakibat fatal.1

Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%

menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada

tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan

mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya.1

Di Indonesia, dari survey awal penelitian yang di lakukan di RSUD Raden Mattaher,

kejadian ikterus neonatorum yang tercatat di bagian perinatologi sejak Agustus 2012 sampai

Januari 2013 sebanyak 100 kasus. Faktor resiko yang merupakan penyebab tersering ikterus

neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara antara lain, inkompatibilitas ABO,

defisiensi enzim G6PD, BBLR, sepsis neonatorum, dan prematuritas.3 Seringkali

prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus.

7
Aktifitas Uridine Difosfat Glukoronil Transferase Hepatik jelas menurun pada bayi

prematur, sehingga kadar bilirubin yang terkonjugasi menurun. Namun pada bayi cukup

bulan dan bayi prematur terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah yang

pendek pada neonatus.4

Etiologi ikterus neonatorum patologis pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, diantaranya: produksi yang berlebihan, gangguan dalam proses uptake dan

konjugasi hepar, gangguan transportasi, gangguan dalam eksresi. Penegakan diagnosis

ikterus neonatorum dimulai sejak dilakukannya anamnesis secara terpimpin, pemeriksaan

fisik dengan menanyakan riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat ikterus

sebelumnya, riwayat inkompabilitas darah, dan riwayat keluarga yang menderita anemia,

pembesaran hepar dan limpa.1,2

Faktor risiko yang dianggap sebagai pemicu timbulnya ikterus neonatorum pada

kasus adalah ikterus pada pasien muncul pada hari ke-2 setelah lahir dan menetap hingga 3

hari dengan hasil pemeriksaan kadar bilirubin total 14,2 mg/dl, bilirubin direk 0,5 mg/dl;

sehingga menunjukkan ikterus patologis.2

Produksi bilirubin yang meningkat pada neonatus disebabkan karena masa hidup

eritrosit neonatus lebih pendek (70-90 hari), peningkatan degradasi heme, turn over

sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (siklus

enterohepatik), penurunan aktifitas uridine diphospate glucoronosyltransferase (UDPGT),

penurunan kadar ligand, adanya patent ductus venosis (PDV), maupun pemberian ASI yang

dapat menghambat proses konjugasi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin serum ini

menyebabkan ikterus yang bersifat fisiologi dan patologis. Ikterus neonatorum patologis

adalah ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama post partum dimana peningkatan dan

8
akumulasi bilirubin indirek > 5 mg/dl/24 jam dan ikterus akan tetap menetap hingga 8 hari

atau lebih pada bayi cukup bulan (matur).4

Tabel 1. Perbedaan ikterus fisiologis dan patologis4

Ikterus Fisiologis Ikterus Patologis

Awitan pada hari ke 3-4 Awitan ikterus sebelum usia 24 jam

Menurun dalam 1 minggu pertama Peningkatan kadar bilirubin serum

kehidupan berlangsung cepat (> 5 mg/dl per

Kadar bilirubin serum total 5-6 mg/d hari atau 0,5 mg/dl/jam) pada bayi

hingga 12 mg/dl dengan bilirubin aterm >12 mg/dl atau 10-14 mg/dl

direk <2 mg/dl pada bayi preterm.

Kadar bilirubin terkonjugasi >2

mg/dl atau >20% dari bilirubin

serum total

Bayi prematur

Ikterus yang menetap >2 minggu

Riwayat keluarga dengan penyakit

hemolisis atau faktor resiko lainnya

Penentuan ikterus secara klinis biasanya menggunakan skoring Kramer, sedangkan

pemeriksaan penunjang utama yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin serum

total dan direk. Hal ini sesuai dengan kasus dimana penentuan ikterus dilakukan berdasarkan

skoring Kramer dengan pemeriksaan kadar bilirubin serum total dan direk dengan hasil yang

9
ditemukan ikterus kramer IV (lengan dan tungkai bawah = 11-18 mg/dl), bilirubin total 14,2

mg/dl.

Kramer

Pemeriksaan penunjang

Adapun pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan serum

bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus

dan pemeriksaan Transcutaneous Bilirubin (TcB) dapat digunakan untuk menentukan kadar

10
serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid

untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (< 257 mol/L), dan tidak reliable pada kasus ikterus

yang sedang mendapat terapi sinar.2

Prognosis untuk bayi yang baru lahir dengan ikterus sangat baik jika mereka

menerima pengobatan yang tepat dan sebagian besar bayi dengan ikterus neonatal akan

membaik tanpa efek samping. Namun, profesional perawatan kesehatan perlu tetap waspada

dan orang tua perlu diinformasikan dan dididik tentang potensi bahaya dari

hiperbilirubinemia yang berat dalam rangka untuk mencegah terjadinya kernikterus. Bila

kernikterus dapat dilalui, bayi dapat tumbuh tetapi tidak berkembang, selain bahaya tersebut,

bilirubin direk yang bertumpuk di hati akan merusak sel hati dan menyebabkan sirosis

hepatik.2

Fototerapi

Gambar 2. Panduan fototerapi pada bayi usia kehamilan 35 minggu.6

11
Menurut Garry (Pediatric Emergency Medicine), tatalaksana ikterus neonatorum

berupa pemberian ASI, fototerapi atau transfusi tukar dengan memperhatikan nilai bilirubin

serum total, usia neonatus, usia kehamilan serta faktor resiko (penyakit hemolitik, isoimun,

defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis, asidosis, atau albumin <3 g/dl).

Prinsip dari fototerapi adalah isomerasi bilirubin, yaitu penguraian bilirubin menjadi bentuk

isomer yang mudah larut dalam air, agar dapat disekresikan ke dalam empedu dan urin.

Transfusi tukar direkomendasikan jika kadar bilirubin serum total masih tetap meningkat

walaupun sudah mendapat fototerapi intensif; dan segera dilakukan jika pasien menunjukkan

tanda ensefalopati bilirubin akut (hipertoni, demam, tangisan melengking, opistotonus dan

retrocollis) atau kadar bilirubin total 5 mg/dl di atas garis normal.4 Hal ini sesuai dengan

terapi yang diberikan pada kasus yaitu pemberian ASI dan fototerapi 3x24 jam.

Adapun pencegahan pada kasus ikterus, dibagi menjadi pencegahan primer dan

pencegahan sekunder.

Pencegahan primer meliputi:

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk

beberapa hari pertama.

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.1

Pencegahan sekunder yaitu:

Harus melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya

hiperbilirubinemia berat, selama periode neonatal.

Tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO

dan rhesus serta penyaringan serum antibodi isoimun yang tidak biasa.1

12
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau ensefalopati

bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak

terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nuclei

batang otak. Patogenesis kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara

kadar bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat,

kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera.

Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak

mempengaruhi risiko terjadinya kern icterus (Richard E. et al, 2003).

Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30 mg/dL

dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi

dapat tertunda hingga umur 2-3 minggu.

Gambaran klinis kern icterus antara lain:

1. Bentuk akut :

a. Fase 1 (hari 1-2): menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.

b. Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor, opistotonus, retrocollis,

demam.

c. Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni.

2. Bentuk kronis :

a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck

reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.

b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor),

gangguan pendengaran.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulrahman S, Kosim MS, Yunanto A, Rizalya D, Gatot IS, Alis U.

Hiperbilirubinemia. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta: Balai


Penerbit IDAI; 2012. H.147-69

2. Behrman, Kliegman, Jenson.

Kernicterus. Textbook of Pediatrics. New Yorkl. 17th edition. Saunders. 2004.


596-598

3. Etika, R., Agus, H., Fatimah, L., Sylvianti, M. D.

Hyperbilirubinemia in neonatus. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.


Surabaya : 2006.

4. Kosim MS, Soetandio R, Sakundarno M.

Dampak lama fototerapi terhadap penurunan kadar bilirubin total pada


hiperbilirubinemia neonatal. Sari Pediatri. 2011; 10(3): 201-6

5. Hansen TW.

Neonatal hyperbilirubinemia. [internet] 2015 [cited 2017 February 1]. Available


from: http://emedicine.medscape.com/article/974786-overview#showall

6. Garry R.

Textbook of pediatric emergency medicine. London: lipincott williams; 2011

14

Anda mungkin juga menyukai