Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIS

Dosen Pengampu : Firman Dwi Cahyo, S.Tr.Kep, Ners

Disusun Oleh :

NADIA NUR ALFU

(P27905119020)

TK 2 PRODI NERS

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

Jl. DR. Sitanala, RT.002/RW.003, Karang Sari, Kec. Neglasari,


Kota Tangerang, Banten 15121
A. Konsep Dasar Penyakit

I. Definisi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi
dengan penyebab yang beragam, mengakibatkan penuruan fungsi
ginjal yang progresif dan biasanya berakhir dengan gagal ginjal.
GGK dapat menyebabkan gangguan pada organ tubuh. Hal ini
terjadi karena toksin yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal tidak
dapat dikeluarkan karena keadaan ginjal yang mengalami
gangguan. Salah satu hal yang terjadi karena rusaknya ginjal
adalah peningkatan kadar ureum dalam tubuh yang dapat merusak
semua sel termasuk sel neuron. Kasus penyakit ginjal kronik saat
ini meningkat dengan cepat terutama di negara-negara
berkembang. GGK telah menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena selain merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit jantung dan pembuluh darah, meningkatkan angka
kesakitan dan kematian dari penyakit bukan infeksi. Gagal Ginjal
Kronik juga akan menambah beban sosial dan ekonomi baik bagi
penderita dan keluarga (Manus, Moeis, & Mandang, 2015

II. Etiologi

Gagal ginjal kronik sering kali menjadi penyakit


komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan
penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab yang
sering adalah diabetes mellitus, hipertensi dan
glomerulonefritis

a. Diabetes MellitusDiabetes merupakan salah satu


penyebab utama terjadinya penyakit gagal ginjal. Jika
glukosa dalam darah terlalu tinggi, ini dapat
mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menyaring
kotoran dengan merusak sistem penyaringan kotoran
dalam darah dan merusak sistempenyaringan ginjal
(Ariani, 2016)
Menurut penelitian Pongsibidang (2016), diabetes
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar
glukosa di dalam darah cukup tinggi karena tubuh
tidak dapat melepaskan atau menggunakan
insulin secara cukup. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa orang yang memiliki penyakit
diabetes 12.37 kali lebih berisiko mengalami
penyakit gagal ginjal kronik dibandingkan dengan
mereka yang tidak memiliki
penyakitdiabetes.Tingginya kadar gula dalam darah
membuat ginjal harus bekerja lebih keras dalam
proses penyaringan darah, dan mengakibatkan
kebocoran pada ginjal. Awalnya, penderita akan
mengalami kebocoran protein albumin yang dikeluarkan
oleh urin, kemudian berkembang dan mengakibatkan
fungsi penyaringan ginjal menurun. Pada saat itu,
tubuh akan mendapatkan banyak limbah karena
menurunnya fungsi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang menyebutkan bahwa diabetes
melitus tipe II merupakan faktor risiko pada pasien gagal
ginjal kronik
b. Hipertensi Tekanan darah adalah ukuran tekanan
saat jantung memompa darah ke pembuluh arteri
dalam setiap denyut nadi. Tekanan darah kerap
diasosiasikan dengan penyakit ginjal, karena tekanan
darah yang berlebihan dapat merusak organ tubuh
yaitu menghambat proses penyaringan dalam ginjal
(Ariani, 2016).Menurut penelitian Pongsibidang (2016),
hipertensi adalah suatu keadaandimana seseorang
mengalami peningkatantekanan darah di atas normal.
Hasil penelitianini menunjukkan bahwa orang yang
memilikipenyakit hipertensi 21.45 kali lebih
berisikomengalami penyakit gagal ginjal
kronikdibandingkan dengan mereka yang
tidakmemiliki penyakit hipertensi.Tingginya tekanan
darah akanmembuat pembuluh darah dalam
ginjaltertekan. Akhirnya, pembuluh darah
menjadirusak dan menyebabkan fungsi ginjalmenurun
hingga mengalami kegagalan ginjal. Salah satu
dampak jangka panjang daritekanan darah tinggi
adalah ketika pembuluhdarah yang menyuplai
ginjal terkenadampaknya dapat mengakibatkan
kerusakanginjal secara bertahap. Semakin
lamamenderita hipertensi maka semakin tinggirisiko
untuk mengalami kejadian gagal ginjalkronik.
c. Glomerulonefritis Glomerulonefritisdibagi menjadi
glomerulonefritis akut dan glomerulonefritiskronik.
Glomerulonefritis akut adalah istilah yang yang secara
luas digunakan untuk yang mengacu pada
sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi
terjadi di glomerulus. Pada Glomerulonefritis kronik,
setelah kejadian berulangnya infeksi ini ukuran ginjal
sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal
danterdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Berkas
jaringan parut merusak sisa sisa korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan
iregular. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah
menjadi jaringan parut dan cabang-cabang arteri
renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus
yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir
(Smeltzer & Bare, 2015)

III. Patofisiologi dan Pathway

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya


tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan
masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. 13Proses adaptasi
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi
berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya
hiperfiltasi, sklerosis dan progesifitas tersebut (Sudoyo, 2009).
Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir
metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat.Ginjal tidak
mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal. Retensi cairan dan natrium akibat dari
penurunan fungsi ginjal meningkatkan resiko terjadinya edema,
gagal jantung kongestif, dan hipertensi(Smeltzer & Bare, 2015).
Tahap selanjutnya adalah adanya gangguan klirens
renal, banyak masalah muncul pada gangguan ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi,
sehingga menyebabkan penurunan substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal(Smeltzer & Bare, 2015).
Terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), yang
mana dapat dideteksi dengan dengan menghitung urin dalam
24 jam 14untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunya
filtrasi glomerulus (akibat tidak befungsinya glomeroli)
menyebabkan klirens kreatinin akan menurun dan kadar
kreatinin serum akan meningkat, selain itu kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya juga akan meningkat juga. Kreatinin serum
merupakan indikator paling sensitif paling sensitif dari fungsi
renal, sebab substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. Nitrogen urea darah tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal namun dapat pula dipengaruhi oleh masukan
protein dalam dii, katabolisme (jaringan dan luka RBC) serta
modifikasi seperti steroid(Smeltzer & Bare, 2015).
Tahap selanjutnya adalah terjadinya retensi cairan dan
natrium, ginjal memiliki fungsi sebagai penyaring zat-zat
metabolisme, mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit, mengekskresikan zat sisa-sisa metabolisme
garam-garam dalam tubuh. Apabila tubuh mengalami
peningkatan kadar garam maka ginjal akan mengeluarkan
garam tersebut melalui urin. Apabila ginjal tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal
maka garam tidak dapat dikeluarkan di urin maka garam-
garam tersebut akan disimpan dalam saluran darah. Sedangkan
garam memiliki sifat menarik cairan maka tumpukan garam
pada saluran akan menarik cairan lebih banyak lagi ke dalam
intravaskuler sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatikyang
kemudian akan terdorong keluar ke interstitial yang akan
mengakibatkan edema.15Kelebihan volume cairan dalam tubuh
kemudian akan masuk ke dalam peredaran darah dan
menyebabkan volume darah meningkat sehingga mengakibatkan
kerja jantung semakin berat karena volume darah harus
diedarkan keseluruh tubuh lebih besar. Tertahannya natrium
dan air pada tubuh akan menakibatkan resiko gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivitas aksi reninangiotensin dan berkerjasama keduanya
meningkatkan ekskresi aldosteron (Smeltzer & Bare, 2015).
Renin yang bertemu dengan angiotensinogen (hormon
yang dikeluarkan oleh hati) akan membentuk angiotensin I dan
angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II oleh
ACE, sedangkan angiotensin ini memiliki peran sebagai
vasokonstriktor pembuluh darah dan merangsang hormon
aldosteron yang memiliki fungsi meningkatkan retensi
natrium, meningkatkan reabsorbsi air serta meningkatkan
volume darah dan tekanan darah. Retensi Nadah H2O tersebut
yang mengakibatkan kelebihan volume cairan(Nurarif &
Kusuma, 2015)
Pathway

Etiologi :
1. Glamorelonefritis
2. Diabetes Militus
3. Hipertensi

GFR Turun

GGK Retensi Natrium

CES Meningkat

Tekanan kapiler meningkat

Volume interstisial meningkat

Edema (kelebihan volume cairan)

Pre load naik

Hipertrovi Beban jantung naik


Payah Jantung ventral kirii

Aliran darah
COP turun RAA Turun
ginjal turun

Retensi Na
Kelebihan Volume Cairan
dan H20

Sumber : pada kelebihan cairan pada gagal ginjal kronik (Nurarif &
Kusuma,2015)
IV. Manifestasi Klinik
Manifestasi KlinisTanda dan gejala klinis pada gagal
ginjal kronik dikarenakan gangguan yang bersifat sistemik
(Prabowo & Pranata, 2014). Keparahan tanda dan gejala
tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi
lainyang mendasari dan usia klien (Smeltzer & Bare, 2015).
Manifestasi kardiovaskulerpada gagal ginjal kronik
mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan
edema pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iritasi pada lapisan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
perikardial oleh toksin uremik)(Smeltzer & Bare, 2015).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa
gatal yang parah (pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan
kristal di area kulit. Gejala Gastrointestinal juga sering terjadi
dan mencakup anoreksia, mual, muntah dan cegukan.
Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot dan
kejang(Smeltzer & Bare, 2015).
Tanda dan gejala yang sering muncul pada gagal ginjal
kronis sebagai berikut(Smeltzer & Bare, 2015) :a.Kardiovaskuler:
hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sekrum), edema
periorbital, pembesaran vena leher.
a. Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit
terang dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar.
b. Pulmoner : krekles, sputum kental dan liat, napas
dangkal, pernafasan kussmaul.
c. Gastrointestinal: nafas berbau amonia, ulserasi dan
perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah,
konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran GI.
d. Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada
telapak kaki, perubahan perilaku.
e. Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, faktor
tulang.
f. Reproduktif: amenore, atrofi testikuler

V. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan pada penderita CKD


disesuaikan dengan stadium penyakit pada penderta tersebut
(National Kidney Fondation, 2010)

Perencanaan tatalaksana penderita CKD seperti pada tabel dibawah ini

Tabel Rencana Tatalaksana CKD sesuai stadium

Stadium GFR Rencana Tatalaksana


ml/menit/1,73m
1 ≥ 90 Observasi,kontrol
tekanan darah
2 60-89 Observasi, kontrol
tekanan darah, dan
faktor risiko
3a 45-59 Observasi, kontrol
3b 30-44 tekanan darah, dan
faktor risiko
4 15-29 Persiapan untuk PRT
5 <15 PRT
Sumber Suwitra,2009

Penatalaksaan gagal ginjal kronik menurut (Sudoyo, 2015). yaitu:


a. Konservatif
1. Pemeriksaan laboratorium: darah dan urin
2. Observasi balance cairan
3. Observasi adanya odema
4. Batasi cairan yang masuk
b. Dialisysis
1. Peritoneal dialysis, biasanya dilakukan pada kasus-
kasus emergency
2. Hemodialisis, dilakukan melalui tindakan infasif
c. Opesari
1. Pengambilan batu
2. Transplantasi ginjal
d. Obat-obat:
1. Anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat
fosfat, suplemen kalsium, furosemide
VI. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkanoleh klien
gagal ginjalkronik diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium,
urinalisis, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG) dan ultrasonografi ginjal.a.Pemeriksaan
laboratoriumPemeriksaan utama dari analisia fungsi ginjal
adalah ureum dan kreatinin plasma.Untuk hasil yang lebih akurat
untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan analisa
creatinin clearence(klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi
ginjal (Renal Function Test), pemeriksaan kadar elektrolit juga
harus dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal (Prabowo & Pranata,
2016).
Pemeriksaan laboratoriummeliputi pemeriksaan darah,
antara lain Blood Urea Nitrogen (BUN), ureum, kreatinin,
elektrolit (Na, K, Ca, P) dan hematologi (hemoglobin,hematokrit,
trombosit, leukosit) dan protein. Pemeriksaan selanjutnya
adalah pemeriksaan urin yang meliputi warna urine, pH, berat
jenis dan haluaran (Haryono, 2013).
Menurut penelitian Rivalta dan Olifie (2015)
untuk pemeriksaan kadar ureum, ternyata kadar ureum darah
semua responden meningkat. Meningkatnya kadar ureum dinamai
uremia. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh ekskresi
ureum yang terhambat oleh kegagalan fungsi ginjal.
Menurut penelitian Rivalta dan Olifie (2015) untuk
pemeriksaan kadar kreatinine darah dibandingkan dengan
nilai rujukan kadar kreatinin normal maka hasilnya penelitian
menunjukan ada peningkatan kadar kreatinin darah. Kreatinin
dalam darah meningkat apabila fungsi renal berkurang. Jika
pengurangan fungsi ginjal terjadi lambat dan massa otot juga
menyusut secara berangsur. Maka ada kemungkinan kadar
kreatinin dalam serum tetap sama meskipun ekskresi per 24
jam kurang dari normal.
a. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/tidaknya infeksi
pada ginjal atau ada/tidaknya pendarahan aktif akibat
inflamasi pada jaringan parenkim ginjal(Prabowo & Pranata,
2016).
b. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi meliputi
intravenous pyelography yaitu pemeriksaan yang
dilakukan untuk menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal
dan ureter.
c. Retrograda pylography yaitu pemeriksaan yang dilakukan
bila dicurgai ada obstruksi yang reversible. Anterigram
ginjal adalah pemeriksaan yang dilakukan guna mengkaji
sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler. Rontgen
dada dan foto polos abdomen (Haryono, 2013).
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan yang dilakukan utuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia dan gangguan
elektrolit seperti hiperkalsemia dan hipokalsemia (Haryono,
2013).
e. Ultrasonografi ginjal
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi
yang mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal
ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya menunjukkan
adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain
itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat(Prabowo &
Pranata, 2016).

VII. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Prabowo


dan Pranata (2014) antara lain :
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara
langsung akan mengakibatkan dekalsifikasi matriks
tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh
(osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur pathologis.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak
secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid,
intoleransi glukosa dan kelainan hemodinamik(sering
terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
c. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi
dalam rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi
eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
d. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal maka libido
sering mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada
pria. Sedangkan pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemia.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian
PengkajianPengkajian adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan proses sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
a. Data Subjektif
Data subjektif didapatkan dari hasil pengkajian melalui
tahap wawancara atau anamnesa secara langsung kepada
pasien maupun pihakkeluarga.
Menurut Prabowo dan Pranata (2014 : 204) data subjektif
yang dapat diperoleh dari pasien, meliputi biodata, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu
dan riwayat kesehatan keluarga.
1) Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal,
namun laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait
dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronik
merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjalakut,
sehingga tidak berdiri sendiri.
2)Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang
menurun (oliguria) sampai anuria, penurunan kesadaran
karena komplikasi sistem sirkulasi-ventilasi, peningkatan berat
badan secara drastis karena edema.
3)Riwayat Penyakit Sekarang
(Wijaya dan Putri, 2013 : 235)
a) Aktivitas/isitirahat : kelelahan yang ekstrem, kelemahan,
malaise.
b) Sirkulasi : riwayat hipertensi lama adalah berat, palpitasi,
nyeri dada.
c) Integritas ego : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak
ada harapan, tak ada kekuatan.
d) Eliminasi : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria,
abdomen kembung, diare/konstipasi.
e) Makanan/cairan : BB naik (edema), BB turun
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa
metalik tak sedap pada mulut, penggunaan diuretik.
f) Neurosensori : sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang, kesemutan terutama pada kaki.
g) Nyeri/kenyamanan : nyeri pinggul, sakit kepala, nyeri
kaki (memburuk pada malam hari).
h) Pernafasan : nafas pendek, dispnea nokturnal
paraksimal, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
i) Keamanan : kulit terasa gatal, ada/berulangnya infeksi.
j) Seksualitas : penurunan libido, amenore, infertilitas.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang pernah didertita pasien
yang berhubungan dengan kelebihan volume cairan, misalnya
adanya riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes
mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis, nefropati
toksik, riwayat pemakaian obatseperti aspirin dan fenasetin
(pereda nyeri), dan riwayat kebiasaan yanng mengganggu
kesehatan misalnya minum-minuman beralkohol, penambah
energi, mengkonsumsi narkotika, merokok, dll.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal bukan penyakit menular atau menurun,
sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada
penyakit ini. Namun, pencetus sekkunder seperti diabetes
mellitus dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit tersebut
bersifat herediter.Kaji pola kesehatan keluarga yang
diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya
minum jamu saat sakit.
b.Data Objektif
Saat mengkaji data objektif tentang kelebihan volume
cairan, perawat memerlukan metode pemeriksaan fisik,
meliputi infeksi, palpasi, dan auskultasi.
Menurut Prabowo dan Pranata (2014 : 204) pemeriksaan
fisik dapat dilakukan dengan melalui penilaian terhadap
respon pasien, meliputi :
1) Keadaan Umum dan Tanda
Kondisi klien gagal ginjal kronik biasanya lemah (fatigue),
cemas, gelisah, tingkat kesadaran bergantunng pada
toksisitas. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital serinng
didapatkan RR meningkat (takipnea), hipertensi dan terjadi
edema.
2) Sistem Pernafasan
Pada klien gagal ginjal kronik yang mempunyai
kelebihan volume cairan mempunyai gejala adannya bau
urea pada bau nafas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisipernafasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola nafas akan semakin
cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi.
3) Sistem Hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain
itu, biasanya terjadi peningkatan tekanan darah, akral
dingin, CRT > 3 detik, palpitasi jantung, chest pain, dispnea,
gangguan iramajantung dan gangguan sirkulasi lainnya.
Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme
semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam
ekstresinya. Selain itu,pada fisiologis darah sendiri sering
ada gangguan anemia karena penurunan eritroprotein,
hiperkalemia, dan hiperfosfatemia.
4) Sistem Kardiovaskular
Penyakit yang berhubungan langsung dengan ginjal
adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang
kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler.
Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air
sehingga akan meningkatkan beban jantung.
5) Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/kegagaln fungsi ginjal secara
kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekstresi), maka
manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan urin
output < 400 ml/hari bahkansampai pada anuria (tidak ada
urin output).
Menurut Williams dan Wilkins (2012), beberapa hasil
pemeriksaan fisik pada gagal ginjal kronik yaitu
penurunan haluaran urine, nyeri abdomen saat di palpasi,
turgor kulit buruk, dan edema.
Dari hasil penelitian Han dan Kim, (2014) bahwaseseorang
yang menderita gagal ginjal kronik akan mengalami susah
tidur dan memiliki kualitas tidur yang rendah dan buruk.Bagi
organ tubuh nutrisi berguna untuk mempertahankan status
kesehatan.
Apabila pemenuhan nutrisi tidak adekuat, hal ini dapat
menyebabkan kelelahan dan kelemahan otot yang
mengakibatkan penurunan aktivitas. Selain itu klien
juga merasakan perubahan psikologis dikarenakan stres
yang dialami pasien yang mempunyai penyakit kronis,
dengan ancaman kematian (Black & Jane, 2014).
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang di angkat pada studi kasus yang terjadi
pada Ny.P dengan Gagal Ginjal Kronik “kelebihan volume
cairan berhubungan dengan asupan cairan berlebihan” Di
tandai dengan data : nampak udem pada kedua kaki, ascites,
intake cairan selama 24 jam 1000 ml sedangkan keluaran urine
sangat sedikit hanya 80 ml, turgor kulit kering dan klien
mengatakan kulitnya gatal, BB post HD terakhir 43 kg kemudian
menjadi 45 kg saat di kaji pre HD.
Hal ini didukung oleh pendapat Nurarif (2017) kelebihan
cairan adalah suatu keadaan dimana tubuh mengalami
kelebihan cairan isotonik yang dapat menyebabkan overload
(volume cairan yang berlebih bagi penderita). Sejalan dengan
pendapat (Setyohadi, Sally & Putu, 2016) yang menyatakan
bahwa pentingnya untuk dilakukan pembatasan cairan dan
penanganan cepat bagi pasien GGK untuk mengurangi
penumpukan cairan

III. Intervensi atau Perencanaan


Intervensi keperawatan yang disusun berdasarkan dengan
kondisi klien dan berfokus pada tindakan mandiri seperti:
observasi, helth education, perencanaan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
yang berlebih, berfokus pada pemantauan TTV yang lakukan
setiap jam, mengkaji status cairan dan elektrolit serta
melakukan pembatasan cairan dan elektrolit saat HD
berlangsung. Intervensi ini bertujuan untuk mempertahankan
berat badan ideal dengan kriteria hasil: tidak terdapat edema,
tidak ada ascites, input dan output seimbang, elektrolit dalam
batas normal, dan turgor kulit baik.

IV. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah tujuan yang ditetapkan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Ny.P
dengan diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang berlebih maka diperoleh hasil evaluasi
sebagai berikut:
Data subjektif:
klien mengatakan sesaknya berkurang, klien mengatakan kedua
kakinya sudah tidak bengkak lagi dan perut kembung
berkurang, klien mengatakan sudah membatasi asupan cairan
yang di komsumsinya
Data objektif:
Klinn nampak sesaknya berkurang, tidak terdapat edema pada
kedua kaki
TTV: TD 130/90 mmHg
N: 80x/mnt, S: 370C
P: 20x/mnt BB pre HD 45 kg menjadi 43 post HD.
Assesment : masalah tidak teratasi.
Planning : lanjutkan intervensi
1. Kaji status cairan : timbang berat badan setiap
hari, adanya edema, kaji adanya distensi vena leher,
pantau TTV.
2. Batasi masukan cairan.
3. Tingkatkan dan dorong hygiene oral setiap 2
jam (3) Ajarkan pasien atau keluarga tentang diet
pembatasan natrium, tekankan tentang pentingnya
pemeriksaan sebelum membawa makanan ke pasien.
4. Kolaborasi pemberian diuretik yang diresepkan
sesuai petunjuk, pantau respon pasien terhadap
terapi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Lusi
Ratna Sari (2016), menyatakan bahwa dengan
memberikan intervensi pada pasien Gagal Ginjal
Kronik (GGK) yang menjalani terapi hemodialisa
dengan diagnosa kelebihan cairan dilakukan
intervensi memonitoring tanda-tanda vital,
menimbang berat badan harian, membatasi masukan
cairan, membantu pasien dalam menangani
ketidaknyamanan pembatasan cairan, kolaborasi
dalam pemberian diuretik sesuai indikasi, terbukti
efektif dengan menurunannya jumlah balance cairan
pada penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK).
DAFTAR PUSTAKA

http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/article/download/63/62

(http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf

http://e-journal.polnustar.ac.id/jis/article/download/183/179/

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf

http://repository.unimus.ac.id/924/3/BAB%20II.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/316554-penerapan-asuhan-
keperawatan-pada-pasien-fa75d08f.pdf

Wahyuni, A. 2019. Real in Nursing Journal (RNJ)


https://ojs.fdk.ac.id/index.php/Nursing/article/download/328/115 (diakses
pada 21 Februari 2021)

Lestari, RW.2017. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI


GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN DI
RUANG CEMPAKA RSUD. Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/592/1/RINA%20WIJI%20LESTARI
%20NIM.%20A01401949.pdf (diakses pada 21 Februari 2021)

Lestari,Indri.2019ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GAGAL


GINJAL KRONIK DENGAN FOKUS STUDI KELEBIHAN VOLUME
CAIRAN DI RSUD DR. H. SOEWONDO KENDAL
http://www.litbang.kemkes.go.id:8080/handle/123456789/59237 (diakses
pada 21 Februari 2021)
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny P DENGAN PENYAKIT GAGAL GINJAL
KRONIS DI RUANG DAHLIA RS SEMARANG
Tgl/Jam MRS : 26 Januari 2017 / 16.30
Tanggal/Jam Pengkajian : 27 Januari 2017 / 09.00
Metode Pengkajian : Laboratorium
Diagnosa Medis : Gagal ginjal kronis
No. Registrasi : 644535

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
a. Identitas Klien
Nama Klien : Ny.P
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT 04 / RW 02 Sendang Wungu
Bandarejo
Umur : 24 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki laki
Umur : 42 Tahun
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Semarang
Hubungan dengan Klien : Ayah Kandung
I. RIWAYAT KESEHATAN
A. Keluhan Utama
anggota gerak sudah lama sejak dua minggu sebelum masuk rumah
sakit Klien mengatakan nyeri pada daerah perut dan bagian pinggang
serta mengalami bengkak di bagian alat gerak

B. Riwayat Pengkajian Sekarang


Klien sering mengeluh sakit daerah pinggang bagian atas sejak dua
minggu sebelum masuk rumah sakit. Klien sudah menjalani
hemodialisa di RSUP Kariadi dan mendapat transfuse PRC 4 kolf
dengan hasil laborat hemoglobin 4,3.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien sebelumnya belum pernah mengalami penyakit seperti
sekarang.

D. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga klien tidak ada yang memiliki penyakit menurun seperti DM,
Hipertensi. Keluarga klien juga tidak ada yang mengalami penyakit
sama seperti klien.

Genogram :

II. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON


1. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan sehat adalah hal yang penting. Jika ada keluarga
yang sakit maka segera dibawa ke tempat pelayanan kesehatan
terdekat baik itu puskesmas ataupun bidan. Saat klien sakit, dia
berusaha untuk berobat di tempat pelayanan kesehatan agar cepat
sembuh.
2. Pola Aktifitas dan Latihan ( Kegiatan Sehari-hari)

Sebelum sakit : Klien melakukan aktivitasnya dengan baik secara


mandiri
Sesudah sakit : Selama sakit klien tidak dapat melakukan aktifitas.
Untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien bergantung pada
keluarganya
3. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit :
Klien biasanya tidur malam 6-7 jam/hari yakni dari jam 22.00WIB
sampai 05.00 WIB, klien jarang tidur siang. Klien tidak memiliki
gangguan selama tidur, hanya sesekali terbangun dari tidur untuk
BAK
Selama Sakit :
Klien selama dirawat tidur malam 5-6 jam/hari yakni pukul 23.00 WIB
sampai 05.00 WIB. Klien sering terbangun karena tidak nyaman
dengan kondisi di rumah sakit, dan saat merasa nyeri pinggang akibat
gagal ginjal
4. Pola nutrisi metabolik
a. Pengkajian Nutrisi (ABCD)
A. ( Antropometri ) :
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : sebelum sakit : 68
Selama sakit : 75
Lingkar lengan atas : 53 cm
IMT : BB/ (TB dalam m)2
: 75/(1,57)2
: 30.36
B. (Biomechanical ) :
Hb : 12.5 g/dL
Ht : 12,8%

C. (Clinical Sign) :
Turgor kulit jelek, pitting udema tidak kembali dalam 2 detik

D. (Diet) :
Diet dari rumah sakit, klien mendapatkan diet rendah protein
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Klien makan sehari 3x sehari secara teratur
dan minum 6-8gelas/hari. Komposisi makanan yang
dikonsumsinya berupa nasi, sayur dan lauk jika ada, sedangkan
untuk minuman klien lebih suka minum air putih.
Sesudah sakit : Setelah dirawat, klien makan 2x sehari dengan
porsi yang diberikan dari rumah sakit dan minum 5-7 gelas/hari.

5. Pola Eliminasi
a. BAB
Sebelum sakit : Klien mengatakan BAB sehari 1x saat pagi
dengan konsistensi normal (feses warna kuning kecokelatan,
padat agak lembek) serta tidak ada keluhan.
Sesudah sakit : Klien mengatakan BAB darah setiap bab.

b. BAK
Sebelum Sakit : BAK 5-6 kali sehari
Selama Sakit : Sedangkan BAK klien dibantu kateter dengan
jumlah urine 400 per 8 jam dengan konsistensi kuning keruh
6. Pola kognitif dan perceptual
a. Sebelum sakit : Klien tidak mengalami nyeri pada kepalanya
dan menjalankan aktifitas dengan baik
Setelah sakit : klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang
b. Sebelum sakit : Klien mengatakan tidak pernah mengalami
gangguan dalam pengecapan, bernapas, pendengaran,
penglihatan
Sesudah sakit : Klien mengatakan belum paham dengan
program pengobatan/ perawatan yang dijalaninya. Ketika dikaji,
klien tidak mengalami gangguan proses pikir, hal ini ditunjukkan
dengan kemampuan klien dalam menjawab/ merespon semua
pertanyaan perawat dan keluarganya.

7. Pola konsep diri


a. Harga diri
Saat berada di rumah sakit klien dapat berinteraksi dengan pasien
dan keluarga pasien lain. Saat dirumah klien juga selalu
bersosialisasi dengan warga sekitar.
b. Ideal diri
Klien optimis agar kembali sehat sediakala serta ingin segera
pulang kerumah dan melakukan aktivitas seperti biasa.
c. Identitas diri
Klien mengatakan dirinya sebagai seorang perempuan
d. Gambaran diri
Klien mengatakan dirinya bersyukur dengan seluruh anggota
tubuhnya
e. Peran
Klien berperan sebagai perempuan yang menjalankan tugasnya
dengan baik
8. Pola koping
Klien mengatakan penyakitnya adalah ujian dari Allah swt. Klien
sabar, ikhlas dan ridha menjalani kondisi yang sedang dialaminya.

9. Pola seksual reproduksi


Sebelum sakit : Klien merupakan seorang wanita berusia 24 tahun
Sesudah sakit : Klien mengatakan mengalami keluhan pada
masalah sexsualitas

10. Pola peran hubungan


Pasien mengatakan keluarga sangat membantu selama ia sakit.
Pasien sangat percaya dengan teman dekatnya serta keluarganya
mengenai penyakit yang dideritanya.

11. Pola nilai dan kepercayaan


a. Agama : Pasien mengatakan beragama islam
b. Ibadah : Pasien mengatakan selama di rumahsakit tidak
melakukan ibadah

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : baik/ cukup/ lemah
a. Kesadaran :
baik
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah : 120/80 mmHg
2) Nadi : 98x/menit
3) Pernafasan : 21x/menit
4) Suhu : 360 C
2. Pernafasan Head To Toe
a. Kepala
a. Bentuk dan ukuran kepala :
Inspeksi :
Bentuk kepala normal, rabut tipis, , tidak ada benjolan dan lesi,
wajah simetris
Palpasi:
Tidak ada tanda tanda edema
b. Pertumbuhan rambut :
Berwarna hitam, kriting dan bersih
c. Kulit kepala :
Tidak ada laserasi, tidak berketombe
b. Muka
1) Mata
a) Kebersihan : normal
b) Fungsi penglihatan : Pandangan normal
c) Palpebral : normal
d) Konjungtiva : anemis
e) Sclera : tidak ikterik
f) Pupil : normal
g) Diameter ki/ka :
h) Reflek Terhadap Cahaya : reflek cahaya (+)
i) Pengunaan alat bantu penglihatan : Tidak menggunakan
2) Hidung
a) Fungsi penciuman :Fungsi penciuman baik
b) Sekret : Tidak ada
c) Nyeri sinus : Tidak ada
d) Polip : Tidak ada
e) Napas Cuping Hidung : (-)
3) Mulut
a) Kemampuan bicara : Normal
b) Keadaan bibir : Mukosa bibir normal
c) Selaput mukrosa : -
d) Warna lidah : lidah merah muda
e) Keadaan gigi : -
f) Bau nafas : normal
g) Dahak : Tidak ada
4) Gigi
a) Jumlah : 20
b) Kebersihan : tidak ada karang gigi
c) Masalah : -
5) Telinga
a) Fungsi pendengaran : Fungsi pendengaran (+)
b) Bentuk : Simetris antara kanan dan kiri
c) Kebersihan : Bersih
d) Serumen : Bersih
e) Nyeri Telinga : Tidak ada nyeri
c. Leher
1) Bentuk : Normal
2) Pembesaran tyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3) Kelenjar getah bening : Tidak ada
4) Nyeri waktu menelan : Tidak ada nyeri
5) JVP : 4 cm
d. Dada (Thorax)
1) Paru-paru
 Inspeksi : simetris
 Palpasi : gerakan simetris pada setiap penapasan, tak
ada nyeri tekan
 Perkusi : resonansi terdengar di seluruh permukaan
paru
 Auskultasi : tidak terdengar wheezing, ronchi
2) Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tampak pada ics 4-5
 Palpasi : ictus cordi teraba
 Perkusi : redup
 Auskultasi : tidak terdapat bunyi jantung tambahan
e. Abdomen
 Inspeksi : simetris, tidak ada luka
 Auskultasi : bising usus menurun
 Palpasi : tidak ada massa
 Perkusi : timpany
f. Genetalia :
Inspeksi:
Distensi kandung kemih (-), DC (-), produksi urin kurang lebih 400
cc/24 jam
Palpasi :
Tidak ada nyeri pada kandung kemih
g. Anus dan rectum :
Normal
h. Ekstremitas
Inspeksi :
Terpasang infus pada tangan kiri, tidak ada odem pada ekstremitas
atas, terpasang AV manual pada brachial destra, edea pada kaki kiri,
sianosis (-)
Palpasi :
Turgor kulit menurun, crt <2 detik, terdapat edema pada kaki sebelah
kiri,akral dingin, kekuatan otot
5 5
4 4

i. Intergumen : Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 25 Januari 2017

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Hb 12.5 g/dl 11,7-15,5
Leukosit 9.4 x103/uL 4,0-11
Trombosit 403 x103/uL 150-450
Ht 40.00 % 35-48
MCV 91.8 fL 80-100
MCH 30.2 Pq 26-34
MCHC 32.9 g/dl 32-36
RDW 12.60 % 11,5-14,5
LCR 20.1 %
Eosinofil Absolut 0.30 103/uL 0,045-0,44
Basofil Absolut 0.01 103/uL 0-0,2
Netrofil Absolut 7.84 103/uL 1,8-8
Limfosit Absolut 2.75 103/uL 0,9-5,2
Monosit Absolut 0.62 103/uL 0,16-1
Eosinofil L 1.50 % 2-4
Basofil 0.10 % 0-1
Netrofil 55.80 % 50 -70
Limfosit 34.80 % 25 – 50
Monosit 5.80 % 1–6
KIMIA KLINIK (SERUM)
Kalium 4.8 Mmol/L 3,1-5,0
Natrium 134 Mmol/L 135-145
Creatinnin 0,99 Mmol/L 0.60-0.90
V. TERAPI MEDIS
VI. NAMA OBAT CARA DOSIS WAKTU PEMBERIAN
PEMBERIAN
Infus RL 20 tpm iv IV 500ml 8 jam
Infus NaCl 500 / 8 IV 500ml 8 jam
jam
Ceftriaxone 2gr/24 IV 2 gr 2gr/24 jam
jam
Omeperazole IV 40mg 40mg/12 jam
40mg/12 jam
SF PO 1tab 1tab/24 jam
Metilprednison PO 16mg 16mg / 1-0-1
Kalitake PO 1 5 mg/8 jam
sachet
Asam folat PO 1mg 1mg/24 jam
Bicnat PO 500mg 500mg/8jam
Ramipril PO 2,5mg 2,5mg / 24 jam
CTM PO 4mg 4mg/12jam
Dexamethasone topikal oles/12 jam
Sukralfat IV 15cc 15cc/8 jam
Methylprednisolone PO 1,25m 1,25 mg /12 jam
g
Ventolin / Inhaler 2,5cc 8 jam
Lansoprazole `IV 8ml/4c 8 ml/4cc/jam
c/jam

VI. DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


Klien mengatakan nyeri pada  TTV
daerah perut dan bagian pinggang  TD : 120/80 MmHg
Klien mengatakan ada bengkak  RR : 21 x/menit
dibagian anggota gerak  N : 98 xmenit
 S : 36o C
 Terdapat edema pada kaki
sebelah kiri
 JVC 4Cm

VII. ANALISIS DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : Klien mengatakan nyeri Agen cedera fisik Nyeri akut
pada daerah Perut dan
bagian pinggang
DO : Wajah klien tampak
meringis menahan sakit
2. DS : Klien mengatakan ada Agen cedera fisik Nyeri akut
bengakak dibagian anggota
gerak

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA
1 1. Risiko ketidak seimbangan Elektrolit b/d kelebihan volume
cairan
2. Nyeri akut b/d Agen cidera fisik
3.
4.

IX. INTERVENSI ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Diagnosa Tujuan dan Interverensi


Kriteria hasil
27 Jan Risiko Setelah Pemantauan Cairan
2017 ketidak dilakukan 1. Pemantauan
seimbangan tindakan 1 x 24 elektrolit
Elektrolit b/d jam cairan 2. pemantauan
kelebihan dalam tubuh hermodinamik
volume menjadi invasif
cairan seimbang KH : 3. pemantaun
1. Cairan neurologis
seimbang 4. pemantauan
2. Kontrol infeksi
cairan 5. pemantauan TTV
dalam
tumbuh

27 Jan Nyeri akut Setelah 1. kaji TTV


2017 b/d Agen dilakukan 2. kaji skala nyeri
cidera fisik tindakan 1x24 3. kaji respon nyeri
jam nyeri non verbal
berkurang 4. kaji pengetahuan
KH dan keyakinan
1.Mencari 5. tentang nyeri
posisi 6. berikan posisi
yang yang nyaman
nyaman
2.kontrol 7. berikan teknik
nyeri nonfarmakologis
3.nyeri untuk mengurangi
berkurang rasa nyeri
(Hipnotis, napas
dalam,dll
8. kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberin
analgetik

X. IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


NO Tanggal Impementasi RESPON
27 Jan Pemantauan Cairan 1.TTV:
2017 1. Pemantauan elektrolit TD: 120/80 MmHg
2. pemantauan RR: 21x/menit
hermodinamik invasif N :98x/menit
3. pemantaun neurologis S : 36oC
4. pemantauan infeksi 2. Pasien mengatakan
5. pemantauan TTV nri pada bagin pinggang
dan perut brkurang
3. Pasien tampak lebih
nyaman
4. Wajah pasien tenang
27 Jan 1. mengkaji TTV 1.TTV:
2017 2. mengkaji skala nyeri TD: 120/80 MmHg
3. mengkaji respon nyeri RR: 21x/menit
non verbal N :98x/menit
4. mengkaji pengetahuan S : 36oC
dan keyakinan tentang 2.Nyeri pasien skala 3
nyeri 3.Wajah pasien tampak
5. memberikan posisi tenang
yang nyaman 4.Pasien tampak
6. mengajarkan klien nyaman
nafas dalam 5.Pasien mengatakan
7. berkolaborasi dengan nyeri berkurang
dokter untuk pemberin 6.Pemberian obat
analgetik :analgesic

XI. EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal DX SOAP
27 Jan 1 S : Pasien mengatakan sesak nyeri pada bagian perut
2017 dan pinggang
O : pasien terlihat sudah membaik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi Dilhentikan
27 Jan 2 S : Pasien mengatakan sesak nyeri berkurang
2017 O : pasien terlihat sudah membaik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi Dilhentikan

Anda mungkin juga menyukai