Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN

PERAWAT DALAM PELAKSANAAN MONITORNG EARLY WARNING

SCORES (EWS) DI RUANG RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO

YOGYAKARTA

HENDRIKUS REYAAN
NPM : 201943021

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH

YOGYAKARTA

2020

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit pada umunya bangsal perawatan adalah area yang dilayani
mayoritas penerimaan pelayanan medis. Kebanyakan pasiennya kompleks
dengan diagnosis yang sering tidak terdefinisi dan tingkat stabilitas klinis
yang berbeda. Deteksi perubahan fisiologis dan identifikasi pasien yang
berisiko memburuk secara klinis saat masuk dan selama rawat inap di
rumah sakit sangat penting untuk memberikan perawatan yang aman dan
tepat. Pasien kadang menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan klinis
berada di risiko yang tidak terdeteksi saat menjalani perawatan sehingga
terkadang tidak dapat di kendalikan [ CITATION Spa17 \l 1033 ]. Di dunia telah
diperkenalkan sistem scoring pendeteksian dini atau peringatan dini untuk
mendeteksi adanya perburukan keadaan pasien dengan penerapan Early
Warning Scores (EWS) [ CITATION Pri \l 1033 ].

Early Warning Scores (EWS) atau stilah lain Early Warning Score System
(EWSS) adalah sebuah sistem peringatan dini yang menggunakan penanda
berupa skor untuk menilai perburukan kondisi pasien dan dapat
meningkatkan pengelolaan perawatan penyakit secara menyeluruh. EWSS
dapat mengidentifikasi keadaan pasien yang beresiko lebih awal dan
menggunakan multi parameter. Salah satu parameter yang dinilai adalah
perubahan tanda - tanda vital dan tingkat kesadaran (Patterson et.al 2018).
Sistem dalam early warning scoring dikenal dengan sistem “Melacak dan
Memicu”, yang berarti pendeteksian dini untuk melacak atau menemukan
pasien yang mengalami perburukan kondisi dengan hasil analisa tanda -
tanda vital dalam parameter fisiologis sesuai hasil scoring (Dhiah & Dwi,
2020).

Keberhasilan pertolongan terhadap kegawatan pasien sangat tergantung


dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan
menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada sistem kegawatan

1
pasien. Kegagalan perawat mengenali perubahan keadaan klinis pasien di
ruang rawat inap rumah sakit dapat mengakibatkan kejadian yang tidak
diharapkan, seperti mengakibatkan mengakibatkan pemindahan pasien
yang tidak direncanakan ke unit perawatan intensif, henti jantung (cardiac
arrest), henti paru (apneu) ataupun kematian [ CITATION Zuh18 \l 1033 ].

Hasil penelitian yang dilakukan Harris (2014) mengenai early warning


scores in cardiac arrest patients, hasil penelitian menunjukkan bahwa
early warning score, sangat bermanfaat pada pemantaun atau deteksi dini
sebelum pasien mengalami kondisi yang lebih buruk dan mampu
menggunakan jalur rujukan atau tindakan yang sesuai. Sedangkan pada
penelitian Liljehult & Christensen (2016), Early warning score secara
valid untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko meninggal setelah
stroke akut dengan tingkat kematian terendah skor EWS 0 - 1 (2%) dan
skor tertinggi EWS ≥ 5 (63%), yang mana parameter fisiologis tersebut
sudah dikonversi menjadi skor tunggal, yang dapat memandu perawat dan
dokter dalam pengambilan keputusan klinis.

Early Warning Scores (EWS) ini memiliki kaitannya dengan peran


perawat yang sering melakukan pengkajian dan memonitor keadaan pasien
melalui parameter tanda vital dan kesadaran pasien. Menurut Kolic, Crane,
McCartney, Perkins, & Taylor, 2015, 70 pasien (18,9%) skor National
Early Warning Scores (NEWS) dihitung secara tidak benar, ada yang
memburuk dari respon klinis dengan peningkatan skor NEWS, yang
diamati pada 274 pasien (74,1%), angka dari skor NEWS yang salah
dihitung dapat berimplikasi pada tindakan yang ditentukan.

Ketepatan skoring perlu di perhatikan, namun deteksi pasien berisiko di


awal perjalanan penyakit mereka membutuhkan penilaian teratur dan
sistematis, sehingga pemantauan penilaian berkelanjutan pasien atau
tindak lanjut seperti mendeteksi kelainan atau memicu respons ini harus
dilakukan cukup sering untuk mengidentifikasi pasien berisiko pada saat
intervensi dapat membuat perbedaan klinis. Perawat sebagai pelaksana

2
dalam memberikan asuhan keperawatan harus melakukan pengkajian
secara terfokus dan mengobsevasi tanda vital agar dapat menilai dan
mengetahui resiko terjadinya perburukan pasien [CITATION Far17 \l 1033 ].

Jiika EWS ini tidak diterapkan dengan baik di Rumah Sakit maka akan
menyebabkan tingginya angka kematian karena henti jantung yang tidak
diprediksi. Selain henti jantung, peningkatan pemanggilan tim code blue
juga dapat terjadi apabila pelaksanaan EWS tidak diterapkan di Rumah
Sakit. Kejadian yang mungkin terjadi seperti henti jantung yang tidak
diprediksi juga merupakan salah satu penyebab panggilan tim code blue di
Rumah Sakit. Henti jantung yang dialami pasien biasanya didahului oleh
tanda-tanda yang dapat diamati dan sering muncul 6 - 8 jam sebelum henti
jantung terjadi, sehingga diperlukan peran perawat untuk memonitor
perubahan kondisi yang dialami oleh pasien melalui penerapan monitoring
EWS sehingga diharapakan dapat menurunkan kejadian cardiac aresst dan
angka kejadian code blue di Rumah Sakit [ CITATION McM12 \l 1033 ] .
Dampak atau efek samping pada pasien yang dirawat di rumah sakit, jika
pemantauan penilaian berkelanjutan pasien tidak dilakukan sesuai protokol
memungkinkan terjadinya henti jantung, dan penerimaan ICU yang tidak
terduga, atau kematian yang tidak terduga, yang sering didahului dengan
memburuknya tanda - tanda vital. Dalam 51 - 80% dari sering didahului
dengan memburuknya tanda-tanda vital. Jika terdeteksi dini dan diobati
secara efektif, diperkirakan bahwa perburukan lebih lanjut dapat dicegah
dan dihindari [ CITATION Pet18 \l 1033 ].

Pelaksanan monitoring atau pemantauan maupun tindak lanjut dalam


memberikan perawatan optimal pada pasien yang mengalami perburukan
adalah dengan penerapan EWS yang sesuai dengan protokol, melakukan
observasi yang sering kali terabaikan seperti frekuensi pernapasan, suhu
tubuh dan status neurologis. Pengkajian EWS yang dilakukan oleh perawat
dengan benar dapat membuat perawat untuk mengenali, meningkatkan
perawatan dan memberikan respon klinik yang tepat. Sebagian besar
rumah sakit mengikuti pemantauan rutin parameter dan frekuensi

3
pemantauan sesuai dengan protokol yang ditentukan melalui skor NEWS
agar dapat menilai pasien yang sakit akut termasuk kemampuan untuk
mengenali kapan perawatan perlu ditingkatkan ke kritis dan tim perawatan
[CITATION Kol15 \l 1033 ].

Hasil penelitian yang oleh Rajagukguk & Widani (2020) didapatkan


mayoritas responden melakukan monitoring sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) RS X sebanyak 58 orang (53,2%), dan
berdasarkan observasi sebanyak 53 orang (48,6%). Hasil analisis uji
statistik chi square didapatkan ada hubungan pelatihan EWS p-value:
0,020, pengetahuan p-value: 0,009, motivasi, p-value 0,000, dan sikap p-
value 0,000 (p-value < 0,05) dengan kepatuhan pelaksanaan monitoring
EWS. sehingga kepatuhan pelaksanaan SOP monitoring EWS dipengaruhi
oleh pelatihan, pengetahuan, motivasi dan sikap. 

Tingkat pengetahuan perawat ini merupakan salah satu faktor yang


mempengaruhi ketrampilan perawat dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan salah satunya dalam penerapan Early Warning Score System
(EWSS). Tingkat pengetahuan yang baik akan memudahkan seorang
perawat mengimplementasikan pengetahuannya dalam menangani kasus
kegawatan di ruang perawatan[ CITATION Suw \l 1033 ]. Pengetahuan
merupakan domain dari perilaku yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang Tingkat pengetahuan kurang merupakan salah satu
faktor yang menjadi penghambat dalam perilaku kepatuhan dalam
kesehatan karena mereka yang mempunyai pengetahuan rendah cenderung
sulit untuk mengikuti anjuran dari petugas kesehatan. [ CITATION Not10 \l
1033 ]

Menurut Wawan (2010), faktor - faktor yang dapat mempengaruhi tingkat


pengetahuan adalah pendidikan, umur, lingkungan dan sosial budaya.
Notoatmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi pengetahuan seperti
faktor pendidikan, faktor pengalaman, faktor pekerjaan, keyakinan dan
sosial budaya.

4
Penelitian yang dilakukan oleh Prihati dan Wirawati (2019) dengan judul
penelitian “pengetahuan perawat tentang early warning score dalam
penilaian dini kegawatan pasien kritis” faktor – faktor pertama usia
mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia seseorang maka akan semakin berkembang daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin baik. Kedua
pendidikan diharapkan mampu mengubah pola pikir seseorang yang pada
berikutnya mempengaruhi pengetahuan dan pengambilan keputusan
seseorang. Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam
mendapatkan pengetahuan. Sedangkan menurut Ketiga pelatihan, pada
pelatihan untuk mengelola faktor kesalahan saat penerapan EWS pada
perubahan klinis pasien yaitu kesalahan organisasi, kurang pengetahuan,
gagal pengenalan kegawatan, kurangnya supervisi, dan kurangnya upaya
mencari bantuan dalam melakukan tindakan keperawatan [ CITATION Hid20 \l
1033 ].

Berdasarkan hasul studi pendahuluan yang dilakukan dengan cara


wawancara menggunakan google form, pada penalaksanaan EWS di
Rumah Sakit Panti Nugroho sebagian besar perawat sudah

Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan Early
Warning Scores khususnya dalam hal follow Up pada ruang perawatan
dengan judul “Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat
Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan Follow Up Early Warning
Scores Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat


diambil adalah “Apakah terdapat hubungan antara faktor usia, faktor
tingkat pendidikan dan faktor pelatihan dengan tingkat pengetahuan
perawat dalam pelaksanaan monitoring early warning scores di Ruang
Perawatan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta ?”
1.3 Tujuan Penelitian

5
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan proposal skripsi ini adalah untuk mengetahui
faktor - faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat
dalam pelaksanaan monitoring early warning scores di Ruang
Perawatan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang
monitoring early warning scores
1.3.2.2 Mengetahui gambaran faktor usia, pendidikan dan rentang waktu
pelatihan dan sumber informasi tentang monitoring early early
warning scores pada perawat
1.3.2.3 Mengetahui hubungan faktor usia dengan pengetahuan tentang
monitoring early early warning scores
1.3.2.4 Mengetahui hubungan faktor pendidikan dengan pengetahuan
tentang monitoring early warning scores
1.3.2.5 Mengetahui hubungan faktor pelatihan dengan pengetahuan tentang
follow up hasil skoring early warning scores

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan
khususnya dan memberikan informasi mengenai faktor - faktor yang
berhubungan dengan kemampuan perawat dalam pelaksanaan follow
up early warning scores di ruang perawatan Rumah Sakit Panti
Nugroho Yogyakarta.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk
peningkatan atau perbaikan protokol early warning scores bagi rumah
sakit sehingga dapat membantu dalam meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien di rumah sakit.

6
1.4.2.2 Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana
sumber referensi atau bahan bacaan untuk institusi dan mahasiswa
keperawatan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.2.3 Bagi perawat
Hasil penelitian ini diharapkan perawat mampu mengidentifikasi
faktor - faktor berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat
dalam pelaksanaan follow up hasil skoring early warning scores
sehingga kedepannya follow up skoring pada Early Warning Score
dapat dilakukan dengan semestinya sesuai protokol yang berlaku.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjaun Teori

2.1.1 Konsep Early Warning Score

2.1.1.1 Pengertian Early Warning Score (EWS)

Early Warning Score (EWS) adalah skor peringatan yang di gunakan


pada saat pasien di rawat ditempat tidur dengan menggunakan sistem
“pelacakan dan pemicu” yang dihitung oleh staf perawat dari tanda-
tanda vital yang dicatat, dan bertujuan untuk menunjukkan tanda-
tanda awal kemunduran pasien. Instrument ini adalah alat tambahan
yang bermanfaat untuk memfasilitasi deteksi pasien yang
memburuk, terutama di bangsal rumah sakit pada penyakit akut di
mana pasien sering tidak sehat dan memungkin ada banyak staf yang
tidak berpengalaman sehingga pencegahan dapat dilakukan dan
menggunakan parameter penilaian klinis yang ditemukan di
beberapa sistem sebelumnya [CITATION Ava11 \l 1033 ].

Early Warning Score adalah sistem yang telah dikembangkan untuk


memfasilitasi deteksi dini kerusakan dengan mengkategorikan
keparahan penyakit pasien dan mendorong staf perawat untuk
meminta tinjauan medis pada titik pemicu tertentu, menggunakan
alat komunikasi terstruktur sambil mengikuti algoritma atau protokol
sesuai rencana. EWS ini menggunakan pedoman Nationel Early
Warning Score (NEWS) bermanfaat untuk menstandarkan penilaian
keparahan penyakit akut, memungkinkan respons yang lebih tepat
waktu menggunakan bahasa umum di rumah sakit akut secara
nasional [CITATION The \l 1033 ].

Early Warning Score atau Skor Peringatan Dini adalah instrumen


klinis yang dirancang untuk mengingatkan staf medis akan
terjadinya kemunduran klinis. Kerusakan ini sering tetapi tidak

8
eksklusif dalam kaitannya dengan timbulnya sepsis. Sistem ini sudah
diperkenalan sekitar satu dekade lalu, penguunaan EWS ini cukup
meningkat pesat. Penerapan Sistem Peringatan Dini sederhana atau
skor peringatan dini yang meningkat memicu penilaian formal oleh
perawat, sehingga peringatan bahkan dapat disampaikan secara
otomatis kepada dokter yang bertanggung jawab [ CITATION Doy18 \l
1033 ]

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat di simpulkan


bahwa Early Warning Score adalah sistem yang telah dikembangkan
untuk memfasilitasi dalam mendeteksi dini adanya perburukan
kondisi pasien dengan mengkategorikan tingkat keparahan penyakit
dan mendorong perawat untuk mengevaluasi adanya nilai yang
menonjol atau signifikan pada parameter tersebut. EWS juga
digunakan sebagai alat komunikasi yang terstruktur dengan
berpedoman perencanaan dan algoritma yang sudah ada.

2.1.1.2 Parameter Early Warning Score (EWS)

Menurut Royal College of Physicians (2017) skoring EWS dilakukan


sejak pasien masuk rumah sakit, selama proses pengkajian dan
selama pasien di ruang perawatan. Parameter National Early
Warning Score (NEWS2), didasarkan pada sistem penilaian klinis
sederhana di mana skor dialokasikan untuk pengukuran fisiologis.
Enam parameter fisiologis tersebut antara lain :
a. Laju pernapasan (Respiratory Rate)
Pernapasan melibatkan ventilasi atau pergerakan gas kedalaam
dan keluar paru - paru, difusi atau pergerakan oksigen dan
karbon dioksida antara alveoli dan sel darah merah serta perfusi
atau distribusi sel darah ke dari kepiler paru – paru. Bernapas
adalah proses pasif, pusat pernapasan pada batang otak
mengatur kontrol involunter pernapasan seseorang dewasa
normalnya bernapas dalam pola yang halus dan kontinu

9
sebanyak 12-20 kali per menit. Pada skoring EWS, laju
pernafasan kurang dari 8 atau lebih dari 24 kali per menit
menjadi tanda (warning) kegawatan untuk segera ditangani.
Penanganan kegawatan dilakukan untuk mempertahankan
kecukupan oksigen ketika terjadi peningkatan maupun
penurunan laju pernafasan [CITATION Ava11 \l 1033 ]
b. Saturasi Oksigen (Oxygen Saturation)
Pada pemeriksaan oksigen tanpa prosedur invasi sering
digunakan di rumah sakit dengan penggunakan oksimetri. Pada
skoring EWS saturasi oksigen menjadi salah satu parameter
yang mengindikasikan adanya distres pernafasan, yamg
merupakan tanda awal dengan berkompensasi terhadap
kurangnya oksigen dalam tubuh (hypoxia) dengan meningkatkan
frekuensi pernafasan (Royal College of Physicians, 2017).
c. Tekanan Darah Sistolik (Systolic Blood Pressure)
Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan dinding arteri
dengan memompa darah dari jantung. Tekanan darah sistemik
atau arterial merupakan indikator yang paling baik untuk
kesehatan kardiovaskuler. Tekanan darah mengambarakan
hubungan anatar curah jantung, resisten perifer, volume darah,
kekentalan darah dan elastisitas arteri [CITATION Pot10 \l 1033 ].
Puncak tekanan maksimum saat ejeksi terjadi disebut tekanan
sistolik. Pada penggunaan skoring EWS tekanan darah sistol
dibawah 100 mmHg menjadi tanda awal perburukan [CITATION
The17 \l 1033 ].

d. Denyut Nadi (Pulse Rate)


Denyut nadi adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila
darah di pompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba di
suatu tempat dimana ada arteri melintas. Frekuensi nadi dihitung
selama satu menit tanpa melakukan aktivitas. Nadi yang cepat
(takikardi) mengindikasikan adanya sepsis pada sistem sirkulasi
dan pembuluh darah, penurunan volume darah, aritmia,

10
gangguan metabolik seperti hepertiroid dan dapat terjadi karena
gejala simtomatik yang ditimbulkan dari efek obat
antikolonergik [ CITATION San16 \l 1033 ]. Nadi yang lambat juga
menjadi indikator penting klinis pasien. Seperti, depresi
neurologis, dan sumbatan pembuluh darah jantung [CITATION
McM12 \l 1033 ].

e. Suhu (Temperature)
Suhu adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasikan
tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.
Regulasi suhu secara mekanisme fisioklogi dan perilaku
mengatur keseimbangan antara panas yang hilang dan di
hasilkan atau lebih sering disebut sebagai termoregulasi.
Mekanisme tubuh harus mempertahankan hubungan anatar
produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tetap konstan
dan normal, hal ini diatur oleh mekanisme neurologis dan
kardiovaskuler [ CITATION Pot10 \l 1033 ]. Peningkatan suhu
(hipertermi) dan penurunan suhu yang ekstrim (hipotermi)
termasuk dalam dasar parameter sistem EWS yang
merefleksikan sensitivitas suhu tubuh dan menjadi penanda
adanya kerusakan pada sistem organ tubuh [CITATION The17 \l
1033 ]
f. Tingkat Kesadaran (Level Of Consciousness)
Status neurologis dapat dinilai cepat dengan mengkaji tingkat
kesadaran pasien. Pada tingkat kesadaran menjadi satu kesatuan
bersama pengukuran tanda-tanda vital [ CITATION Rav16 \l 1033 ] .
Pada penilain menggunakan GCS juga bisa menjadikan
indikator orang yang terjadi delirium atau bingung (skor < 5
untuk verbal respon) tingkat kesadarannya secara tiba-tiba,
kondisi ini memerlukan perhatian yang lebih, karena dalam
penilaian NEWS 2 akan berada dalam skor 3 (merah). Menurut
Royal College of Physicians (2017) oleh karena itu tingkat
kesadaran sekarang yang baru, yang dimasukan menjadi

11
indikator penilaian, sekarang menjadi ACVPU (new onset
Confusion) :
1 A = Alert adalah pasien sadar penuh, mampu membuka
mata spontan, berespon terhadap suara dan fungsi motorik
baik.
2 C = New Confusion atau Disorientasi / Kebingungan yang
baru muncul, seorang pasien mungkin waspada tetapi
bingung atau disorientasi. Tidak selalu memungkinkan
untuk melakukannya tentukan apakah kebingungan itu
'baru' ketika seorang pasien mengalami sakit akut.
Presentasi seperti itu seharusnya selalu dianggap 'baru'
hingga dikonfirmasi sebagai sebaliknya.
3 V = Voice adalah respons terhadap Suara, Pasien
menunjukkan respon saat diajak bicara, walaupun respon
mata, suara dan gerakan tidak berfungsi penuh. Seperti
saat ditanya keluhan, pasien hanya merintih atau
menggerakkan jarinya
4 P = Pain adalah respons terhadap Nyeri, Pasien berespon
terhadap rangsang nyeri, seperti fleksi atau ekstensi
ekstremitas atas.
5 U = Unresponsive adalah Tidak responsif : Pasien tidak
berespon secara verbal, visual maupun motorik, keaadaan
ini sering disebut dengan kondisi tidak sadar
(unconscious).

2.1.1.3 Penghitungan Dan Penilaian Skor Early Warning Score (EWS)

Pada perhitungan dan penilaian EWS ini terus berkembang di dunia


terutama di Inggris, parameter yang digunakan bervariasi.
Keragaman ini mengakibatkan kurang konsistensinya dalam
penilaian di masing-masing rumah sakit terhadap perburukan atau
kerusakan klinis pasien. Oleh karena itu dibentuklah standar nasional
yang digunakan untuk menilai pasien yaitu NEWS (National Early

12
Warning System). NEWS ini mulai dilaksanakan pada tahun 2012 di
Inggris yang meliputi penilaian parameter laju pernafasan, saturasi
oksigen, suplementasi oksigen, suhu / temperatur, tekanan darah
sistolik, denyut jantung dan tingkat kesadaran. Pada Desember 2017
NEWS mengalami perubahan pembaharuan menjadi NEWS 2
[CITATION The17 \l 1033 ].

Tabel 2.1 Skor Parameter Fisiolosi Berdasarkan National Early Warning


Score (NEWS2)
Parameter Skor
Fisiologi 3 2 1 0 1 2 3
Respiration rate ≤8 9-11 12 – 20 21 - 24 ≥ 26
(mn)
Sp02 Scale 1 ≤ 91 92 – 93 94–95 ≥ 96
(%)
Sp02 Scale 2 ≤ 83 84 – 85 86-87 88 – 92 93 – 94 95 – 96 ≥ 97
(%) Udara Oksigen Oksigen Oksigen
Udara atau Oksigen Udara
Oksigen
Tekanan Darah ≤ 90 91 – 100 101-110 111 - 219 ≥ 220
(mmHG)
Nadi (mn) ≤ 40 41-50 51 - 90 91 - 110 111 - 130 ≥ 131
Kesadaran Sadar CVPU
Suhu (oC) ≤ 35 35,1-36,0 36,1-38,0 38,1-39, ≥ 39.1
0
Sumber : (Royal College of Physicians, 2017, Hal 29)

Perhitungan skor pasien dilakukan pemeriksaan saat pertama kali


datang atau saat monitoring pasien sesuai indikator parameter
fisiologis, hasil kemudian di masukan dalam tabel sesuai keadaan
yang didapat, pada orang yang menggunakan oksigen disesuaikan
dengan apakah dia termasuk SpO2 skala 1, apabila dalam kondisi
normal dan SpO2 skala 2, apabila pasien mengalami COPD atau
PPOK [CITATION The17 \l 1033 ]

Untuk penilaian kesadaran yang sebelumnya normal tiba-tiba terjadi


perubahan dalam menanggapi pertanyaan dengan koheren
(nyambung), tidak bingung atau disorientasi. Kondisi ini akan
mendapatkan skor 3 sebanding dengan penilaian GCS yang

13
mendapatkan skor 4 bukan 5 dalam respon verbal [CITATION The17 \l
1033 ].

Penilaian dengan skor yang didapatkan dari masing-masing indikator


dikumpulkan menjadi satu kemudian ditotal untuk menuntun ke
respon atau intervensi yang sesuai.
2.1.1.4 Kategori Penilaian Early Warning Score (EWS)

Royal College of Physicians (2017) merekomendasikan ada empat


level atau kategori penilaian klinis untuk peringatan klinis yang
membutuhkan penilaian dokter berdasarkan National Early Warning
Score (NEWS2) antara lain :
a Skor rendah skor, skor parameter penilaian skor EWS 1 – 4
b Skor merah tunggal, apabila 1 parameter tunggal dalam
penilaian didapatkan skor 3 pada salah satu indikator
parameter fisiologis, maka penderita diperlakukan dalam
kategori merah.
c Skor menengah, apabila skor 5 atau 6. Skor EWS 5 atau lebih
adalah ambang kunci dan merupakan indikasi potensi
penurunan klinis akut yang serius dan perlunya respons klinis
yang mendesak
d Skor tinggi, apabila skor EWS 7 atau lebih

2.1.1.5 Peran Perawat Dalam Penerapan Early Warning Score (EWS)

National Health Service dalam Farenden, Gambel, & Welch,


2017 merekomendasikan skoring EWS untuk mendokumentasikan
hasil observasi pasien. Perawat berperan penting dalam pelaksanaan
skoring EWS di lingkup pelayanan kesehatan yaitu :
a Perawat berperan dalam konteks ini perawat harus memiliki
kemampuan untuk mendokumentasikan hasil observasi dalam
skoring EWS dan mengidentifikasi tingkat kegawatan pasien
serta memprioritaskan pasien yang berisiko tinggi untuk
mendapatkan penanganan medis yang tepat dan akurat.

14
b Early Warning Score (EWS) digunakan sebagai data observasi
yang memiliki kekuatan hukum. Perawat berkewajiban untuk
melakukan dokumentasi dengan benar dalam skoring EWS.
c Perawat berperan dalam menjaga komunikasi antar perawat
tetap berjalan secara berkesinambungan (continou). Skoring
EWS bersifat universal, sehingga dapat dibaca dan
dikomunikasikan pada semua tenaga medis. Pengukuran skor
EWS tidak hanya dilakukan oleh perawat tetapi juga dokter.
d Perawat dapat meninjau dan mengevaluasi sistem skoring EWS
yang telah diterapkan. Selain itu perawat dapat berpikir kritis
terhadap pengetahuan baru tersebut dengan mengembangkan
dan melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan skoring
EWS.
e Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Untuk dapat
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas, dibutuhkan
kemampuan dalam melakukan skoring dengan benar.

2.1.2 Konsep Follow Up Pada Early Warning Score (EWS)

2.1.2.1 Pengertian Follow Up Early Warning Score (EWS)

Monitoring dapat didefinisikan sebagai penilaian berkelanjutan


pasien dengan maksud mendeteksi kelainan yang dapat memicu
respons, artinya jika kelainan terdeteksi dini maka harus dilakukan
cukup sering untuk mengidentifikasi pasien berisiko pada saat
intervensi dapat membuat perbedaan klinis[ CITATION Pet18 \l 1033 ].

2.1.2.2 Follow Up Berdasarkan Nilai Respon Klinis

Monitoring harus dilakukan sesuai skoring EWS. Menurut The


Royal College of Physicians (2017) pada Nationel Early Warning
Score (NEWS2) merekomendasikan bahwa penilaian klinis ini harus
menentukan urgensi respon klinis dan kompetensi klinis responden,
sehingga monitoring dan tindak lanjut berdasarkan skor EWS yaitu :

15
a Skor EWS yang rendah (1 - 4), Follow Up yang dilakukan
harus segera dinilai oleh perawat terdaftar yang kompeten
atau yang setara, yang harus memutuskan apakah perlu
dilakukan perubahan frekuensi pemantauan klinis atau
peningkatan perawatan klinis.
b Skor merah tunggal (3 dalam satu parameter tunggal) tidak
biasa, tetapi harus meminta peninjauan segera oleh dokter
dengan kompetensi dalam penilaian penyakit akut (biasanya
dokter berbasis bangsal) untuk menentukan penyebabnya,
dan memutuskan frekuensi. pemantauan selanjutnya dan
apakah eskalasi perawatan diperlukan.
c Skor EWS sedang (5 - 6) adalah ambang pemicu utama dan
harus segera ditinjau oleh dokter dengan kompetensi dalam
penilaian penyakit akut - biasanya dokter berbasis lingkungan
atau perawat tim akut, yang harus segera memutuskan apakah
eskalasi perawatan ke tim dengan keterampilan perawatan
kritis diperlukan.
d Skor EWS yang tinggi (7 atau lebih) adalah ambang pemicu
utama dan harus meminta penilaian darurat oleh tim klinis /
tim code blue atau perawatan kritis dengan kompetensi
perawatan kritis dan biasanya transfer dari pasien ke area
perawatan dependensi yang lebih tinggi.

Tabel 2.2 Monitoring Dan Tindak Lanjut Berdasarkan Skor Total NEWS 2
Skor Total Frekuensi
Tindak Lanjut / Respon Klinis
NEWS 2 Monitoring
Skor 0 Minimal 12 Jam Pengawasan dengan NEWS 2 score
1–4 Minimal 4 - 6 jam a Informasikan / Melaporkan kepada perawat
atau penanggung jawab kesehatan yang
harus menilai pasien
b Perawat atau penanggung jawab kesehatan
memutuskan apakah pengkatan frekuensi
pemantauan dan / atau peningkatan
perawatan klinis (eskalasi) diperlukan
Skor 3 dalam 1 Minimal setiap 1 Perawat yang bertanggun jawab untuk
parametes jam menginformasikan tim medis yang merawat pasien,
yang akan meninjau dan putuskan apakah
peningkatan perawatan diperlukan

16
Skor 5 - 6 Minimal setiap 1 a Perawat memberitahukan tim medis yang
jam merawat pasien
Atau b Pengkajian dan assesment oleh dokter
dengan kompetensi inti untuk menilai
pasien
c Memberikan perawatan klinis di
lingkungan dengan fasilitas pemantauan
Skor 7 atau ≥ Pemantauan terus a Perawat untuk segera menginformasikan ke
menerus (Continue) tim medis (Code Blue) yang merawat
terhadap tanda - pasien
tanda vital b Pengkajian dan assesment oleh tim medis
(Code Blue) dengan kompetensi perawatan
klinis yang juga mencakup keterampilan
advanced airway
c Pertimbangkan pengalihan perawatan klinis
ke fasilitas pelayanan perawatan tingkat
tinggi yang lebih atau ICU
d Perawatan klinis di ruangan dengan fasilitas
pemantauan
Sumber : (Royal College of Physicians, 2017, Hal 39)

2.1.2.3 Indikador Pada Tindak Lanjut Atau Follow Up hasil skoring Early
Warning Score (EWS)

The National Clinical Effectiveness Committee (2013)


menyampaikan ndikador pelaksanaan Early Warning Score (EWS)
khususnya tindak lanjut yang harus di pahami oleh perawat antara
lain :
a Perawat memahami dan mengisi Perawat memahami dan
mengisi formulir Early Warning System (EWS) sesuai parameter
yang (EWS) sesuai parameter yang ada. ada.
b Perawat melaporkan hasil skor Perawat melaporkan hasil skor
EWS lebih dari 4 kepada DPJP/ EWS lebih dari 4 kepada DPJP/
dokter jaga.
c Perawat melakukan observasi / monitoring terhadap pasien yang
mendapatkan pelayanan EWS.
d Frekuensi monitoring sesuai Frekuensi monitoring sesuai
dengan skor EWS pasien dengan skor EWS pasien tersebut
tersebut

17
e Dokter jaga / dokter jaga yang kompoten melakukan assesmen
sesuai dengan assesmen sesuai dengan kompetensinya
kompetensinya
f Asuhan yang diberikan oleh Asuhan yang diberikan oleh
DPJP /Dokter jaga/perawat DPJP / Dokter jaga/perawat dicatat
di CPPT
g Kepala Ruang menunjuk satu petugas code blue pada setiap
petugas code blue pada setiap shift di setiap bangsal.
h Perawat supervisi mencatat nama pasien yang mendapatkan
pelayanan EWS di semua pelayanan EWS di semua bangsal.
i Perawat supervisi mencatat nama petugas code blue dari nama
petugas code blue dari semua bangsal.
j Perawat supervisi berkoordinasi dengan dokter jaga untuk nama
dengan dokter jaga untuk nama petugas code blue yang bertugas
petugas code blue yang bertugas dan nama pasien yang dan
nama pasien yang mendapatkan pelayanan EWS
k Adanya edukasi kepada keluarga  dengan adanya edukasi
kepada keluarga pasien yang mendapatkan pasien yang
mendapatkan pelayanan EWS dan Code Blue.

2.1.3 Konsep Pengetahuan

2.1.3.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu


seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya baik mata,
hidung, telinga, dan sebagainya. Dengan sendirinya, pada waktu
pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran yaitu telinga dan indra penglihatan yaitu mata [ CITATION
Soe10 \l 1033 ].

18
Pengetahuan merupakan suatu yang wajib dan bersifat empiris yang
dibangun oleh seseorang dengan melalui percobaan dan pengalaman
yang telah teruji kebenarannya. Dalam hal in terdapat dua objek
dalam ilmu pengetahuan yaitu objek material seperti objek yang
muncul dalam pemikiran ataupun penelitian, yang bersifat materi
atau benda-benda maupun yang bersifat nonmateri seperti masalah,
konsep atau ide-ide dan objek formal misalnya yang berasal dari
sudut pandang suatu objek yang diteliti [CITATION Rus15 \l 1033 ].

Pengetahuan adalah pengenalan kembali akan hal yang sudah


diketahui dalam ide abadi. Pengetahuan adalah kumpulan ingatan
terpendam dalam benak manusia. Untuk mengetahui sesuatu, untuk
menyelidiki sesuatu dan akhirnya untuk sampai pada pengetahuan
sejati, dimana hanya mengandalkan akal budi yang sudah mengenal
ide [ CITATION Wah16 \l 1033 ].

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat di simpulkan bahwa


pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, diingat dan
ditemui atau diperoleh manusia melalui pengamatan indra.
Pengindraan tersebut melalui panca indra manusia yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pengetahuan
dapat berupa ide, komsep atau objek.

2.1.3.2 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) Tingkatan pengetahuan yang di


mencakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
yaitu :
a Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.

19
b Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar.
c Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
menggunakan rumus statistik dalam menggunakan prinsip-
prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih
di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan atau
membuat bagan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang
telah ada.
f Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

20
objek.evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri
atau kriteria yang telah ada.

2.1.3.3 Kriteria Tingkatan Pengetahuan

Menurut Nursalam (2011) pengetahuan seseorang dapat di


interpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yang dapat di
kategorikan menjadi tiga kriteria antara lain :
a Pengetahuan Baik : Hasil presentase 76 % - 100 %
b Pengetahuan Cukup : Hasil presentase 56 % - 75 %
c Pengetahuan Kurang : Hasil presentase < 56 %

2.1.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


2.1.3.5 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Dalam
Monitoring Pada Early Warning Score

Pada pelaksaannya ada fakor - faktor yang mempengaruhi tingkat


pengetahuan khususnya dalam hasl ini tentang follow up pada early
warning score. berikut penjelasan untuk setiap faktor pengetahuan,
antara lain :
a Umur
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari
segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih
percaya dari pada orang yang belum cukup tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa
(Nursalam, 2011).

Pada hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan perawat


tentang Early Warning Score, pada variabel usia, sebagian besar
perawat berada pada tahapan usia dewasa awal (20 – 40 tahun),
yaitu sebanyak 90 orang (81,8%) dengan jumlah perawat yang
baru lulus dari pendidikan keperawatan. Hasil penelitian ini

21
sejalan dengam teori yang menyatakan bahwa tahapan usia
adalah tahapan dimana individu aktif dalam berkarir dan tahap
ini merupakan fase yang produktif untuk melakukan pekerjaan
(Silvana & Adam, 2016).
b Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam
mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan seorang perawat
bervariasi tergantung pola pendidikan yang dimiliki. Hal ini
berkaitan dengan perkembangan dari ilmu keperawatan,
kedalaman dan luasnya ilmu pengetahuan akan mempengaruhi
kemampuan perawat untuk berpikir kritis dalam melakukan
tindakan keperawatan[CITATION Eri13 \l 1033 ].
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak
pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin pendidikan
yang kurang akan mengahambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2011).

Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan


terhadap perkembangan pribadi, menyimpulkan bahwa
pendidikan mempengaruhi kecerdasan individu. Disebutkan
bahwa proses belajar perawat pada prosesnya akan terus
berkembang dan berkesinambungan. Keperawatan merupakan
gabungan dari dua disiplin yaitu teori pada pendidikan
keperawatan dan praktek. Perawat yang telah menyelesaikan
pendidikan akan mengalami masa untuk mengaplikasikan teori
yang telah didapat di lapangan [CITATION Rob11 \l 1033 ].
c Pelatihan
Menurut Ravikirti (2016), salah faktor pelatihan yang berperan
penting dalam kemampuan mengidentifikasi dan merespons
pasien yang sangat tidak sehat dan implementasi EWS.
Pelatihan dapat membentuk suatu keterampilan atau kompetensi
dan pengetahuan tertentu.

22
Program pendidikan dan terkait pelatihan, yang sesuai untuk
rumah sakit, bagi staf klinis karena harus mematuhi ruang
lingkup pedoman praktik profesional mereka dan
mempertahankan kompetensi, dalam mengenali dan menanggapi
pasien dengan kemunduran klinis, termasuk penggunaan Sistem
NEWS, di mana ini berada dalam ruang lingkup praktiknya.
Dalam menggunakan ini staf layanan kesehatan profesional
harus menyadari peran delegasi yang tepat[ CITATION The \l 1033 ].

Penelitian lain menyimpulkan bahwa seringkali sulit untuk


pengenalan dan penggunaan teknologi EWS elektronik, yang
menjadi sebagai bagian dari kompleks intervensi kesehatan.
Misalnya, solusi elektronik tidak akan berhasil kecuali disertai
dengan pendidikan, pelatihan, umpan balik, dan evaluasi ulang
sebagai bagian dari perubahan yang dipimpin eksekutif yang
dipercaya budaya manajemen yang mendorong peningkatan
kualitas [ CITATION Nat20 \l 1033 ].
d Lingkungan
Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi sifat dan
perilaku individu. Seperti lingkungan bermain, lingkungan
kampus dan lingkungan masyarakat umum. Didorong dari rasa
ingin tahunya individu mencoba memahami alam dan
lingkungannya. Pengetahuan tersebut terus berkembang dan
tidak selalu dimulai dari “titik nol” (Jalaludin, 2013).

Lingkungan atau kondisi kerja diidentifikasi sebagai


berkontribusi terhadap masalah kerusakan yang tidak diakui atau
tidak ditindak lanjuti. Semakin lama perawat bekerja, maka
secara tidak langsung perawat akan memiliki pengetahuan kerja
di lingkungan kesehatan yang semakin banyak [ CITATION Suw \l
1033 ].

e Pengalaman Kerja

23
Pengetahuan seorang individu diperoleh dari pengalaman yang
dilalui selama hidupnya. Seseorang dikatakan memiliki
pengetahuan yang baik apabila ia mengetahui, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis dan mengevaluasi
hal yang dipelajarinya [ CITATION Not10 \l 1033 ]

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, hasil interaksi


dengan lingkungan (kerja) yang dapat meningkatkan
pengetahuan pada sesuatu. Masa atau lama kerja perawat juga
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan tentang Early
Warning Score System (EWSS). Semakin lama dan semakin
banyak pengalaman yang didapat, pengetahuannya juga akan
semakin meningkat. Lamanya pengalaman kerja akan
memungkinkan berkembangnya pengetahuan perawat karena
beragamnya kasus pasien dalam kondisi gawat darurat yang
dijumpai selama bertahun - tahun [CITATION Suw \l 1033 ].

2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi konsep -


konsep maupun variable - variabel yang akan di ukur atau diteliti dengan
tujuan agar memperoleh gambaran secara jelas kearah mana penelitian itu
berjalan, atau data apa yang dikumpulkan [CITATION Soe12 \l 1033 ]

Pada penelitian ini peneliti akan meneliti tentang faktor – faktor yang
berhubungan dengan tngkat pengetahuan perawat tentang pelaksanaan monitoring
Early warning score di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Kerangka konsep
dalam penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan faktor – faktor yang
berhubungan sebagai variabel independen (bebas) yaitu usia, tingkat pendidikan
dan pengalaman dengan variabel dependen (terikat) yaitu tingkat pengetahuan
perawat dalam pelaksanaan monitoring Early warning score. Variabel
Confouding yang mempengaruhi pengetahuan adalah lingkungan dan masa kerja.

Variabel Independen Variabel Dependen

24
1. Usia Tingkat pengetahuan perawat
2. Tingkat Pendidikan tentang monitoring pelaksanaan
3. Pelatihan Early warning score.

Variabel Confouding :
1 Lingkungan
2 Masa Kerja

Gambar 2.1 Konsep Kerangka Penelitian

2.3 Hipotesis
2.3.1 Hubungan antara faktor usia dengan tingkat pengetahuan perawat
tentang monitoring Early Warning Scores di Rumah Sakit Panti
Nugroho Yogyakarta
Ho :Tidak Ada hubungan antara faktor usia dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang monitoring Warning Early Scores di Rumah
Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.
H1 : Adanya hubungan antara faktor usia dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang monitoring Early Warning Scores di Rumah
Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.
2.3.2 Hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan
perawat tentang monitoring Early Warning Scores di Rumah Sakit
Panti Nugroho Yogyakarta
Ho : Tidak ada hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan
tingkat pengetahuan perawat tentang monitoring Early Warning
Scores di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.
H1 :Adanya hubungan signifikan/bermakna antara faktor tingkat
pendidikan dengan tingkat pengetahuan perawat tentang
monitoring Warning Scores di Rumah Sakit Panti Nugroho
Yogyakarta.
2.3.3 Hubungan antara faktor pelatihan dengan tingkat pengetahuan perawat
tentang monitoring Early Warning Scores di Rumah Sakit Panti
Nugroho Yogyakarta.

25
Ho : Tidak adanya hubungan antara faktor pelatihan dengan tingkat
pengetahuan perawat tentang monitoring Early Warning Scores di
Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.
H1 :Adanya hubungan antara faktor pelatihan dengan tingkat
pengetahuan perawat tentang monitoring Early Warning Scores di
Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.

26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif Observasinal dengan desain
Correlation dengan yang menggunakan pendekatan cross sectional yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari suatu dinamika korelasi antara faktor-
faktor risiko dengan efek dengan suatu pendekatan, observasi atau dengan
pengumpulan data pada suatu saat tertentu [ CITATION Sas111 \l 1033 ].

3.2 Definisi Opersional


Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel atau tentang apa
yang akan diteliti atau diukur oleh variabel yang terkait [CITATION Soe18 \l
1033 ].

Tabel 3.1 Penjelasan Definisi Operasional Variabel Penelitian


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Data
Variabel Independen
1 Usia Satuan untuk Kuisioner 1. 26 – 35 tahun Rasio
menilai umur bagian A : (Dewasa awal)
seseorang dari usia 2. 36- 45 tahun
lahir sampe responden (Dewasa
pada penelitian akhir)
berdasarkan 3. 46 – 55 (Pra
tahun Lansia)
2 Tingkat Jenjang Kuisioner 1. Diploma III Ordinal
Pendidkan pendidikan bagian A : 2. Profesi Ners
terakhir yang tingkat
telah di capai pendidkan
oleh perawat perawat
3 Pelatihan Kegiatan yang Kuisioner 1. 0 - 2 tahun Interval
dikuti untuk bagian A : 2. 2 - 5 tahun
meningkatkan pelatihan 3. 5 - 10 tahun
ketrampilan yang dikuti 4. Belum pernah
perawat ikuti Pelatihan
berdasarkan
lama waktu
pelatihan yang
di ikuti.

27
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Data
Variabel Dependen
1 Tingkat Segala sesuatu Kuisioner 1. Baik : mampu Ordinal
pengetahuan yang dipahami bagian B : menjawab 80%
perawat dan di mengerti tingkat dengan benar
oleh perawat pengetahuan 2. Cukup : mampu
tentang Follow perawat menjawab 60 –
Up Hasil tentang 79 % dengan
Skoring Early follow Up benar
Warning Score hasil skoring 5. Kurang :
Early mampu
warning menjawab <
score yang 59% dengan
berjumlah 20 benar
butir
pernyataan.

3.3 Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling


3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek
maupun subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu
yang sudah ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian
ditarik kesimpulannya [ CITATION VWi14 \l 1033 ]
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua
Perawat Klinik semua bangsal perawatan di Rumah Sakit Panti
Nugroho.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah karakteristik
yang dimiliki oleh pupulasi yang akan di gunakan untuk
penelitian[ CITATION VWi14 \l 1033 ] . Pada penelitian ini adapun
kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel yang itu :
3.3.2.1 Kriteria inklusi yang di akan di teliti antara lain :
a Minimal perawat PK II dan PK III
b Perawat yang bersedia menjadi responden
dalam penelitian
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi

28
a Perawat klinik (PK) II dan III yang sedang
menjalani cuti sakit
b Perawat klinik yang cuti hamil / melahirkan

Cara menentukan besar sampel rumus Isaac dan Michael. Rumusnya


sebagai berikut [ CITATION Sas111 \l 1033 ] :

S=
l2.N.P.Q
d2. (N-1)+ l2.P.Q
Keterangan : S= jumlah sampel
l2 = Chi kuadrat (untuk tingkat kesalahan 5% dapat
dilihat pada tabel chi kuadrat adalah 3,841)
N= jumlah populasi
P= peluang benar (0,5)
Q= peluang salah (0,5)
d= perbedaan antara sampel 1% (0,05)

3.3.3 Teknik Sampling


Teknik sampling adalah suatu cara atau teknik pengambilang
sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian (Sugiyono, 2009 dicitasi oleh Sujarweni, 2014).
Pada penelitian ini menggunakan teknik Proportionate Stratified
Random Sampling adalah teknik sampling yang digunakan pada
populasi yang mempunyai susunan bertingkat atau berlapis-lapis.
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang
tidak homogen dan berstrata secara proporsional [ CITATION Sas111 \l
1033 ]. Jumlah anggota sampel bertingkat (berstrata) dilakukan dengan
cara pengambilan sampel secara proportional random sampling yaitu
menggunakan rumus alokasi proportional dengan rumus (Sugiyono,
2016) :
Ni
ni = xn
N
Keterangan ni : Jumlah anggota sampel menurut stratum
:
Ni : Jumlah anggota populasi menurut startum
N : jumlah populasi seluruhnya
n : Jumlah sampel seluruhnya

29
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah kegiatan atau cara yang dilakukan untuk
memperoleh atau menjaring informasi untuk memecahkan masalah yang
akan diteliti. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan pengamatan
(Observasi), wawancara (Interview) dan angket/kuisioner. Data penelitian
dibagi menjadi 2 yaitu data primer yang di peroleh langsung seperti
wawancara maupun observasi dan lain sebagainya dan data sekunder yang
diperoleh tidak langsung seperti studi kepustakaan atau studi dokumentasi
[CITATION Soe18 \l 1033 ]
Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data yang diperoleh
langsung dari responden. Data primer meliputi identitas subjek penelitian
meliputi nomor responden, usia, tingkat pendidikan dan pelatihan yang
diikuti dan pernyataan untuk tingkat pengetahuan Perawat tentang Follow
Up hasil Skoring Early Warning Score. Pada pengumpulan ada prosedur
teknik pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian :
3.4.1 Sebelum melakukan pengumpulan data pene liti mengajukan ijin
kepada kepala ruangan di setiap ruangan yang akan di ambil
sesuai dengan proporsinya.
3.4.2 Selanjutnya kepala ruangan mengidentifikasi terlebih dahulu
calon responden yang akan menjadi subyek penelitian.
3.4.3 Penelitian ini akan di lakukan oleh penelitan dan dibantu oleh
asisten peneliti
3.4.4 Setelah calon responden sudah ditentukan, kemudian peneliti
memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian kepada calon
responden.
3.4.5 Calon responden yang bersedia menjadi responden penelitian
mengisi pernyataan persetujuan sebagai responden (informed
consent).
3.4.6 Peneliti membagikan kuesioner pada responden untuk diisi
3.4.7 Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan
instrumen penelitian berupa kuesioner yang langsung diisi sendiri
oleh responden.

30
3.4.1 Responden mengisi kuisioner sesuai dengan pemahaman dan
pengetahuan dan tidak di tunggu peneliti sehingga pengumpulan
akan di lakukan oleh asisten peneliti.
3.4.2 Responden mengembalikan kuesioner kemudian asisten peneliti
melakukan pengecekan ulang atas kelengkapan dan apabila ada
pernyataan maupun data karakteristik yang belum terisi asisten
peneliti meminta kembali kepada responden untuk melengkapi.
3.4.3 Asisten peneliti mengembalikan kepada peneli untuk dilakukan
pengelolahan data.

3.5 Instrument Penelitian


Instrument penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data [CITATION Soe18 \l 1033 ]. Instrument Peneltian yang
akan di gunakan ini adalah kuisioner yang tentang Follow Up Hasil
Skoring Early Warning Score yang disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan pedomaan cara membuat kuisoner, yang terdiri dari 20 butir
pernyataan dengan menggunakan skala skala Gutman, yang merupakan
skala dengan jawaban “Benar atau Salah”. Penilaian dilakukan jika
responden menjawab sesuai maka akan diberikan nilai 1 jika responden
menjawab tidak sesuai dengan kunci jawaban akan diberikan nilai 0.
Penilaian ini mengunaka rentang nilai adalah 0 - 100.Instrument ini
memuat tentang
3.5.1 Kusioner A yang berisi data dentitas atau data demografi pasien
yang meliputi, nama, jenis kelamin, dan ruangan/bangsal, usia,
tingkat pendidikan terakhir dan pelatihan yang diikuti.
3.5.2 Kuesioner B yang berisi tingkat pengetahuan yang meliputi
pernyataan yang diberikan sebanyak 20 pernyataan tentang
monitoring dan Tindak Lanjut (Follow Up) EWS.

Kuisioner yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian


memerlukan uji instrumen yang meliputi uji validitas dan reabilitas
terlebih dahulu sebelum digunakan. Suatu instrumen penelitian dikatakan

31
berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan jika sudah terbukti validitas
dan reliabilitasnya. Uji kuisioner sebagai instrument sebagai berikut :
3.5.1 Uji Validitas Instrument
Instrumen harus valid karena menjadi alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Uji
validitas instrumen yang digunakan adalah validitasi isi dengan
analisis item, yaitu dilakukan dengan menghitung korelasi
antara skor butir instrumen dengan skor total. Apabila nilai
korelasi (r) ≥ 0,3 maka dikatakan item tersebut memberikan
tingkat kevalidan yang cukup, sebaliknya apabila nilai korelasi
(r) ≤ 0,3 maka dikatakan item tersebut kurang valid [ CITATION
Sug161 \l 1033 ].

Pada uji validitas ini dilakukan terhadap perawat yang


berjumlah 20 orang, uji ini dilakukan secara acak dan
dilakukan jika sudah melalui uji etik oleh Rumah Sakit Panti
Rapih.
Uji ini menggunakan teknik korelasi dengan menggunakan
program SPSS (Statistical Package for Social Science). Dalam
SPSS di gunakan uji pearson product moment untuk uji
validitas butir.
3.5.2 Uji Reabilitas Instrument
Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat
pengumpulan data menunjukan tingkat ketepatan, tingkat
keakuratan, kestabilan, atau konsistensi dalam mengungkapkan
gejala tertentu Uji realiabilitas harus dilakukan hanya pada
pernyataan-pernyataan yang sudah memenuhi uji validitas saja
[ CITATION Sug161 \l 1033 ].

Uji reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS


(Statistical Package for Social Science). Untuk melihat uji
reabilitas dilihat apad nilai cronbach alpha di SPSS.
Pernyataan kuesioner dikatakan reliabel bila nilai uji korelasi
(r) alpha = 0,7 atau lebih maka dikatakan item tersebut

32
memberikan tingkat reliable yang cukup, sebaliknya apabila
nilai korelasi (r) alpha ≥ 0,7 maka dikatakan item tersebut
kurang reliable.

3.6 Etika Penelitian


Etika penelitian adalah suatu pedoman yang menunjukan prinsip-prinsip
etik yang diterapkan dalam penelitian dan proposal penelitian sampai pblikasi
hasil[CITATION Soe18 \l 1033 ]. Etika penelitian yang digunakan yaitu :
3.6.1 Menghormati Martabat Manusia (Respect For Human Dignity)
Penelitian perlu mempertimbangkan hak – hak subjek
penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian
tersebut. Selain itu upaya untuk menghormati harkat dan martabat
subjek penelitian, peneliti dapat mempersipkan formulir
persetujuan atau inforrm concent. Setiap responden hak untuk
mendapatkan informasi tentang penelitian yang jelas dan berhak
mengundurkan diri tanpa diberikan sanksi apapun apabila calon
responden tidak bersedia menjadi responden penelitian.
3.6.2 Kerahasiaan
Dalam penelitian ini, dijamin keadilan untuk kerahasiaan
informasi dan data yang telah diberikan oleh responden dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.
3.6.3 Keadilan (Justice)
Pada prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek
penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama tanpa
membedah-bedahkan jender, agama, etnis dan sebagainya.
3.6.4 Manfaat (Benefits)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat
semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subjek
penelitian pada khususnya. Dalam manfaat penelitian ini
bermanfaat untuk mengetahui faktor-faktor yang behubungan
dengan tingkat pengetahuan perawat dalam pelaksanaan follow up
hasil skoring early warning score, sehingga nantinya dapat menjadi

33
masukan dalam pengemabangan maupun perbaikan follow up oleh
perawat terhadap hasil skoring.

3.7 Pengelolahan Data


Analisa data dilakukan melalui pengolahan data yang dilakukan melalui
beberapa tahap yaitu editing, coding, entry, cleaning data dan tabulating data [
CITATION Soe18 \l 1033 ], yaitu :
3.7.1 Editing data
Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan
perbaikan isi formulir atau kuesioner yang telah di isi. Dalam
penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti adalah memeriksa
kembali data responden yang diperoleh atau dikumpulkan.
Kemudian editing dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul
3.7.2 Coding data
Bertujuan mengidentifikasi data yang terkumpul dan memberikan
angka. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam melakukan
analisa data. Dalam penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti
adalah setelah kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau coding, yakni memberikan kode pada hasil jawaban
pertanyaan masing-masing responden.
3.7.3 Entry data
Setelah semua isian kuesionerterisi penuh dan benar, dan juga sudah
melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah
memproses data agar dianalisis. Proses data dilakukan dengan cara
mengentry data dari kuesioner ke perangkat komputer dengan
menggunakan software SPSS versi 21.
3.7.4 Cleaning data
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry
untuk melihat kemungkinan ada kesalahan kode, ketidaklengkapan,
dan kemudian dilakukan koreksi. Setelah semua data diolah, peneliti

34
melakukan pengecekan kembali untuk memastikan tidak ada
kesalahan kode atau ketidaklengkapan.
3.7.5 Tabulating data
Memasukkan data dalam tabel distribusi frekuensi yang disajikan
dalam presentase sehingga diperoleh data dari masing-masing
variabel. Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi data
menggunakan software SPSS versi 21.

3.8 Analisis Data


3.7.1 Analisa Data Univarit
Analisis Univariat adalah seluruh variable yang akan
digunakan dalam analisa ditampilkan dalam distribusi frekuensi
[CITATION Soe18 \l 1033 ].

Analisa Univariat ini untuk melihat distribusi frekuensi dan


presentasenya dari masing - masing variable independen dan
dependen dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package
for Social Science).

3.7.2 Analisa Data Bivariat


Analisa bivariat adalah tekhnik analisa yang dilakukan terhadap
dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi [CITATION
Soe18 \l 1033 ].

Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui cross


tabulation dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package
for Social Science). Analisis hubungan akan dilakukan menggunakan
tabulasi silang dan uji statistik Chi Square dengan tingkat
kemaknaan alpha (~a) = 0,05% jika tidak memenuhi syarat, maka
menggunakan uji alternatif yaitu uji Fisher. Dari uji statistik tersebut
dapat diketahui tingkat signifikan hubungan antara kedua variabel
tersebut. Kemudian untuk hasil uji statistik Chi Square yaitu nilai p,
dibandingkan dengan (~a) = 0,05% maka interpretasi yang diperoleh
sebagai berikut :

35
3.7.2.1 Jika p ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima,
terdapat hubungan yang signifikan / bermakna
3.7.2.2 Jika p ≥ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, tidak
terdapat hubungan yang signifikan / bermakna.

36
DAFTRA PUSTAKA

Alimul , A., & Hidayat. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
(1 ed.). (D. Sjabana, Ed.) Jakarta: Salemba Medika.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Parktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Avard , B., McKay , H., Slater , N., Lamberth, P., Daveso, K., & Mitchell , I.
(2011). Training Manual for The National Early Warning Score and
associated Education Programme. Australia: The Australian Capital
Territory or The Health Directorate, .
Dhiah , A., & Dwi, D. (2020). Persepsi Perawat Terhadap Penerapan Early
Warning Score (Ews) Di Rsud Banyumas. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan, 11(1), 120-125.
Doyle, D. J. (2018). Clinical Early Warning Scores: New Clinical Tools in
Evolution : Review Article. The Open Anesthesia Journal, 12, 26-33.
doi:10.2174/2589645801812010026
Duncan, K. D., & McMullan, C. (2012). Early Warning Systems: The Next Level
of Rapid Response. Nursing., 42(2), 38-44.
doi:10.1097/01.NURSE.0000410304.26165.33
Eriawan, R. D., Wantiyah, & Ardiana . (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Perawat dengan Tindakan Keperawatan pada Pasien Pasca Operasi
denganGeneral Aenesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr. Soebandi
Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, 1(1), 54-61.
Farenden, Gambel, & Welch. (2017). Impact of Implementation of the National
Early Warning Score on Patients and Staff. Observational Study, 78(3),
132-136. doi:10.12968/hmed.2017.78.3.132
Farenden, S., Gamble, D., & Welch, J. (2017). Impact of implementation of the
National Early Warning Score on patients and staff. British Journal of
Hospital Medicine, 78(3), 132-136.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2012). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Jalaludin. (2013). Filsafat ilmu pengetahuan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kolic, I., Crane, S., McCartney, Perkins, Z., & Taylor, A. (2015). Factors
affecting response to National Early Warning Score (NEWS). European
Resuscitation Council, 90, 85-90. doi:10.1111/ane.12452

37
Liljehult , J., & Christensen, T. (2016). Early warning score predicts acute
mortality in stroke patients. Acta Neurol Scand, 133, 1-7.
doi:10.1111/ane.12452
Mitchell , I. A., McKay, H., Leuvan, C. V., Berry, R., McCutcheon, C., Avard, B.,
. . . Lambe, P. (2010). A Prospective Controlled Trial of the Effect of a
Multi-Faceted Intervention on Early Recognition and Intervention in
Deteriorating Hospital Patients. Resuscitation, 81, 658-666.
doi:10.1016/j.resuscitation.2010.03.001
Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
National Institute For Health And Care Excellen. (2020). National Early Warning
Score Systems That Alert to Deteriorating Adult Patients In Hospital.
NICE, 1-18. Retrieved from
https://www.nice.org.uk/advice/mib205/resources/national-early-warning-
score-systems-that-alert-to-deteriorating-adult-patients-in-hospital-pdf-
2285965392761797
Notoadmojo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadmojo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Petersen, J. A. (2018). Early Warning Score Challenges and opportunities in the
care of deteriorating patients. Danish Medical Journal, 65(2), 1-13.
Philips-Healthcare. (2012). Well-implemented Early Warning Score can help
Rapid Response Teams in improving outcomes. Royal Philips Electronics,
1-24. Retrieved from https://www.usa.philips.com/c-
dam/b2bhc/us/topics/early-warning-
scoring/RapidResponseTeam_white_paper_452296285921_LR.pdf
Potter, & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice
(Edisi 7 ed., Vol. 3). Jakarta: ECG.
Prihati, D. R., & Wirawati, M. K. (2019). Pengetahuan Perawat Tentang Early
Warning Score Dalam Penilaian Dini Kegawatan Pasien Kritis. Jurnal
Keperawatan LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, 11(4), 237-
242.
Rajagukguk, C. R., & Widani, N. L. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kepatuhan Pelaksanaan Monitoring Early Warning Score.
Carolus Journal Of Nursing, 2(2), 132-148.

38
Ravikirti. (2016). Early Warning Scoring System for Early Recognition of and
Timely Intervention in Deteriorating Patients in the Hospital. Journal of
The Association of Physicians of India, 64(5), 59-61.
Robinson, K., & Vaughan, B. (2011). Knowledge for nursing pract ice. Wildwood
Aveneu: A Division of Reed Educational and Professional Publishing Ltd.
Royal College of Physicians. (2017). In National Early Warning Score (NEWS) 2
Standardising the assessment of acute-illness severity in the NHS. London:
Great Britain.
Sandi, I. N. (2016). Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Frekuensi Denyut Nadi.
Sport and Fitness Journal, 4(3), 1-6.
Sasroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar - Dasar Metodologi Penelitian
Klinis (4 ed.). Jakarta: Agung Seto.
Smith, et.al. (2019). The National Early Warning Score 2 (NEWS2). ClinIcal
Medicine, 19(3), 260. doi:10.7861/clinmedicine.19-3-260
Spagnolli, W., Rigoni, M., Torri, E., Cozzio, S., Vettorato, E., & Nollo, G. (2017).
Application of the National Early Warning Score (NEWS) as a
stratification tool on admission in an Italian acute medical ward: A
perspective study. International Journal of Clinical Practice, 1-8.
doi:10.1111/ijcp.12934
Subhan, N., Giwangkencana, G. W., Prihartono, M. A., & Tavianto, D. (2019).
Implementasi Early Warning Score pada Kejadian Henti Jantung di Ruang
Perawatan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang Ditangani Tim Code
Blue Selama Tahun 2017. Jurnal Anastesi Perioperatif, 7(1), 33-41.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
PT Alfabet.
Sujarweni, V. W. (2014). Metologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Gava Media.
Suwaryo, P. A., Sutopo, R., & Utoyo, B. (2019). Pengetahuan Perawat Dalam
Menerapkan Early Warning Score System (Ewss) Di Ruang Perawatan.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 15(2), 64-74.
The National Clinical Effectiveness Committee. (2013). In National Early
Warning Score National Clinical Guideline No. 1. Ireland: An Roinn
Slainte Department of Health.
Wawan , A., & Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan
Perilaku. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wawan, A. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

39
40
Lampiran 1

LEMBAR INFORMASI RESPONDEN

Responden yang saya hormati,


Di Bangsal Perawatan Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Hendrikus Reyaan
NIM : 201943021
Prodi / Institusi : Sarjana Keperawatan Program Transfer / STIKes Panti Rapih

Sehubungan dengan akan dilaksanakan penelitian tentang Faktor - Faktor Yang


Berhubungan Dengan Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan Follow
Up Early Warning Scores Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor – faktor yang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat tentang Follow Up Early
Warning Score (EWS). Penelitian ini berupa survey dan tidak akan menimbulkan
bahaya maupun kecacatan bagi responden. Jawaban yang diberikan akan dijamin
kerahasiannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Kuesioner ini terdiri dari dua jenis yaitu Kuesioner A yang berisi tentang data
demografi responden dan Kuesioner B tentang Tingkat pengetahuan dalam
pelaksanaan Follow Up Early Warning Score (EWS). Bersama lembar penjelasan
ini saya selaku peneliti memohon kesediaan rekan sejawat untuk berpartisipasi
dalam mengisi kuesioner pada penelitian ini dengan menandatangani lembar
persetujuan yang telah disediakan. Atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan
terima kasih.

Hormat Saya,

Hendrikus Reyaan
Lampiran 2

PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ____________________________

Ruangan / Bangsal : _____________________________

Saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini.


Saya telah mendapatkan informasi bahwa peneliti telah mendapatkan izin untuk
melaksanakan penelitian dan tidak akan merugikan saya selama menjadi
responden dalam penelitian ini.

Pada penelitian ini, peneliti akan menjamin kerahasiaan dari identitas serta data
yang akan saya berikan. Semua data yang diperoleh peneliti akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data
penelitian. Adapun kegiatan yang saya lakukan adalah mengisi kuesioner yang
telah dibuat oleh peneliti yang terdiri atas kuesioner data responden dan kuesioner
tentang pengetahuan Follow Up Early Warning Score (EWS). Keikutsertaan saya
sebagai responden adalah sukarela serta saya memiliki hak untuk mundur dari
penelitian tanpa ada sanksi.

Saya telah membaca dan memahami lembar persetujuan ini dan saya melakukan
secara sadar dan tanpa paksaan.

Yogyakarta,___/___/2020

Responden

(______________________)
Lampiran 3

Kuisioner Penelitian

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Pengetahuan Perawat


Tentang Pelaksanaan Follow Up Early Warning Score

Petunjuk Pengisian :

Yth Bpk / Ibu / Saudara / Saudari isilah pernyataan dibawah ini dengan
cara menuliskan jawaban pada kolom benar dan salah dengan memberikan tanda
centang (√) pada jawaban yang menurut anda benar.

Kuisioner A

Idetitas Responden
Nama :
Ruangan / Bangsal :
Jenis Kelamin :  Laki – Laki  Peremppuan
Umur Responden :
Tingkat Pendidikan :  Doploma III Keperawatan
 Profesi Ners
Apakah saudara pernah :  Ya, pernah (Jika pernah berapa tahun lalu anak
mengikuti pelatihan mengikuti) :
EWS ?  0 - 2 tahun yang lalu
 2 - 5 tahun yang lalu
 5 - 10 tahun yang lalu
 Belum pernah
Kuisoner B

Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan Follow Up


Early Warning Score

No Pernyataaan Benar Salah


1 Monitoring dan tindak lanjut (follow up) EWS
adalah langkah penilaian untuk mengecek kondisi
perburukan pasien serta tindakan yang akan akan
di ambil selanjutnya.
2 Monitoring dan tindak lanjut (follow up) EWS
boleh dilakukan oleh semua tingkatan perawat
klinik
3 Jika diperoleh hasil skoring EWS Nol (0)
Pengawasan rutin minimal 24 jam dengan NEWS2
score
4 Jika total skor NEWS2 4 maka Perawat atau
penanggung jawab kesehatan memutuskan apakah
pengkatan frekuensi pemantauan dan/atau
peningkatan perawatan klinis (eskalasi) diperlukan
5 Jika total skor NEWS2 hanya 3 maka perawat
tidak perlu menginformasikan / Melaporkan
kepada perawat atau penanggung jawab kesehatan
yang harus menilai pasien.
6 Diperoleh total hasil Skor NEWS2 5 maka
pemantauan dilakukan minimal 2 Jam sekali
7 Pada kategori merah atau kategori risiko tinggi
pada NEWS2 perlu dilakukan pengkajian ulang
lagi dan dapat dilakukan lebih ≥ 20 menit
8 Hasil skor NEWS2 7 maka perawat segera
menginformasikan ke tim medis (Code Blue) untuk
dilakukan tindakan selanjutnya
9 Jika kondisi pasien tidak membaik selama 30
menit setelah dilakukan tindakan resusitasi maka
perlu rujuk perawatan intensif (ICU)
10 Jika skor NEWS2 7 atau lebih maka pengkajian
dan assesment oleh tim medis (Code Blue) dengan
kompetensi perawatan klinis yang juga mencakup
keterampilan advanced airway
11 Didapatkan total Skor NEWS2 3 dalam 1
parametes maka monitoring 4 – 8 jam sekali dan
pengkajian dan assesment oleh perawat
penanggung jawab.
12 Jika pasien dengan kondisi terminal dan hasil
skoring EWS 5 maka pemantauan tetap minimal 1
jam sekali
13 Tingkat kebingungan / delirium yang baru muncul
dimasukan menjadi indikator penilaian NEWS2
dan diberilam skore 3 dan perlu monitoring
berkelanjutan
14 Perawat melaporkan hasil skor, perawat
melaporkan hasil skor EWS lebih dari 4 kepada
DPJP.
15 Skor NEWS 5 atau 6 adalah ambang kunci dan
merupakan indikasi potensi penurunan klinis akut
yang serius dan perlunya respons klinis yang
mendesak
16 Hasil skoring NEWS2 harus tercatat dengan baik
secara berkelanjutan walaupun pasien dilakukan
perawatan lanjutan di ICU dengan monitoring
invasif maupun non invasif
17 Pasien di kategorikan resiko tinggi, dan pasien
tidak responsive dan tingkat kesadaran pain, SpO2
< 85 maka dilakukan penanganan segera dan
mengubungi dokter DPJP
18 Code Blue diaktifkan ketika pasien tidak berespon
saat diberi rangsangan
19 Memantau kondisi pasien setiap 1 jam merupakan
tindakan yang akan dilakukan ketika menemukan
pasien dikategorikan risiko tinggi dan diberikan
label merah
20 Pada pasien skor NEWS2 7 atau lebih dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) harus
mempertimbangkan segala kemungkinan termasuk
CPR (Cardiopulmonry resucitation ataupun
penggunaan ventilasi mekanik (ventilator).
Lampiran 4

Kunci Jawaban Pernyataan Kuisioner Penelitian


Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Pelaksanaan Follow Up
Early Warning Score

No Jawaban No Jawaban
1. B 11 S
.
2. S 12 B
.
3. B 13 B
.
4. S 14 B
.
5. S 15 B
.
6. S 16 B
.
7. B 17 B
.
8. B 18 S
.
9. B 19 B
.
10. B 20 B
.

Keterangan : B = Benar
S = Salah

Note : Jika sesuai dengan kunci jawaban diberikan nilai 1, jika tidak sesuai
kunci jawaban di berikan nilai 0

Jumlah Total Jawaban Benar


Perhitungan Nilai : ¿ X 100 %
JumlahTotal Soal

Anda mungkin juga menyukai