Anda di halaman 1dari 23

REFARAT

HERPES ZOSTER OTIKUS

DISUSUN OLEH:

T.RAFLI BAIHAKI
NIM. 210131250

PEMBIMBING:

dr. Aliandri , Sp.T.H.T.-K.L.(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehigga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus berjudul “Herpes Zoster Otikus”. Makalah ini ditulis
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Dalam proses penyusunan refarat ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada
dr. Aliandri, Sp.T.H.T.-K.L.(K) selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan membantu penulis selama proses penyusunan makalah.

Penulis menyadari bahwa pada makalah ini masih banyak penulisan yang belum
sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan penuisan makalah di kemudian hari.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan dapat menjadi bahan
rujukan bagi penulisan ilmiah di masa mendatang.

Medan, Juli, 2022

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :

Nilai :

Penguji

dr. Aliandri , Sp.T.H.T.-K.L.(K)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1


1.2 Tujuan Penelitian..............................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan ......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3

2.1 Anatomi Telinga ........................................................................... 3


2.2 Fisiologi Pendengaran ................................................................... 7
2.3 Definisi, Etiologi, dan Faktor Resiko ............................................. 7
2.4 Epidemiologi.....................................................................................8
2.5 Patofisiologi......................................................................................8
2.6 Patogenesis........................................................................................9
2.7 Manifestasi Klinis.............................................................................11
2.8 Diagnosis..........................................................................................12
2.9 Pencegahan.......................................................................................13
3.1 Tatalaksana.......................................................................................14
3.2 Prognosis..........................................................................................15

BAB III KESIMPULAN ......................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Telinga ................................................................. 5

Gambar 2.2 Membrana Timpani ............................................................. 6

Gambar 2.3 Patogenesis............................................................................10

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sindrom Ramsay Hunt merupakan komplikasi infeksi laten, Virus


Varicella Zoster yang sangat jarang terjadi. Sindrom Ramsay Hunt
diperkirakan terjadi sekitar 16% dari seluruh kasus paresis fasial unilateral
pada anak dan 18% pada dewasa. Virus herpes zoster, juga dikenal sebagai
herpes zoster, hasil dari reaktivasi virus varicella-zoster laten, yang
menginfiltrasi ganglia sensorik selama varicella. Herpes zoster oticus (HZ
oticus), juga dikenal sebagai sindrom Ramsay Hunt. Sindrom Ramsay Hunt
(RHS), pertama kali dijelaskan oleh James Ramsay Hunt pada tahun 1907,
Bila disertai dengan kelumpuhan wajah, maka penyakit ini disebut sindrom
Ramsay Hunt. Dan merupakan infeksi virus pada telinga bagian dalam,
tengah, dan luar yang disebabkan oleh penyebaran virus varicella-zoster ke
saraf wajah. Sindrom Ramsay Hunt dapat terjadi pada siapa saja, dan ada
kasus yang dilaporkan pada pasien mulai dari usia 3 bulan hingga 82 tahun
dan umumnya rentan pada decade ke 7 dan ke 8. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko herpes zoster akan meningkatkan kejadian sindrom
Ramsay Hunt, antara lain stres, kemoterapi, immunocompromise, infeksi,
malnutrisi, dan lain-lain. Diagnosis Herpes Zoster Otikus ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis bermanifestasi sebagai otalgia berat; erupsi vesikular yang
melibatkan mulut, saluran telinga luar,dan dapat menyebabkan kelumpuhan
wajah.. Sindrom Ramsay Hunt jarang didapatkan pada anak kurang dari usia
enam tahun. Sindrom ini diduga merupakan penyebab dari sekitar 20% dari
kasus yang secara klinis didiagnosis sebagai Bell’s palsy, sehingga
merupakan penyebab tersering kedua pada paresis fasialis setelah Bell’s
palsy. Infeksi virus varicella zoster dapat lebih tinggi terjadi pada populasi
1
umum terutama pada individu dengan HIV.

Sindrom Ramsay Hunt mempengaruhi baik pasien imunokompeten dan


immunocompromised dan memiliki insiden sekitar 5 per 100.000 orang per
tahun; Menurut penelitian yang dilakukan di Jerman dan Australia, wanita
memiliki tendensi untuk mengalami herpes zooster otikus dibandingkan
pria, dengan persentasi wanita 68,1% dan pria 31,9%, akan tetapi wanita
memiliki manifestasi dan prognosis yang lebih baik ketimbang pria.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Penyusunan refarat ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Herpes


Zoster Otikus serta penyusunan refarat ini dilakukan untuk memenuhi
persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan dan Profesi Dokter (P3D)
di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

1.3 MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan refarat ini diharapkan dapat menambah manfaat dan


wawasan terhadap penulis dan pembaca terutama yang terlibat dalam bidang
medis megenai Herpes Zoster Otikus dalam praktik klinis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TELINGA

Auris adalah organ pendengaran dan keseimbangan yang memiliki tiga


bagian, yaitu: (Drake et al., 2012)

a. Auris eksterna atau , terdiri dari bagian yang melekan pada aspectus lateralis
region capitis dan saluran yang berada di dalamnya. Terdapat dua bagian
yang berproyeksi dari sisi region capitis, yaitu auricular (pinna) dan saluran
yang mengarah ke dalam yang disebut meatus acusticus externur.
b. Auris media, adalah sebuah ruang di dalam pars petrosa tulang temporale
yang dibatasi di lateral, dan dipisahkan dari saluran luar, oleh suatu
membrane dan disebelah dalam dihubungkan dengan pharynx oleh sebuah
pipa sempit.
c. Auris interna, terdiri dari serangkaian ruang dalam pars petrosa tulang
temporale, terletak antara auris media di lateral dan meatus acusticus
internal di medial. Auris interna mengganti sinyal mekanik yang diterima
dari auris media, yang berawal sebagai suara yang ditangkap oleh auris
eksterna, menjadi sinyal listrik untuk dikirim sebagai informasi ke
encephalon. Serta mengandung reseptor-reseptor untuk mendeteksi gerak
dan posisi.

Auricula pada auris eksterna atau telinga luar memiliki bentuk yang khas
dan berfungsi mengumpulkan getaran udara. Terdiri atas lempeng tulang rawan
elastis tipis yang dilapisi kulit. Auricula memiliki otot intrinsic dan ekstrinsik
yang disarafi oleh nervus facialis. Sedangkan Meatus acusticus eksternus
merupakan saluran berkelok yang menghubungkan auricular dengan membrana
tympanica yang berfungsi sebagai penghantar gelombang suara dari auricula ke
membrana tympanica. Saraf sensorik yang menyarafi kulit yang melapisi meatus

3
berasal dari nervus auricula temporalis dan ramus auricularis nervi vagi (Snell,
2012)

Auris media atau telinga tengah memiliki atap, lantai, dinding anterior,
dinding posterior, dinding lateral, dan dinding medial. (Snell, 2012)

 Atap terbentuk dari lempeng tipis tulang disebut tegmen tympani yang
merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng tersebut
memisahkan cavitas tympani dari meningen dan lobus temporalis cerebri
di dalam fossa cranii media.
 Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin
beberapa diganti dengan jaringan fibrosa. Lempeng tersebut memisahkan
cavitas tympani dari bulbus superior vena jugularis interna.
 Dinding anterior dibentuk di bawah lempeng tipis tulang yang
memisahkan cavitas tympani dari arteria carotis interna. Bagian atas
dinding anterior terdapat muara dari dua saluran. Saluran yang lebih besar
dan letaknya lebih bawah menuju ke tuba auditiva, dan yang letaknya
lebih atas dan lebih kecil menuju ke saluran untuk musculus tensor
tympani. Septum tulang tipis yang memisahkan saluran-saluran ini lebih
panjang ke belakang di dinding medial, yang membentuk tonjolan yang
seperti kerang.
 Di atas dinding posterior dijumpai sebuah lubang besar tidak beraturan
disebut dengan aditus ad antrum. Di bawahnya terdapat tonjolan yang
berbentuk kerucut, sempit, kecil, yang disebut pyramis. Dari puncak
pyramis keluar tendo musculus stapedius.
 Dinding lateral hampir semua bagian dibentuk oleh membrane tympanica.
 Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian
terbesar dari dinding menunjukkan tonjolan bulat yaitu promontorium,
yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang berada di
bawahnya. Di atas dan belakang promontorium dijumpai fenestra
vestibule, dengan bentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Sisi
medial fenestra terdapat perilympha scale vestibuli telinga dalam. Di

4
bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra cochleae,
bentuknya bulat dan ditutupi membrana tympanica secundaria. Bagian
medial fenestra terdapat perilympha pada ujung buntu scala tympani.

Gambar 2.1 Anatomi Telinga (Snell, 2012)

Membrana tympani memisahkan meatus acusticus externus dengan auris


media yang bedara pada sudut, miring ke medial dari atas ke bawah dan dari
posterior ke anterior. Oleh sebab itu, permukaan lateralnya menghadap ke
inferior dan anterior. Struktur tersebut terdapat jaringan ikat di tengah yang
bagian luarnya dilapisi oleh kulit dan membran mukosa di bagian dalam.
Sekeliling tepi membrana tympani dijumpai annulus fibrocartilagineus yang
menyatukan membrana tympani pada pars tympanica tulang temporale. Pada
bagian tengah, terdapat cekungan yang dikarenakan perlekatan ujung bawah
manubrium mallei, di bagian permukaan tulang malleus dalam auris media. Titik
pelekatannya disebut umbo membrane tympani yang pada bagian
anteroinferiornya terdapat refleksi cahaya terang disebut dengan kerucut cahaya,
biasanya dapat terlihat jika pemeriksaan membrane tympani menggunakan
otoskop. Dari umbo ke arah anterior ada perlekatan sisa manubrium mallei pada
perluasan paling superior dari garis perlekatan tersebut terdapat tonjolan kecil
pada membrana yang menandai letak processus lateralis malleus ketika

5
berproyeksi pada permukaan internal membrana tympani. Pada permukaan
membrane dalam menjauhi tonjolan tersebut, terdapat plica mallearis anterior
dan posterior. Superior dari plicae dapat dijumpai bagian membrana tympani
yang tipis dan kendor (pars filaccida). Serta bagian membrana lain yang tebal dan
tegang (pars tensa) (Drake et al., 2012).

Gambar 2.2 Membrana Tympani (Drake et al., 2012)

Auris interna atau telinga dalam terdiri dari serangkaian tulang cavitas
(labyrinthus osseus) dan ductus serta saccus membranaceus (labyrinthus
membranaceus) di dalam cavitas yang semua struktur tersebut berada di dalam
pars petrosa tulang temporale diantara lateral auris media dan medial meatus
acusticus internus. Labyrinthus osseus terdiri dari vestibulum, tiga canalis
semicircularis ossus, dan cochlea yang dilapisi oleh periosteum dan berisi cairan
jernih (perilympha). Dan labyrinthus membranaceus tergenang di dalam
perilympha namun tidak mengisi seluruh ruangan labyrinthus osseus, yang terdiri
dari ductus semicirculares, ductus cochlearis, dan dua saccus (utriculus dan
sacculus).Struktur-struktur auris interna menyalurkan informasi ke encephalon,
yaitu ductus cochlearis adalah organ pendengaran dan ductus semicirculares,
utriculus, dan sacculus adalah organ-organ keseimbangan. Nervus yang
bertanggungjawab adalah nervus vestibulocochlearis (Nervus VIII), yang dibagi
menjadi nervus vestibularis untuk keseimbangan dan nervus cochlearis untuk
pendengaran, setelah masuk meatus acusticus internus (Drake et al., 2012)

6
2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar dimulai dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun


telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Lalu getaran itu akan menggetarkan membrana timpani dilanjutkan ke
telinga tengah melewati rangkaian tulang pendengaran yang mengamplifikasi
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandigan luar
membrana timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang sudah diamplifikasi
ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong akibatnya
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran kemudian diteruskan melalui
membrana Reissner yang mendorong endolimfa, yang akan menyebabkan
timbulnya gerak relatif antara membrana basilaris dan membrana tektoria. Proses
ini adalah rangsang mekanik penyebab terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut, kemudian kanal ion terbuka dan dari badan sel terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik. Kejadian ini menyebabkan proses depolarisasi sel rambut,
hingga terjadi pelepasan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang dapat
menimbulkan potensial aksi di saraf auditorius, kemudian dilanjukan ke nukleus
auditorius hingga ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis
(Soepardi et al., 2010).

2.3 DEFINISI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RESIKO

Defenisi Herpes Zoster Otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus varicella zoster. Virus ini menyerang lebih dari satu dermatome saraf kranial.
Dapat mengenai saraf trigeminus , ganglion geniikulatum dan radiks servikalis bagian
atas. Keadaan ini disebut juga Sindroma Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit vesikuler pada
kulit di daerah muka sekitar liang telinga , otalgia dan terkadang disertai paralisis otot
wajah . Pada keadaan yang berat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli sensori
neural.

Etiologi Agen penyebab sindrom Ramsay Hunt adalah virus varicella-zoster,


anggota dari keluarga virus herpes manusia. Lebih khusus, itu adalah bagian dari
7
subfamili alphaherpesvirinae, bersama dengan virus herpes simpleks 1 dan 2 (HHV-1 dan
HHV-2). VZV adalah DNA untai ganda yang mengandung virus, yang secara teknis lebih
dikenal sebagai human alphaherpesvirus 3 (HHV-3). Setelah infeksi VZV klinis, cacar
air, telah hilang, virus tetap laten di saraf kranial atau ganglia akar dorsal dan selanjutnya
dapat diaktifkan kembali pada saat stres fisiologis atau gangguan kekebalan, yang
mengarah ke herpes zoster, yang dikenal sebagai "herpes zoster" di mana saja di tubuh
atau " Sindrom Ramsay Hunt" ketika kelumpuhan wajah terlibat.

Faktor Resiko Herpes Zoster merupakan stres, kemoterapi, immunocompromise,


infeksi, malnutrisi.

2.4 EPIDEMIOLOGI

Terdapat 1 juta kasus herpes zoster di Amerika Serikat setiap tahunnya


dengan rata-rata 3-4 kasus per 1.000 orang. Orang tua yang berusia 85 tahun
yang tidak divaksinasi memiliki risiko 50% lebih besar untuk terkena herpes
zoster. Sindrom Ramsay Hunt mempengaruhi baik pasien imunokompeten
dan immunocompromised dan memiliki insiden sekitar 5 per 100.000 orang
per tahun. Sindrom Ramsay Hunt menyumbang sekitar 7% dari kasus
kelumpuhan wajah akut,.Pasien immunocompromised cenderung memiliki
proses penyakit yang lebih parah dan pemulihan yang kurang lengkap.
Sindrom Ramsay Hunt dapat terjadi pada siapa saja, dan ada kasus yang
dilaporkan pada pasien mulai dari usia 3 bulan hingga 82 tahun, meskipun
pasien pada dekade ke-7 dan ke-8 paling rentan.

2.5 PATOFISIOLOGI

Infeksi awal dengan virus varicella-zoster menyebabkan ruam vesikular


diseminata dengan demam, yang dikenal sebagai cacar air. Selama fase akut infeksi ini,
virus disebarkan melalui tetesan pernapasan. Setelah viremia dan eksantema sembuh,
virus dapat tetap dorman di saraf kranial dan ganglia akar dorsal. Selama masa stres
fisiologis atau immunocompromise, reaktivasi virus dalam distribusi saraf di mana ia
telah tidak aktif dapat terjadi. Ruam itu menular, dan virus keluar dari vesikel; VZV juga
8
dapat dibiakkan dari air mata dan air liur atau diidentifikasi pada pengujian reaksi
berantai polimerase (PCR).

Selama episode zoster, ruam vesikular cenderung muncul dalam satu dermatom.
Pada sindrom Ramsay Hunt, virus diaktifkan kembali di sepanjang saraf kranial ketujuh
melalui ganglion genikulatum. Menurut Coulson et al., Gejala awal yang muncul
biasanya nyeri pada telinga ipsilateral (55% pasien), dengan kelumpuhan wajah dan
vesikel muncul dalam 2 hingga 3 hari. Pada 23% pasien, kelumpuhan wajah adalah gejala
yang muncul,. Sementara 86% pasien mereka melaporkan bahwa ruam hanya terjadi pada
daun telinga. Ruam juga telah dilaporkan di kulit kepala dan pipi.
Kedekatan saraf wajah dengan saraf vestibulocochlear dapat menyebabkan
gangguan pendengaran, tinitus, dan vertigo. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi
pada 43% pasien pada penelitian Coulson, ketidakseimbangan atau vertigo pada 51%,
dan tinnitus pada 20%. Keterlibatan saraf vagus juga mungkin lebih umum daripada yang
terlihat. Kecuali pasien bergejala dengan suara serak atau aspirasi, kelumpuhan pita suara
biasanya tidak dicatat karena memerlukan cermin atau laringoskopi serat optik untuk
menemukannya Lebih jarang, saraf kranial lainnya dapat terlibat juga, termasuk
trigeminal, glossopharyngeal, dan hypoglossal, meskipun polineuropati kranial lebih
mungkin untuk hadir pada pasien immunocompromised, seperti mereka dengan diabetes
mellitus atau infeksi human immunodeficiency virus.

Kelumpuhan wajah akibat sindrom Ramsay Hunt memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada yang terlihat pada Bell's palsy, dengan hanya 70% yang mendapatkan kembali
fungsi wajah normal atau mendekati normal dibandingkan dengan lebih dari 90% pada
Bell palsy.

2.6. Patogenesis

Saat terinfeksi varicella, VZV melewati lesi masuk ke permukaan


kulit dan mukosa menuju ujung–ujung saraf sensoris dan di transportasikan oleh serat–
serat saraf ke ganglion sensoris. Di ganglion, virus menetap dan menjadi infeksi laten
sepanjang hidup. Selama virus laten di gangglion tidak tampak gejala infeksi

9
Gambar 2.3 Patogenesis Varicella Zoster

Pada ganglion genikuli, terdapat serabut motorik, sensoris, dan parasimpatetik


N VII yang tersebar menginervasi kelenjar air mata, kelenjar submandibula, kelenjar
sublingual, lidah, palatum, faring, meatus akustikus eksternus, stapedius, m. digastrikus
posterior, m. stylohyoideus, dan otot- otot ekspresi wajah. Serabut-serabut yang
mempersarafi bagian-bagian tersebut menjadi alat transportasi VZV yang telah
terreaktivasi. N VIII
dapat terkena karena mayoritas perjalanan serabut saraf yang sejajar atau
melalui segmen labirin dari ganglion tersebut, namun teori-teori tersebut
belum dapat dibuktikan. Bagaimana reaktivasi VZV di ganglion genikuli
dan patofisiologi dari manifestasi yang ditimbulkan masih belum dapat
dijelaskan. Hanya diketahui bahwa menurunnya daya tahan tubuh, stress fisik
atau emosional, keganasan, radioterapi, kemoterapi, dan infeksi HIV adalah
faktor resiko terjadinya reaktivasi VZV

10
2.7 MANIFESTASI KLINIS

Setelah terjadinya reaktivasi, herpes zoster otikus dapat menyerang


telinga luar (khususnya konka aurikula), kulit periaurikular, meatus
akustikus eksternus, telinga tengah, telinga dalam (jika sudah menyerang N
VIII), dinding lateral hidung, palatum molle, anterolateral lidah, dan
percabangan N VII. Sesudah masa inkubasi yang berlangsung 4-20 hari,
muncul gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan
terkadang mual dan muntah Selanjutnya dapat muncul erupsi/vesikel di
periaurikular, telinga luar, dan meatus akustikus eksternus. Waktu
munculnya erupsi/vesikel memiliki nilai prognostik yang signifikan. Pada
sebagian besar kasus, erupsi muncul bersamaan dengan paralisis. Pada 25%
kasus, dimana erupsi muncul terlebih dahulu dari paralisis, pasien tersebut
memiliki persentase kesembuhan yang lebih besar. Setelah erupsi/vesikel
dan paralisis terjadi, gejala yang lain mengikuti yaitu hiperakusis, tuli
sensorineural, dan nyeri hebat.:
Adapun dari manifestasi klinis yang sering muncul dari herpes zoster
otikus, dapat dikelompokkan menjadi :

- Vesikel/Erupsi

Vesikel dapat muncul sebelum, bersamaan, tau setelah adanya


paralisis nervus fasialis. Vesikel yang timbul dapat menyebabkan
sensasi terbakar atau otalgia. Vesikel yang pecah akan membentuk
krusta.
I. Gejala yang berhubungan dengan N VII
o Paresis ipsilateral
o Paralisis ipsilateral
II. Gejala yang berhubungan dengan N VIII
o Tinnitus
o Vertigo
o Tuli sensorineural
o Gangguan keseimbangan

11
III. Gejala lain
o Nyeri hebat pada mata
o Lakrimasi
o Mata tidak bisa menutup
o Gangguan indera pengecap

2.8 DIAGNOSIS

Biasanya, pasien datang dengan otalgia parah. Keluhan tersebut antara lain
sebagai berikut:
- Lepuh yang menyakitkan dan membakar di dalam dan di sekitar telinga, di
wajah, di mulut, dan/atau di lidah
- Vertigo, mual, muntah
- Kehilangan pendengaran, hiperakusis, tinnitus
- Nyeri pada mata, Lakrimasi
Onset timbulnya rasa sakit dapat mendahului ruam vesikel beberapa jam atau
hari. Juga, pada pasien dengan sindrom Ramsay Hunt, vesikel dapat muncul
sebelum, selama, atau setelah kelumpuhan wajah. Ketika anamnesis, pasien
mungkin mengingat pada masa anak yaitu, cacar air (varicella). Sebagian kecil
pasien (<10%) memiliki riwayat infeksi virus herpes zoster sebelumnya.

Pada Pemeriksaan fisik menunjukkan eksantema vesikular, biasanya pada


kanalis auditorius eksternus, concha, dan pinna. Ruam juga dapat muncul pada
kulit postauricular, dinding hidung lateral, langit-langit lunak, dan lidah
anterolateral.

Vertigo dan gangguan pendengaran sensorineural dapat dicatat, dan


kelumpuhan saraf wajah, meniru Bell palsy, mungkin ada. Hilangnya total
kemampuan untuk mengerutkan alis ipsilateral membedakan lesi perifer saraf
kranial VII dari lesi sentral saraf yang sama, yang menyisakan dahi. Temuan
terkait termasuk yang berikut: Dysgeusia (perubahan rasa), ketidakmampuan
untuk menutup mata ipsilateral sepenuhnya, yang kadang-kadang dapat
menyebabkan pengeringan dan iritasi kornea.

12
Pada pemeriksaan Skala penilaian saraf wajah House-Brackmann berikut
menyediakan cara standar untuk mengukur fungsi saraf wajah dan secara
objektif melacak pemulihan

Pada Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium yang meliputi:

- kadar nitrogen dalam urin ( BUN), kreatinin, hitung sel darah, serta
elektrolit
- Tes Serologi. Anti-VZV IgA dan IgM
- Identifikasi antigen/asam nukleat dengan metode PCR.

- Tzank test pada fase erupsi vesikel (tidak spesifik) menunjukkan gambaran
multinucleated giant cells
- CT scan
- Magnetic Ressonance Imaging (MRI)

2.9 PENCEGAHAN

Pencegahan herpes zoster dengan vaksinasi dianjurkan untuk semua orang


bahkan jika mereka telah menderita cacar air dimasa lalu. Dosis vaksin VZV
hidup dilemahkan dosis tunggal direkomendasikan kepada populasi yang
berusia lebih dari 50 tahun

13
3.1 TATALAKSANA

Terdapat beberapa obat yang dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Pilihan antivirus yaitu :
 Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
 Dosis asiklovir anak < 12 tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
 Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari
 Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari

Catatan khusus:
 Bila lesi luas atau ada keterlibatan organ dalam, atau pada imunokompromais
diberikan asiklovir intravena 10 mg/kgBB/hari 3 kali sehari selama 5-10 hari
Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0.9% dan diberikan dalam waktu 1 jam.
 Obat pilihan untuk ibu hamil ialah asiklovir berdasarkan pertimbangan risiko dan
manfaat.

Pada Simptomatik :
 Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.  Nyeri sedang-berat:
kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
 Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster
selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan:
o Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari ditingkatkan
20 mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga 3 bulan, diberikan
setiap malam sebelum tidur3,15
o Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu
o Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu.

Herpes zoster otikus dengan paresis nervus fasialis


 Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-60 mg/hari selama 1
minggu pada semua pasien.
 Rujuk ke dokter spesialis THT.

14
3.2 PROGNOSIS
Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan sempurna
membutuhkan waktu >4 minggu.
Pasien usia lanjut dan imunokompromais membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk resolusi. Dalam studi kohort retrospektif, pasien herpes zoster yang
dirawat di rumah sakit memiliki mortalitas 3% dengan berbagai penyebab
.Tingkat rekurensi herpes zoster dalam 8 tahun sebesar 6,2% Prognosis
tergantung usia. :
1. Usia <50 tahun :
Ad vitam bonam
Ad Functionam bonam
Ad sananctionam bonam

2. Usia 50 tahun dan imunokompromais:


Ad vitam bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanactionam dubia ad bonam

15
BAB III

KESIMPULAN

Defenisi Herpes Zoster Otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus varicella zoster. Virus ini menyerang lebih dari satu dermatome saraf kranial
Sindrom Ramsay Hunt (Herpes Zoster Otikus) merupakan komplikasi infeksi laten, Virus
Varicella Zoster yang sangat jarang terjadi. Sindrom Ramsay Hunt mempengaruhi
baik pasien imunokompeten dan immunocompromised dan memiliki insiden
sekitar 5 per 100.000 orang per tahun Diagnosis Herpes Zoster Otikus ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
bermanifestasi sebagai otalgia berat; erupsi vesikular yang melibatkan mulut, saluran
telinga luar,dan dapat menyebabkan kelumpuhan wajah. Tatalaksana pada Herpes Zoster
Otikus sesuai dengan tatalaksana pada herpes zoster.
medikamentosa seperti antiviral dan kortikosteroid .Obat-obat anti viral adalah standar
terapi lini pertama untuk herpes zoster otikus
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko herpes zoster akan meningkatkan kejadian
sindrom Ramsay Hunt, antara lain stres, kemoterapi, immunocompromise, infeksi,
malnutrisi.
Pencegahan herpes zoster dengan vaksinasi dianjurkan untuk semua orang bahkan
jika mereka telah menderita cacar air dimasa lalu. Dosis vaksin VZV hidup dilemahkan
dosis tunggal direkomendasikan kepada populasi yang berusia lebih dari 50 tahun

16
DAFTAR PUSTAKA

Drake, R. L., Vogl, A. W. and Mitchell, A. W. M. (2012) Gray’s: Basic Anatomy.

Liwang, F. et al. (2020) „Jilid II Kapita Selekta Kedokteran Edisi V‟, Jawa Barat:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Snell, R. S. (2012) Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem (Clinical Anatomy by

Systems) – Edisi Bahasa Indonesia.


Soepardi, E. A. et al. (2010) „Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala & Leher Edisi 6‟, Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Hafil, Alfian F et al. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

PERDOSKI. (2017). Perdoski. From perdoski.id:


https://perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf

Yuwono, E., & Yudawijaya, A. (2016). Bell’s palsy: Anatomi hingga Tatalaksana.
Majalah Kedokteran UKI, XXXII.

Sombat Muengtaweepongsa, M. M. (2018). Ramsay Hunt Syndrome. Medscape. From


https://emedicine.medscape.com/

Leona C Smith (2022). Herpes Zoster Oticus. Medscape. From


https://emedicine.medscape.com/

Marhayati , R., & Ekorini, H. M. (2012). SINDROMA RAMSAY HUNT. Journal Unair, 5 No.
3, 159 - 169. From http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklff7d87da18full.pdf

17
Ametati, H., & Avianggi, H. D. (2020). Herpes Zoster Otikus Dengan Paresis Nervus
Fasialis (Sindrom Ramsay Hunt) Pada Pasien Imunokompromais. Semarang:
Medica Hospitalia. From
http://medicahospitalia.rskariadi.co.id/medicahospitalia/index.php/mh/article/view
/437

Gondvikar, S., Parikh, V., & Parikh, R. (2010). Herpes zoster oticus: A rare clinical
entity. National Library of Medicine. doi:10.4103%2F0976-237X.68588

Crouch, A. E., Hohman, M. H., & Andaloro, C. (2022). Ramsay Hunt Syndrome.
Statpearls NCBI. From https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557409/

Arvin, AM, Gilden, D. 2013. “Varicella Zoster Virus,” dalam: Knipe,


DM, Howley, PM (Ed.) Fields Virology 6th Edition. Lippincott
Williamz & Wilkins, Philadelphia (hal 2038-2052)

Ellis, H. 2006. Clinical Anatomy: A Revision and Applied Anatomy for


Clinical Student. Blackwell Publishing, Victoria (hal 261-263, 270, 383-
384)

Moller, AR. 2006. “Disorder of the Auditory System and Their


Pathophysiology,” dalam: Menzel, J, Furrow, H, Donahue, J (Ed.)
Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorder of the Auditory System
2nd Edition.

Lustig, LR, Niparko, JK. 2012. “Disorder of Facial Nerve,” dalam:


Lalwani, A (Ed.) Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology,
Head and Neck Surgery 3rd Edition. McGraw-Hill, San Francisco (hal
889-899)

Akbar, M. F., Nugrah, S., Wulandari, S., & Firdaus, A. (2016). fdokumen. From
https://fdokumen.com/document/referat-hesper-zoster-otikus.html?page=1

Mastura, Najla (2014) Jurnal Herpes Zoster Otikus. From


https://pdfcoffee.com/referat-herpes-zoster-otikus-pdf-free.html

18

Anda mungkin juga menyukai