Anda di halaman 1dari 39

KARYA TULIS ILMIAH

JUDUL MATERI

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DEKUBITUS

MATA KULIAH

ELEKTIF WOUND CARE

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :

1. Alifia Agus Kurnia P S1-4A 1710003


2. Carmitha Nareswari B S1-4A 1710023
3. Ghitha Putri I D S1-4A 1710043
4. Nadiyah Fithriyani S1-4A 1710065
5. Ramanda Putra R P S1-4A 1710087
6. Tiara Yunanda R S1-4A 1710103

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HANG TUAH SURABAYA

2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berkenaan dengan “Konsep Asuhan Keperawatan Ulkus Dekubitus”

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu metode pembelajaran pada Mata
Kuliah Elektif Wound Care di Program Studi lmu Keperawatan Stikes Hang Tuah
Surabaya.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyusun makalah ini baik dari segi moril dan materil). Ucapan terima kasih tersebut
ditujukan kepada Imroatul Farida, S. Kep., Ns., M.Kep., CWCS selaku penangguang
jawab dan dosen mata kuliah Elektif Wound Care.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya konstruktif
dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi yang membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan

Surabaya, September 2020

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................1

KATA PENGANTAR....................................................................................2

DAFTAR ISI ..................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................5

1.1. Latar Belakang ..........................................................................................5

1.2. Tujuan .......................................................................................................6

1.3. Rumusan Masalah .....................................................................................6

BAB 2 KONSEP LUKA DEKUBITUS.........................................................7

2.1 Definisi Ulkus Dekubitus ..........................................................................7

2.2 Etiologi Ulkus Dekubitus...........................................................................7

2.3 Klasifikasi Ulkus Dekubitus.......................................................................11

2.4 Patofisiologi Ulkus Dekubitus....................................................................13

2.5 WOC Ulkus Dekubitus...............................................................................14

2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Dekubitus...........................................................15

2.7 Komplikasi Ulkus Dekubitus......................................................................16

2.8 Penatalaksanaan Ulkus Dekubitus..............................................................16

2.9 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................17

2.10 Pencegahan Ulkus Dekubitus...................................................................18

BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA DEKUBITUS......21

3.2 Pengkajian...................................................................................................21

3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................25

3.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................26

3
BAB 4 SOP PERAWATAN LUKA DEKUBITUS......................................31

BAB 5 PENUTUP...........................................................................................36

5.1 Kesimpulan ................................................................................................36

5.2 Saran ..........................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................38

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dekubitus merupakan luka yang timbul karena tekanan terutama pada
bagian tulang-tulang yang menonjol akibat tirah baring yang lama di tempat
tidur. Kasus dekubitus dapat terjadi pada semua umur terutama pada lanjut
usia dengan frekuensi kejadiannya sama pada pria dan wanita (Siregar,2005).
Faktor risiko seseorang terkena dekubitus salah satunya adalah penyakit
stroke. Menurut Muttaqin (2008), stroke merupakan penyakit yang paling
sering menyebabkan kecacatan terutama kelumpuhan anggota gerak sebagai
akibat gangguan fungsi otak. Data dari Depkes RI (2009), insiden stroke di
Indonesia sebesar 8,3 per 1000 penduduk. Sedangkan Data dari Dinas
Kesehatan pemerintah provinsi Jawa Tengah (2011), Prevalensi stroke
hemoragik di Jawa Tengah adalah 0,03%. Sedangkan untuk stroke non
hemoragik prevalensinya sebesar 0,09%. Prevalensi kejadian dekubitus pada
pasien stroke berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Langhorne dan
kawan-kawan tahun 2010 di Inggris adalah dari 265 orang pasien stroke 56
orang (21%) mengalami dekubitus.
Menurut Muttaqin (2008) dan Smeltzer&Bare (2005), pada fase akut
serangan stroke timbul keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, dan muntah. Defisiensi nutrisi, anemia, dan gangguan metabolik pada
pasien stroke mendukung terjadinya luka dekubitus. Sedangkan menurut
Baumgarten (2006), dari hasil penelitian di rumah sakit Amerika ditemukan
terdapat hubungan antara kejadian dekubitus dengan status gizi buruk. Dan
dari penelitian wiryana (2007), 40% pasien dewasa mengalami malnutrisi
saat tiba di rumah sakit dan 2/3 pasien mengalami perburukan status nutrisi
selama di rawat.
Kecacatan akibat stroke berpengaruh terhadap lamanya pasien di rawat di
rumah sakit dan menurut Bain (2003), kemungkinan timbulnya dekubitus
sebesar 67% pada pasien rawat inap jangka pendek, sedangkan kemungkinan
munculnya dekubitus pada perawatan jangka panjang yaitu dalam waktu 3

5
bulan sebesar 92%. Penelitian Setyawan (2008), menyatakan bahwa kejadian
dekubitus pada pasien tirah baring di RS Cakra Husada Klaten sebanyak
17,65%, dan hasil penelitian yang dilakukan oleh sabandar (2008),
mengatakan bahwa 1/3 dari pasien yang mengalami dekubitus selama
perawatan di rumah sakit dilaporkan meninggal dunia.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori dari luka dekubitus
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pad pasien dengan luka
dekubitus
3. Untuk mengetahui peraatan luka dekubitus sesuai strandar proseur
operasional
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep luka dekubitus?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan luka
dekubitus?
3. Bagaimana cara perawatan luka dekubitus sesuai standar prosedur
operasional?

6
BAB 2

KONSEP LUKA DEKUBITUS

2.1 Definisi Ulkus Dekubitus


Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan
terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu
sirkulasi. Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat
kekurangan alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang
menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi
roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Susan
L, dkk. 2005).
Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan
yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan,
pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP,
2014). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal
akibat dari tekanan dari luar yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan
tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa, gangguan ini terjadi pada
individu yang berada diatas kursi atau diatas tempat tidur, seringkali pada
inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan
sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005).
Sedangkan menurut Perry et al, (2012) dekubitus adalah luka pada kulit dan
atau jaringan dibawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya penonjolan
tulang, sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya geser
dan atau gesekan.
2.2 Etiologi Ulkus Dekubitus
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan
intrinsik pada pasien. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko
terjadinya dekubitus, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang
mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol
adalah imobilitas, inaktifitas dan penurunan persepsi sensori. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua faktor
yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal

7
dari pasien, sedangkan yang dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu faktor-
faktor yang berhubungan dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada
lapisan eksternal dari kulit (Braden dan Bergstorm, 2000).
1. Faktor Tekanan
a. Mobilitas dan Aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktifitas adalah kemampuan untuk berpindah.
Pasien dengan berbaring terus-menerus ditempat tidur tanpa mampu
untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena dekubitus.
Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian
dekubitus (Braden & Bergstorm, 2000). Sedangkan imobilitas pada
lansia merupakan ketidakmampuan untuk merubah posisi tubuh tanpa
bantuan yang disebabkan oleh depresi CNS (Jaul. 2010). Ada
beberapa penelitian prospektif maupun retrospektif yang
mengidentifikasi faktor spesifik penyebab imobilitas dan inaktifitas,
diantaranya Spinal Cord Injury (SCI), stroke, multiple sclerosis,
trauma (misalnya patah tulang), obesitas, diabetes, kerusakan kognitif,
penggunaan obat (seperti sedatif, hipnotik, dan analgesik), serta
tindakan pembedahan (AWMA, 2012).
b. Penurunan Persepsi Sensori
Pasien dengan gangguan persepsi sensorik terdapat nyeri dan tekanan
lebih beresiko mengalami gangguan integritas kulit daripada pasien
dengan sensasi normal. Pasien dengan gangguan persepsi sensorik
terdapat nyeri dan tekanan adalah pasien yang tidak mampu
merasakan kapan sensasi pada bagian tubuh mereka meningkat,
adanya tekanan yang lama, atau nyeri dan oleh karena itu pasien tanpa
kemampuan untuk merasakan bahwa terdapat nyeri atau tekanan akan
menyebabkan resiko berkembangnya dekubitus (Potter & Perry,
2010).
2. Faktor Toleransi Jaringan :
a. Faktor Intrinsik :
1) Nutrisi

8
Hipoalbumin, kehilangan berat badan dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi terhadap terjadinya
dekubitus, terutama pada lansia. Derajat III dan IV dari dekubitus
pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan,
rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak
mencukupi (Guenter, et al., 2000). Menurut Jaul (2010), ada
korelasi yang kuat antara status nutrisi yang buruk dengan
peningkatan resiko dekubitus. Keller, (2002) juga menyebutkan
bahwa 75% dari pasien dengan serum albumin dibawah 35 g/l
beresiko terjadinya dekubitus dibandingkan dengan 16 % pasien
dengan level serum albumin yang lebih tinggi. Pasien yang level
serum albuminnya di bawah 3 g/100 ml lebih beresiko tinggi
mengalami luka daripada pasien yang level albumin tinggi (Potter
& Perry, 2010).
2) Umur / Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko tinggi untuk terkena
dekubitus karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan
proses penuaan (Sussman & Jensen, 2007). 70% dekubitus terjadi
pada orang yang berusia lebih dari 70 tahun. Seiring dengan
meningkatnya usia akan berdampak pada perubahan kulit yang di
indikasikan dengan penghubung dermis-epidermis yang rata (flat),
penurunan jumlah sel, kehilangan elastisitas kulit, lapisan
subkutan yang menipis, pengurangan massa otot, dan penurunan
perfusi dan oksigenasi vaskular intradermal (Jaul, 2010)
sedangkan menurut Potter & Perry, (2005) 60% - 90% dekubitus
dialami oleh pasien dengan usia 65 tahun keatas.
3) Tekanan arteriolar
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit
terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah
sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia (Suriadi,
et al., 2007). Studi yang dilakukan oleh Bergstrom & Braden

9
(1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik
yang rendah berkontribusi pada perkembangan dekubitus.
b. Faktor ekstrinsik :
1) Kelembaban
Adanya kelembaban dan durasi kelembaban pada kulit
meningkatkan resiko pembentukan kejadian dekubitus.
Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, perspirasi yang
berlebihan, serta inkontinensia fekal dan urine (Potter & Perry,
2010). Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan
yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain
itu, kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (friction) dan pergeseran (shear). Inkontinensia alvi
lebih signifikan dalam perkembangan luka daripada inkontinensia
urine karena adanya bakteri dan enzim pada feses yang dapat
meningkatkan PH kulit sehingga dapat merusak permukaan kulit
(Sussman & Jansen, 2001., AWMA, 2012).
2) Gesekan
Gaya gesek (Friction) adalah tekanan pada dua permukaan
bergerak melintasi satu dan yang lainnya seperti tekanan mekanik
yang digunakan saat kulit ditarik melintasi permukaan kasar
seperti seprei atau linen tempat tidur (WOCNS, 2003). Cidera
akibat gesekan memengaruhi epidermis atau lapisan kulit yang
paling atas. Kulit akan merah, nyeri dan terkadang disebut sebagai
bagian yang terbakar. Cidera akibat gaya gesek terjadi pada pasien
yang gelisah, yang memiliki pergerakan yang tidak terkontrol
seperti keadaan spasme dan pada pasien yang kulitnya ditarik
bukan diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan
posisi (Potter & Perry, 2010). Pergesekan terjadi ketika dua
permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan
dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis

10
kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat pergantian seprei pasien
yang tidak berhati-hati (Dini, et al., 2006).
3) Pergeseran
Gaya geser adalah peningkatan tekanan yang sejajar pada kulit
yang berasal dari gaya gravitasi, yang menekan tubuh dan tahanan
(gesekan) diantara pasien dan permukaan (Potter & Perry, 2010).
Contoh yang paling sering adalah ketika pasien diposisikan pada
posisi semi fowler yang melebihi 30°. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan dari Jaul (2010) bahwa pada lansia akan cenderung
merosot kebawah ketika duduk pada kursi atau posisi berbaring
dengan kepala tempat tidur dinaikkan lebih dari 30°. Pada posisi
ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan
tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Hal
ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta
kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya
menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit (WOCNS,
2005).
2.3 Klasifikasi Ulkus Dekubitus
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2014 membagi derajat
dekubitus menjadi enam dengan karakteristik sebagai berikut :
1) Derajat I : Nonblanchable Erythema
Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan tanda-
tanda akan terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal,
maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi
jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal atau nyeri).
Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan sebagai kemerahan
yang menetap, sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan
sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Cara untuk
menentukan derajat I adalah dengan menekan daerah kulit yang merah
(erytema) dengan jari selama tiga detik, apabila kulitnya tetap berwarna
merah dan apabila jari diangkat juga kulitnya tetap berwarna merah.

11
2) Derajat II : Partial Thickness Skin Loss
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial dengan warna dasar luka
merah-pink, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
Derajat I dan II masih bersifat refersibel.
3) Derajat III : Full Thickness Skin Loss
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis
dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fasia.
Luka terlihat seperti lubang yang dalam. Disebut sebagai “typical
decubitus” yang ditunjukkan dengan adanya kehilangan bagian dalam
kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon dan tulang. Slough
mungkin tampak dan mungkin meliputi undermining dan tunneling.
4) Derajat IV : Full Thickness Tissue Loss
Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang, tendon
atau otot. Slough atau jaringan mati (eschar) mungkin ditemukan pada
beberapa bagian dasar luka (wound bed) dan sering juga ada undermining
dan tunneling. Kedalaman derajat IV dekubitus bervariasi berdasarkan
lokasi anatomi, rongga hidung, telinga, oksiput dan malleolar tidak
memiliki jaringan subkutan dan lukanya dangkal. Derajat IV dapat meluas
ke dalam otot dan atau struktur yang mendukung (misalnya pada fasia,
tendon atau sendi) dan memungkinkan terjadinya osteomyelitis. Tulang
dan tendon yang terkena bisa terlihat atau teraba langsung.
5) Unstageable : Depth Unknown
Kehilangan jaringan secara penuh dimana dasar luka (wound bed) ditutupi
oleh slough dengan warna kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan atau
jaringan mati (eschar) yang berwarna coklat atau hitam didasar luka.
slough dan atau eschar dihilangkan sampai cukup untuk melihat
(mengexpose) dasar luka, kedalaman luka yang benar, dan oleh karena itu
derajat ini tidak dapat ditentukan.
6) Suspected Deep Tissue Injury : Depth Unknown
Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka
secara terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh) yang

12
berisi darah karena kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari tekanan
dan atau adanya gaya geser. Lokasi atau tempat luka mungkin didahului
oleh jaringan yang terasa sakit, tegas, lembek, berisi cairan, hangat atau
lebih dingin dibandingkan dengan jaringan yang ada di dekatnya. Cidera
pada jaringan dalam mungkin sulit untuk di deteksi pada individu dengan
warna kulit gelap. Perkembangan dapat mencakup blister tipis diatas
dasar luka (wound bed) yang berkulit gelap. Luka mungkin terus
berkembang tertutup oleh eschar yang tipis. Dari derajat dekubitus diatas,
dekubitus berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam (top-
down), namun menurut hasil penelitian saat ini, dekubitus juga dapat
berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun
tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan
istilah injury jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini
disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif
terhadap iskemia daripada permukaan kulit (Rijswijk & Braden, 1999).
2.4 Patofisiologi Ulkus Dekubitus
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
2. Durasi dan besarnya tekanan
3. Toleransi jaringan
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan
(Stortts, 1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan
durasinya maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter &
Perry, 2005).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi
pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan
menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya.
Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan
ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang
mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust,
1987 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik
kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme

13
fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih
besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang
dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar
ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2005).
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya
gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area
sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam
Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi
berat badan yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada
tubuh dari permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek,
1975 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara
merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan
akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami
gangguan.
2.5 WOC Ulkus Dekubitus

14
2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Dekubitus
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu
diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan
sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan
perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta
keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya
antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri
(Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcers Advisory
Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu:
1) Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema
pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri,
stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
Tanda dan gejala:
- Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau
lebih hangat)
- Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
- Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
- Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka
akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2) Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan
adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial
(epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh .
Stadium ini dapat sembuh dalam 10- 15 hari.
Tanda dan gejala:

15
- Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya.
- Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.
3) Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot
sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan
hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis,
tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
Tanda dan gejala:
- Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai
pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
4) Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi.
Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.
Tanda dan gejala:
- Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium
IV dari luka tekan.
2.7 Komplikasi Ulkus Dekubitus
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008)
komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Infeksi Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun
anaerobic.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis,
osteomielitis.
3. Septicemia
4. Anemia
5. Hipoalbumin
6. Hiperalbumin
7. Kematian

16
2.8 Penatalaksanaan Ulkus Dekubitus
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang
menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu
kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi,
ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek dalam
penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan
tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan
(Potter & Perry, 2005). Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus
dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka
menembus, eksudat, jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya
jaringan granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang
minimal 1 kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian
dimodifikasi karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh
pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses
penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter & Perry, 2005).
Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dekubitus adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai
dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan
kulit yang tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan gangguan
integritas kulit (Potter & Perry, 2005). Salah satu intervensi dalam menjaga
integritas kulit adalah dengan cara memberikan olesan minyak zaitun karena
integritas kulit yang normal dapat dipertahankan dengan memberikan minyak
zaitun. Minyak zaitun mengaandung asam lemak yang dapat memelihara
kelembapan, kelenturan, serta kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak
zaitun dengan kandungan asam oleat hingga 80% dapat mengenyalkan kulit
dan melindungi elastis kulit dari kerusakan karena minyak zaitun yang
dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi
(Surtiningsih, 2005).
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur dan analisis urin

17
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah
ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada
trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous
colitis.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk
melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,
biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus
dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih
dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan
sepsis. Darah lengkap, peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo
konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan
untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi
leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon
inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan
karena respon stres.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin
level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X, scan tulang
atau MRI.
2.10 Pencegahan Ulkus Dekubitus

18
Pencegahan dekubitus merupakan prioritas dalam perawatan pasien dan tidak
terbatas pada pasien yang mengalami keterbatasan mobilisasi (Potter & Perry,
2006). Untuk mengurangi kemungkinan perkembangan dekubitus pada semua
pasien, perawat harus melakukan berbagai macam tindakan pencegahan,
seperti perawat menjaga kebersihan kulit pasien, untuk mempertahankan
integritas kulit, mengajarkan pasien dan keluarga untuk pencegahan dan
memberikan asuhan keperawatan mengenai cara mencegah dekubitus (Kozier,
2010). Berdasarkan National Pressure Ulcer Advisory Panel (2007), untuk
mencegah kejadian terhadap dekubitus ada 5 (lima) point yang bisa digunakan
untuk menilai faktor resiko dekubitus, antara lain sebagai berikut :
1. Mengkaji faktor resiko
Berdasarkan National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP, 2014)
mempertimbangkan semua pasien yang berbaring ditempat tidur dan
dikursi roda, atau pasien yang kemampuannya terganggu untuk
memposisikan dirinya, dengan menggunakan metode yang tepat dan valid
yang dapat diandalkan untuk menilai pasien yang beresiko terhadap
kejadian dekubitus, mengidentifikasi semua faktor resiko setiap pasien
(penurunan status mental, paparan kelembaban, inkontinensia, yang
berkaitan dengan tekanan, gesekan, geser, imobilitas, tidak aktif, defisit
gizi) sebagai panduan pencegahan terhadap pasien yang beresiko, serta
memodifikasi perawatan yang sesuai dengan faktor resiko setiap pasien.
2. Perawatan pada kulit
Perawatan kulit yang dimaksud disini adalah dengan cara menjaga
kebersihan kulit dan kelembaban kulit dengan memberikan lotion atau
creams. Mengontrol kelembaban terhadap urine, feses, keringat, saliva,
cairan luka, atau tumpahan air atau makanan, melakukan inspeksi setiap
hari terhadap kulit. Kaji adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit
(Carville, 2007).
3. Memperbaiki status nutrisi
Australian Wound Management Association (AWMA, 2012) memberikan
rekomendasi untuk standar pemberian makanan untuk pasien dengan

19
dekubitus antara lain intake energi/kalori 30 – 35 kal/kg per kgBB/hari, 1 –
1,5 g protein/kg per kg BB/hari dan 30 ml cairan/kg per kg BB/hari.
4. Support surface
Support surface yang bertujuan untuk mengurangi tekanan (pressure),
gesekan (friction) dan pergeseran (shear) (Carville, 2007). Support surface
ini terdiri dari tempat tidur, dan matras meja operasi, termasuk pelengkap
tempat tidur dan bantal (AWMA, 2012).
5. Memberikan edukasi
Pendidikan kesehatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut : etiologi dan
faktor resiko dekubitus, aplikasi penggunaan tool pengkajian resiko,
pengkajian kulit, memilih dan atau gunakan dukungan permukaan,
perawatan kulit individual, demonstrasi posisi yang tepat untuk
mengurangi resiko dekubitus, dokumentasi yang akurat dari data yang
berhubungan, demonstrasi posisi untuk mengurangi resiko kerusakan
jaringan, dan sertakan mekanisme untuk mengevaluasi program efektifitas
dalam mencegah dekubitus (NPUAP, 2014).

20
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA DEKUBITUS
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Umur atau usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses
penyembuhan luka atau regenerasi sel. Sedangkan ras dan suku bangsa
perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan
tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan
lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan
untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas
sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai
oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan
sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit
pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada
permukaan.
b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu
adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah
yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong,
tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga
terjadi ulkus decubitus.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan
upaya-upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan

21
masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa,
immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998
)
d. Riwayat Personal dan Keluarga
1) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan
luka dapat dipengauhi oleh penyakit-penyakit yang diturunkan
seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).
2) Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien.
Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit
merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis,
kanker, DM
e. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat-obatan. Yang perlu dikaji
perawat yaitu: Kapan pengobatan dimulai, dosis dan frekuensi, waktu
berakhirnya minum obat.
f. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan
makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat
menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka
yang lama.
g. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang
dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini
memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
h. Riwayat Kesehatan
1) Bed-rest yang lama
2) Immobilisasi
3) Inkontinensia
4) Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
i. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien
yaitu:

22
1) Perasaan depresi
2) Frustasi
3) Ansietas/kecemasan
4) Keputusasaan
5) Gangguan konsep diri
6) Nyeri
j. Aktivitas Sehari-Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi
ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada
daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan
kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak
dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan
terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan
peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit
sensori pada daerah yang paraplegi.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau
cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
2) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
3) Pemeriksaan Kepala Dan Leher
a) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan
warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada
daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.
b) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya
dan gangguan penglihatan.
c) Hidung

23
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
d) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
e) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan
posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah
daun telinga.
f) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya
pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.
4) Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama
pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung,
dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak
normalan pada daerah thorax.
5) Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen
hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
6) Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus
dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
7) Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam
waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
8) Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun
bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam
tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
l. Pengkajian Fisik Kulit

24
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane
mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji
yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau
halus), lesi, vaskularitas. Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen.
2) Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu
komponen kulit
b) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi
primer.Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu
warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
3) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna
dari daerah edema.
4) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau
suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak
cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
5) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi,
apakah ada drainase atau infeksi.
6) Kebersihan kulit
7) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.
8) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu,
tekstur atau elastisitas, turgor kulit.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit.

25
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (tekanan
atau gesekan). (SDKI, 2017).

26
3.3 Intervensi Keperawatan

No. Masalah Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


Dx. Keperawatan Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Risiko infeksi Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Observasi
dibuktikan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka 1.Monitor karakteristik luka (drainase,
kerusakan integritas Tingkat infeksi dapat menurun dengan warna luka, ukuran, bau)
kulit. kriteria hasil : 2.Monitor tanda-tanda infeksi
1. Bengkak menurun Terapeutik
2. Nyeri menurun 1. Lepaskan balutan dan plester secara
3. Cairan berbau busuk menurun perlahan
4. Kemerahan menurun 2. bersihkan dengan cairan NaCl
5. Demam menurun 3. Bersihkan jaringan nekrotik
6. Kerusakan lapisan kulit menurun 4. berikan salepyang sesuai kulit/lesi
5. pasang balutan sesuai luka
6. pertahankan teknik seril
7. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
8. jadwalkan perubahan posisi setiap 2
jam sesuai kondisi pasien

27
9. Berikan suplemen dan vitamin
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
1. kolaborasi prosedur debridement
2. kolaborasi pemberian antibiotic

2. Nyeri akut Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Observasi


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka 1.Identifikasi lokasi, karakteristik,
agen pencedera Tingkat Nyeri dapat menurun dengan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
fisiologis (iskemia). kriteria hasil : nyeri
1. keluhan Nyeri menurun 2. Skala nyeri
2. Frekuensi nadi membaik 3.monitor respons verbal dan
3. Gelisah menurun nonverbal
4. Perilaku membaik 4. Identifikasi factor yang
5. Pola tidur mebaik memperberat dan memperingan nyeri
5.Identifikasi pengetahuan dan

28
keyakinan tentang nyeri
6. Monitor efek samping penggunaan
analgesik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
3. fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi mengurangi nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
4. anjurkan memonitor nyeri mandiri
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian anagesik

29
3. Gangguan integritas Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Observasi
kulit kulit berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka 1.Identifikasi penyebab gangguan
dengan faktor Integritas Kulit meningkat dengan integritas kulit (perubahan sirkulasi,
mekanis (tekanan kriteria hasil : perubahan status nutrisi, penurunan
atau gesekan). 1. Perdarahan menurun kelembapan, suhu lingkungan
2. hematoma menurun kestrem, peurunan mobilitas)
3. Nekrosis menurun Terapeutik
4. Kemerahan menurun 1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
5. Jaringa parut menurun baring
6. Kerusakan lapisan kulit menurun 2. Gunakan produk berbahan
7. Suhu kulit membaik petroleum atau minyak pada kulit
8. Tekstur membaik kering
3. Gunakan produk berbahan ringan/
alami dan hipoalergik pada kulit
sensitive
4. hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembap

30
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. anjurkan meningkatkan asupan
sayur dan buah
5. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem

31
BAB 4
SOP PERAWATAN LUKA DEKUBITUS
A. DEFINISI
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit,
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan
sirkulasi darah setempat. Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi
dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara
lain:
1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
3. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi
lebih tipis dan rapuh.
B. TUJUAN
1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit
membrane mukosa
2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3. Mempercepat penyembuhan
4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6. Mencegah penyebaran luka
7. Mencegah pendarahan
8. Mencegah excoriasi sekitar kulit drain
C. DERAJAT LUKA DEKUBITUS
1. Derajat I Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak
sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
2. Derajat II Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis
hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal,
degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit.
3. Derajat III Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan,
berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi
dengan jaringan nekrotik yang berbau.

32
4. Derajat IV Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar
ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.
D. SKOR NORTON
Untuk mengukur resiko dekubitus.

TANGGAL
NAMA PENDERITA SKOR
Kondisi fisik umum:
 Baik 4
 Lumayan 3

 Buruk 2

 Sangat buruk 1
Kesadaran:
 Komposmentis 4
 Apatis 3

 Konfus/Soporis 2

 Stupor/Koma 1
Aktivitas:
 Ambulan 4
 Ambulan dengan bantuan 3

 Hanya bisa duduk 2

 Tiduran 1
Mobilitas:
 Bergerak bebas 4
 Sedikit terbatas 3

 Sangat terbatas 2

 Tak bisa bergerak 1


Inkontinensia:
Tidak 4
Kadang-kadang 3
Sering Inkontinentia urin 2
Sering Inkontinentia alvi dan 1
urin
Skor Total

33
Risiko dekubitus jika skor total ≤ 14
E. PERSIAPAN
1. Persiapan Alat dan Bahan
a. Set steril terdiri atas :
1) Kapas alcohol
2) Kasa steril
3) Kom untuk larutan NaCl 0,9%
4) Pinset anatomi
5) Pinset chirurgi
6) Lidi kapas yang steril
b. Derian tule atau cutimed sorbad/salep obat topikal
c. Gunting plester
d. Plester/perekat atau hipafix
e. Alkohol 70 %
f. Larutan NaCl 0.9 %
g. Handscoon bersih
h. Handscoon steril
i. Penggaris millimeter disposable
j. Pencahayaan yang adekuat
2. Persiapan Pasien
a. Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan
dilakukan
b. Atur posisi klien miring kiri atau kanan (sesuai dengan letak luka
dekubitus)
3. Persiapan Lingkungan
a. Ciptakan suasana yang tenang sebelum pelaksanaan tindakan
b. Pasang sampiran
F. PROSEDUR KERJA
1. Jelaskan prosedur pada klien
2. Tutup ruangan atau pasang sampiran
3. Cuci tangan
4. Pakai handscoon bersih

34
5. Buka balutan dengan menggunakan kapas alcohol dan buang pada tempat
sampah atau kantong plastic yang telah disediakan
6. Observasi luka, ukur panjang, lebar dan kedalaman luka dengan
menggunakan Penggaris millimeter disposable. Kemudian lihat juga
keadaan luka, warna luka, warna sekitar tepi luka, derajat luka dan ada
cairan atau tidak. Catat semua hasil observasi
7. Buka set steril
8. Kasa digulungkan keujung pinset chirurgi kemudian tangan yang satu
memegang pinset anatomi
9. Bersihkan luka dengan menggunakan kasa steril yang telah diberi NaCl
0,9 % dengan cara dari dalam keluar (pergerakan melingkar) sambil
memencet luka untuk mengeluarkan eksudat
10. Kasa hanya dipakai satu kali dan diganti lagi
11. Ulangi pembersihan sampai semua luka bersih dan cairan eksudat keluar
12. Buang handscoon bersih
13. Pakai handscoon steril
14. Pakai cutimed sorbad untuk luka yang banyak mengandung eksudat
15. Balut luka dengan menggunakan kasa steril. Jika luka masih basah atau
banyak mengeluarkan cairan maka balut luka dengan kasa sampai 7
lapisan. Dan jika luka sudah mulai kering maka 3 lapis kasa saja.
16. Fiksasi dengan menggunakan plester atau hipafix
17. Buang handscoon dan kasa ditepat yang telah disediakan
18. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang nyaman
19. Angkat peralatan dan kantong plastic yang berisi balutan dan handscoon
kotor. Bersihkan alat dan buang samapah dengan baik
20. Cuci tangan
21. Laporkan adanya perubahan pada luka kepada perawat yang bertanggung
jawab. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka da respon pasien

35
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit
yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna
Kalijana, 2008). Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat

36
kekurangan alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang
menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi
roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Susan
L, dkk. 2005).
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan
intrinsik pada pasien. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko
terjadinya dekubitus, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang
mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol
adalah imobilitas, inaktifitas dan penurunan persepsi sensori. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua faktor
yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal
dari pasien, sedangkan yang dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu faktor-
faktor yang berhubungan dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada
lapisan eksternal dari kulit (Braden dan Bergstorm, 2000).
Derajat dekubitus dibagi menjadi enam dengan karakteristik sebagai
berikut: derajat I :Nonblanchable Erythema (adanya kulit yang masih utuh
dengan tanda-tanda akan terjadi luka); derajat II : Partial Thickness Skin Loss
(hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya); derajat III : Full Thickness Skin Loss (hilangnya lapisan kulit
secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau
lebih dalam, tapi tidak sampai pada fasia); derajat IV : Full Thickness Tissue
Loss (kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang, tendon
atau otot); unstageable : Depth Unknown (kehilangan jaringan secara penuh
dimana dasar luka (wound bed) ditutupi oleh slough); suspected Deep Tissue
Injury : Depth Unknown (berubah warna menjadi ungu atau merah pada
bagian yang terkena luka secara terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya
blister atau melepuh yang berisi darah).
Diagnosa keperawatan yang muncul akibat ulkus dekubitus antara lain:
1. Risiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (tekanan
atau gesekan).

37
5.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu
penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP). 2014. Prevention and


treatment of pressure ulcer: quick reference guide.

38
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005

Braden BJ, Bergstrom N .(2000). A Conceptual Schema For The Study Of The
Etiology Of Pressure Sores. Rehab Nursing,

Jaul, E. 2010. Assessment and Management Of Pressure Ulcers In The Elderly.


Drugs, Aging, 27(4): 311-325.

39

Anda mungkin juga menyukai