Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

KANKER PAYUDARA

Oleh :

Kelompok N1

Athirah Amirah Nabilah 210131002

Indah Ramadhani Harahap 210131125

Ceria Halim 210131171

Miranda Howen 210131214

Lacman Jaya Ganesh 210131215


Timotius Pratama 210131253

Pembimbing :

dr. Pimpin Utama Pohan, Sp.B (K)Onk

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU


BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Telah Dibacakan Tanggal :


Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Pimpin Utama Pohan, Sp.B (K)Onk

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini yang berjudul “Kanker Payudara”. Penulisan
makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Dokter di Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
dokter pembimbing dr. Pimpin Utama Pohan, Sp.B (K)Onk, yang
telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan makalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik ini maupun susunan bahannya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam
penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 26 Juli 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan...............................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................3
2.1. Anatomi............................................................................................. 3
2.2. Definisi.............................................................................................. 4
2.3. Epidemiologi..................................................................................... 5
2.4. Faktor Risiko..................................................................................... 6
2.5. Patogenesis........................................................................................ 7
2.6. Penegakan Diagnosis.........................................................................8
2.7. Tatalaksana...................................................................................... 13
2.8. Pencegahan...................................................................................... 16
2.9. Komplikasi......................................................................................17
2.10.Prognosis.......................................................................................19
BAB III STATUS PASIEN.....................................................................20
3.1. Identitas Pasien................................................................................20
3.2. Anamnesis....................................................................................... 20
3.3. Pemeriksaan Fisik...........................................................................21
3.4. Pemeriksaan Penunjang...................................................................24
3.5. Foto Klinis Pasien...........................................................................30
3.6. Diagnosis......................................................................................... 32
3.7. Diagnosis Banding..........................................................................32
3.8. Terapi.............................................................................................. 32
BAB IV KESIMPULAN.........................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................34

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker merupakan penyakit tidak menular dimana terjadi


pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, tanpa terkendali dari
sel maupun jaringan. Pertumbuhan ini dapat mengganggu proses
metabolisme tubuh dan menyebar antar sel dan jaringan tubuh (Hero,
2021; Susmini & Supriayadi, 2020). Kanker payudara disebut juga
dengan Carcinoma Mammae adalah sebuah tumor (benjolan abnormal)
ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ini dapat tumbuh
dalam kelenjar susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang
payudara (jaringan lemak, maupun jaringan ikat payudara). Tumor ini
dapat pula menyebar ke bagian lain di seluruh tubuh. Penyebaran
tersebut disebut dengan metastase (Iqmy, Setiawati, & Yanti, 2021;
Nurrohmah, Aprianti, & Hartutik, 2022).

Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering ditemukan


pada wanita diseluruh dunia (22% dari semua kasus baru kanker pada
perempuan) dan menjadi urutan kedua sebagai penyebab kematian terkait
kanker setelah kanker paru (Hero, 2021; De Jong, 2014). Angka kejadian
kanker payudara tertinggi terdapat pada usia 40-49 tahun, sedangkan
untuk usia dibawah 35 tahun insidennya hanya kurang dari 5%.
Kanker payudara pada pria jarang terjadi dan terhitung sebanyak 1% dari
seluruh kasus kanker payudara (Cardoso et al., 2019; Nurrohmah et al.,
2022). Data Globocan 2020 menunjukkan kasus kanker payudara di
seluruh dunia sebanyak 2.261.419 dan sebanyak 65.858 kasus di
Indonesia. Peningkatan kasus kanker payudara secara signifikan
disebabkan oleh perubahan dalam gaya hidup masyarakat, serta
adanya kemajuan dalam bidang teknologi untuk diagnosis tumor ganas
payudara (Momenimovahed & Salehiniya, 2019; De Jong, 2014).

1
Kanker payudara merupakan penyakit yang menakutkan bagi wanita,
karena kanker payudara sering ditemukan pada stadium yang sudah lanjut
(Nurrohmah et al., 2022). Namun, dengan deteksi dini maka angka
kematian akibat kanker payudara telah menurun di sebagian besar negara
Barat dalam beberapa tahun terakhir (Cardoso et al., 2019). Melihat
tingginya angka kejadian kanker payudara dan kontribusinya sebagai
penyebab kematian terkait kanker, menjadikan alasan penulis untuk
memilih topik kanker payudara dalam penulisan artikel ini. Deteksi
dini penyakit kanker payudara dapat dilakukan dengan mengetahui
terkait faktor risiko dan diagnosis awal yang baik. Maka dari pada itu
pada artikel ini akan dibahas mengenai apa saja faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian kanker payudara, serta apa saja metode
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis kanker payudara.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai sumber informasi bagi pembaca mengenai kanker payudara


2. Sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dalam menyajikan
kasus klinis.
3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik pada
bidang studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

1.3 MANFAAT PENULISAN

Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini, sebagai berikut :


1. Mahasiswa memperoleh bahan belajar mengenai kanker payudara
dari kasus yang dijumpai secara langsung di klinik atau instalasi
gawat darurat.
2. Pembaca mampu memperoleh informasi mengenai kanker
payudara secara teoritis melalui tinjauan pustaka yang disajikan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI

Kelenjar payudara merupakan sekumpulan kelenjar kulit, hal ini


dikarenakan secara embriologis payudara berasal dari ektoderm. Payudara
normal dibatasi oleh costae 2 di bagian superior dan costae 6 pada bagian
inferior, pada geriatri biasanya payudara yang besar bisa mencapai costae
7. Payudara juga dibatasi oleh taut interkostal pada bagian medial, dan
linea axilaris anterior pada bagian lateral. Pada bagian lateral atasnya,
jaringan kelenjar ini menonjol kearah aksila, yang disebut spence atau ekor
payudara. Dua pertiga atas payudara terletak di atas otot pektoralis mayor,
sedangkan sepertiga bawahnya terletak di atas otot serratus anterior, otot
oblikus eksternus abdominis, dan otot rektus abdominis. Pada beberapa
kasus terdapat kondisi tidak dijumpainya caput sternokostalis otot pektoralis
mayor, hal ini merupakan suatu kelainan kongenital yang biasa terjadi pada
sindrome polland (Sjamsuhidajat & Wim, 2017).
Payudara terdiri dari kelenjar mamma (glandula mammaria) dan
stroma jaringan ikat, yang mengandung jaringan lemak. Saluran keluar
jaringan kelenjar bermuara pada puting susu yang berbentuk konus
(papilla mammaria, sering kali dengan istilah pendek disebut sebagai
mamilla), yang terletak di tengah areola mammae yang berpigmen gelap
(Schunke et al., 2015).
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes
anterior dan arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang
bercabang dari arteri aksilaris, dan beberapa arteri interkostalis
(Sjamsuhidajat & Wim, 2017)
Sisi superior payudara dipersarafi oleh nervus supraklavikular yang
berasal dari cabang ke-3 dan ke-4 pleksus servikalis. Sisi medial payudara
dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior dari nervus interkostalis 2-7.
Papil mammae atau puting susu terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus
lateral

3
dari nervus interkostalis 4, sedangkan areola dan mammae sisi lateral
dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis lainnya.
Jaringan kelenjar payudara sendiri dipersarafi oleh saraf simpatis, sedangkan
kulit yang menutupi area payudara dipersarafi oleh cabang pleksus servikalis
dan nervus interkostalis (Sjamsuhidajat & Wim, 2017).
Sistem pembuluh getah bening payudara (mammae) dapat dibagi
menjadi sistem permukaan subkutan dan sistem dalam. Sistem dalam
(profundus) dimulai dengan pembuluh-pembuluh kapilernya pada ujung
terminal kelenjar dan memiliki arti penting untuk penyebaran dari metastasis
(Schunke et al., 2015):
a. Tingkat I: Kelompok aksila bawah (lateral musculus pectoralis minor)
- NII. axillares pectoralis
- NII. axillares subscapularis
- NII. axillares lateralis
- NII. paramammarii
b. Tingkat II: Kelompok aksila tengah (setinggi musculus pectoralis major)
- NII. axillares interpedorales
- NII. axillares centrales
c. Tingkat III: Kelompok atas, infraklavikula (medial musculus pectoralis
minor)

2.2. DEFINISI

Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang


dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara adalah
tumor ganas yang terbentuk dari sel-sel payudara yang tumbuh dan
berkembang tanpa terkendali sehingga dapat menyebar di antara jaringan atau
organ di dekat payudara atau ke bagian tubuh lainnya (Kementerian
Kesehatan, 2016).
Kanker payudara atau Carcinoma mamae merupakan kanker ganas pada
payudara atau salah satu payudara. Kanker ini adalah suatu penyakit
neoplasma ganas yang berasal dari parenchyma (bagian organ yang

4
produktif). Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran
susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. Kanker
payudara disebabkan oleh adanya kerusakan pada materi genetik sel yang
kemudian bersentuhan dengan bahan kimia yang mempercepat pembiakan
sel yang diperlukan untuk berkembang menjadi sel kanker yang lebih
ganas (Rozi Abdullah, 2012).

2.3. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, sekitar 266.120 wanita menderita kanker


payudara invasif dan 63.960 menderita kanker payudara non-invasif pada
tahun 2018. Pada tahun 2018, sekitar 2.550 pria menderita kanker
payudara invasif. Sekitar 1 dari 1000 pria menderita kanker payudara
dalam hidup mereka. Tingkat kejadian kanker payudara meningkat dengan
bertambahnya usia, dari 1,5 kasus per 100.000 pada wanita berusia hingga 24
tahun hingga puncaknya 421,3 kasus per 100.000 pada wanita berusia 75
hingga 79 tahun; 95% kasus baru terjadi pada wanita berusia 40 tahun atau
lebih. Usia rata-rata wanita pada saat diagnosis kanker payudara adalah 61
tahun (Alkabban & Ferguson, 2022). Menurut American Cancer Society
(ACS) dalam Alkabban & Ferguson (2022), tingkat kanker payudara di
kalangan wanita dari berbagai kelompok ras dan etnis adalah sebagai
berikut:
● Kulit putih non-Hispanik: 128,1 dalam 100.000
● Afrika Amerika: 124,3 dalam 100.000
● Hispanik/Latina: 91,0 dalam 100.000
● Penduduk Asli Indian/Alaska Amerika: 91,9 dalam 100.000
● Penduduk Asia Amerika/Pasifik: 88,3 dalam 100.000
Jumlah penderita kanker payudara di seluruh dunia terus mengalami
peningkatan, baik pada daerah dengan insiden tinggi di negara-negara bagian
barat maupun pada insiden rendah seperti di Asia. Di Amerika terdapat sekitar
92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau
18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Kanker payudara (KPD)
merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan

5
Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati urutan
pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. Diperkirakan angka kejadian
di Indonesia adalah 12/100.000 wanita. Penyakit ini juga dapat diderita
pada laki-laki dengan frekuensi sekitar 1%. Di Indonesia, lebih dari 80%
kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya
pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang
upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif
serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat
dilakukan secara optimal (Kemenkes, 2017).

2.4. FAKTOR RISIKO

Kanker payudara masih belum diketahui penyebab utamanya namun


penyakit ini memiliki banyak faktor (multifaktorial) yang saling terikat.
Berdasarkan data dari American Cancer Society, terdapat dua kelompok
wanita yang dianggap memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker
payudara, yaitu:
1) Faktor risiko kanker payudara yang tidak dapat diubah, antara lain:
a) Jenis kelamin, dengan wanita memiliki risiko lebih tinggi terkena
kanker payudara dibandingkan pria
b) Usia, karena kejadian kanker payudara meningkat seiring bertambahnya
usia. Wanita di atas 30 tahun mengalami peningkatan kejadian kanker
payudara dan rata-rata kanker payudara terjadi pada wanita usia >60 tahun.
c) Faktor genetik, kemunculannya sangat dipengaruhi oleh predisposisi
keluarga, dengan masalah genetik terhitung 5-10% dari kasus kanker
payudara.
d) Wanita yang mengalami menarche sebelum usia 12 tahun dan memiliki
siklus bulanan yang panjang (menstruasi terjadi dengan cepat, tetapi
menopause membutuhkan waktu yang lama)
e) Wanita yang menjalani terapi radiasi ekstensif atau terapi radiasi ke
dada, termasuk payudara, sebelum usia 30 tahun. Misalnya, diketahui
meningkatkan kemungkinan terkena kanker payudara pada individu
dengan

6
tuberkulosis (TBC) atau keganasan lainnya.
2) Faktor risiko kanker yang dapat diubah, diantaranya yaitu:
a) Risiko kanker payudara lebih tinggi pada wanita yang belum pernah hamil
dan melahirkan setelah usia 30 tahun.
b) Wanita yang pengkonsumsi alkohol memiliki risiko lebih tinggi terkena
kanker payudara di tahun-tahun terakhirnya.
c) Wanita yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak
d) Wanita gemuk atau obesitas (kelebihan berat badan)
e) Aktivitas Fisik/Olahraga, kegiatan ini telah dikaitkan dengan
pengurangan lemak tubuh dan penurunan kadar semua hormon yang
mempengaruhi kanker payudara dan dapat meningkatkan fungsi kekebalan
tubuh. Aktivitas fisik yang cukup akan mempengaruhi penurunan sirkulasi
hormon, mengurangi proses proliferasi dan mencegah timbulnya kanker
payudara. Dengan mengurangi risiko kanker payudara, aktivitas fisik telah
dikaitkan dengan peningkatan fungsi kekebalan tubuh, pengurangan lemak
tubuh, dan efek pada kadar hormon (Yulianti, Setyawan dan Sutiningsih,
2016)

2.5. PATOGENESIS

Patogenesis kanker payudara hingga saat ini belum sepenuhnya dapat


dijelaskan dan dimengerti, namun terdapat 3 hal yang penting dan
berhubungan dengan patogenesis kanker payudara yaitu :
1. Genetik
Sekitar 10% kanker payudara berhubungan dengan mutasi yang
diwariskan. Terdapat 2 teori hipotesis yang menjelaskan inisiasi dan
perkembangan kanker payudara dapat terjadi. Teori pertama adalah the
cancer stem cell theory. Teori ini menjelaskan bahwa semua subtipe
kanker payudara berasal dari sel induk yang sama (progenitor cell). Teori
kedua adalah stochastic theory. Teori ini menjelaskan bahwa subtipe
kanker payudara yang lain berasal dari 1 stem cell atau dari sel yang telah
berdifferensiasi. Kedua teori di atas dapat terjadi secara acak yang jika
terakumulasi akan menjadi kanker payudara (Sun et al., 2017)

7
2. Pengaruh Hormon
Ketidakseimbangan hormon sangat berperan penting dalam progressivitas
kanker payudara. Beberapa faktor risiko seperti usia subur yang lama,
nuliparitas, dan usia lanjut saat memiliki anak pertama menunjukkan
peningkatan pajanan ke kadar estrogen yang tinggi saat siklus menstruasi.
Hormon estrogen memiliki peranan merangsang faktor pertumbuhan oleh sel
epitel payudara normal dan oleh sel kanker. Hipotesis saat ini diduga reseptor
estrogen dan progesteron yang secara normal terdapat di epitel payudara,
mungkin berinteraksi dengan promotor pertumbuhan, seperti transforming
growth factor α (berkaitan dengan faktor pertumbuhan epitel), platelet-
derived factor, dan faktor pertumbuhan fibroblas yang dikeluarkan oleh sel
kanker payudara, untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin
perkembangan tumor (Nadeak, 2015).
3. Lingkungan
Pengaruh lingkungan terhadap insiden kanker payudara berbeda-beda
setiap kelmpok oleh karena secara genetis homogen dan perbedaan
geografi dalam prevalensi. Faktor lingkungan yang cukup berperan
penting adalah radiasi dan estrogen eksogen (Nadeak, 2015)

2.6. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Anamnesis penderita kelainan payudara harus meliputi keluhan yang


dialami misalnya benjolan di payudara bilateral atau unilateral, apakah
benjolannya nyeri atau tidak. Onset atau pada usia saat benjolan ini
muncul penting untuk digali, karena terkait dengan prognosis atau
perjalanan penyakit kanker payudara. Progresifitas dari pertumbuhan
benjolan dapat menentukan tingkat keganasan dari suatu tumor.
Progresifitas yang hanya terhitung bulan memiliki risiko lebih besar
merupakan sebuah keganasan dibandingkan progresifitas yang terhitung
tahun. Serta perlu tanyakan terkait keluhan lainnya seperti: batuk lama,
nyeri di tulang-tulang, nyeri abdomen atau gangguan saluran pencernaan
untuk mencari kemungkinan penyebaran atau metastasis jauh. Hal-hal
lain yang perlu digali adalah faktor risiko

8
payudara lainnya, meliputi: riwayat genetik dan penyakit keluarga, riwayat
reproduksi dan ginekologi, serta gaya hidup pasien tersebut (Cardoso et
al., 2019; Javaeed, 2018; Puspitawati, 2018; De Jong, 2014)
Saat melakukan pemeriksaan fisik, perlu diingat bahwa payudara
merupakan organ yang sangat pribadi, sehingga disiapkan ruang periksa yang
menjaga privasi. Pada inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak
dan berbaring. Kemudian, inspeksi dilakukan terhadap bentuk kedua
payudara, warna kulit, retraksi papila, adanya kulit berbintik seperti kulir
jeruk, ulkus atau luka, dan benjolan. Selanjutnya dilakukan palpasi daerah
payudara guna menentukan bentuk, ukuran, konsistensi, maupun
permukaan benjolan, serta menentukan apakah benjolan melekat ke kulit dan
atau dinding dada. Palpasi dengan pemijatan puting payudara perlu dilakukan
untuk menentukan keluar atau tidaknya cairan, dan cairan tersebut berupa
darah atau bukan. Palpasi juga dilakukan pada daerah axilla dan
supraclavicular untuk mengetahui apakah sudah terdapat penyebaran ke
kelenjar getah bening (Cardoso et al., 2019; Javaeed, 2018; Puspitawati,
2018; De Jong, 2014)
Demi mendukung pemeriksaan klinis dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa radiologi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
terkait kondisi payudara pasien. Selain itu pemeriksaan radiologi juga bisa
digunakan untuk kepentingan penentuan stadium. Adapun pemeriksaan
radiologi yang dianjurkan pada diagnosis kanker payudara yaitu: Mamografi,
Ultrasonografi (USG), CT Scnan, Bone Tumor, dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI).

Mamografi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan sinar X


yang digunakan sebagai bagian dari skrining maupun diagnosis kanker
payudara. Mamografi memiliki sensitifitas pada pasein > 40 tahun, namun
kurang sensitif dan memiliki bahaya radiasi pada pasien < 40 tahun
(McDonald, Clark, Tchou, Zhang, & Freedman, 2016; Wang, 2017; De
Jong, 2014).

Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas diagnosis dengan


menggunakan gelombang suara yang relatif aman, hemat biaya, dan tersedia
secara luas. Pemeriksaan ini aman dilakukan untuk menemukan ukuran
lesi

9
dan bisa menentukan lesi berupa lesi kistik atau lesi solid. Pemeriksaan
bersifat operator dependent yaitu memerlukan ahli radiologi berpengalaman
“man behind the gun” (Wang, 2017; De Jong, 2014).

CT scan merupakan pemeriksaan dengan sinar X yang divisualisasikan


oleh komputer. CT scan thoraks dengan kontras merupakan salah satu
modalitas untuk diagnosis kanker payudara. Selain itu, CT scan kepala juga
dapat memberikan keuntungan dalam penetuan metastasis ke otak (Limbong
et al., 2017).

Bone scanning merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan


radioaktif. Pada kanker payudara pemeriksaan ini menentukan ada atau
tidaknya metastasis kanker, serta keparahannya. Namun sudah tidak
direkomendasikan karena sulit dan memiliki efektifitas yang kurang (Cook,
Azad, & Goh, 2016).

Magnetic resonance imaging (MRI) memanfaatkan gelombang magnet.


MRI cocok dilakukan untuk pasien usia muda dan pasien dengan risiko
kanker payudara tinggi karena memberikan hasil yang sensitif pada tumor
kecil. Namun MRI ini belum digunakan secara luas karena biaya tinggi, dan
durasi waktu yang lama (Wang, 2017; De Jong, 2014).

Melalui pemeriksaan radiologi dapat dilakukan Deteksi Morfologi


Palpable Massa Payudara untuk tingkat keparahan benjolan payudara yang
mengacu pada Breast Imaging Reporting and Data System (BIRADS) oleh
American College of Radiology (ACR) (De Jong, 2014)

1
Biopsi adalah goldstandar pemeriksaan kanker payudara untuk
memastikan adanya keganasan atau tidak. Pengambilan sampel pemeriksaan
biopsi dapat dilakukan melalui (fine-needle aspiration biopsy, core biopsy,
dan biopsi terbuka) (Bonacho, Rodrigues, & Liberal, 2019; Javaeed, 2018;
McDonald et al., 2016).

Fine-Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dilakukan dengan menggunakan


jarum halus no. 27, dimana sejumlah kecil jaringan tumor diaspirasi keluar
lalu diperiksa di bawah mikroskop. Jika lokasi tumor dapat diraba dengan
mudah, FNAB dapat dilakukan sambil meraba rumor. Namun bila
benjolan tidak teraba, ultrasonografi dapat digunakan untuk memandu arah
jarum (De Jong, 2014).

Core Biopsy merupakan pengambilan jaringan biopsi menggunakan


jarum yang ukurannya cukup besar sehingga diperoleh spesimen jaringan
berbentuk silinder yang tentu saja lebih bermakna dibanding spesimen dari
FNAB. Sama seperti FNAB, core biopsy dapat dilakukan sambil memfiksasi
massa dengan palpasi atau dengan bantuan ultrasonografi (De Jong, 2014).

Biopsi terbuka dilakukan bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan


kelainan yang mengarah ke keganasan namun hasil FNAB atau core
biopsy meragukan. Biopsi terbuka dapat dilakukan secara eksisional
maupun insisional. Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh massa
tumor dan menyertakan sedikit jaringan sehat di sekitar massa tumor,
sedangkan biopsi insisional hanya mengambil sebagian kecil tumor untuk
diperiksa secara patologi anatomi (De Jong, 2014)
Selain biopsy, dari sampel dapat dilakukan pemeriksaan
Immunohistochemistry (IHC), yang merupakan pemeriksaan sitologi di
bawah mikroskop. Dari sel-sel ini dievaluasi faktor prognostik dan
prediktif kanker payudara, misalnya gen pro-proliferasi (HER2), reseptor
hormone, dan gen. Melalui IHC, tipe dan kompleksitas sel kanker dapat
ditentukan (Bonacho et al., 2019).
American Joint Committee on Cancer (AJCC) memberlakukan

1
penentuan tingkat keganasan atau stadium kanker dengan mengamati 3
indikator TNM, yaitu T = tumor primer, N = nodule regional, M = metastasis
jauh (Puspitawati, 2018)

1
2.7. TATALAKSANA

A. Terapi Bedah
Pembedahan adalah tatalaksana pilihan untuk karsinoma bukal
stadium dini dan lanjut di Amerika Utara. Pasien dengan penyakit lanjut
harus di radiasi pasca operasi atau kemoradiasi. Pendekatan bedah
tergantung pada ukuran tumor. Lesi kecil biasanya dapat diobati melalui
eksisi transoral, sedangkan lesi lanjut biasanya membutuhkan eksisi
melalui flap pipi. Margin positif dikaitkan dengan peningkatan
kekambuhan dan penurunan tingkat kelangsungan hidup.
Penyebaran ke kelenjar limphatic (penyakit N+) membutuhkan
diseksi leher radikal, tergantung luasnya penyakit. Diaz et al menemukan
tingkat kekambuhan regional menurun dari 25% menjadi 10% pada
mereka yang menerima profilaksis leher. Mishra et al menemukan bahwa
tingkat kekambuhan pada mereka yang memiliki profilaksis tersebut
adalah 29%, dibandingkan 48% bagi mereka yang tidak.
Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mencegah terjadinya kontraktur
pada daerah bukal yang dapat mengganggu fungsi rongga mulut. Jenis
rekonstruksi tergantung pada ukuran cacat bedah dan jaringan yang perlu
diganti. Cacat jaringan mungkin melibatkan mukosa, kulit, tulang, atau
kombinasi dari semuanya. Pilihan rekonstruksi meliputi penutupan
primer; penyembuhan sekunder;cangkok kulit split-thickness; penutup
lokal; flap regional (misalnya, pektoralis mayor); atau transfer jaringan
bebas (misalnya, flap lengan bawah radial, flap paha anterolateral, flap
osteokutan fibula).
Margin yang memadai minimal 1 cm harus diperoleh di sekitar tumor.
Kedalaman reseksi bergantung pada kedalaman invasi tumor, yang

1
ditentukan melalui inspeksi dan palpasi yang konstan selama reseksi.
Orientasi spesimen ditandai, dan margin dikirim ke bagian beku untuk
mengkonfirmasi reseksi lengkap. Margin yang dalam juga harus dikirim
untuk bagian beku.
Cacat kecil dapat menutup secara primer atau dibiarkan sembuh sekunder.
Cangkok kulit split-thickness juga merupakan pilihan untuk rekonstruksi;
Namun, dengan cangkok yang besar, kontraksi yang dihasilkan dapat
mengganggu fungsi rongga mulut. Cangkok yang diperoleh dari bantalan
lemak bukal, dimana lemak bukal dikeluarkan untuk mengisi defek, juga
dapat menjadi cara yang efektif untuk merekonstruksi defek kecil hingga
sedang.
B. Terapi Radiasi
Sebuah studi oleh Giri et al menunjukkan bahwa pada pasien dengan
karsinoma bukal yang diobati dengan terapi radiasi sinar eksternal, tingkat
bebas penyakit dan kelangsungan hidup secara keseluruhan dari waktu ke
waktu lebih tinggi. Hasil penelitian juga menyarankan bahwa jika setelah 4 ½
minggu terapi radiasi, pasien tidak mengalami pengurangan ukuran tumor
yang signifikan, dia mungkin tidak akan mendapat manfaat dari kelanjutan
pengobatan, bahkan pada dosis yang lebih tinggi. Radiasi memiliki peran
terbatas sebagai terapi utama di Amerika Utara tetapi digunakan sebagai
terapi tambahan pada penyakit stadium lanjut. Untuk penyakit tahap awal,
kontrol lokal-regional dan tingkat kelangsungan hidup untuk terapi radiasi
primer sebanding dengan pembedahan. Pada kelompok pasien ini, radiasi
dapat ditawarkan sebagai pengobatan utama, terutama bagi mereka yang
merupakan kandidat bedah yang buruk. Komplikasi jangka panjang dan
jangka pendek yang terkait dengan terapi radiasi ke rongga mulut, selain
kursus pengobatan yang panjang, membuat modalitas ini kurang diminati,
terutama jika dibandingkan dengan pembedahan dengan tingkat
komplikasi yang rendah dan hasil pengobatan yang sangat baik.

Indikasi untuk terapi radiasi atau kemoradiasi pasca operasi termasuk


tumor besar atau sangat invasif, margin dekat atau positif, beberapa
kelenjar

1
getah bening dengan kanker metastatik, penyebaran ekstrakapsular
kelenjar getah bening, dan invasi perineural. Hasil penggunaan terapi radiasi
saja pada pasien dengan karsinoma bukal stadium lanjut sangat tidak baik.
Radioterapi biasanya diberikan pada 50-60 Gy dan dimulai kira-kira 4-6
minggu setelah operasi. Sebelum penyinaran pasien harus dikonsulkan ke
dokter gigi untuk menangani karies gigi dan meminimalkan risiko
osteoradionekrosis. Suplementasi fluoride dapat berguna dalam
pencegahan kerusakan gigi.

C. Kemoterapi
Peran kemoterapi dalam pengobatan karsinoma sel skuamosa kepala dan
leher stadium lanjut masih kontroversial dan sering direkomendasikan
untuk uji klinis. Kemoterapi yang diberikan bersamaan dengan terapi
radiasi untuk pengobatan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher non-
operatif memiliki tingkat kelangsungan hidup bebas penyakit secara
keseluruhan lebih besar daripada terapi radiasi saja.
Dalam beberapa penelitian, kemoradiasi pasca operasi menawarkan
kontrol lokal-regional yang lebih baik dibandingkan radiasi pasca operasi saja
untuk temuan histologis berisiko tinggi, termasuk invasi perineural,
margin bedah yang dekat atau positif, penyebaran kelenjar getah bening
ekstrakapsular, kelenjar getah bening multipel positif, dan tahap-T lanjut.
Kemoterapi juga dapat diindikasikan dalam pengaturan paliatif untuk
penyakit metastatik berulang.
D. Follow up
Tindak lanjut awal melibatkan manajemen luka pasca operasi. Tindak
lanjut kemudian dijadwalkan sebagai berikut: setiap 1-3 bulan untuk tahun
pertama, setiap 2-4 bulan untuk tahun kedua, setiap 3-6 bulan untuk tahun
ketiga, kemudian setiap tahun setelah tahun keempat.
Radiografi dada harus dilakukan setiap tahun, demikian pula tes fungsi
tiroid jika leher telah diradiasi. Pasien harus diinstruksikan untuk mencari
perawatan segera jika mereka mengalami nyeri atau khawatir akan
kambuh. Pasien juga harus didorong untuk berhenti merokok dan minum
alkohol.

1
Tindak lanjut gigi rutin diperlukan pada pasien dengan gigi yang
menerima radiasi sebagai bagian dari perawatan mereka

2.8. PENCEGAHAN

Promosi kesehatan dan deteksi dini merupakan pencegahan yang paling


efektif terhadap kejadian penyakit tidak menular. Begitu pula pada kanker
payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan usaha yang bertujuan agar seseorang tidak
menderita kanker payudara. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara
mengurangi faktor-faktor resiko yang diduga sangat erat kaitannya dengan
peningkatan insiden kanker payudara (Kemenkes RI, 2017). Salah satu
pencegahan primer yang mudah dilakukan ialah pemeriksaan payudara
sendiri atau disebut SADARI. Pemeriksaan SADARI yang rutin dilakukan
dapat memperkecil resiko mengalami kanker payudara.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui skrining kanker payudara.
Skrining kanker payudara merupakan pemeriksaan untuk menemukan
abnormalitas yang mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau
kelompok orang yang tidak memiliki keluhan. Tujuan dari skrining adalah
untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas kanker payudara
(Kemenkes RI, 2017). Beberapa tindakan yang dapat digunakan untuk
skrining antara lain pemeriksaan payudara sendiri (SADARI),
pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), mammografi, dan MRI (Sun et
al., 2017).
c. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier umumnya diarahkan kepada individu yang telah positif
menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat pada penderita kanker
payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini sangat
penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah
komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan saat

1
ini yang dapat dilakukan berupa kemoterapi, imunoterapi (Sun et al.,
2017) dan operasi meskipun tidak berdampak banyak terhadap ketahanan
hidup penderita.

2.9. KOMPLIKASI

1. Komplikasi Jantung

Komplikasi jantung pada kanker payudara terjadi akibat penatalaksanaan


yang diberikan, baik itu kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal,
maupun terapi target.

● Komplikasi terkait Kemoterapi

Antrasiklin (doksorubisin, epirubisin) diketahui meningkatkan gagal


jantung kongestif dan kardiomiopati sebesar 2% dan meningkat hingga
4% saat digunakan bersama trastuzumab. Agen alkilasi seperti
siklofosfamid juga menimbulkan komplikasi berupa gagal jantung
pada hampir 30% pasien. Kerusakan jantung ini berhubungan dengan
dosis pemberian dan risikonya meningkat pada pasien yang pernah
mendapat antrasiklin, riwayat radioterapi pada mediastinum, serta usia
yang lanjut.

Aritmia, khususnya bradikardia, merupakan efek samping yang sering


pada pasien kanker payudara yang mendapat terapi golongan taxane
(paclitaxel, docetaxel) walaupun gagal jantung kongestif juga dapat
dialami oleh 2-3% pasien ini.

● Komplikasi terkait Radioterapi

Kerusakan miokard dan arteri koroner yang menyebabkan gagal


jantung dan infark miokard dapat dijumpai pada pasien kanker
payudara yang mendapat radioterapi. Manifestasi masalah jantung
pada pasien kanker payudara yang menjalani radioterapi baru muncul
10-20 tahun pasca terapi sehingga perlu diwaspadai walaupun pasien
telah dinyatakan bebas kanker.

● Komplikasi terkait Terapi Hormonal

1
Tamoxifen berpotensi meningkatkan toksisitas warfarin yang sering
kali justru dibutuhkan oleh pasien kanker payudara yang memerlukan
terapi antikoagulan jangka panjang. Antidepresan golongan selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI) yang menghambat enzim CYP2D6
dapat memperlambat metabolisme tamoxifen dan menurunkan
aktivitas tamoxifen sehingga meningkatkan risiko rekurensi kanker.

● Komplikasi terkait Terapi Target

Risiko toksisitas jantung akibat penggunaan trastuzumab meningkat


apabila terdapat faktor risiko kardiovaskuler lain yang menyertai
seperti riwayat penyakit jantung koroner dan gangguan fungsi
ventrikel kiri. Namun, efek kardiotoksik trastuzumab bersifat
reversibel jika diketahui lebih dini.

2. Komplikasi Tulang

Pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi ajuvan memiliki


risiko lebih tinggi mengalami gangguan mineralisasi tulang dan
osteoporosis. Faktor risiko osteoporosis: usia di atas 50 tahun, riwayat
keluarga dengan osteoporosis, bentuk badan kurus, riwayat fraktur,
menopause dini, gaya hidup sedentari, kelebihan asupan protein, sodium,
dan gula, serta kurangnya asupan kalsium dan vitamin D3, merokok, dan
konsumsi alkohol.

Penggunaan inhibitor aromatase, glukokortikoid, penghambat pompa


proton, psikotropika, terapi pengganti hormon tiroid, antidepresan,
antikoagulan, dan antikonvulsan turut meningkatkan risiko osteoporosis.

3. Komplikasi Kelenjar Getah Bening

Limfedema dapat terjadi sebagai komplikasi kanker payudara.


Komplikasi ini sering terjadi pada lengan yang sesisi dengan payudara
yang mengalami kanker. Faktor risko limfedema pada pasien kanker
payudara: usia saat terdiagnosis kanker, stadium penyakit, derajat

1
pembedahan terhadap kelenjar getah bening aksila, pembentukan seroma
pasca operasi, riwayat radiokemoterapi ajuvan, trauma pada dinding dada
pasca terapi, kegemukan, diabetes melitus, dan hipertensi.

2.10. PROGNOSIS

Data studi Surveillance, Epidemiology, and End Results Program


(SEER) yang dilakukan oleh National Cancer Institute di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa kesintasan relatif pasien kanker payudara pada 5
tahun pertama mencapai 89,2%. Berdasarkan derajat penyakit, kesintasan
5 tahun untuk pasien dengan kanker payudara lokal (61% dari total
pasien) mencapai 98,6%, kanker payudara regional (32% total pasien)
mencapai 84,4%; dan pasien dengan kanker payudara metastatik (5%
total pasien) hanya 24,3%

1
BAB III

STATUS PASIEN

3.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R
RM 00896570
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 43 tahun
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Dusun Metro Jaya, Kec. Rantau, Kab.
Aceh Tamiang
Agama : Islam
Pendidikan : S2

3.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Benjolan di payudara kiri


Telaah :
● Pasien datang dengan keluhan teraba benjolan di payudara kiri yang
dialami sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan berada di
samping puting. Benjolan awalnya teraba kecil sebesar kelereng.
Benjolan tidak mengecil, namun kesan benjolan semakin membesar
dalam 6 bulan terakhir. Nyeri pada benjolan tidak dijumpai. Riwayat
keluar cairan dari payudara tidak dijumpai. Kemerahan pada benjolan
tidak dijumpai.
● Keluhan yang sama pada payudara yang kanan tidak dijumpai.
● Benjolan yang teraba pada ketiak dan leher tidak dijumpai.
● Demam tidak dijumpai. Riwayat demam disangkal.
● Keluhan batuk dan sesak napas tidak dijumpai. Riwayat kuning tidak
dijumpai. Nyeri tulang tidak dijumpai. Nyeri kepala tidak dijumpai.

2
● Penurunan berat badan tidak dijumpai.
● Pasien pertama kali mengalami haid pada usia 12 tahun. Siklus haid
teratur. Pasien menikah pada usia 23 tahun. Sudah memiliki 3 orang anak
dengan anak pertama berusia 18 tahun. Pasien menyusui anak-anaknya
hingga rata-rata usia anak mencapai 2 tahun. Pasien memiliki riwayat
menggunakan KB spiral pada kelahiran anak pertama dan kedua. Saat
ini pasien sudah melakukan kontrasepsi mantap.
● Riwayat konsumsi alkohol tidak dijumpai. Riwayat merokok tidak
dijumpai. Riwayat terpapar radiasi tidak dijumpai. Riwayat sering makan
makanan berlemak dan makanan siap saji tidak dijumpai. Riwayat sering
mengonsumsi makanan dengan penyedap rasa tidak dijumpai. Riwayat
sering mengonsumsi makanan bakaran tidak dijumpai. Pasien mengaku
berolahraga sesekali dalam seminggu.
● Riwayat penyakit terdahulu : Riwayat hipertensi tidak dijumpai. Riwayat
DM tidak dijumpai.
● Riwayat penyakit keganasan pada keluarga tidak dijumpai
● Riwayat alergi tidak dijumoai
● Riwayat penggunaan obat-obatan herbal tidak dijumpai
● Riwayat kemoterapi dijumpai sebanyak 6 siklus (Februari-Juni)
3.3. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESENS
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Suhu : 36.6 °C
SpO2 : 99% RA
Karnofsky Score : 90
VAS :0
BB : 60 kg
TB : 155 cm

2
STATUS GENERALISATA

Kepala : Normosefali
Wajah : Tidak ditemukan deformitas
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
diameter 3 mm / 3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), reflex cahaya
tidak langsung (+/+).
Telinga : Bentuk normal, tidak ada luka, perdarahan, ataupun cairan
Hidung : Septum nasi tidak deviasi, tidak ada perdarahan aktif, sekret tidak
ada
Mulut : Bibir kering tidak di jumpai, ulkus (-), gigi-geligi baik, mukosa
lembab, mulut sianosis (-).
Leher : Trakea medial, pembesaran KGB (-), nyeri leher (-), TVJ
+2 cmH2O
Thoraks : Spider nevi (-), vena kolateral (-), tato (-), luka borok (-), scar
(-), venektasi(-). Payudara kanan: massa (-), payudara kiri : massa (+).
PARU
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, ketinggalan bernapas dada (-),
penggunaan otot bantu napas (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan : mengi dan ronki tidak dijumpai

ABDOMEN
• Inspeksi : Simetris, distensi (-)
• Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
• Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-)
• Perkusi : Timpani

2

Ekstremitas Superior :
Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik, tremor (-), sianosis (-)

Ekstremitas Inferior :
Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik, tremor (-), sianosis (-)

STATUS LOKALISATA

PAYUDARA KIRI
Inspeksi
• Dijumpai massa pada payudara kiri
• Gambaran Peau de’Orange tidak dijumpai
• Tidak dijumpai perubahan warna,maupun skin dimpling
• Retraksi nipple tidak dijumpai
• Nipple discharge tidak dijumpai
• Ulkus tidak dijumpai
• Sikatriks tidak dijumpai
• Benjolan dan tanda radang di aksila tidak dijumpai
• Benjolan di infraklavikula atau supra-klavikula tidak dijumpai

Palpasi
• Massa Payudara Kiri
• Lokasi : Berjumlah 1 yang berlokasi di superior lateral
• Konsistensi : Padat
• Permukaan : Tidak rata, Ulkus (-)
• Mobilitas : Imobile
• Batas : Tidak tegas
• Nyeri Tekan : (-)
• Ukuran : 4,2 x2,8 cm
• KGB : tidak dijumpai

2
PAYUDARA KANAN
Inspeksi
• Tidak dijumpai massa
• Gambaran Peau de’Orange tidak dijumpai
• Tidak dijumpai perubahan warna,maupun skin dimpling
• Retraksi nipple tidak dijumpai
• Nipple discharge tidak dijumpai
• Ulkus tidak dijumpai
• Sikatriks tidak dijumpai
• Benjolan dan tanda radang di aksila tidak dijumpai
• Benjolan di infraklavikula atau supra klavikula tidak dijumpai
Palpasi
Massa tidak dijumpai

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Pemeriksaan Laboratorium

2
Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan

Protrombin detik 10,6 (11,8)

INR 0,98 0,89-1,13

APTT detik 27,9 (25,5) 23-34,7

Hb g/dL 12,4 12-16

Eritrosit Juta/µL 4,26 4,10-5,10

Leukosit /µL 7.940 4.000-11.000

Hematokrit % 37,7 36-47

Trombosit /µL 213.000 150.000-450.000

MCV fL 82,3 80.0-100.0

MCH pg 29,1 27,0-31,0

MCHC g/dL 32,9 31,0-37,0

Neutrofil % 67,40 50,00-70,00

Limfosit % 21,20 20,00-40,00

Monosit % 9,90 2,00-8,00

Eosinofil % 0,90 1,00-3,00

Basofil % 0,60 0,00-1,00

Albumin g/dL 4,75 3,4-4,8

GDS mg/dL 86 <200

BUN mg/dL 9,3 8-23

Ureum mg/dL 20 16-49

2
Kreatinin mg/dL 0,86 0,45-0,75

Natrium mmol/L 142 136-146

Kalium mmol/L 3,4 3,5-5,1

Klorida mmol/L 102 98–106

b) Pemeriksaan Pencitraan
Mammography (28/06/2023)
Hasil:
Kedua mammae konfigurasinya simetris dengan komponen fatty dan
glandular
Tampak lesi spiculated di latero superior mamma kiri dengan penebalan
kutis mamma kiri
Tidak tampak lesi pada mamma kanan
Tidak tampak kelompok mikrokalsifikasi yang mencurigakan
Tidak tampak retraksi papila mammae maupun pembesaran kelenjar lymphe
pada kedua axilla
Kesan : Lesi mammae kiri (BIRADS 5)

2
Foto Toraks (28/06/2023)
Hasil:
Jantung dalam batas normal
Sinus dan diafragma kanan/kiri biasa
Lapangan paru-paru bersih
Kesan : Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru-paru

2
USG Upper Abdomen (30/06/2023)
Hasil:
Liver ukurannya normal, permukaan rata, echogenitas dan atenuasi
parenchyme meningkat, tampak lesi anechoic di lobus kanan (segment 6),
ukuran +/- 1,6x1,2 cm. Sistem vascular dan billiar baik. Gallbladder ukuran
normalm dinding rata dan tidak tampak lesi di dalamnya. Pankreas dan
spleen tampak normal. Kedua ginjal ukurannya normal, tidak tampak echo
stone maupun pelebaran pelvicalycesnya.
Kesan : Fatty liver + cyst di lobus kanan liver

2
Histopatologi (10/02/2023)
Hasil:
Sepotong jaringan dari payudara kiri +/- 3x2 cm, konsistensi kenyal, padat,
berwarna coklat keabuan. Pada pemotongan tampak massa padat putih
berbatas tidak tegas
Sediaan jaringan dari payudara kiri tampak sarang-sarang tumor dengan
gambaran pulau-pulau padat, dengan bentuk dan ukuran bervariasi. Tampak
sebagian massa tumor menginvasi ke stroma dan sampai ke lapisan jaringan
lemak, tumor tersusun oleh sel-sel dengan bentuk bulat oval dengan inti
atipik, sitoplasma eosinofilik, kromatin kasar, anak inti menonjol. Mitosis
relatif dijumpai. Limfovaskular invasion tidak dijumpai pada sediaan ini,
stroma terdiri dari jaringan fibrous dengan sebukan ringan sel sel radang
limfosit, tampak juga adanya sedikit area nekrosis dan perdarahan
interstitial, pembuluh darah tampak dilatasi dan kongesti
Kesimpulan : Invasive Breast Carcinoma No Special Type, WHO
Grade II of the left breast

Imunohistokimia (14/07/2023)
Hasil:

2
ER : Positive, moderate to strong intensity in 80-90% of tumor
cells PR : Positive, moderate to strong intensity in 80-90% of
tumor cells
HER2 : Circumferential membrane staining that is complete, intense, and in
more than 10% of tumor cells, categorized as 3+ score
Ki67 : Expressed, moderate to strong intensitu in 70-80% of tumor
cells (highly proliferaive)

3.5. FOTO KLINIS PASIEN

3
3
3.6. DIAGNOSIS

Left Breast Carcinoma T3N0M0 + Post NAC 6 siklus with partial response

3.7. DIAGNOSIS BANDING

1. Fibroadeoma

2. Tumor Phyloides

3.8. TERAPI

Rencana :
Rujuk ke spesialis bedah onkologi untuk tatalaksana lebih lanjut (Tindakan
Breast Conservating Theraphy)

3
BAB IV

KESIMPULAN

Seorang perempuan 43 tahun, sudah menikah, berdasarkan


autoanamnesis mengeluhkan benjolan di payudara kiri yang dialami sejak
dua tahun yang lalu. Pasien mengaku awalnya benjolan kecil sebesar
kelereng, tanpa nyeri lalu semakin membesar 6 bulan ini. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai benjolan pada payudara kiri berukuran 4,2
x 2,8 cm, pada lokasi lateral superior, konsistensi padat, permukaan
tidak rata, imobile, batas tidak tegas, tanpa nyeri tekan, dan tanpa
benjolan pada KGB.. Pasien melakukan pemeriksaan penunjang seperti
mammografi, foto toraks, usg liver, histopatologi, dan
imunohistokimia . Pasien didiagnosis dengan (L) Breast Carcinoma
T3N0M0 + Post NAC 6 siklus with partial response. Pasien dilakukan
rencana Tindakan breast conservative theraphy.

30

3
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R. (2012). Ca Mammae Buku Saku Dokter.


http://bukusakudokter.org./2012/11/04/ca-mammae-kanker-
payudara.
Bodai BI, Tuso P. Breast cancer survivorship: a comprehensive review of
long-term medical issues and lifestyle recommendations. Perm J
[Internet]. 2015;19(2):48–79. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25902343%5Cnhttp://www.n
cbi.nlm.nih.gov/pubmed/25902343
Bonacho, T., Rodrigues, F., & Liberal, J. (2019). Immunohistochemistry
for diagnosis and prognosis of breast cancer : a review Biotechnic
& Histochemistry, 0(0), 1–21.
https://doi.org/10.1080/10520295.2019.1 651901
Carlson RW, Anderson BO, Burstein HJ, Carter WB, Edge SB, Farrar
WB, et al. Invasive Breast Cancer Version 1.2016: Clinical
Practice Guidelines in Oncology. JNCCN J Natl Compr Cancer
Netw [Internet]. 2016;14(3):324–54. Available from:
http://www.embase.com/search/results?subaction=viewrecord%7B &
%7Dfrom=export%7B&%7Did=L46465551%7B%25%7D5Cnhtt
p://sfx.library.uu.nl/utrecht?sid=EMBASE%7B&%7Dissn=154014
05%7B&%7Did=doi:%7B&%7Datitle=The+NCCN.+Invasive+bre
ast+cancer%7B%25%7D3A+Clinical+pract
Cook, G. J. R., Azad, G. K., & Goh, V. (2016). Imaging Bone Metastases
in Breast Cancer: Staging and Response Assessment. THE
JOURNAL OF NUCLEAR MEDICINE, 57(2), 27–33.
https://doi.org/10.2967/jnumed.115.157867
Hero, S. K. (2021). FAKTOR RISIKO KANKER PAYUDARA. JMH,
03(01), 3–8.
Iqmy, L. O., Setiawati, & Yanti, D. E. (2021). FAKTOR RISIKO YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KANKER PAYUDARA. Jurnal
Kebidanan, 7(1), 32–36.

3
Javaeed, A. (2018). Breast cancer screening and diagnosis : a glance back
and a look forward. International Journal of Community Medicine
and Public Health, 5(11), 4997–5002. https://doi.org/10.18203/2394-
6040.ijcmph20184605
Kementrian Kesehatan RI, 2015. Situasi penyakit kanker.
Jakarta(Indonesia): Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI, 2016. Bulan Peduli Kanker Payudara.
Jakarta(Indonesia): Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI, 2015. Stop Kanker. Jakarta(Indonesia):
Kementrian Kesehatan.
Limbong, R. J., Masrochah, S., Sulaksono, N., Haji, E., Kepulauan, D.,
& Semarang, P. K. (2017). PROCEDURE OF MULTI SLICE
COMPUTED OMOGRAPHY ( MSCT ) THORAX
EXAMINATION USING POSITIVE CONTRAST MEDIA, 1–9
McDonald, E. S., Clark, A. S., Tchou, J., Zhang, P., & Freedman, G.
M. (2016). Clinical Diagnosis and Management of Breast Cancer
Elizabeth. JNM, 57(2), 9S–16S.
https://doi.org/10.2967/jnumed.115.1578 34
Momenimovahed, Z., & Salehiniya, H. (2019). Epidemiological
characteristics of and risk factors for breast cancer in the world.
Dovepress, 11, 151–164.
Morris KT. Usefulness of the Triple Test Score for Palpable Breast
Masses. Arch Surg [Internet]. 2001;136(9):1008. Available from:
http://archsurg.jamanetwork.com/article.aspx?doi=10.1001/archsur
g.136.9.1008
Nadeak, N. M., 2015. PREVALENSI KANKER PAYUDARA
DENGAN METASTASIS DI HATI DI RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN TAHUN 2014. Medan: Universitas Sumatra Utara
NICE. Advanced breast cancer: diagnosis and treatment. National
Institute for Health and Clinical Excellence Guideline 2009
[Internet]. Vol. 21, Clinical oncology (Royal College of Radiologists

3
(Great Britain)). 2009. 365-367 p. Available from:
http://www.nice.org.uk/nicemedia/live/11778/43414/43414.pdf
Nurrohmah, A., Aprianti, A., & Hartutik, S. (2022). Risk Factors of
Breast Cancer. GASTER JOURNAL OF HEALTH SCIENCE,
20(1), 1–10
Schunke, Michael, et.al. 2015. Atlas Anatomi Manusia Anatomi
Umum dan Sistem Gerak. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2017.
Sun YS, Zhao Z, Yang ZN, Xu F, Lu HJ, Zhu ZY, Shi W, Jiang J, Yao
PP, Zhu HP. Risk Factors and Preventions of Breast Cancer. Int J
Biol Sci. 2017 Nov 1;13(11):1387-1397. doi: 10.7150/ijbs.21635.
PMID: 29209143; PMCID: PMC5715522.
Susmini, & Supriayadi. (2020). HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN DENGAN KEMAMPUAN PEMERIKSAAN
DADA SENDIRI ( SADARI ) PADA WANITA USIA SUBUR
DI
DESA SUKODADI. Jurnal Kesehatan Mesencephalon, 6(2), 101–
106
Wang, L. (2017). Early Diagnosis of Breast Cancer. Sensors,
17(1572), 1–20. https://doi.org/10.3390/s17071572
Yulianti, I., Setyawan, H., & Sutiningsih, D. (2016). Faktor-faktor Risiko
Kanker Payudara. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume
4 Nomor 4 , 401-409

Anda mungkin juga menyukai