Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

ANESTESI UMUM PADA OPERASI KATARAK

Oleh:
Ayu Kumala Sari, SKed

Pembimbing :
dr. Benny Chairuddin, Sp.An. M.Kes
dr. Admaji Wibowo

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul Anestesi Umum pada Operasi Katarak yang diajukan sebagai
persyaratan untuk mengikuti KKS Ilmu Anestesiologi. Terima kasih penulis
ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Benny Chairuddin, Sp.An. M.Kes
dan dr. Admaji Wibowo yang telah bersedia membimbing penulis, sehingga
laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.

Siak, 10 Desember 2015

Penulis

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anestesi Umum


A. Definisi anestesi umum
B. Tujuan anestesi umum
C. Metode anestesi umum
D. Keuntungan dan kerugian anestesi umum
E. Penilaian dan persiapan prabedah
F. Induksi
G. Stadium anestesi
H. Tatalaksana jalan nafas
I. Obat pelumpuh otot
J. Tatalaksana nyeri
K. Skor pemulihan pasca anestesi
2.2 Katarak
A. Anatomi mata
B. Definisi
C. Klasifikasi
D. Gejala klinis
E. Penatalaksanaan

5
5
5
5
6
6
10
14
15
19
19
20
23
23
25
25
26
27

2.3 Reflek okulokardiak

31

BAB III LAPORAN KASUS

33

BAB IV LAPORAN KASUS

33

BAB V KESIMPULAN

42

DAFTAR PUSTAKA

43

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes pada tahun 1846.1
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan
resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Anestesi umum dibagi menurut bentuk
fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu Anastetik Inhalasi dan Anastetik Intravena.
Terlepas dari cara penggunaanya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus
memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai Trias Anestesia, yaitu efek
hipnotik (menidurkan), efek analgesia, dan efek relaksasi otot. Akan lebih baik
lagi kalau terjadi juga penekanan reflex otonom dan sensoris, seperti yang
diperlihatkan oleh eter.1,2
Di Dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Untuk
Indonesia, survey pada tahun 1995/1996 menunjukan prevalensi kebutaan
mencapai 1,5% dengan 0,78% diantaranya disebabkan oleh katarak, dan yang
terbesar karena katarak senilis.3

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi Umum
A. Definisi Anestesi Umum
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien.2
B. Tujuan Anestesi Umum
Tujuan anestesi umum yang ideal adalah trias anestesi yang terdiri dari :
Hipnotik, Hipnotik didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran,

isofluran, sevofluran).
Analgesia, Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID

tertentu.
Relaksasi otot, Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya
tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.4

C. Metode Anestesi Umum


Parenteral
Anestesi umum secara intravena maupun intramuskular biasanya
digunakan untuk tindakan operasi yang singkat atau untuk induksi

anestesi.
Inhalasi
Anestesi inhalasi adalah anestesi dengan menggunakan gas atau cairan
anestesi yang mudah menguap sebagai zat anestetika melalui udara
pernafasan. Zat anestetika yang dipergunakan berupa campuran suatu gas
(dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan
parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan
daya anestesi, zat anestetik disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah

sudah mampu memberi anestesia yang adekuat.


Perektal
Anestesi perektal kebanyakan dipakai pada anak-anak, terutama untuk
induksi anestesi atau tindakan operasi singkat.1,2

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

D. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Umum


Keuntungan :

Membuat pasien lebih tenang

Untuk operasi yang lama

Dilakukan pada kasus-kasus yang memiliki alergi terhadap agen anestesia


lokal

Dapat dilakukan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine


(terlentang)

Dapat dilakukan prosedur penanganan (pertolongan) dengan cepat dan


mudah pada waktu-waktu yang tidak terprediksi.3

Kerugian :

Membutuhkan pemantauan ekstra selama anestesi berlangsung

Membutuhkan mesin-mesin yang lengkap

Dapat menimbulkan komplikasi yang berat, seperti : kematian,


infark myokard, dan stroke

Dapat

menimbulkan

komplikasi

ringan

seperti

mual,

muntah,sakit tenggorokkan, sakit kepala. Resiko terjadinya komplikasi


pada pasien dengan anestesi umum adalah kecil, bergantung beratnya
komorbit penyakit pasiennya.3
E. Penilaian dan persiapan prabedah
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak
nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih
baik. Beberapa penelitian menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah
dimasa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan
digunakan ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe
berkepanjangan juga jangan diulang.1

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan
rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.1
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan darah rutin (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan
urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan
foto thoraks.1
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak
perlu harus dihindari.1
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena efek samping
anestesia tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan.

Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan


aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap
saat.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan


hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam

Klasifikasi

ASA

juga

dipakai

pada

pembedahan

darurat

dengan

mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE.1,4

Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut,
semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi
anestesi.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anestesi. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan
minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi
anestesi.1
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya :

Meredakan kecemasan dan ketakutan


Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestesi
Mengurangi mual-muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi lambung
Mengurangi reflex yang membahayakan

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam waktu 1 jam,
sedangkan secara intramuskular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus
yang sangat darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obatobat dapat diberikan secara intravena.
Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian
premedikasi intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi
bila diberikan secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali
atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahanlahan dan diencerkan.
Obat obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :

Gol. Antikolinergik
Atropin : Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan
muntah, melemaskan tonus otot polos organ organ dan menurunkan spasme

gastrointestinal. Dosis 0,4 0,6 mg IM bekerja setelah 10 15 menit.


Gol. Hipnotik sedatif
Barbiturat (Penobarbital dan Sekobarbital)
: Diberikan untuk efek sedasi
dan mengurangi kekhawatiran sebelum operasi.Obat ini dapat diberikan secara
oral atau IM.Dosis dewasa 100 200 mg, pada bayi dan anak 3 5
mg/kgBB.Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek
depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang

menyebabkan mual dan muntah.


Gol. Analgetik narkotik
Morfin : Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang
operasi. Dosis premedikasi dewasa 10 20 mg. Kerugian penggunaan morfin
ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma,
mual dan muntah pasca bedah ada.
Pethidin : Dosis premedikasi dewasa 25 100 mg IV. Diberikan untuk
menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin

juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca bedah.


Gol. Transquilizer
Diazepam (Valium) : Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis
rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi
dewasa 0,2 mg/kgBB IM.1,2,4

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

F. Induksi
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuskular atau rektal. Setelah pasien
tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi
sampai tindakan pembedahan selesai.1
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:
S : Scope

Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.


Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan
usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T : Tube

Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway

Pipa mulut faring (Guedel, oropharyngeal airway) atau pipa


hidung-faring (naso-pharyngeal airway). Pipa ini untuk menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan napas.

T : Tape

Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer

Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang


mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.

C : Connector

Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi

S : Suction

Penyedot lender, ludah dan lain-lainnya.

Induksi intravena
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Induksi intravena dikerjakan dengan

hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan


dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien,
nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan
pada pasien yang kooperatif.
Obat-obat induksi intravena:
Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5%


( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg
disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
Efek thiopental bergantung dosis dan kecepatan suntikan yang akan
menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hipnosis, anestesi atau depresi
napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor dan tekanan
intrakranial.
Propofol (diprivan, recofol)
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic
dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan
nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg
intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena
total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.
pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3
tahun dan pada wanita hamil.
Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena

sering

menimbulkan

takikardi,

hipertensi,

hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah,


pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan
sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1 mg/kg
intravena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10 mg. ketamin dikemas
dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml
= 100 mg).
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
Diberikan dosis tinggi. Tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesi opioid
digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1
mg/kg/menit.1,4

Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.1

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Induksi inhalasi
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk
gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali
berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastesi
lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri
menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi
dikombinasi dengan salah satu cairan anastesi lain seperti halotan.
Halotan (fluotan) Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi
semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring.Kelebihan dosis
menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi,
bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan
inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat.
Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga meninggikan kadar gula
darah.
Enfluran (etran, aliran) Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan
enfluran lebih iritatif di banding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat
dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi
terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.
Isofluran (foran, aeran) Meninggikan aliran darah otak dan tekanan
intrakranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial dapat
dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak
digunakan untuk bedah otak.Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung
minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak
digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
Desfluran (suprane) Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC
6.0%), bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek
depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas
sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
Sevofluran (ultane) Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan
isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas,
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.1

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Induksi per rektal


Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau

midazolam.1

Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya

sungkup muka yang tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan
jarak beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita
tempelkan.1
G. Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium
III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:

Stadium I (analgesi), dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai


hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah
dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan,
seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini.

Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi), dimulai dari hilangnya kesadaran


dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.

Stadium III (pembedahan), dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai


pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:
-

Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi


gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan
belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai
menurun).

Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,


frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil
midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks
laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.

Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai


paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot
semakin menurun).
-

Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal


paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks
sfmgter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma
(tonus otot sangat menurun).

Stadium IV (paralisis medula oblongata), dimulai dengan melemahnya


pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan
darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi
kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi
dengan pernapasan buatan.1,2,4

H. Tatalaksana Jalan Nafas


Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:
1. Hidung
: Menuju nasofaring
2. Mulut
: Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan
palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju
esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri
dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan
kuneiform.

Manuver tripel jalan napas


Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3. Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.

Jalan napas faring


Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulutfaring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung
(naso-pharyngeal airway).

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan
napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan
untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas
masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.

Sungkup laring (Laryngeal mask)


Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang
dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembangkempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa
keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap
paten. Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya
pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.

Pipa trakea (endotracheal tube)


Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut
(orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

Laringoskopi dan intubasi


Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop
merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya
kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar
dikenal dua macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal
dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Gradasi
1
2
3
4

Pilar faring
+
-

Uvula
+
+
-

Palatum Molle
+
+
+
-

Gambar 1. Klasifikasi struktur faring (Mallampati)


Indikasi intubasi trakea
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan
umumnya digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan
napas, dan lain-lainnya.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,
ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Kesulitan intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas

Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
- Trauma gigi geligi
- Laserasi bibir, gusi, laring
- Merangsang saraf simpatis
- Intubasi bronkus
- Intubasi esophagus
- Aspirasi
- Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
- Spasme laring
- Aspirasi
- Gangguan fonasi
- Edema glottis-subglotis
- Infeksi laring, faring, trakea

Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan
tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.1

I. Obat Pelumpuh Otot


Fungsi obat pelumpuh otot adalah memudahkan cedera pada tindakan
laringoskop dan intubasi trakea, membuat relaksasi otot selama pembedahan, serta
menghilangkan spasme laring dan refleks jalan nafas.

Atrakurium
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Keunggulan obat ini adalah
metabolism terjadi di darah, tidak bergantung fungsi hati dan ginjal. Tidak

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna, Dosis intubasi


yaitu 0,5-0,6 mg/kgBB/iv, dosis relaksasi otot yaitu 0,5-0,6 mg/kgBB/iv, dan

dosis pemeliharaan 0,1-0,2 mg/kgBB/iv.


Suksametonium (succinyl choline)
Indikasi dari suksametonium adalah sebagai pelumpuh otot jangka pendek,
dosis untuk intubasi ialah 1-2 mg/kgBB/iv.5

J. Tatalaksana nyeri
Metode untuk menghilangkan nyeri biasanya digunakan analgetik golongan
opioid untuk nyeri hebat dan golongan anti inflamasi non steroid (NSAID) untuk
nyeri sedang atau ringan.

Morfin
Dosis anjuran untuk menghilangkan nyeri sedang ialah 0,1-0,2 mg/kgBB dan
dapat diulang tiap 4 jam. Untuk nyeri hebat dapat diberi 1-2 mg intravena dan

diulang sesuai keperluan.


Petidin
Dosis petidin intramuskular 1-2 mg/kgBB dapat diulang tiap 3-4 jam. Dosis
intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. petidin menyebabkan kekeringan mulut,
kekaburan pandangan dan takikardi.

Fentanil
Pada fentanil efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesianya.
Dosis 1-3 g/kgBB efek analgesianya hanya berlangsung 30 menit.
Nalokson
Nalokson ialah antagonis murni opioid. Nalokson biasanya digunakan
untuk melawan depresi nafas pada akhir pembedahan dengan dosisi 1-2
g/kgBB intravena dan dapat diulang tiap 3-5 menit.1,5

K. Skor Pemulihan Pasca Anestesi


Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama
yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih
dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau
masih perlu di observasi di Recovery room (RR) dengan menggunakan Aldrete
score untuk dewasa dan Steward score untuk anak-anak.6

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Tabel 1. Aldrete Score


NO
1.

2.

3.

KRITERIA
Warna kulit

Kemerahan/ normal

Pucat

Cianosis

Aktifitas Motorik

Gerak 4 anggota tubuh

Gerak 2 anggota tubuh

Tidak ada gerakan

Pernafasan

4.

SCORE

Nafas dalam, batuk &


tangis kuat

Nafas
dangkal
dan
adekuat

Apnea atau nafas tidak


adekuat
Tekanan darah

20 mmhg dari pre

20 50 mmhg dari pre

+ 50 mmhg dari pre

Sadar penuh mudah di

Bangun jika di panggil

1
0

operasi

operasi

5.

operasi
Kesadaran

panggil

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

SCORE

Tidak ada respon

Ket :
Pasien dapat di pindah ke bangsal, jika
score minimal 8 pasien.

Pasien di pindah ke ICU, jika score < 8


setelah di rawat selama 2 jam.

Tabel 2. Steward score


TANDA
Kesadaran

1.

KRITERIA
Bangun

2.

Respon terhadap

SCORE
2

rangsang
Pernafasan

Motorik

1
0

3.
1.

Tidak ada respon


Batuk/ menangis

2.

Pertahankan jalan nafas

3.
1.

Perlu bantuan nafas


Gerak bertujuan

0
2

2.

Gerak tanpa tujuan

3.
Ket :

Tidak bergerak

Score 5 boleh keluar dari RR

2.2 KATARAK
A. Anatomi Mata
Anatomi dan fisiologi mata sangat rumit dan mengaggumkan. Secara konstan
mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada
objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang
dengan segera dihantarkan ke otak.3,7
Mata memiliki struktur sebagai berikut :

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang bewarna putih

dan relatif kuat.


Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan

bagian sclera.
Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan
pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan

cahaya.
Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.
Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang
kornea dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke

mata dengan cara merubah ukuran pupil.


Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos dan

vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.


Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang bola

mata, berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.


Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual ke

otak.
Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan
kornea (mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan sumber

makanan bagi lensa dan kornea, dihasilkan oleh processus ciliaris.


Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan
retina (mengisi segmen posterior mata)

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Gambar 2. Anatomi mata


B. Definisi Katarak
Kata katarak berasal dari Yunani katarraktes yang berarti air terjun. Dalam
bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi
akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.3

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Gambar 3. Mata normal dan mata dengan katarak

C. Klasifikasi Katarak
Tabel 3. Klasifikasi katarak
Morfologi

Maturitas

Onset

Kapsular

Insipien

Kongenital

Subkapsular

Intumesen

Infantile

Kortikal

Immatur

Juvenile

Supranuklear

Matur

Presenile

Nuklear

Hipermatur

Senile

Polar

Morgagni

D. Gejala klinis
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai pada
pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah :3,7

Silau

Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya mulai
dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga silau
pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi serupa di
malam hari. Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan besar kekeruhannya,
biasanya dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Diplopia monokular atau polypia

Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa,


menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa sehingga menyebabkan
refraksi yang ireguler karena indeks bias yang berbeda.

Halo

Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih
menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam lensa.

Distorsi

Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang

Penurunan tajam penglihatan

Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri.


Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat sasaran.
Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan penglihatan setelah
dilakukan pemeriksaan. Pada katarak kupuliform (opasitas sentral) gejala lebih
buruk ketika siang hari dan membaik ketika malam hari. Pada katarak kuneiform
(opasitas perifer) gejala lebih buruk ketika malam hari.

Myopic shift

Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan


lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Umumnya,
pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh
karena meningkatnya miopia akibat kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik
yang menguat, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi.
Perubahan ini disebut second sight. Akan tetapi, seiring dengan penurunan
kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut akhirnya hilang.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu
intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
(ECCE).3

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.3
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak
seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau
ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.
Persiapan Pre-Operasi
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien
cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
Tetesan diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat

diberikan,

misalnya

obat

asma,

antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik


sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia,
dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah operasi.3
Anestesi
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau
retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson,
dan reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

2. Anestesi Lokal :
Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan
jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO,
hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan
stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan

bisa menyebabkan cardiac arrest)


Komplikasi :
- Perdarahan retrobulbar
- Rusaknya saraf optik
- Perforasi bola mata
- Injeksi nervus opticus
- Infeksi
Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul
tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang

area subtenon. Anestesi

diinjeksikan diantar ekuator bola mata.

Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%,
lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa
larutan lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.3

Tekhnik Operasi Katarak


Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi
pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi, SICS.3,7
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan


atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan

ini

astigmatisme,

glukoma,

uveitis,

endoftalmitis,

dan

perdarahan.3,7

Gambar 4. Teknik ICCE


2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran
isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga
massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata


dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.3,7

Gambar 5. Teknik ECCE

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

3. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil
maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis.3,7

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Gambar 6. Tekhnik Phakoemulsifikasi (phaco)

Tabel 4. Keuntungan dan kerugian tekhnik operasi katarak


Jenis tehnik bedah
katarak
Extra capsular
cataract extraction
(ECCE)

Keuntungan
Incisi kecil

Tidak ada komplikasi

vitreus
Kejadian
endophtalmodonesis lebih sedikit
Edema sistoid makula
lebih jarang
Trauma terhadap
endotelium kornea lebih sedikit
Retinal detachment lebih
sedikit
Lebih mudah dilakukan

Intra capsular
cataract extraction
(ICCE)

Fakoemulsifikasi

Kerugian

Semua komponen lensa


diangkat

Kekeruhan pada
kapsul posterior
Dapat terjadi
perlengketan iris dengan
kapsul

Incisi lebih besar


Edema cistoid pada
makula

Komplikasi pada
vitreus

Sulit pada usia < 40


tahun

Endopthalmitis
Incisi paling kecil
Memerlukan dilatasi pupil
yang baik
Astigmatisma jarang terjadi
Pelebaran luka jika ada
Pendarahan lebih sedikit
IOL
Teknik paling cepat

2.3 Reflek Okulokardiak


KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Traksi otot-otot ekstraokular atau tekanan pada bola mata terutama otot
rektus medialis dapat memunculkan berbagai variasi disritmia jantung yang
berkisar dari bradikardia dan ektopi ventrikular hingga henti sinus atau vibrilasi
ventrikel. Refleks ini, yang pada mulanya dideskripsikan pada tahun 1908, terdiri
dari suatu jalur trigeminal aferen (V1) dan vagal eferen. Refleks okulokardiak
adalah paling lazim didapati pada pasien pediatrik yang menjalani operasi
strabismus. Walaupun begitu, refleks ini dapat dimunculkan pada semua
kelompok usia dan selama berbagai prosedur mata, termasuk ekstraksi katarak,
enukleasi, dan perbaikan retinal detachment (perlepasan retina). Pada pasien yang
sadar, refleks okulokardiak dapat berhubungan dengan somnolens dan nausea.
Obat-obat antikolinergik sering bermanfaat dalam pencegahan refleks
okulokardiak. Atropin atau glikopirolat intravena sebelum pembedahan adalah
lebih efektif dibanding premedikasi intramuskular yang dapat menjadi tidak
efektif. Haruslah diingat bahwa obat-obat antikolinergik dapat berbahaya pada
pasien usia lanjut, yang seringkali memiliki penyakit arteri koroner derajat
tertentu. Blokade retrobulbar atau anestesia inhalasi yang dalam juga dapat
bermanfaat, namun prosedur-prosedur ini memiliki risikonya tersendiri. Blokade
retrobulbar sendiri sebenarnya dapat membangkitkan refleks retrobulbar.
Kebutuhan untuk profilaksis rutin adalah kontroversial.2,3
1. Manajemen refleks okular kardiak ketika ia terjadi tersusun dari prosedurprosedur berikut: pengenalan dini oleh ahli bedah dan penghentian
sementara stimulasi bedah hingga kecepatan detak jantung meningkat
2. konfirmasi ventilasi, oksigenasi, dan kedalaman anestesia yang adekuat;
3. pemberian atropin intravena (10 g/kg) jika terdapat gangguan konduksi
4. pada episode rekalsitran, infiltrasi otot-otot ekstraokular dengan anestetik
lokal. Refleks ini pada akhirnya akan menghentikan dirinya sendiri dengan
traksi berulang otot-otot ekstraokular.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 62 tahun
Berat badan
: 60 Kg
Tinggi badan
: 162 cm
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Sialang Sakti
Agama
: Islam
Tanggal masuk RS : 7 Desember 2015
No. RM
: 158714

II.

ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Penglihatan kedua mata buram sejak 1 tahun yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh penglihatan kedua mata buram sejak 1 tahun yang
lalu dan semakin lama semakin buram seperti berkabut. Pasien
mengaku bahwa mata kiri lebih kabur daripada mata kanan. Tidak ada
faktor yang memperburuk atau memperingan gejala tersebut. Keluhan
pasien tidak disertai dengan mata merah ataupun nyeri pada matanya.
Pasien juga merasa lebih silau ketika melihat cahaya/lampu
dibanding beberapa tahun sebelumnya. Pasien menyangkal mempunyai
keluhan sering menabrak saat berjalan. Pasien memiliki kebiasaan
merokok, menghabiskan sekitar 1 bungkus per hari sejak berusia 25
tahun dan berhenti merokok pada usia 55 tahun. Pasien menyangkal
mempunyai riwayat pemakaian obat tetes mata atau konsumsi obat
dalam waktu lama.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat asthma disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat asthma disangkal
Riwayat hipertensi disangkal

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

III.

Riwayat DM disangkal
e. Riwayat penggunaan obat-obatan :
- Tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan sebelumnya
f. Riwayat Anastesi/Operasi sebelumnya :
- Tidak ada riwayat anestesi atau operasi sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital sign
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
GCS
: 15 (E4M5V6)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Respirasi
: 20x/menit
Nadi
: 82x/menit
Suhu
: 36,70C
b. Status Generalis :
Kepala
:Normochepal, simestris, tanda trauma (-), tumor (-)
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga
: Discharge (-), deformitas (-)
Hidung
: Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)
Mulut
: Bibir kering(-), pembesaran tonsil (-)
Gigi
: Gigi palsu (+)
Leher
- Inspeksi : Simestris, trakea ditengah
- Palpasi
: Pembesaran tiroid dan limfe (-)
Thorax
- Pulmo
: vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing

IV.

(-/-)
- Cor
Abdomen
- Inspeksi
- Auskultai
- Perkusi
- Palpasi
masa
Ekstremitas

: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)


: Perut datar, tidak ada bekas luka
: Bunyi usus (+) normal
: Timpani
: abdomen supel, Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
: akral hangat, keterbatasan gerak (-), CRT < 2

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal
: 7 Desember 2015
Pemeriksaan darah lengkap
- Hb
: 14,2 gr/dl
- Leukosit
: 7300/ul
- Ht
: 41,3%
- Eritrosit
: 4,67 M/ul
- Trombosit
: 377.000/ul

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

V.

Masa pembekuan (CT)


Masa perdarahan (BT)
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatinin

: 5 menit
: 2 menit
: 145 mg/dl
: 25 mg/dl
: 0,9 mg/dl

DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis pra operasi: Katarak senilis imatur ODS
Diagnosis post operasi: Pseudofakia OS dan katarak senilis imatur
OD

VI.

STATUS ANASTESI
ASA II
: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
VII. TINDAKAN
Dilakukan
: Anestesi Umum
Tanggal
: 8 Desember 2015
VIII. LAPORAN ANESTESI PREOPERATIF
Persiapan Anestesi
Informed concent
: Ada
Surat izin operasi
: Ada
Puasa
: Pasien puasa sejak pukul 24.00

WIB
Pemasangan IV line
: Sudah terpasang
Pemeriksaan penunjang
: Laboratorium darah
Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi

O2
Pemeriksaan pasien di ruangan operasi
- Tekanan darah
: 140/80 mmHg
- Nadi
: 82 x/menit
- Suhu
: 36,50C
- Pernafasan
: 20x/ menit
IX.

LAPORAN ANESTESI INTRAOPERATIF


Penatalaksanaan Anestesi
- Tanggal operasi
: 8 Desember 2015
- Jam rencana operasi
: 08.00 WIB
- Mulai operasi
: 11.00 WIB
- Selesai operasi
: 12.05 WIB
- Lama operasi
: 65 menit
- Diagnosa pra bedah
: katarak senilis imatur ODS
- Diagnosa pasca bedah
: Post operatif katarak senilis OS
- Macam operasi
: ECCE + IOL OS
- Ahli bedah
: dr. Kahermasari, SpM

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Ahli anestesi
Teknik anestesi
Intubasi
Mulai induksi
Obat induksi
Premedikasi

: dr. Benny Chairuddin, SpAn


: General Anestesi
: ETT King king nomor 7,5
: 11.00
: Propofol iv 75 mg
: Ondansentron iv 4 mg, ketorolac iv

30 mg, midazolam iv 2 mg
Medikasi Intra Operatif:
Fentanyl 75 mcg
Atrakurium 20 mg
O2 2 L/menit
Medikasi Post Operatif: -

Ventilasi
: O2 2 L/menit
Tekanan darah, Nadi, Saturasi O2 :
Waktu
11.00
11.15
11.30
11.45
12.00
12.05

X.

Tekanan darah
140/80 mmHg
140/80 mmHg
135/80 mmHg
135/80 mmHg
130/80 mmHg
130/80 mmHg

Saturasi oksigen
100%
99%
99%
100%
100%
100%

Cairan yang masuk selama operasi


RL 250 ml
Cairan yang keluar selama operasi

Nadi
84 x/menit
125 x/menit
90 x/menit
98 x/menit
98 x/menit
98 x/menit

:
: 20 ml

LAPORAN ANESTESI POST OPERATIF


Pasien Sadar : 12.15 WIB
Aldrete score : 10 (warna kulit kemerahan, gerak 4 anggota tubuh,
nafas dalam, tekanan darah 20 mmHg dari pre operasi, sadar

XI.

penuh mudah dipanggil)


Pasien diantar keruangan : 12.30 WIB
Terapi cairan post operatif : RL 20 tpm
Saturasi oksigen post operatif : 100%

PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Quo ad kosmetikum : Dubia ad bonam

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

BAB IV
PEMBAHASAN
A. PRE OPERATIF
Persiapan anestesi dan pembedahan harus lengkap karena dalam
pemberian anastesi dan operasi selalu ada resiko. Persiapan yang
dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan
persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita
diantaranya meliputi :
informasi penyakit
anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit
riwayat imunisasi, riwayat alergi, riwayat sesak napas dan asthma,

diabetes mellitus, riwayat trauma, dan riwayat operasi sebelumnya.


riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)
makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena

regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)


Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent,
suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri
dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi,
sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai
risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam
klasifikasi ASA II.

B. INTRA OPERATIF
Anastesi pada pasein ini menggunakan anastesi intravena. Komponen
trias anastesi yang dicapai adalah hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot.
Pasien dalam posisi terlentang, dilakukan menyuntikan obat induksi
anestesi secara bolus melalui IV line. Kemudian pasien mulai tidak sadar,
pada pasien dilakukan triple airway maneuver untuk memudahkan proses
intubasi. Dengan bantuan laringoskop macintosh, endotrakheal tube
dimasukkan dan disambung ke selang oksigen, diikuti dengan pemasangan
oropharingeal airway untuk membantu pembebasan jalan nafas. Selain itu
dipasang juga tensimeter dan oksimetri untuk memantau tekanan darah
dan pernafasan setiap 5 menit.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Pada pasien ini berikan cairan infus RL sebagai cairan fisiologis untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan

minum 11 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien dengan BB = 60 kg:


Pemeliharaan cairan per jam:
(4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 40) = 100 mL/jam

Pengganti defisit cairan puasa:


11 x 100 mL = 1100 ml
Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:
4 X 60 = 240 mL
1 jam pertama = (50 % x defisit puasa ) + pemeliharaan + pendarahan
operasi : 550 + 100 + 240 = 890 ml

Cairan yang sudah diberikan :


1). Pra anestesi = 500 cc
2). Saat operasi = 250 cc
Total cairan yang masuk = 750 cc

C. POST OPERATIF
Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang observasi. Pasien
berbaring dengan posisi terlentang karena efek obat anestesi masih ada dan
tungkai tetap lurus untuk menghindari edema. Observasi post operasi
dilakukan selama 2 jam, dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan
darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen tetap
diberikan 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien
dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

BAB V
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi
katarak yaitu ECCE dan IOL pada mata kiri pada penderita Tn. M usia 62 tahun,
status fisik ASA II, dengan diagnosis pra operasi katarak senilis imatur ODS dan
diagnosis post operasi pseudofakia OS dan katarak senilis imatur OD yang
dilakukan dengan anestesi umum intravena dan intubasi ET no 7,5.
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang
ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi
anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
observasi juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara
umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2010.
2. Dobson MB. editor: Dharma A.Penuntun Praktis Anestesi.Jakarta: EGC.2011.
3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Medika. 2000.
4. Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. Jakarta: EGC.2010
5. Ganiswara,

Silistia

G. Farmakologi

dan

Terapi

(Basic

Therapy

Pharmacology). Jakarta:Bagian Farmakologi FKUI.2006


6. Nugroho dkk, 2012 Perkembangan Sirkuit Anestesi . Jurnal Anestesiologi
Indonesia. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr.
Kariadi, Semarang
7. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.

KKS ILMU ANESTESIOLOGI RSUD TENGKU RAFIAN

Anda mungkin juga menyukai