Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan ASKEP dengan judul “Asuhan
Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Anemia Pada Pasien Hemodialisa’dengan baik dan
tepat waktu. Adapun pembutan ASKEP ini dilakukan sebagaian pemenuhan tugas
pelatihan hemodialisa yang bertujuan memberikan manfaat yang berguna bagi ilmu
pengetahuan.
Penulis mengucapkan terimkasih pada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu dalam pembuatan ASKEP sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik dan
lancer.Selain itu,penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
terhadap kekurangan dalam makalah agar selanjutnya penulis dapat memberikan karya
yang lebih baik dan sempurna.Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi pengetahuan
para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang masih sering
ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia (Rasmaliah,2004).
Anemia dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kadar haemoglobin
(Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur
dan jenis kelamin. Anemia kurang besi adalah salah satu bentuk gangguan gizi
yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia,
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Konsumsi zat besi dari
makanan sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yang
dianjurkan, dan susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe
makanan yang rendah absorbsi zat besinya (Rasmaliah,2004).
Anemia merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada
penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease=CKD). Prevalensi anemia
mencapai 58,5% pada penderita CKD derajat 3 sampai 5 yang tidak menggunakan
dialisis (Cases-Amenos et al., 2014). Penyebab utama anemia pada CKD adalah
defisiensi dan hiporesponsif terhadap eritropoietin. Pasien anemia mengalami
penurunan penghantaran oksigen akibat rendahnya hemoglobin yang berperan
sebagai penghantar oksigen menyebabkan iskemia pada ginjal. Anemia juga
merupakan faktor risiko dari hipertrofi ventrikel kanan (Left Ventricle
Hypertrophy=LVH), gagal jantung, dan mortalitas kardiovaskular (Mehdi dan
Toto, 2009).
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat pada negara
maju dan berkembang (WHO, 2008). Penderita anemia diperkirakan mencapai
18,4% laki-laki dan 23,9% perempuan di Indonesia. Prevalensi anemia
berdasarkan kelompok usia 12-59 bulan sebanyak 28,1%, 25-34 tahun sebanyak
16,9% dan >75 tahun sebanyak 46% (Riskesdas, 2013). Sebanyak 20-30% kasus
anemia merupakan anemia karena penyakit kronis (Oliveira et al., 2014).
Cronic Kidney Disease (CKD) adalah kondisi irreversible dimana fungsi ginjal
menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perlahan dan
bahwa kondisi mereka telah parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk, kemampuan
penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan akhirnya terjadi anemia (Denise,
2011).
kardiovaskular, hanya sebagian kecil yang mencapai tahap terminal (stadium V) yang
semipermeabel yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal baik yang
Pada proses Hemodialisis terjadi difusi larutan antara darah dan dialisat yang
yang paling sering muncul adalah instabilitas kardiovaskuler selama dialisis, dan
sulitnya mendapatkan akses vaskular. Selain itu, pada proses hemodialisis dapat
terjadi defisiensi erythropoietin, dan terjadi kehilangan darah yaitu terjadinya retensi
darah pada dialiser atau tubing pada mesin hemodialisa sehingga menyebabkan
metalprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah dalam
darah. Molekul Hb terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Hb adalah protein yang kaya akan zat besi.
Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
B. Metode
Tanya Jawab
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan tentang asuhan keperawatan
anemia pada pasien yang melakukan hemodialisa .
2. Tujuan Khusus
2.1. Mengidentifikasi anemia pada pasien yang hemodialisa
2.2. Mengetahui tindakan pada pasien anemia yang hemodialisa
D. Manfaat
A. Konsep Penyakit
I. ANEMIA
1. Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel
oksigen akibat penurunan produksi sel darah merah, dan / atau penurunan
gr% (pria), 11,5 gr% (wanita dan 11 gr% (anak-anak) (Fraser, Diane M,
2009).
oksigen; hal tersebut dapat terjadi akibat penurunan Sel Darah Merah
sebagai berikut :
protein darah.
platelet.
Tabel 2.1
1. Hemoglobin<10gr/dl
2. Hematokrit <30%
3. Eritrosit <2,8juta
Tabel 2.2
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute)
sel secara cepatdengan jarak yang pendek antara membran dan inti
dan hemoglobin yang terdiri atas heme dan globin.Jumlah eritrosit normal
1) Antigen A, B dan O
2) Antigen Rh
Proses penghacuran sel darah merah terjadi karena proses penuaan dan
heme.
dapat dibedakan menurut inti selnya serta warna bening (tidak berwarna).
Jenis jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula,
yaitu
limfosit T dan B ; monosit dan makrofag; serta golongan yang bergranula
yaitu :
3) Eosinofil
4) Basofil
5) Neutrofil
penyakit, bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (sistem retikulo
endotel).
1) Agranulosit
a) Neutrofil
b) Eusinofil
2) Granulosita
a) Limfosit
1) Limfosit T
dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen dimana mereka telah
terjadi infeksi.
2) Limfosit B
sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah
putih.
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang
yang terbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup
darah. Fungsi lain dalam trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-
darahklien.
2.6. Limpa
Limpa merupakan organ ungu lunak kurang lebih berukuran satu kepalan
tangan. Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen dibawah kostae.
jaringan ikat, sel eritrost, sel leukosit). Suplai darah oleh arterilinealis yang
Fungsi Limpa
f) Pembentukan immunoglobulin.
9. Mencegah
perdarahan. (Handayani,
2008)
3. Etiologi
hemoglobin)
d) Keracuanan timah
e) Ganggauan C hemoglobin
jiwa)
berlebihan
merupakan bahan baku pembuat sel darah dan hemoglobin. Kekurangan zat
mengkonsumsi teh.
Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan asam folat atau disebut
dengan anemia defisiensi asam folat. Asam folat merupakan bahan esensial
untuk sintesis DNA dan RNA yang penting untuk metabolisme inti sel.
DNA diperlukan untuk sintesis, sedangkan RNA untuk pematangan sel.
3.4.Anemia pernisiosa
pernisiosa ini tergolong anemia defisiensi asam folat. Bentuk sel darahnya
saraf dan purin. Selain asupan yang kurang, anemia pernisiosa dapat
pengurangan aliran darah ke organ yang kurang vital dan penambahan aliran
darah ke organ vital (otak dan jantung). Kehilangan darah yang mendadak
2. Leucositosis
oliguria/anuria.
1. Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel darah
sel.
Merupakan anemia yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih pendek/
sumsum tulang dapat membentuk 6-8 kali lebih banyak system eritropoetik
dari biasanya, sehingga banyak dijumpai eritrosit dan retikulosit pada darah
G6PD
2. Didapat, misalnya infeksi, sepsis, penggunaan obat-obatan, dan
keganasan sel
4. Manifestasi Klinis
tanpa gejala yang tampak atau ketidakmampuan yang jelas secara bertahap
sama. Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang cukup
sedikit gejala atau tidak ada gejala sama sekali selain takikardi ringan saat
latihan. Dispnea latihan biasanya terjadi hanya dibawah 7,5 g/dl, kelemahan
hanya terjadi dibawah 6 g/dl, dispnea istirahat dibawah 3 g/dl, dan gagal
Pasien yang biasanya aktif lebih berat mengalami berat mengalami gejala,
kebutuhan oksigen yang rendah bisa tidak bergejala sama sekali, tanpa
10 g/dl.
Tanda dan gejala anemia sebenarnya bisa dideteksi . Sebenarnya kita bisa
mengenali tanda anemia itu salah satu cara untuk bisa menangani semenjak
awal anemia ini dan juga memberikan pengobatan anemia itu sendiri. Tanda
a) Klien terlihat lemah, letih, lesu, hal ini karena oksigen yang dibawa
d) Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang sakit
e) Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka klien bisa menunjukkan
tanda-tanda detak jantung cepat dan bengkak pada tangan dan kaki.
5. Patofisiologi disertai WOC ( Smelzer, Suzanne C, 2001 )
hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat
efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
menurutCorwin, (2009)
6. Pemeriksaan penunjang
6.5. Tes kerapuhan eritrosit : menurun. Sel Darah Putih : jumlah sel
tinggi (hemolitik)
BC serum : meningkat
serum : menurun
menunjukkan perdarahan
akut/kronis.
7. Penatalaksanaan
7.1. Keperawatan
suplemen zat besi, yang mungkin Anda harus minum selama beberapa
bulan atau lebih. Jika penyebab kekurangan zat besi kehilangan darah
melibatkan operasi.
folat.
jenis ini. Suplemen zat besi dan vitamin umumnya tidak membantu
jenis anemia ini. Namun, jika gejala menjadi parah, transfusi darah
tidak dapat membuat sel-sel darah sehat. Perlu obat penekan kekebalan
berfungsi lagi.
7.2. Medis
membutuhkan oksigen
1. Anemiadefisiensi besi
b) Pemberian preparat fe
c) Perrosulfat 3x200mg/hari/per oral sehabis makan
8. Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak
kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan
pneomokek
c) SSP :Menyebabkan trombosis serebral
hati
1. Pengertian
2010).
2012).
penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
rumus Kockcroft-Gault :
merupakan penyebab utama dari PGK. Saat ini infeksi bukan merupakan
penyebab yang penting dari PGK. Dari berbagai penelitian diduga bahwa
hipertensi dan diabetes merupakan dua penyebab utama dari PGK (Zhang
2. Etiologi
penyaring ginjal) dapat merusak ginjal, sehingga ginjal tidak bisa lagi
ginjal.
2.
gagal ginjal.
8. Obat-obatan yang merusak ginjal misalnya pemberian terapi
Semua faktor tersebut akan merusak jaringan ginjal secara bertahap dan
3. Patofisiologi
dan fungsional nepron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, penyakit
gagal ginjal kronik terjadi secara progresif dan melalui beberapa tahapan,
sebab nefron yang tidak rusak akan mengkompensasi nefro yang rusak.
Walaupun tidak ada manifestasi gagal ginjal pada tahap ini, jika terjadi infeksi
atau kelebihan (overload) cairan atau dehidrasi, fungsi renal pada tahap ini
hingga klien berada pada tahap akhir. Klien penyakit ginjal tahap akhir sekitar
90% nefronnya hancur, dan GFR hanya 10% yang normal sehingga fungsi
ginjal normal tidak dapat dipertahankan. Ginjal tidak dapat mempertahankan
seluruh sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun sisa akhir metabolisme, maka
4. Klasifikasi
2013).
1. Stadium I
berdasarkan tes terdapat kerusakan pada ginjal. Hasil tes bisa jadi
menunjukkan adanya peradangan pada ginjal atau adanya darah dalam urin
(hematuria).
2. Stadium II
Ditemukan adanya kerusakan atau gangguan pada ginjal. Pada penderita GFR
dengan angka yang sama, namun tidak ditemukan adanya kerusakan ginjal,
3. Stadium III
Penurunan lanjut pada GFR (30 - 59). Pada kondisi ini ditemukan
adanya penurunan fingsi ginjal yang ringan. Pada tahap ini diperlukan
pemeriksaan ginjal secara berkala. Penyakit gagal ginjal stadium III masih
dibagi atas gagal ginjal stadium 3a dan gagal ginjal stadium 3b. Pada stadium
3a laju GFR adalah 45-59. Terjadi penurunan fungsi ginjal ringan, sehingga
harus diadakan pemeriksaan setiap tahun. Pada stadium 3b laju GFR adalah
4. Stadium IV
Penurunan berat pada GFR (15 - 29). Pasien sudah mengalami gejala
gagal ginjal kronik. Kondisi ini membuat ginjal harus terus dipantau dan
5. Stadium V
Gagal ginjal terminal (GFR dibawah 15). Kondisi ini sudah masuk
fungsinya. Pemeriksaan ginjal secara berkala harus dilakukan setiap tiga bulan
sekali.
5. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi Kardiovaskuler
3. Manifestasi Gastrointestinal
Nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual,
muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam pada
gastrointestinal.
4. Manifestasi Neuromuskular
5. Perubahan Hematologis
Kecenderungan perdarahan
kusmaul, dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik)
6. Penatalaksanaan
Tabel 2.1 Rencana tatalaksana penyakit gagal ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya
Derajat LFG Rencana Tatalaksana
(ml/mnt/1,73m²)
1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid, evaluasi pemburukan
(progression) fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskular
2 60 – 89 Menghambat pemburukan
(progression) fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti
ginjal
5 ˂ 15 Terapi pengganti ginjal
7. Komplikasi
yaitu:
bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam
di area interstitial peri-tubular didalam ginjal, selain hati dan otak. sel
anemia, suatu jumlah sel – sel darah merah yang berkurang, atau
retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa
natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal
3. Dehidrasi
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta
dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat pada jaringan. Gatal dapat
dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah
kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan
timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia
5. Gastrointestinal
terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun
gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi
6. Endokrin
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering
kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi
neurologis (mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan
ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu
tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot
dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin sulfat.
Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat
8. Imunologis
sering terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis
9. Lipid
penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang
sehingga mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh
yang tersisa.
1) Pengertian Hemodialisis
gangguan fungsi ginjal baik yang kronik maupun akut (Setiati, 2014).
dilewati saat darah pasien di transfer ke dalam sistem pipa polietilena steril
2) Tujuan Hemodialisis
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut
suasana cairan ekstra dan intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi dari
terlarut seperti urea dari darah ke dialisat, dan dengan memindahkan zat
terlarut lain seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah. Konsentrasi zat
terlarut dan berat molekul merupakan penentu utama laju difusi. Molekul
kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang
albumin, dan zat terlarut yang terikat protein seperti pcresol, lebih lambat
berdifusi. Disamping difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-
konsentrasi zat terlarut; tujuan utama dari ultrafiltrasi ini adalah untuk
membuang kelebihan cairan tubuh total. Sesi tiap dialisis, status fisiologis
untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat
merupakan penyebab dari akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia
(Lindley, 2011).
3) Indikasi Hemodialisa
timbul aritmia.
perubahan EKG.
edema paru, dapat diberikan nitrat dan dosis tinggi lasix (160-200
5. Uremia (U=Uremia)
et al, 2007).
1) Difusi
terdapat dalam darah. Akibat perbedaan konsentrasi antara darah dan dialisat
akan menyebabkan produk limbah dalam darah, yang mempunyai konsentrasi
konsentrasi lebih rendah. Jika darah dan dialisat dibiarkan dalam kedaan statis
satu sama lain melalui membran, konsentrasi produk limbah dalam dialisat
akan menjadi sama dengan yang di dalam darah, dan pembuangan lebih lanjut
dari produk limbah tidak akan terjadi. Oleh karena itu, selama proses HD,
dengan cairan dialisis segar dan mengganti darah dialisis dengan darah yang
dengan arah aliran darah, hal ini berguna untuk memaksimalkan perbedaan
2) Ultrafiltrasi
baik yang berasal dari konsumsi cairan maupun metabolisme makanan selama
3) Osmosis
perbedaan tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan diasilat. Proses osmosis ini
500-1000 ml/menit. Laju pemindahan cairan dari pasien dikontrol dengan cara
konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh
gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat
pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan
2011).
tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk
gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis tinggi.
karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah
urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120
mEq/hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium
akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum.
Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan terjadi
memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat
5) Komplikasi hemodialisa
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut
(Brunner&Suddart, 2008) :
2. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang terjadi jika udara memasuki
3. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
4. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
6. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
dialisis dan hipoksemia, namun komplikasi tersebut jarang terjadi (Brunner &
Suddarth, 2008).
adalah anemia. Anemia muncul ketika kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt. Anemia
akan berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi tetapi apabila ginjal
sudah mencapai stadium akhir, anemia akan relatif menetap. Anemia pada gagal
ginjal kronik terutama diakibatkan oleh berkurangnya erithropoetin. Anemia
merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup
Pada proses Hemodialisis terjadi difusi larutan antara darah dan dialisat
dialisis, dan sulitnya mendapatkan akses vaskular. Selain itu, pada proses
yaitu terjadinya retensi darah pada dialiser atau tubing pada mesin hemodialisa
B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Nama, Umur : biasa nya yang terserang anemia umumnya adalah dewasa, Jenis
Kelamin : biasa nya yang dominan terkena Anemia adalah perempuan, Agama,
Diagnosa medis
B. Alasan Masuk
dingin.
C. Riwayat Kesehatan
d. Sakit kepala
f. Kesulitan menelan
g. Dyspepsia, anoreksia
j. Penurunan penglihatan
pertanyaan, meliputi:
f. Apakah pernah kontak dengan zat kimia toksik dan penyinaran dengan
radiasi.
GENOGRAM
d) PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Composmentis
N :Biasana meningkat
P :Biasanya cepat
S :Biasanya meningkat
Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
mudah putus, menipis, ada uban atau tidak, sakit kepala, pusing,
2) Mata
Sclera tidak ikterik,konjungtiva anemis,pupil isokor.
3) Telinga
4) Hidung
5) Mulut
6) Leher
7) Thorax
Paru-paru :
P :Sonor
Jantung
P :pekak
A :Bunyi jantung murmur sistolik
8) Abdomen
I : Kesimetrisan,diare,muntah,melena / hematemesis.
tidak.
9) Genitalia
Normal / abnormal
10) Integumen
11) Ekstermitas
Pucat pada kulit, dasar kuku, dan membrane mukosa, Kuku mudah
aktifitas.
12) Punggung
13) Persyarafan
Nervus I (Olfaktorius) :
Suruh klien menutup mata dan menutuo salah satu lubang hidung,
Nervus II (Optikus) :
penglihatan perifer.
Nervus III (Okulomotorius) :
cahaya
Nervus IV (Troklearis) :
Nervus V (Trigeminus) :
muda menoleh bila area dekat pipi disentuh) dekati dari samping,
Nervus VI (Abdusen) :
menglihatkan giginya.
Uji pendengaran.
Nervus IX (Glosofaringeus) :
Nervus X (Vagus) :
Nervus XI (Asesorius) :
(Bakta, 2006).
tertentu seperti pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid.
2006)
h) Sel darah putih : jumlah sel total sama dengan Sel darah merah
(hemolitik)
p) Guaiiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster,
pengangkut O2.
kebutuhan O2.
informasi.
Edukasi
Ajukan melapor jika haluaran urine < 0.5
ml/kg/jam dalam 6 jam
Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg
dalam sehari
Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian deuretik
7. Implementasi
untukmembantu klien dari masalah status kesehatan yang di hadapi kedalam suatu
kasus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
8. Evaluasi
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Betz & sowden, 2009.Buku saku keperawatan Edisi 3 Alih Bahasa dr. Jan
EGC
Fraser Diane & Cooper Margaret .2009 Rencana Asuhan Keperawatan Medical
Bedah. Jakarta.EGC
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien
AesculapiusJakarta
EGC : Jakarta
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Nama : Ny. A
Umur : 31 Tahun
Golongan Darah :B
Agama : Hindu
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
No. MR : 13007396
Tanggal masuk :
Nama : Tn. W
Umur : 39 Tahun
Agama : Hindu
Pekerjaan : Petani
Ruang : Hemodialisa
Tgl pengkajian : 04-10-2021
Klien datang ke RSUD Dr. Achmad Mochtar melalui IGD pada tanggal 03Juni
2018 Jam 11:30 dengan keluhan badan terasa pucat, lemas kurang lebih 5 hari
yang lalu.
B. RIWAYAT KESEHATANG
untuk mobilisasi dan hanya dapat berbaring di tempat tidur,mual tidak ada,
muntah tidak ada, BAB hitam tidak ada,gusi berdarah tidak ada,nyeri
tekan tidak ada dan klien sudah melakukan transfusi darah 1 kolf.