Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

PRESSURE SORE

Disusun Oleh:

Aldy Zakiana Lubis 210131004


Nur Hana Asiyah 210131050
Raja Putri Adila 210131086
Sonia Priskila 210131128
Joanna Grace C L Tarigan 210131158
Cahaya Mawaddah 210131164

Pembimbing :
dr. Eliza Nindita, Sp. BP-RE

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI


DOKTER DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Dibacakan Tanggal :


Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Eliza Nindita, Sp. BP-RE

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan dan kekuatan
untuk dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “PRESSURE
SORE”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan dan Profesi
Dokter di Departemen Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Eliza Nindita, Sp. BP-RE selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan memberikan arahan selama proses penyusunan laporan kasus ini
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Akhir kata,
kami mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................1
1.1 Latar belakang.................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.............................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan...........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................3
2.1 Anatomi Kulit.............................................................................3
2.2 Definisi ......................................................................................8
2.3 Epidemiologi .............................................................................9
2.4 Etiologi ....................................................................................10
2.5 Faktor Risiko ...........................................................................11
2.6 Patofisiologi ............................................................................13
2.7 Klasifikasi ...............................................................................15
2.8 Penegakan Diagnosis ..............................................................16
2.9 Diagnosis Banding...................................................................16
2.10 Tatalaksana ..............................................................................17
2.11 Komplikasi...............................................................................21
2.12Prognosis...........................................................................................22
BAB III STATUS PASIEN...................................................................23
BAB IV KESIMPULAN........................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................30

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal
2.1 Lapisan Epidermis .....................................................................4
2.2 Lapisan Dermis .........................................................................5
2.3 Folikel Rambut ..........................................................................6
2.4 Komponen Adneksa...................................................................7
2.5 Komponen Penyusun Dermis ....................................................8
2.6 Lokasi Ulkus Tekanan, posisi pronasi dan supinasi ..................9
2.7 Gradien Tekanan Tiga Dimensi...............................................13
2.8 Derajat Ulkus Dekubitus .........................................................15
2.9 Tatalaksana Pressure Sore .......................................................20
3.1 Gambaran Klinis Pasien...........................................................26
3.2 Debridement dan Necrotomy (6/07/2023)...............................28
3.3 Gambaran Durantee Operasi (18/07/2023)..............................28

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pressure ulcer atau Ulkus dekubitus atau luka tekan
merupakan suatu area yang terlokalisir dengan jaringan mengalami
nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yang
menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama
yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi, 2007).
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) &
European Pressure Ulcer Advisory Panel. (EPUAP,2010) Luka
tekan merupakan kerusakan jaringan yang terlokalisir yang
diakibatkan oleh kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang
menonjol (bony prominence) sebagai akibat dari tekanan atau
tekanan yang terkombinasi dengan gaya robek / shear.
Wolff et all, (2008) menyatakan bahwa kejadian luka tekan
bervariasi sesuai dengan tempat pelayanan. Pada tempat layanan
akut berkisar 0,4 sampai 38%, pada tempat perawatan jangka
panjang 2.2 hingga 23,9%, pada tempat perawatan rumah (home
care) 0 sampai 17%.
Ulkus dekubitus, juga disebut luka baring atau ulkus
tekanan, adalah cedera kulit dan jaringan lunak yang terbentuk
sebagai akibat dari tekanan konstan atau berkepanjangan yang
diberikan pada kulit. Ulkus ini terjadi pada area tulang tubuh seperti
iskium, trokanter mayor, sakrum, tumit, malleolus (lateral dari
medial), dan oksiput. Lesi ini sebagian besar terjadi pada orang
dengan kondisi yang menurunkan mobilitasnya sehingga membuat
perubahan postur tubuh menjadi sulit. Jean-Martin Charcot adalah
seorang dokter Prancis pada abad ke-19 yang mempelajari banyak
penyakit, termasuk ulkus dekubitus. Dia memperhatikan bahwa
pasien yang mengembangkan eschar pada bokong dan sakrum
1
meninggal setelah beberapa waktu. Dia menamai lesi ini "dekubitus
tidak menyenangkan", yang berarti kematian tidak dapat dihindari
setelah berkembangnya lesi ini.
Ulkus dekubitus adalah kerusakan jaringan yang disebabkan
karena adanya kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol
dan adanya luka tekan dari luar dalam jangka waktu yang lama.
Pada fase ini akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada
daerah yang tertekan. Apabila hal ini berlangsung lama akan
menyebabkan insufiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan
dan akhirnya dapat terjadi kematian sel (Nursalam, 2014).
Ulkus dekubitus telah berpengaruh terhadap manusia selama
berabad-abad dan manjemen penanganan ulkus dekubitus secara
menyeluruh sekarang menjadi masalah kesehatan nasional yang
termuka. Meskipun jaman sekarang telah mutakhir dan mengalami
kemajuan dibidang kedokteran, bedah, perwatan, dan pendidikan
perawatan diri, dekubitus tetap menjadi penyebab utama mobiditas
dan mortilitas,. Hal ini terutama untuk orang dengan gangguan
sensasi, imobilitas berkepanjangan, atau usia lanjut (Salcido, 2012)

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Dapat memberikan pemahaman terkait diagnosis, tatalaksana dan edukasi
dari Pressure Sore.
2. Penulis maupun pembaca diharapkan mampu menerapkan teori terkait
Pressure Sore dalam menangani pasien-pasien dengan kasus tersebut.
3. Untuk memenuhi persyaratan pendidikan Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan dan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Penulisan


Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat

2
terhadap penulis dan pembaca terutama yang terlibat dalam bidang
medis dan juga memberikan wawasan kepada masyarakat umum
agar lebih mengetahui dan memahami tentang Pressure Sore serta
memberikan edukasi kepada sekita

3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit


Kulit adalah organ terbesar pada tubuh manusia, dengan berat

sekitar 5 kg dan luas 2 m2 pada seseorang dengan BB 70 kg. Kulit yang tidak

berambut disebut disebut kulit glabrosa, ditemukan pada telapak tangan dan

telapak kaki. Pada kedua lokasi tersebut, kulit memiliki relief yang jelas di

permukaannya yang disebut dermatoglyphics. Kulit (dan adneksa) menjalankan

berbagai tugas dalam memelihara kesehatan manusia secara utuh yang meliputi

fungsi, yaitu:

● Perlindungan fisik terhadap gaya mekanik, sinar ultraviolet dan bahan


kimia
● Perlindungan imunologik
● Ekskresi
● Pengindra
● Pengaturan suhu tubuh
● Pembentukan vitamin D
● Kosmetis
Epidermis

Lapisan kulit dinamis berlapis, berkeratin dan avaskular, senantiasa

bergenerasi, berespons terhadap rangsangan di luar maupun dalam tubuh manusia.

Tebalnya bervariasi antara 0,4-1,5 mm. Penyusun terbesar epidermis adalah

keratinosit. Pada keratinosit terselip sel langerhans dan melanosit, dan kadang-

kadang juga sel merkel dan limfosit. keratinosit tersusun dalam beberapa lapisan.

● Stratum korneum: lapisan keratin yang hampir aseluler

● Stratum lusidum: lapisan sel-sel mati tanpa inti sel


3
● Stratum granulosum: sitoplasma mengandung granula yang akan
berkontribusi dalam pembentukan keratin

● Stratum spinosum: desmosom menghubungkan sel-selnya sehingga


tampak seperti duri

● Stratum germinativum (lapisan basal)

a). Hemidesmosom menghubungkan sel-sel basal dengan membran sel

b). Melanosit menghasilkan melanin yang akan difgosit oleh keratinosit di

sekitarnya.

Gambar 2.1 Lapisan Epidermis

Dermis
Dermis merupakan jaringan dibawah epidermis yang juga memberi

ketahanan pada kulit. serabut kolagen membentuk sebagian dermis, bersama-sama

serabut elastik memberikan kulit kekuatan dan elastisitasnya.

4
● Papila dermis : lapisan tipis superfisial yang terdiri atas jaringan vaskular
longgar

● Reticular dermis : lapisan tebal yang lebih dalam dan kurang vaskular

● Mengandung fibroblas, adiposit, makrofag, kolagen dan substansi dasar

● Terdapat kelenjar keringat, folikel rambut, kelenjar sebasea, ujung saraf


dan pembuluh darah

● Pembuluh darah berasal dari aa. perforator keluar dari otot menembus
fascia atau langsung sebagai pembuluh arteri kulit direkta.

Gambar 2.2 Lapisan Dermis

Adneksa

Adneksa terdiri dari rambut, kelenjar ekrin dan apokrin, serta kuku.

● Folikel rambut

● Adanya pertumbuhan sel epidermis ke dalam jaringan dermis dan


subkutan di sekeliling rambut
● Kelenjar sebasea yang berdekatan bersekresi ke folikel rambut

5
● Dipertahankan pada thick split-thickness skin graft, dapat mengubah
diri menjadi epitel kulit permukaan

● Kelenjar keringat ekrin


● Struktur sekretori, bentuk kumparan pada jaringan subkutan dengan
satu saluran menuju permukaan
● Berkurang atau tidak ada pada skin graft sehingga kulit menjadi
kering, ada pada kulit hasil skin graft
● Kelenjar keringat apokrin
● Ditemukan di daerah aksila dan inguinal
● Bersekresi ke folikel rambut
● Aktif saat pubertas
● Semua struktur adneksa menjadi sumber epitelisasi pada luka dengan
kehilangan sebaguan ketebalan kulit partial - thickness

Gambar 2.3 Folikel Rambut

6
Gambar 2.4 Komponen Adneksa

Kolagen Pada Kulit

Terdapat 13 tipe kolagen pada kulit, dengan tipe predominan

sebagai berikut :

● Tipe I: kulit, tendon, parut yang matang


● Tipe II: tulang rawan
● Tipe III: pembuluh darah dan parut belum matang
● Tipe IV: membran basal
Prokolagen

Merupakan rantai asam amino tunggal.

Tropokolagen

Tiga rantai prokolagen dihubungkan oleh ikatan disulfida,

membentuk triple helix.

● Disekresi sel dan bergabung membentuk filamen


● Filamen bergabung membentuk fibril yang kemudian bergabung
membentuk serat

7
Vitamin C (asam askorbat)

Koenzim dalam hidroksilasi prolin dan lisin, yaitu asam-

asam amino yang membantu cross-linking kolagen (Sudjatmiko,

2007).

Gambar 2.5 Komponen Penyusun Dermis

2.2 Definisi
Pressure sore, pressure ulcer, atau ulkus dekubitus adalah adalah suatu
area yang terlokalisir dengan jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi
pada bagian permukaan tulang yang menonjol (bony prominence), sebagai akibat
dari tekanan dalam jangka waktu yang lama yang menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan suplai darah
pada daerah yang tertekan. Apabila berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan
insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemia jaringan dan akhirnya dapat
menyebabkan kematian sel (Suriadi, 2004).

8
Gambar 2.6 Lokasi Ulkus Tekanan, posisi pronasi dan supinasi (Sumber: Nigel and Chow, 2013).

Manifestasi klinis antara lain:


● Bercak kulit berubah warna yang tidak berubah warna saat ditekan –
bercak biasanya merah pada kulit putih, atau ungu atau biru pada kulit
hitam atau coklat
● Kulit yang terasa hangat, dan keras
● Rasa sakit atau gatal di daerah kulit yang terkena
Ulkus biasanya berkembang secara bertahap, tetapi kadang-kadang dapat muncul
selama beberapa jam. Ulkus tersebut bisa menjadi lepuh atau luka terbuka. Jika
tidak diobati, mereka bisa menjadi lebih buruk dan akhirnya mencapai lapisan
kulit atau otot dan tulang yang lebih dalam.

2.3 Epidemiologi
Ulkus dekubitus adalah masalah perawatan kesehatan yang
signifikan di seluruh dunia, yang mempengaruhi beberapa ribu
orang setiap tahun. Biaya manajemen yang tinggi membebani
ekonomi kesehatan.
Ulkus dekubitus sakral biasanya terjadi pada pasien usia
lanjut. Pasien yang mengompol, lumpuh, atau lemah lebih rentan

9
untuk mendapatkannya. Pasien dengan status sensorik normal,
mobilitas, dan status mental cenderung tidak membentuk ulkus ini
karena sistem umpan balik fisiologis normal mereka menyebabkan
pergeseran posisi fisik yang sering. Sebagaimana dinyatakan di atas,
pasien usia lanjut lebih rentan terhadap ulkus dekubitus sakral; Dua
pertiga ulkus terjadi pada pasien yang berusia di atas 70 tahun. Ada
data yang menunjukkan 83% pasien rawat inap dengan ulkus yang
muncul dalam waktu lima hari setelah dirawat di rumah sakit.
(Bansal, 2005)
Sebuah studi yang dilakukan di pusat penelitian medis di
Turki menyimpulkan bahwa 360 pasien dari 22834 pasien yang
dirawat mendapat satu atau lebih ulkus tekanan. Sebagian besar
pasien yang mendapat ulkus tekanan dirawat di unit perawatan
intensif (ICU). (Leblebici, 2007)

2.4 Etiologi
Perkembangan ulkus dekubitus sangat kompleks dan multifaktorial.
Kehilangan persepsi sensori, kehilangan kesadaran lokal dan umum, bersama
dengan penurunan mobilitas, adalah penyebab paling penting yang membantu
dalam pembentukan ulkus ini karena pasien tidak menyadari ketidaknyamanan
sehingga tidak mengurangi tekanan. (Anders, 2010)
Kedua faktor eksternal dan internal bekerja secara
bersamaan, membentuk ulkus ini. Faktor eksternal; tekanan,
gesekan, gaya geser, kelembaban, dan faktor internal; Demam,
malnutrisi, anemia, dan disfungsi endotel mempercepat proses lesi
ini. Imobilitas sesedikit dua jam pada pasien yang terbaring di
tempat tidur atau pasien yang menjalani operasi sudah cukup untuk
menciptakan dasar ulkus dekubitus. (Bansal, 2005)
Disfungsi mekanisme pengaturan saraf yang bertanggung
jawab untuk pengaturan aliran darah lokal agak bersalah dalam
pembentukan ulkus ini. Tekanan yang berkepanjangan pada

10
jaringan dapat menyebabkan oklusi tempat tidur kapiler dan, dengan
demikian, kadar oksigen rendah di daerah tersebut. Seiring waktu,
jaringan iskemik mulai menumpuk metabolit beracun. Selanjutnya,
ulserasi jaringan dan nekrosis terjadi. (van Marum, 2002)

2.5 Faktor Risiko


Risiko tinggi terjadinya ulkus dekubitus ditemukan pada:
A. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah,
dipasung).
B. Orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena nyeri merupakan
suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak.
Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
C. Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki
lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan
sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting (Suriadi, 2004).
Faktor risiko terjadinya dekubitus antara lain, yaitu:
a. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan
mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan
untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat
tidur tanpa mampu untuk merubah posisi berisiko tinggi untuk
terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan
dalam kejadian luka tekan.
b. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di atas
tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama,
pasien akan mudah terkena luka tekan.
c. Kelembaban

11
Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan
yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan
(friction) dan perbaikan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih
signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia
urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.
d. Tenaga yang merobek (shear)
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan
merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih
dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang
paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien
diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajat. Pada
posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan
tulangnya bergerak ke bawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini
dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan
pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan
sedikit kerusakan pada permukaan kulit.
e. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan
arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan
merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada
saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.
f. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya
luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan
empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan
penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake
makanan yang tidak mencukupi.

12
g. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk
terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring
dengan penuaan. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor
penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya
terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
h. Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi
kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang
rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia.
Studi yang dilakukan menemukan bahwa tekanan sistolik dan
tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan
luka tekan.
i. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien
psikiatrik juga merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari
luka tekan.
j. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh. Beberapa penelitian
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan
perkembangan terhadap luka tekan.
k. Temperatur kulit
Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan risiko
terjadinya luka tekan (Suriadi, 2004).

2.6 Patofisiologi
Banyak faktor yang berperan dalam terbentuknya ulkus dekubitus.
Beberapa faktor memiliki peran yang besar seperti tekanan, gaya geser, gesekan,
dan kelembaban. Peningkatan tekanan pada bagian tubuh yang menonjol
mengakibatkan terbentuknya gradien tekanan tiga dimensi seperti pada gambar 6

13
(Amirsyah, et al., 2020).

Gambar 2.7 Gradien Tekanan Tiga Dimensi


Ulkus dekubitus biasanya terbentuk saat berat badan memberikan gaya ke bawah
pada kulit dan jaringan subkutan yang terletak antara tonjolan tulang dan permukaan luar
(seperti kasur, bantalan kursi roda, maupun perangkat medis). Diperkirakan gaya yang
menghasilkan tekanan eksternal lebih dari tekanan pengisian kapiler arteri (sekitar 32
mmHg), dan lebih dari tekanan aliran keluar kapiler vena (sekitar 8 hingga 12 mmHg)
akan menghambat aliran darah dan menyebabkan hipoksia jaringan (Amirsyah, et al.,
2020).
Tekanan pada permukaan tubuh yang menonjol dapat meningkatkan tekanan kapiler di
dalam jaringan sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi. Hipoksia jaringan terjadi,
jaringan mengalami kerusakan, dan akhirnya nekrosis. Diperkirakan 30 hingga 240 menit
merupakan durasi kritis iskemia jaringan yang dapat menyebabkan terbentuknya ulkus
dekubitus. Toleransi jaringan juga berperan penting; waktu reperfusi jaringan setelah
tekanan eksternal hilang menentukan seberapa besar iskemia jaringan dan penyembuhan
luka (Amirsyah, et al., 2020).
Pengaruh fisik lain yang dapat merusak kulit dan berkontribusi pada terbentuknya
ulkus dekubitus adalah gesekan pada permukaan kulit, gaya geser, dan kelembaban.
Gesekan dan gaya geser (seperti saat berbaring miring) dapat mempengaruhi lapisan
kapiler lokal dan berkontribusi pada hipoksia jaringan. Saat berbaring miring, gaya
gravitasi ke bawah dilawan oleh gesekan, yang mencegah orang tersebut tergelincir di
tempat tidur. Meskipun kulit tidak bergeser dari alasnya, struktur internal seperti otot dan
tulang yang tidak bersentuhan dengan permukaan luar akan bergeser ke bawah karena
gravitasi. Gaya ini dapat mengganggu aliran darah karena pembuluh darah yang
terperangkap di antara kulit dan tulang terdistorsi atau tertekan. Kelembapan (dari
keringat atau inkontinensia) dapat merusak kulit, membuatnya lebih rentan rusak dengan

14
gesekan dan reposisi. Kelembaban tidak menyebabkan cedera tekanan, tetapi dapat
meningkatkan pembentukan luka kronis dengan melunakkkan lapisan atas kulit
(maserasi) dan mengubah lingkungan kimia kulit (perubahan pH).
Faktor risiko dapat diklasifikasikan sebagai intrinsik (terkait dengan pasien) atau
ekstrinsik (terkait dengan lingkungan pasien). Kondisi yang menempatkan pasien pada
risiko termasuk gangguan motorik dan kondisi lain yang mengganggu mobilitas, seperti
kontraktur, gangguan kesadaran atau persepsi, atau persepsi nyeri yang berkurang, seperti
di bawah anestesi umum. Selain itu, penyakit kardiovaskular (penyakit oklusi arteri
perifer, gagal jantung kongestif) dan berbagai jenis masalah gizi (malnutrisi, penggantian
cairan yang tidak adekuat) dapat mengganggu suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan
perifer (Amirsyah, et al., 2020).

2.7 Klasifikasi
Semua ulkus dekubitus harus dinilai dan dikategorikan berdasarkan kriteria
NPUAP yang terdiri atas 4 derajat. Penilaian dilakukan setelah membersihkan bed luka
sehingga dapat dengan jelas menilai kondisi anatomis luka.
Tabel 1. Derajat Ulkus Dekubitus
No Grade Deskripsi

1 Grade 1 Zona merah yang tidak hilang dengan tekanan ujung jari,
dengan kulit masih utuh

2 Grade 2 Terdapat erosi kulit, lepuh, hilangnya sebagian epidermis


dan/atau dermis, atau hilangnya kulit

3 Grade 3 Hilangnya semua lapisan kulit dan kerusakan atau nekrosis


jaringan subkutan, yang dapat meluas hingga ke fasia di
bawahnya

4 Grade 4 Terdapat nekrosis otot, tulang, atau jaringan ikat seperti tendon

15
atau joint capsule

Area eritema (kemerahan) dan indurasi akan muncul di area luka


akibat hipoperfusi persisten dan tekanan pada lapisan atas kulit.
Kemerahan ini tidak memucat dengan tekanan ujung jari (derajat 1). Jika
tidak mendapatkan terapi yang baik, sel- sel pada lapisan basal akan mati
dan terlepas dan mengakibatkan nekrosis terjadi hingga meluas melewati
membran basal ke lapisan yang lebih dalam (derajat 2). Akan ditemukan
vesikel atau area kulit terbuka yang muncul akibat hilangnya stratum
korneum. Pada derajat 2, rasa nyeri muncul seperti luka bakar derajat 2
dan dengan adanya luka terbuka maka fungsi perlindungan normal kulit
utuh telah hilang.

Gambar 2.8 Derajat Ulkus Dekubitus

Lemak dan jaringan otot akan terlihat di bagian bawah luka saat
luka ulkus dekubitus telah menembus lebih jauh ke dalam dan melewati
jaringan subkutan (derajat 3). Jika tulang terlihat di bagian bawah ulkus
dekubitus (derajat 4), harus dicurigai adanya osteomielitis yang menyertai,
dan kemungkinan telah terjadi infeksi sistemik.
Sekitar 70% dari ulkus dekubitus terjadi di sakrum, ischial
tuberosity, atau major trochanter, sementara 15 persen hingga 25 persen
terjadi pada ekstremitas bawah, biasanya pada tumit atau maleolus lateral.
Meskipun lokasi ini adalah yang paling sering, ulkus dekubitus dapat
terjadi di lokasi mana pun yang mengalami tekanan yang berkepanjangan,
termasuk siku, telinga, hidung, dada, dan punggung (Amirsyah, et al.,
2020).

16
2.8 Penegakan Diagnosis
Anamnesis lengkap dilakukan baik autoanamnesis atau aloanamnesis,
terutama sehubungan untuk mencari faktor faktor resiko (primer dan skunder )
misalnya lama terjadi imobilisasi, komorbid penyakit (DM, stroke , penyakit
pembuluh darah perifer, penurunan fungsi perifer, penurunan fungsi kognitif ) dan
riwayat ulkus decubitus sebelumnya. Pemeriksaan fisik pada kulit dilakukan
dengan teliti, terutama pada daerah predileksi (bagian yang menonjol) terjadi
decubitus (sacrum, tumit, belikat, siku).Inspeksi pada kulit melihat adanya daerah
yang eritem/lesi, luka lecet, luka dalam.

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari luka tekan yang utama adalah luka kronis yang
disebabkan oleh neuropati diabetikum, insufisiensi vena dan arteri.
Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetikum yang disebabkan oleh neuropati diabetikum umumnya
muncul pada kaki bagian metatarsal atau ujung ibu jari. Dasar luka pada ulkus ini
berbentuk lesi punched out, disertai dengan daerah sekitar yang teraba hangat
kering, dan berkurangnya sensasi.
Ulkus Vena
Ulkus vena disebabkan oleh insufisiensi pembuluh darah vena. Ulkus ini
umumnya berlokasi pada region pretibial dari tungkai bawah atau bagian atas
pergelangan kaki. Dasar dari ulkus ini berwarna merah disertai dengan granulasi
dan eksudat. Jaringan sekitar dari ulkus vena akan tampak edema yang disertai
dengan indurasi, dilatasi vena, dan teraba hangat.
Ulkus Arteri
Ulkus arteri disebabkan oleh adanya oklusi pada arteri yang menyebabkan
nekrosis jaringan. Ulkus ini umumnya terjadi pada ujung jari kaki. Dasar luka
pada ulkus ini akan tampak sianotik, pucat dan tidak disertai dengan granulasi.
Jaringan sekitar pada ulkus arteri akan teraba dingin dan kering yang disertai
dengan peningkatan capillary refill time serta pulsasi yang tidak teraba.

17
2.10 Tatalaksana
Tindakan pencegahan penting terhadap ulkus dekubitus meliputi
peningkatan gerakan, penghindaran tekanan dengan posisi yang sesuai,
pengurangan tekanan (interval posisi), dan distribusi tekanan (alat bantu posisi).
Elemen utama pencegahan ulkus dekubitus adalah promosi gerakan, penghindaran
tekanan (jenis posisi), penghilangan tekanan (interval posisi), dan distribusi
tekanan (alat bantu posisi). Langkah-langkah ini harus dikoordinasikan dan sering
diperiksa ulang sesuai dengan rencana pencegahan yang dikembangkan secara
individual. Langkah-langkah mempromosikan gerakan memperbaiki mobilitas
yang terganggu dan membantu mencegah komplikasi lebih lanjut, seperti
kontraktur; langkah-langkah tersebut berkisar dari mengaktifkan asuhan
keperawatan hingga perawatan dan rehabilitasi interdisipliner yang kompleks.
Posisi bergantian adalah sarana pengurangan tekanan dan harus diterapkan secara
individual, misalnya, posisi terlentang dikombinasikan dengan posisi miring 30°
dan 135° pada sisi bergantian; tungkai dan titik-titik tekanan harus tetap bebas dari
tekanan. Perhatian khusus harus diberikan pada instruksi dan keterlibatan pasien
dan keluarganya, sehingga mereka juga dapat mengambil tindakan untuk
meminimalkan risiko ulkus dekubitus (Anders et al, 2010).
Tindakan terapeutik lebih lanjut termasuk perawatan luka lokal dengan
hidroaktif, kompres atraumatik dan dalam beberapa kasus, prosedur bedah plastik.
Pembedahan hanya sesuai untuk pasien yang tidak terlalu sakit untuk
menjalaninya, yang prognosisnya cukup menguntungkan untuk membenarkannya,
dan yang lukanya membutuhkan setelah perawatan noninvasif yang optimal.
Infeksi dan sepsis, jika terjadi, adalah komplikasi yang mengancam jiwa yang
penatalaksanaan yang tepat adalah terapi antibiotik sistemik setelah pengambilan
darah untuk kultur, disertai dengan tindakan lebih lanjut yang diperlukan
(misalnya, dukungan kardiovaskular, pengobatan antipiretik, dan eliminasi bedah
fokus infeksi). Pompa vakum hanya digunakan dalam kasus khusus;
penggunaannya membutuhkan pengalaman khusus (Anders et al, 2010).
Mengelola ulkus dekubitus rumit karena tidak ada rezim pengobatan atau
algoritma yang tetap. Setelah berkembang, tidak boleh ada penundaan

18
pengobatan, dan manajemen harus segera dimulai. Perawatan bervariasi antara
lokasi, stadium, dan komplikasi terkait ulkus. Tujuan dari berbagai pilihan
pengobatan adalah untuk meminimalkan tekanan yang diberikan pada ulkus,
meminimalkan kontak ulkus dengan permukaan yang keras, mengurangi
kelembapan, dan menjaganya tetap aseptik atau sesedikit mungkin septik. Pilihan
pilihan pengobatan harus sesuai dengan stadium/tingkat ulkus, dan apa tujuan
pengobatan seharusnya (mengurangi kelembapan, membuang jaringan nekrotik,
mengendalikan bakteremia) (Zaidi, 2022).
Faktor nutrisi dan hidrasi secara khusus harus diperhatikan dan ditangani
dengan baik.Asupan nutrisi yang adekuat harus disediakan untuk mencegah
malnutrisi, dan defisiensi harus dikoreksi. Pada pasien malnutrisi yang mengalami
ulkus dekubitus, protein yang diberikan setidaknya 1,25 sampai 1,5 g/kgBB/hari
untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang positif. Kebutuhan akan mineral dan
vitamin juga harus diperhatikan.
Pencegahan jelas merupakan pengobatan terbaik dengan perawatan kulit
yang sangat baik, bantalan dispersi tekanan, dan permukaan penyangga.
Permukaan pendukung mengurangi jumlah tekanan pada luka. Permukaan
pendukung dapat berupa statis (misalnya lapisan udara, busa, dan kasur air) atau
dinamis (misalnya lapisan udara bolak-balik). Mengubah posisi dan memutar
pasien setiap dua jam juga dapat mengurangi tekanan pada area tersebut, tetapi
beberapa pasien mungkin memerlukan reposisi yang lebih sering, sementara yang
lain mungkin memerlukan reposisi yang lebih jarang (Kranke et al, 2015).
Dalam beberapa kasus, pengalihan urin dan feses mungkin diperlukan
tergantung pada lokasi ulkus, karena rentan terhadap kontaminasi urin atau feses.
Pembalut hidrokoloid harus digunakan. Penutup antibiotik yang baik mengurangi
septikemia. Kedalaman dan keparahan ulkus menentukan apakah manajemen
bedah mungkin diperlukan. Ulkus harus dibersihkan dan dikeringkan secara
menyeluruh untuk menghilangkan jaringan mati dan kotoran. Penutupan
berbantuan vakum (VAC) mungkin merupakan pilihan pra operasi untuk
memberikan luka yang menguntungkan bagi pembedahan yang lebih dekat (Batra,
2014).

19
Penatalaksanaan pembedahan bertujuan untuk mengisi ruang mati dan
menyediakan kulit yang tahan lama melalui rekonstruksi flap. Ada juga beberapa
bukti yang menunjukkan bahwa terapi oksigen hiperbarik dapat membantu
penyembuhan luka, karena meningkatkan oksigenasi di dalam dan sekitar area
luka (Kranke et al, 2015).
Dengan demikian, pengobatan ulkus dekubitus memiliki dasar sebagai
berikut:
- Pencegahan ulkus tambahan
- Mengurangi tekanan pada luka
- Manajemen luka
- Intervensi bedah
- Memperbaiki status gizi
Sebagian besar, ulkus stadium I dan II tidak memerlukan tindakan operatif.
Ulkus stadium 3 dan 4 mungkin memerlukan intervensi bedah. Perawatan pasca
operasi pasien yang telah menjalani operasi rekonstruksi sangat penting karena
ulkus ini memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi. Sebuah studi yang dilakukan
pada karakteristik ulkus dekubitus berulang menunjukkan bahwa pasien yang
menjalani operasi rekonstruktif dan berkembang pasca operasi, memiliki
kemungkinan 11% sampai 19% untuk kambuh. Mereka yang tidak memiliki
komplikasi pasca operasi mengalami kekambuhan setinggi 61% (Bates, 2009).
Pasien harus bergerak atau berputar setiap 2 jam; itu tidak dapat dilakukan
sendiri, atau mereka harus meminta seseorang untuk membantu mereka. Kasur
udara atau air juga harus digunakan di rumah mereka. Asupan makanan mereka
harus cukup dan harus terdiri dari makanan yang seimbang dan sehat. Penggunaan
matras secara aktif menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam aliran darah
saat istirahat, hiperemia reaktif pasca-oklusif, dan suhu kulit dasar. Hasil ini
menunjukkan bahwa penggunaan kasur secara aktif dapat meningkatkan fungsi
endotel (Baker, 2019).

20
Gambar 2.9 Tatalaksana Pressure Sore

2.11 Komplikasi
Komplikasi sering berkembang dengan ulkus dekubitus. Masalah yang
paling umum adalah infeksi. Ulkus grade III dan IV memerlukan penanganan
intensif karena komplikasinya dapat mengancam jiwa. Analisis mikroba telah
menunjukkan bahwa bakteri aerob dan anaerob terdapat pada lesi. Jika infeksi

21
menyebar ke jaringan yang lebih dalam dan tulang dapat mengakibatkan;
periostitis (infeksi pada lapisan yang menutupi tulang), osteomyelitis (infeksi pada
tulang), septic arthritis (infeksi pada sendi), dan pembentukan sinus (rongga
abnormal akibat hilangnya jaringan). Invasi agen infektif mengakibatkan
konsekuensi yang fatal karena septikemia sulit ditangani pada pasien yang sudah
lemah (Zaidi, 2022).
Luka ini bersifat katabolik (artinya menghabiskan banyak energi). Sifat
katabolik dari ulkus ini menyebabkan kehilangan cairan dan protein yang parah,
yang dapat mengakibatkan hipoproteinemia atau malnutrisi. Hingga 50 gram
protein tubuh bisa hilang setiap hari karena maag yang mengering.
Ulkus dekubitus kronis dapat menyebabkan anemia kronis atau
amiloidosis sekunder. Anemia juga terjadi sekunder akibat kehilangan air dan
perdarahan kronis.
Jika ada perawatan pasca operasi yang tidak memadai, komplikasi
sekunder akibat operasi rekonstruktif dapat terjadi. Ini termasuk pembentukan
hematoma atau seroma, dehiscence luka, pembentukan abses, atau sepsis luka
pasca operasi (Zaidi, 2022).
Komplikasi yang paling serius akibat ulkus dekubitus adalah sepsis. Bila
ulkus menjadi sumber bakteremia maka mortalitas di rumah sakitnya mendekati
60%. Bakteremia transien juga dapat timbul setelah debridemen dilakukan, dan ini
harus mendapat perhatian dari petugas kesehatan yang merawat pasien dengan
ulkus dekubitus. Angka mortalitas ulkus derajat IV dapat mencapai 40%.
Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4, walaupun dapat juga
terjadi pada ulkus superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
1. Infeksi, sering bersifat multibakterial baik yang aerobik ataupun aneorobik.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis
(38%) dan artritis septik.
3. Septicemia.
4. Anemia.
5. Hipoalbuminemia.
6. Kematian dengan angka mortalitas mencapai 48%.

22
Komplikasi tersering yang terjadi pada pasien dengan ulkus dekubitus
adalah terjadinya infeksi pada daerah luka yang diakibatkan karena perawatan
luka yang tidak adekuat. Semua luka mengandung bakteri yang dapat
menyebabkan suatu keadaan infeksi. Tanda-tanda suatu luka menggambarkan
suatu keadaan infeksi adalah sebagai berikut:
1. Bau
2. Peningkatan eksudat
3. Jaringan granulasi
4. Peningkatan rasa sakit

2.12 Prognosis
Ada banyak penelitian yang meneliti prognosis dan hasil untuk pasien
dengan ulkus dekubitus sakral, tetapi mengingat rejimen pengobatan yang
berbeda, prognosisnya bervariasi. Salah satunya menunjukkan bahwa 53% ulkus
dekubitus sembuh dalam waktu 42 hari ketika "sheng-ji-san" - obat herbal Cina,
digunakan sebagai pembalut luka (Hsu et al, 2000).
Sebagian besar pasien dengan luka baring grade 1 atau grade 2 dapat pulih
dalam jangka waktu 2-3 minggu ketika pengobatan segera dilakukan. Namun,
prognosisnya memburuk bagi yang menderita luka baring grade 3 atau 4. Bagi
yang menderita luka baring Tahap 4, angka kematian dapat meningkat hingga
70% dalam waktu 180 hari setelah onset. Meskipun hasilnya sulit dipelajari, ada
kesepakatan umum bahwa sebagian besar waktu, tindakan pengobatan dan
pencegahan seumur hidup diperlukan untuk pasien. Pasien dengan ulkus dekubitus
sakral berisiko tinggi untuk kambuh (Qaseem et al, 2015).

23
BAB III
STATUS PASIEN
3.1 Identitas Pasien

Nama : Zainab
Tempat, Tanggal Lahir : Medan , 17-07-1965
Umur : 57 tahun
Alamat : Medan
Suku : Melayu
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 00895694
No HP : 087878697222
Tanggal Masuk : 3 juli 2023

3.2 Alloanamnesis

Keluhan Utama : Luka pada bokong

Telaah : Pasien perempuan usia 57 tahun datang dengan keluhan luka pada
bokong dijumpai sejak 1 tahun yang lalu, luka awalnya kecil, lama kelamaan
membesar. Pasien sudah tidak bisa menggerakkan kedua kaki sejak 1 tahun
yang lalu. riwayat trauma dan terjatuh tidak dijumpai. Selain itu pasien
mengeluhkan sesak nafas yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu, keluhan sesak
muncul secara perlahan, sesak tidak dipicu oleh aktivitas maupun cuaca,
riwayat asma tidak dijumpai, keluhan sesak nafas disertai dengan keluhan
perut membesar yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
perut membesar secara perlahan, keluhan muntah darah dan muntah hitam
tidak dijumpai, keluhan bab hitam dan bab darah tidak dijumpai, riwayat sakit
kuning tidak dijumpai, riwayat penggunaan jarum suntik tidak dijumpai,
keluhan mual dan muntah tidak dijumpai keluhan, keluhan demam dan batuk
tidak dijumpai, keluhan nyeri saat BAK tidak dijumpai, riwayat hipertensi dan
diabetes tidak dijumpai, riwayat keganasan dijumpai, pasien dengan riwayat
keganasan pada payudara kiri sejak 3 tahun yang lalu, riwayat kemoterapi
tidak dijumpai, riwayat pembedahan tidak dijumpai, pasien sudah pernah

24
dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan hasil invasive breast carcinoma,
riwayat asam urat dijumpai, pasien tidak ingat nama obat yang dikonsumsi,
riwayat hemodialisa dijumpai pada tanggal 23 dan 24 bulan Juli 2023,
hemodialisa sebanyak 2 kali. riwayat transfusi tidak dijumpai..

RPT : Kanker payudara kiri sejak 3 tahun yang lalu DM (-), Hipertensi (-),

Penyakit jantung (-)

Riwayat Operasi (-)

RPO : (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik


isik Status Presens
Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Pernapasan : 16x/i

Nadi : 82x/i

Sp02 : 98%

Temperature : 37.1 C

Status Generalisata
Kepala : Normocephali, deformitas (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Pupil isokor, refleks

cahaya (+/+)

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), cairan (-), sumbatan (-).

Mulut : Sianosis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

25
Thoraks :

· Inspeksi : Asimetris, ketinggalan bernafas pada kedua lapangan paru (-/-),


retraksi subcostae (-) Terdapat jaringan parut dan nekrotik pada regio mammae
sinistra

· Palpasi : Ictus cordis tidak teraba


· Perkusi : Sonor

· Auskultasi : Suara pernafasan : Vesikuler.

Frekuensi nafas : 16 x/i,reguler,/wheezing (-). Frekuensi jantung :

90x /i, reguler, desah (-)

Abdomen :

· Inspeksi : Simetris, distensi (-)

· Auskultasi : Peristaltik (+) normal

· Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-), Hepar/Lien: tidak teraba.

· Perkusi : Timpani (+).

Ekstremitas : Akral hangat, luka bakar (+)

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Anal : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Lokalisata

Status Lokalis: Regio Perianal

Lumbo-Sacral

26
Inspeksi : Tampak ulkus pada regio sacral, tampak kehitaman, ada rembesan darah

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Gambaran Klinis Pasien

Gambar 3.1 Gambaran Klinis Pasien

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satua
n
Darah Lengkap:
Hemoglobin(HGB) 10,3 12-16 g/dl
Eritrosit (RBC) 3.61 4,10-5,10 juta/
uL
Leukosit(WBC) 13.100 4,000-11,000 /uL
Hematokrit 29,7 36-47 %
Trombosit (PLT) 236.000 150,000-450,000 /uL
MCV 82 81-99 fL
MCH 28.5 27,0-31,0 pg
MCHC 34.7 31,0-37,0 g/dl
RDW 15,1 11,5-14,5 %

27
Hitung Jenis:
Neutrofil 84.90 50,00-70,00 %
Limfosit 8.70 20,00-40,00 %

Monosit 6.00 2,00-8,00 %


Eosinofil 0,20 1,00-3,00 %
Basofil 0,20 0,00-1,00 %
Blood Urea Nitrogen 17.2 8-23 mg/dL
Ureum 37 16-49 mg/dL
Kreatinin 0,91 0,45-0,75 mg/dL
Natrium (Na) 133 136-146 mmol/L
Kalium (K) 2.5 3,5-5,1 mmol/L
Klorida (Cl) 100 98-106 mmol/L
Albumin 2.01 3.4-4.8 g/dl

3.5 Diagnosis
● Pressure sore grade 3 o/t sacrum + CKDG5D ec UAN +
● ISK komplikata
● (L) breast Ca cT4cN2M1 (Bone)

3.6 Tatalaksana
- diet ekstra putih telur
- wound care
- O2 via NK 3 LPM
Obat-obatan :
● NaCl 0,9% 10gtt/i
● Obat- obatan:
● inj. ketorolac/8 jam
● inj. ranitidine/ 12 jam
● inj. vitamin K/ 12 jam

28
● Inj. Ampisilin sulbactam 1,5gr/12jam
● VIP albumin 3x1
P/
Debridement dan necrotomy (6/07/2023)
Rekonstruksi defect with double keystone flap (18/07/2023)
Gambaran Operasi (06/07/2023)

Gambar 3.2 Debridement dan Necrotomy (6/07/2023)

Gambaran Durantee Operasi (18/07/2023)

Gambar 3.3 Gambaran Durantee Operasi (18/07/2023)

29
BAB IV
KESIMPULAN
Pressure sore, pressure ulcer, atau ulkus dekubitus adalah adalah suatu
area yang terlokalisir dengan jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi
pada bagian permukaan tulang yang menonjol (bony prominence), sebagai akibat
dari tekanan dalam jangka waktu yang lama yang menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler. Pasien usia lanjut dan pasien yang dirawat dalam jangka waktu
yang lama lebih rentan terhadap ulkus dekubitus sakral.
Anamnesis lengkap dilakukan baik autoanamnesis atau aloanamnesis,
terutama sehubungan untuk mencari faktor faktor resiko. Pemeriksaan fisik pada
kulit dilakukan dengan teliti, terutama pada daerah predileksi.I nspeksi pada kulit
melihat adanya daerah yang eritem/lesi, luka lecet, luka dalam.
Tindakan pencegahan penting terhadap ulkus dekubitus meliputi
peningkatan gerakan, penghindaran tekanan dengan posisi yang sesuai,
pengurangan tekanan (interval posisi), dan distribusi tekanan (alat bantu posisi).
Tindakan terapeutik lebih lanjut termasuk perawatan luka lokal dengan hidroaktif,
kompres atraumatik dan dalam beberapa kasus, prosedur bedah plastik.
Pembedahan hanya sesuai untuk pasien yang tidak terlalu sakit untuk
menjalaninya, yang prognosisnya cukup menguntungkan untuk membenarkannya,
dan yang lukanya membutuhkan setelah perawatan noninvasif yang optimal.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anders, J, Axel Heinemann, Dr. med., Carsten Leffmann, Dr. med., Maja
Leutenegger, Franz Pröfener and Wolfgang von Renteln-Kruse, Prof. Dr.
med.2010. Decubitus Ulcers: Pathophysiology and Primary
Preventionhttps://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/pmc/articles/
PMC2883282/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc.
Baker G, Bloxham S, Laden J, Gush R. Vascular endothelial function is improved
after active mattress use. J Wound Care. 2019 Oct 02;28(10):676-682.
[PubMed].
Bansal C, Scott R, Stewart D, Cockerell CJ. Decubitus ulcers: a review of the
literature. Int J Dermatol. 2005 Oct;44(10):805-10
Bates-Jensen BM, Guihan M, Garber SL, Chin AS, Burns SP. Characteristics of
recurrent pressure ulcers in veterans with spinal cord injury. J Spinal Cord
Med. 2009;32(1):34-42. [PMC free article] [PubMed].
Batra RK, Aseeja V. VAC Therapy in Large Infected Sacral Pressure Ulcer Grade
IV-Can Be an Alternative to Flap Reconstruction? Indian J Surg. 2014
Apr;76(2):162-4. [PMC free article] [PubMed].
Hsu YC, Chang HH, Chen MF, Chen JC. Therapeutic effect of sheng-ji-san on
pressure ulcers. Am J Chin Med. 2000;28(3-4):391-9. [PubMed].
Kranke P, Bennett MH, Martyn-St James M, Schnabel A, Debus SE, Weibel S.
Hyperbaric oxygen therapy for chronic wounds. Cochrane Database Syst
Rev. 2015 Jun 24;2015(6):CD004123. [PMC free article] [PubMed].
Leblebici B, Turhan N, Adam M, Akman MN. Clinical and epidemiologic
evaluation of pressure ulcers in patients at a university hospital in Turkey. J
Wound Ostomy Continence Nurs. 2007 Jul-Aug;34(4):407-11.
Nigel, J.L and Chow, A. 2013. Infected pressure ulcers in elderly individual in
Aging and Infectious Diseases
Qaseem A, Humphrey LL, Forciea MA, Starkey M, Denberg TD., Clinical
Guidelines Committee of the American College of Physicians. Treatment of
pressure ulcers: a clinical practice guideline from the American College of

31
Physicians. Ann Intern Med. 2015 Mar 03;162(5):370-9. [PubMed].
Zaidi, S R H, Sandeep S. 2022. Pressure Ulcer. StatPearls [Internet]. https://www-
ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK553107/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc.
Suriadi. 2004. Luka Tekan (Pressure Ulcer): Penyebab dan Pencegahan. Tinjauan
Pustaka. Universitas Vetera
van Marum RJ, Meijer JH, Ribbe MW. The relationship between pressure ulcers
and skin blood flow response after a local cold provocation. Arch Phys Med
Rehabil. 2002 Jan;83(1):40-3. [PubMed]

32

Anda mungkin juga menyukai