Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS BEDAH MULUT

ANGINA LUDWIG

Disusun Oleh:
Siti Nur Aini Ayu Ningjanah
NIM: J3A018017

DOSEN PEMBIIMBING :

drg. Pebian Diki Prestya

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2020

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................3

1.1 LATAR BELAKANG................................................................................3

1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................4

1.3 TUJUAN PENULISAN..............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5

2.1 Definisi Angina Ludwig.............................................................................5

2.2 Anatomi Rongga Mulut..............................................................................6

2.3 Epidemiologi Angina Ludwig ....................................................................6

2.4 Etiologi dan Patogenesis Angina Ludwig...................................................7

2.5 Gambaran Klinis Angina Ludwig...............................................................11

2.6 Penatalaksanaan Angina Ludwig................................................................12

BAB III PENUTUP..........................................................................................16

3.1 SIMPULAN................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................17

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi odontogenik adalah salah satu infeksi yang paling umum dari rongga

mulut yang paling sering kita jumpai pada manusia yang disebabkan oleh berbagai

macam faktor. Diantara berbagai macam infeksi odontogenik yang sering terjadi

adalah abses. Abses rongga mulut merupakan suatu infeksi pada mulut, wajah,

rahang, atau tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies. Adapun

gejala yang ditimbulkan dari infeksi dapat menimbulkan gejala sistemik. Adapun

gejala sistemik yang dapat ditimbulkan salah satu diantaranya adalah demam.

Demam merupakan gejala yang paling utama dari infeksi/keradangan.

Angina Ludwig merupakan selulitis diffusa yang potensial mengancam nyawa

yang mengenai dasar mulut dan region submandibular bilateral dan menyebabkan

obstruksi progresif pada jalan nafas. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh

Wilhelm Frederick von Ludwig pada tahun 1836 sebagai infeksi ruang fasial yang

hampir selalu fatal. Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di

mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan,

dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral

lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang

submandibularis (sublingualis dan submaksilaris). Faktor predisposisi pada pasien

Angina Ludwig berupa karies, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma,

dan tindikan pada frenulum lidah. Selain itu penyakit sistemik seperti diabetes

3
melitus, neutropenia, aplastik anemia, glomerulositis, dermatomiositis dan lupus

eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya angina Ludwig. Penderita terbanyak

berkisar antara umur 20-60 tahun.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Ludwig angina ?

2. Bagaimana cara penatalaksanaannya ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui penjelasan dari Ludwig angina.

2. Mengetahui apa saja terapi yang diberikan pada pasien Ludwig angina

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ludwig Angina

Ludwig Angina merupakan infeksi ruang sub mandibula (rahang bawah) berupa

peradangan selulitis dari bagian superior ruang suprahioid (Sekitar leher), yang

ditandai dengan pembengkakan (edema) pada bagian bawah ruang submandibular,

yang mencakup jaringan yang menutupi otot-otot antara laring dan dasar mulut,

tanpa disertai pembengkakan pada limfonodus. Minimnya pengetahuan masyarakat

terhadap gejala dari penyakit ludwig membuat masyarakat banyak yang

mengabaikan penyakit tersebut sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan

kematian bagi orang yang mengalaminya. Penyakit Ludwig Angina memiliki gejala

seperti leher sakit, sulit mengunyah, leher bengkak, sesak nafas, demam, bercak

pada leher, nyeri ditelinga, linglung (Ugboko et al., 2005).

2.2 Anatomi Ronnga Mulut

Definisi Rongga mulut (cavum oris) adalah bagian tubuh yang merupakan awal

dari saluran pencernaan. Bagian depan rongga mulut dibatasi oleh bibir, bagian atas

dibatasi palatum durum hingga palatum mole, bagian bawah terdapat otot-otot yang

membentuk bagian mulut dan lidah serta pipi. Rongga mulut dibagi menjadi dua

bagian oleh proscessus alveolaris dan gigi yaitu vestibulum oris dan celah antara

pipi dan gusi dari gigi. Posteromedial, terletak medial dari proscessus alveolaris

disebut cavum oris proprium. Rongga mulut dilapisi dengan mukosa oral (tunika

mukosa oris), tertutup oleh epitel skuamus berlapis.

5
Rongga mulut terdiri dari lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari

lidah), palatum durum (palatum keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar,

bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila

adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut. Pipi membentuk dinding

bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari

pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh

membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi.

Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di

antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada

bagian bibir.

2.3 Epidemiologi Ludwig Angina

Angina Ludwig yang penyebab paling umum adalah odontogenik,

menyumbang sekitar 75% hingga 90% kasus. Infeksi molar kedua dan ketiga yang

lebih rendah biasanya berimplikasi karena akarnya memanjang di bawah otot

mylohyoid. Abses periapikal dari gigi-gigi ini juga menghasilkan penetrasi kortikal

lingual, yang menyebabkan infeksi submandibular. Namun, ulserasi oral, infeksi

keganasan oral, fraktur rahang bawah, infeksi kelenjar submandibular terkait

6
sialolithiasis bilateral, dan cedera penetrasi dari dasar mulut juga telah dilaporkan

sebagai penyebab potensial dari angina Ludwig. Faktanya, mikroorganisme yang

sama yang bertanggung jawab untuk infeksi kepala dan leher yang kurang sehat

ditemukan dalam menyebabkan infeksi yang luas di seluruh dasar mulut dan leher

ketika angina Ludwig diperiksa secara kritis. Pasien dengan penyakit sistemik,

seperti diabetes mellitus, malnutrisi, sistem kekebalan tubuh yang terganggu, dan

transplantasi organ juga umumnya cenderung ke angina Ludwig. Ditemukan bahwa

sepertiga dari kasus angina Ludwig berhubungan dengan penyakit sistemik. Sebuah

ulasan yang melaporkan kejadian penyakit yang terkait dengan Ludwig angina

menemukan bahwa 18% kasus melibatkan diabetes mellitus, 9% melibatkan

sindrom defisiensi imun yang didapat, dan 5% lainnya adalah human

immunodeficiency virus (HIV) yang positif.

2.4 Etiologi dan Patogenesis Ludwig Angina

a. Etiologi Ludwig Angina

Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen

baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang

kurang. Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular

bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang

seringkali merenggut nyawa. Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari

terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari pericoronitis, yang

merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal

ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah

ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap

panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang (Hupp, 2002)

7
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab

odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi mempunyai akar yang terletak pada

tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke

ruang submandibular. Di samping itu, perwatan gigi terakhir juga dapat

menyebabkan angina Ludwig, antara lain: penyebaran organisme dari gangren

pulpa ke jaringan periapical saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi

Sptreptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan

submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi (Hupp, 2002)

Ada juga penyebab lain yang sedikt dilaporkan antara lain sialadenitis

kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat

keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus,

epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi,

intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran

pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut. Organisme yang paling banyak

ditemukan pada penderita angina Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus

viridians dan Staphylococcus aureus Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali

berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri gram positif yang

telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa,

spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri

Gram negatif yang dipisahkan antara spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies

Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella (Hupp, 2002).

b. Patogenesis Ludwig Angina

Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak

terawat dan deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk

8
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi

akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis,

maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi

ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh (Grupta, 2009).

Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat

(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe

(limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum

karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat

berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses

palatal, abses submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosuş abses labial

dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses

sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina

Ludwig (Grupta, 2009).

Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea

mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) dalam ruang submandibula,

menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan

pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan meluas hingga ruang

parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan

menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi

ketegangan antara tulang (Grupta, 2009).

9
Gambar 1. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.

Gambar 2. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fascia dan kulit.

Ruang submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga.

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras

dari fascia cervikal profunda dengan m. digastricus anterior dan os hyoid. Edema

dagu dapat terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar biasanya

terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus

submaksilaris Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju ruang

sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju

ruang-ruang fascia leher (Hupp, 2002)

10
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di

bagian superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah

ke belakang akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.

Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian

inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior

dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah. Os hyoid membatasi

terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga pembengkakan menyebar ke

daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk dan gambaran 'bull

neck". Pada penyebaran secara anterior, batas os hyoid meluas ke arah inferior

dan menyebabkan gambaran “bull neck” (Hupp, 2002)

Gambar 3. Proses penyebaran kebagian superior dan posterior yang mendorong

lantai dasar mulut dan lidah.

2.5 Gambaran Klinis Ludwig Angina

Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, nyeri

leher yang berat dan bengkak, demam, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah

dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas (Hartmann, 1999). Gejala

11
klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti

papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang

submandibula-sublingual yang terinfeksi, disfonia (hot potato voice) akibat

edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri

dan peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia), hipersalivasi, kesulitan dalam

artikulasi bicara (disarthria) (Lemonick, 2002). Faktor predisposisi berupa

karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan

pada frenulum lidah (Hartmann, 1999).

Gejala klinis tersebut, sesuai dengan yang dialami pasien, berupa nyeri

pada leher dan diikuti pembengkakan pada leher, demam selama 2 hari, pasien

kesulitan untuk membuka mulut dan bicara karena nyeri dan bengkak pada

leher, pasien merasakan bengkak pada dasar lidah dan mengeluarkan nanah,

tetapi sesak disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sering sakit gigi sejak 2

tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik pada penderita Angina Ludwig, dapat

memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan karakteristik dasar mulut

yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya

ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat

disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan

menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator (Lemonick, 2002).

2.6 Penatalaksanaan Ludwig Angina

Metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dapat berguna untuk

menegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang

mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting

12
untuk dilakukan tindakan insisi drainase. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas

untuk menentukan bakteri yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta

menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi (Lemonick, 2002). Pada pasien,

didapatkan leukositosis, tetapi pemeriksaan kultur dan sensitivitas bakteri belum

didapatkan hasilnya. Menurut Lemonick (2002), penatalaksaan angina Ludwig

memerlukan tiga fokus utama, yaitu:

1. menjaga patensi jalan napas

2. terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi

penyebaran infeksi.

3. dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.

Manajemen jalan nafas merupakan standar tatalaksana pada Angina Ludwig

(Hasan et al., 2011; Kremer&Blair, 2006). Antibiotika dosis tinggi terhadap

kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral (Lemonick, 2002;

Rosenblatt, 2006). Pemberian antibiotika seharusnya berdasarkan hasil biakan

kuman dan tes kepekaan bakteri terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil

biakan membutuhkan waktu yang lama (Rosenblatt, 2006).

Karena morbiditas dan mortalitas dari angina Ludwig terutama disebabkan

oleh hilangnya patensi jalan nafas, proteksi dari jalan nafas merupakan prioritas

utama dalam tatalaksana awal pasien ini'. Konsultasi anesthesiologist dan

otolaringologis sangat diperlukan dengan segera. Transfer pasien ke nuang

operasi harus dipertimbangkan sebelum manipulasi jalan nafas dimulai. Pasien

yang tidak memerlukan kontrol jalan nafas segera harus dimonitor terus

menerus. Pada pasien yang sangat memerlukan bantuan permapasan, kontrol

jalan nafas idealnya dilakukan di ruang operasi, untuk dilakukan

13
krikotiroidotomi atau trakeostomi jika diperlukan'. Angina Ludwig lebih

memerlukan trakeostomi dibandingkan infeksi lain yang terjadi di leher

dalam,Intubasi Nasotracheal saat pasien terjaga dapat menimbulkan obstruksi

jalan napas akut, persiapan untuk trakeostomi harus dilakukan dalam setiap

kasus bahkan ketika intubasi sedang dilakukan oleh anestesi yang terampil,

Narkotika sebaiknya dihindari karena menyebakan depresi pernapasan dan dapat

memperburuk kesulitan dalam ventilasi, beberapa penulis menganjurkan

penggunaan anestesi hirup.

Apabila jalan nafas telah diamankan, administrasi antibiotik intravena

secara agresif harus dilakukan. Terapi awal ditargetkan untuk bakteri gram

positif dan bakteri anaerob pada rongga mulut. Pemberian beberapa antibiotik

harus dilakukan, yaitu penisilin G dosis tinggi dan metronidazol, klindamisin,

sefoksitin, piperasilin - tazobaktam, amoksisilin klavulanat, dan tikarsilin

klavulanat. Meskipun masih menjadi kontroversi, pemberian deksametason

untuk mengurangi edema dan meningkatkan penetrasi antibiotik dapat

membantu. Pemberian deksametason intravena dan nebul adrenalin telah

dilakukan untuk mengurangi edema saluran nafas bagian atas pada beberapa

kasus Pananganan yang terdiri dari Pembedahan insisi melalui garis tengah,

dengan demikian menghentikan ketegangan yang terbentuk pada dasar mulut,

karena Angina Ludwig merupakan selulitis, maka sebenarnya pus jarang

diperoleh, sebelum insisi dan drainase dilakukan, sebaiknya dilakuan persiapan

terhadap kemungkinan trakeostomi karena ketidakmampuan melakukan intubasi

pada pasien seperti lidah yang menyebakan obstruksi pandangan laring dan tidak

dapat ditekan oleh laringoskop. Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat

14
infeksi supuratif, bukti radilogis adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue,

krepitus, atau aspirasi jarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak ada

perbaikan setelah pemberian terapi antibiotik. Drainase ditempatkan di muskulus

milohioid ke dalam ruang sublingual. Mencabut gigi yang terinfeksi juga penting

untuk proses drainase yang lengkap.

Untuk pemberian terapi medikamentosa pada pasien dengan kecurigaan

Angina Ludwig dapat diberikan Antibiotik Clindamycin 600-900 mg/Iv setiap 8

jam, atau kombinasi penicillin dan metronidazole. Pemberian antibiotik dapat

mengurangi kematian akibat dari infeksi ruang leher dalam,tetapi infeksi pada

ruang yang lebih dalam dapat menimbulkan komplikasi yang fatal dan

mengancam jiwa, setelah pembentukan abses terjadi, operasi masih dianggap

sebagai pengobatan yang utama, sedangkan pemberian antibiotik digunakan

pada infeksi awal.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Disimpulkan bahwa infeksi yang terjadi pada spasium di rongga mulut

dan wajah pada umumnya berasal dari infeksi gigi yang tidak segera dirawat.

Infeksi tersebut bersifat mixed-infections; artinya bakteri yang menyertai infeksi

ini umumnya lebih dari satu macam. Ludwig angina atau flegmon merupakan

suatu selulitis akut yang terjadi pada spasium mandibula primer yaitu spasia

submandibula kiri dan kanan, spasia submental dan spasia sublingual. Ludwig’s

angina berpotensi menimbulkan kematian jika tidak segera dirawat dengan

adekuat, meliputi pemberian obat analgetik dan antibiotik, insisi drainase, dan

pencabutan gigi penyebab. Jika infeksi berpotensi mengganggu jalan napas,

dilakukan trakeostomi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Borley, Neil R. dan Grace, Pierce A. 2006. Surgery at a Glance Third Edition. Jakarta:
Erlangga
Grupta AK, Dhulkhed VK, Rudagi BM, Gupta A. 2009. Drainage of  Ludwig’ Angina
under Superficial Cervical Plexus Block in Pediatric Patient. Anestesia Pediatrica e
Neonatale, Vol. 7, N. 3 Hartmann, RW. 1999. Ludwig's Angina in Children.
Journal of American Family Physician. July;Vol. 60.
Hasan, W., David, L., John, R.. 2011. Ludwig’s Angina-A Controversial Surgical
Emergency: How We Do It. J of Otolaringology.
Lemonick, DM. 2002. Ludwig’s Angina: Diagnosis and Treatment. Hospital Physician.
p. 31-37
Malik, MA. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed. Jaypee Brothers
Medical Publishers, 2012
Moore KL, Agur AMR, Dalley AF. Esential Clinical Anatomy, 4th ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 2011
Ugboko, V., Ndukwe, K., Oginni, F. 2005. Ludwig’s Angina: An Analysis of Sixteen
Cases in a Suburban Nigerian Tertiary Facility. African Journal of oral Health.
Volume 2 Numbers 1 & 2: 16-23
Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. Oral and Maxillofacial Infection, 4th ed. WB
Saunders Company, 2002

17

Anda mungkin juga menyukai