Anda di halaman 1dari 12

Early Warning Score System (EWSS)

Dosen pengampu: Ns. Diah Tika Anggraeni, M. Kep


Disusun guna untuk memenuhi tugas Keperawatan Kritis (Kelas B)

Disusun Oleh :
Luigisha Augusti 1610711012
Ziya Daturrahmah 1610711013
Lycia Dwi Lindiyani 1610711025
Tia Amelia Agustin 1610711031
Mei Diana Arminiarti 1610711033
Yenti Herawati 1610711034
Chalvin Aprianto 1610711041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Early Warning Score (EWS) system adalah suatu sistem permintaan bantuan untuk
mengatasi masalah kesehatan pasien secara dini. EWS didasarkan atas penilaian terhadap
perubahan keadaan pasien melalui pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan
fisiologi pasien. Sistem ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik dengan standarisasi pendekatan
asesmen dan menetapkan skoring parameter fisiologis yang sederhana dan mengadopsi
pendekatan ini dari Royal College of Physicians – National Health Services, 2012.

Ketika seorang pasien mendadak sakit dan datang ke rumah sakit, atau kondisi memburuk
tiba-tiba selama di rumah sakit, maka waktu adalah penting dan respon klinis yang cepat dan
efisien diperlukan untuk optimalisasi hasil klinis yang diharapkan. Bukti saat ini
menunjukkan bahwa tiga serangkai yaitu :
1) Deteksi dini
2) Ketepatan waktu merespon
3) Kompetensi respon klinis, sangat penting untuk menentukan hasil klinis yang
diharapkan.
EWS sistem menggunakan pendekatan sederhana berdasarkan dua syarat utama yaitu:
1) Metode yang sistematis untuk mengukur parameter fisiologis sederhana pada semua
pasien untuk memungkinkan identifikasi awal pasien yang mengalami penyakit akut
atau kondisi perburukan,dan
2) Definisi yang jelas tentang ketepatan urgensi dan skala respon klinis yang
diperlukan, disesuaikan dengan beratnya penyakit.

Format penilaian EWS dilakukan berdasarkan pengamatan status fisiologi pasien.


Pengamatan ini merupakan pengamatan yang bisa dilakukan oleh perawat, dokter ataupun
tenaga terlatih lainnya. Parameter yang dinilai dalam EWS mencakup 7 (tujuh) parameter
yaitu :
1) Tingkat kesadaran
2) Respirasi/ Pernapasan,
3) Output Cairan
4) Oksigen tambahan (non-rebreathing mask, rebreathing mask, nasal kanula)
5) Suhu
6) Denyut nadi,
7) Tekanan darah sistol

Parameter ini sudah rutin diukur dan dicatat dalam rekam medis pada grafik observasi pasien
di setiap rumah sakit. Masing-masing parameter akan dikonversikan dalam bentuk angka, di
mana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien sehingga menjadi indikasi
untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera mungkin.
Tujuan penerapan Early Warning Score (EWS) system ini untuk:
1. Menilai pasien dengan kondisi akut
2. Mendeteksi sejak dini penurunan kondisi klinis pasien selama dalam perawatan di
rumah sakit
3. Dimulainya respon klinik yang tepat waktu secara kompeten

B. KAPAN DILAKUKAN EWS ? 


EWS dilakukan terhadap semua pasien pada asesmen awal dengan kondisi penyakit akut dan
pemantauan secara berkala pada semua pasien yang mempunyai risiko tinggi berkembang
menjadi sakit kritis selama berada di rumah sakit. Pasien-pasien tersebut adalah:
Pasien yang keadaan umumnya dinilai tidak nyaman (uneasy feeling),
1) Pasien yang datang ke unit gawat darurat,
2) Pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil,
3) Pasien yang baru dipindahkan dari ruang rawat intensif ke bangsal rawat inap.
4) Pasien yang akan dipindahkan dari ruang rawat ke ruang rawat lainnya,
5) Pasien paska operasi dalam 24 jam pertama sesuai ketentuan penatalaksanaan pasien
paska operasi.
6) Pasien dengan penyakit kronis,
7) Pasien yang perkembangan penyakitnya tidak menunjukkan perbaikan.
8) Pemantauan rutin pada semua pasien, minimal 1 kali dalam satu shift dinas perawat
9) Pada pasien di Dialysis Unit dan Rawat jalan lainnya yang akan dirawat inap untuk
menentukan ruang perawatan
10) Pasien yang akan dipindahkan dari Siloam Hospitals ke rumah sakit lainnya

Penilaian EWS juga dilakukan terhadap pasien yang akan dipindahkan dari ruang rawat ke
ruang rawat lainnya, dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Bila didapati nilai yang
memungkinkan untuk pengamatan EWS lebih lanjut (pemicu aktivasi respon klinik) maka
keputusan untuk memindahkan pasien bisa dipertimbangkan lagi. Dengan mencatat EWS
secara teratur, kecenderungan respon klinis pasien dapat ditelusuri untuk deteksi dini potensi
penurunan kondis klinis pasien dan memberikan pemicu untuk eskalasi respon klinis lebih
lanjut. Selain itu, pencatatan trend EWS akan memberikan gambaran pemulihan kondisi
pasien, sehingga dapat memfasilitasi penurunan frekuensi dan intensitas monitoring pasien
sampai akhirnya pasien direncanakan discharge.

EWS digunakan sebagai alat bantu dalam asesmen klinis, bukan sebagai pengganti
pertimbangan klinis yang kompeten. EWS tidak digunakan pada anak usia kurang dari 16
tahun dan wanita hamil, karena respon fisiologi kondisi penyakit akut dapat dimodifikasi
pada pasien anak dan wanita hamil.

1. PERNAPASAN
Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah menilai sistem pernapasan pasien
meliputi jalan napas, pernapasan pasien, dan kebutuhan oksigen tambahan. Jalan napas
pasien harus dipastikan bersih dan tidak tersumbat. Bila didapati pernapasan yang
berbunyi, maka dapat dipastikan bahwa terdapat sumbatan pada jalan napas pasien.
Frekuensi pernapasan, pola pernapasan dan adanya pemakaian otot bantu pernapasan
dapat menunjukkan adanya distres pernapasan ataupun obstruksi jalan napas.
Frekuensi pernapasan sangat penting untuk diperhatikan, karena setiap gangguan di
tubuh (nyeri, gelisah, penyakit paru, gangguan metabolik, infeksi dan obstruksi jalan
napas) akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen yang akan ditandai dengan
adanya peningkatan frekuensi pernapasan.
Pola pernapasan akan sangat membantu dalam mengidentifikasi adanya abnormalitas
pada pasien. Pola pernapasan yang cepat dan dalam (Kussmaul) merupakan gambaran
pernapasan pada gangguan asidosis metabolik berat. Pola pernapasan periodik (Cheyene-
Stokes) menggambarkan adanya gangguan pada batang otak atau adanya gangguan
fungsi jantung.
Pola pernapasan yang demikian akan diikuti oleh hipoksemia. Saturasi oksigen yang
rendah pada keadaan hipoksemia ini bisa dideteksi dengan pulse oxymetri. Namun,
pengukuran pulse oxymetri bisa menjadi tidak akurat pada pasien yang hipovolemia,
hipotensi ataupun hipotermi.
Parameter pernapasan yang dipantau dalam EWS ini adalah frekuensi pernapasan dan
saturasi oksigen. Selain itu, nilai bobot 2 harus ditambahkan untuk setiap pasien yang
membutuhkan tambahan oksigen (pemberian oksigen melalui masker atau nasal kanula).

2. SIRKULASI (DENYUT NADI DAN TEKANAN DARAH SISTOLIK )


Pemeriksaan berikutnya setelah pernapasan adalah pemeriksaan sirkulasi. Sirkulasi
yang tidak adekuat bisa disebabkan secara primer oleh adanya gangguan sistem
kardiovaskular, ataupun secara sekunder akibat adanya gangguan metabolik seperti pada
sepsis, hipoksia ataupun pengaruh obat-obatan.
Pemantauan pertama pada sistem sirkulasi adalah pemantauan denyut nadi. Yang
perlu dipantau adalah frekuensi denyut nadi, keteraturan denyut, isi/volume denyut dan
apakah denyut tersebut simetris di masing-masing sisi tubuh. Pada pasien dengan
hipovolemia ataupun dengan curah jantung yang rendah akan dijumpai denyut nadi yang
lemah dan tidak teratur. Frekuensi denyut yang tidak teratur biasanya dijumpai pada
gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrium yang bisa sangat membahayakan.
Denyut yang paradoksikal dengan pernapasan (pulsus paradoxus) akan ditemui pada
kasus hipovolemia, perikarditis, tamponade jantung, asma dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Sementara pada pasien dengan gangguan katup / sekat jantung akan
dijumpai denyut nadi yang teraba bergetar (thrill).
Tekanan darah merupakan turunan dari fungsi kardiovaskuler. Pemantauan tekanan
darah harus dilakukan setelah pemantauan denyut nadi. Pada gangguan sirkulasi yang
ditandai dengan denyut nadi yang terasa lemah, ireguler hampir dapat dipastikan bahwa
pengukuran tekanan darahnya menunjukkan nilai rendah.
Sehingga dengan demikian tekanan darah yang rendah merupakan tanda lambat dari
adanya gangguan sistem kardiovaskuler yang tidak bisa terkompensasi oleh auto regulasi
tubuh. Namun sebaliknya, tekanan darah tinggi bukan merupakan pertanda bahwa
sirkulasi pasien adalah baik.
Tekanan darah tinggi menandakan adanya konstriksi pembuluh darah yang bisa
merupakan akibat dari kompensasi awal tubuh saat hipovolemia, adanya penyempitan
dan kekakuan pembuluh darah (aterosklerosis ataupun pre / eklampsia, dll). Tekanan
darah yang sangat tinggi akan meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik yang
bisa berakibat fatal.

3. NEUROLOGI
neurologi pasien bisa terjadi akibat akibat iskemia, kerusakan struktur otak atau
kerusakan akibat metabolik ataupun infeksi. Identifikasi terhadap gangguan neurologi
yang ada sangat berguna dalam penanganan pasien selanjutnya untuk meminimalkan
kerusakan otak sekunder.
Pemeriksaan neurologi yang dilakukan serial akan sangat membantu dalam
penanganan pasien. Setiap perubahan yang ditemukan dalam pemeriksaan merupakan
indikator yang sensitif dan harus dikaji ulang.
Misalnya, adanya penurunan tingkat kesadaran yang tidak disertai lateralisasi bisa
diakibatkan oleh adanya peningkatan tekanan intrakranial, hidrosefalus, demam,
keracunan ataupun akibat gangguan metabolik yang memerlukan penanganan sesegera
mungkin.
Pemeriksan neurologi dalam EWS dilakukan dengan cara menilai Alert, Verbal, Pain
atau Unresponsive (AVPU), seperti tercantum pada tabel berikut:

4. SUHU TUBUH
Panas tubuh dihasilkan oleh reaksi kimia akibat metabolisme sel. Peningkatan suhu
tubuh ditimbulkan oleh peningkatan produksi panas tubuh akibat peningkatan
metabolisme sel seperti pada aktivitas fisik, tirotoksikosis, trauma, peradangan, dan
infeksi.
Selain itu peningkatan suhu tubuh juga bisa diakibatkan karena gangguan dalam
melepaskan panas ke lingkungan sekitar seperti pada abnormalitas kelenjar keringat,
gagal jantung kongestif, atau bila suhu lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan
suhu tubuh.
Dengan demikian, suhu tubuh bisa menjadi panduan dalam memperkirakan apa yang
terjadi pada pasien. Pada keadaan normal, suhu tubuh berkisar antara 36° - 38° C,
bervariasi dalam 24 jam dan mengikuti pola diurnal.

C. NILAI EWS
a. Nilai EWS: 0
 Frekuensi Monitoring:
Minimal 3 kali sehari atau 1 kali/ shift  atau tiap 4 jam untuk pasien paska perawatan
intensive
 Respon Klinik :
Lanjutkan monitoring EWS rutin
Jika pada re-asesmen ditemukan skor > 0, ikuti petunjuk respon klinis skor rendah
( HIJAU )

b. Nilai EWS: Total 1 - 4 ( SKOR RENDAH )


 Frekuensi Monitoring:
Tiap 4 jam
 Respon Klinik:
1) Hubungi  Dokter Jaga
2) Dokter Jaga verifikasi kondisi pasien dalam waktu < 1 jam setelah dilaporkan
3) Dokter Jaga memutuskan  frekuensi monitoring  ditambah atau ekskalasi ke
Dokter Penanggung Jawab Pasien (Dokter Spesialis)
4) Jika pada re-asesmen ditemukan skor < 1 selama 4 jam observasi, lanjutkan
observasi sesuai petunjuk respon klinis skor 0
5) Sebaliknya, jika ditemukan skor > 2 setelah 2 jam observasi:                                       
 Lakukan re-asesmen dan tingkatkan frekuensi observasi                                                         
 Lanjutkan observasi sesuai petunjuk skor medium ( KUNING )
c. Nilai EWS: Skor MEDIUM (Nilai 3 di sembarang parameter) atau Total 5 – 6
 Frekuensi Monitoring: 
Terus menerus tiap 1 jam sampai kondisi membaik (EWS/ PEWS < 5)
 Respon Klinis:
1) Hubungi Dokter Jaga
2) Dokter Jaga melakukan verifikasi dalam 30 menit sejak dilaporkan, melakukan
pemeriksaan dan penanganan pasien
3) Jika pada re-asesmen ditemukan skor < 5 selama 4 jam observasi, lanjutkan
observasi sesuai petunjuk respon klinis skor rendah ( HIJAU )
4) Sebaliknya, jika ditemukan skor > 6 setelah 1 jam observasi:
5) Lakukan re-asesmen ( perawat/ Dokter Jaga )
6) Tingkatkan frekuensi observasi tiap 30 menit.
7) Observasi pasien sesuai petunjuk skor Tinggi ( MERAH )

d. Nilai EWS: Total 7 atau lebih   (SKOR TINGGI)


 Frekuensi Monitoring: Continuous monitoring dan penanganan dalam 30
menit
 Respon Klinik:
1) Hubungi Dokter Jaga 
2) Dokter Jaga melakukan verifikasi, pemeriksaan da penanganan pasien dalam
waktu  < 15 menit sejak aktivasi EWS
3) Dokter Jaga lapor Dokter Penanggung-Jawab Pasien, Bila >3x tidak dpt
dihubungi, kontak Dokter Spesialis yang sama bidangnya.
4) Dokter Jaga menginformasikan kepada keluarga tentang kondisi pasien dan
kemungkinan pindah rawat ruang intensif
5) Monitor secara kontinu dengan alat monitor portable ( jika tersedia )
6) Jika dalam waktu 30 menit sejak penanganan dan konsultasi dengan Dokter
Penanggung-Jawab Pasien terjadi perburukan pasien, maka Dokter Jaga atas ijin
Dokter Penanggung-Jawab Pasien mengkonsultasikan kepada Intensivist dan
rekomendasi untuk rawat di ruang Intensif (ICU)
7) Jika terjadi Cardiac Arrest, lakukan penanganan sesuai algorithme Code Blue.
8) Jika respon pasien membaik, dan skor < dari 7 setelah 4 jam observasi secara
terus menerus, kembali ikuti petunjuk respon klinis medium ( KUNING )
9) Jika SKOR tetap > 7, Dokter Penanggung-Jawab Pasien dan keluarga setuju
rawat ruang Intensif
10) Pasien dipindahkan ke Ruang Intensif
11) Catatan: Dokter Penanggung-Jawab Pasien adalah dokter spesialis yang
bertanggung jawab pada pasien tersebut.

EWS dikembangkan sebagai alat deteksi dini untuk dapat menentukan prioritas pasien
yang perlu dipantau secara lebih intensif serta memerlukan tindakan yang perlu dilakukan
sesuai dengan penilaian EWS yang dilakukan. Tujuannya adalah agar dapat menurunkan
angka kejadian henti jantung didalam rumah sakit. Untuk itu maka pencatatan EWS harus
dilakukan dengan baik pada semua pasien diruang perawatan rumah sakit.
EWS score dapat memprediksi kejadian henti jantung dalam 48 jam. Penelitian yang
dilaksanakan di NewZeland dinyatakan bahwa implementasi EWS mampu menurunkan
angka kejadian henti jantung dirumah sakit secara signifikan. Pada populasi Asia juga
ditemukan bahwa EWS menurunkan angka heni jantung secara bermakna. Penelitian di
Denmark dinyatakan implementasi EWS jangka panjang masih belum cukup baik.
Implementasi yang tidak baik dapat menyebabkan hasil penilaian EWS yang tidak bermakna

1. Analisis Jurnal "PENGARUH EARLY WARNING SYSTEM TERHADAP


KOMPETENSI PERAWAT : LITERATURE REVIEW"
Menurut analisis yang kami dapatkan dari jurnal dengan judul "Pengaruh Earlt
Warnung System Terhadap Kompetensi Perawat : Literature Review" yaitu tentang
perubahan kondisi fisiologis pada pasien yang terkadang tidak disadari oleh perawat sebagai
penurunan tanda klinis pasien akibat kurangnya kemampuan perawat dalam mengenali
perburukan kondisi pasien sehingga mengakibatkan kejadian tidak diharapkan seperti cardiac
arrest, pemindahan pasien ke ruang Intensive care yang tanpa perencanaan, dan kematian.
Dengan menggunakan Early Warning System perawat dapat terbantu untuk
mengidentifikasi lebih dini perubahan kondisi pasien agar tidak mengalami kejadian yang
tidak diharapkan karena metode Early Warning System merupakan sistem skoring fisiologis
yang digunakan pada pasien sebelum mengalami kondisi kegawatan. Jadi, penerapan early
warning system dianjurkan untuk diterapkan di rumah sakit, karena sangat membantu
perawat untuk mengidentifikasi perubahan fisiologis pasien dan perlunya pemahaman
perawat yang baik agar pasien menerima perawatan dengan aman dan berkualitas.

2. Analisis Jurnal “efektifitas elektronik early warning system dalam identifikasi


perburukan neonatus di unit perawtan intensif : studi literatur review”
Dalam jurnal EFEKTIFITAS ELEKTRONIK EARLY WARNING SYSTEM DALAM
IDENTIFIKASI PERBURUKAN NEONATUS DI UNIT PERAWATAN INTENSIF:
STUDI LITERATUR REVIEW, Kurniaty menyimpulkan peningkatan realibilitas
penggunaan tekhnologi sistem informasi yang ada pada rekam medis elektronik dengan
penambahan skoring resiko, khususnya pada neonatal di unit perawatan intensif dalam
mendeteksi dini kondisi perburukan klinis yang mungkin terjadi selanjutnya, sehingga
mampu memberikan informasi yang signifikan kepada semua profesi pemberi asuhan
neonatal. Penggunaan elektronik Neonatal Early Warning System (NEWS) dan monitoring
skor Heart Rate Observation (HeRo) mendasarkan penilaiannya pada varian perubahan
fisiologis neonatal, mampu memberikan manfaat pada ketepatan dan kecepatan dalam
melakukan pengambilan keputusan klinis pasien, serta menurunkan angka mortalitas,
morbiditas, maupun lama rawat NICU.

Setelah kami membaca jurnal tersebut, kami menyimpulkan Neonatal Early Warning 
Score (NEWS)  merupakan  sistem pelacakan dan  identifikasi dari pencatatan tanda vital
dan  terdapat rentang angka penilaian terhadap  hasil yang berada diluar  batas normal, 
kemudian total penjumlahan  dari masing-masing penilaian akan memberikan identifikasi
sejauh  mana kondisi perburukan  klinis yang terjadi pada neonatal. Memadukan penilaian
NEWS pada monitoring rekam medis elektronik di unit perawatan  intensif  neonatal
memberikan manfaat nilai tambah dalam mengidentifikasi neonatal terhadap resiko 
terjadinya perburukan  klinis untuk penatalaksanaan yang tepat, serta memberikan  evaluasi
terhadap keefektifan NEWS dalam melakukan skrining masuk  ke unit perawatan intensif
neonatal.

2. Analisis Jurnal “Implementasi Early Warning Score pada Kejadian Henti Jantung di
Ruang Perawatan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang Ditangani Tim Code Blue
Selama Tahun 2017”
Menurut Jurnal Anestesi Perioperatif
Tahun 2019 dengan judul “Implementasi Early Warning Score pada Kejadian Henti
Jantung di Ruang Perawatan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang Ditangani Tim Code
Blue Selama Tahun 2017” mengatakan bahwa keberhasilan Early warning score (EWS)
dalam menurunkan angka kejadian henti jantung dipengaruhi oleh implementasi yang baik
dari instrumen EWS sesuai dengan pedoman yang ditetapkan. Pada penelitian ini data rekam
medis pasien yang mengalami henti jantung menunjukkan nilai EWS yang tinggi saat henti
jantung dan terdapat kecenderungan peningkatan nilai EWS dalam 6 jam sebelum kejadian
henti jantung. Implementasi EWS di ruang rawat inap RSUP Dr. Hasan Sadikin belum cukup
memuaskan. Tindak lanjut yang dilakukan setelah penilaian EWS belum sesuai dengan
standar prosedur operasional EWS yang berlaku.
Menurut kelompok kami, Penurunan angka kejadian henti jantung dipengaruhi oleh
implementasi dari EWS. Nilai rerata dari EWS didalam penelitian ini yaitu adanya
kecenderungan peningkatan nilai EWS pada 6 jam sebelum kejadian henti jantung dan saat
henti jantung. Maka dari itu hasil EWS ini memberi kesan berkaitan dengan peningkatan
angka kejadian henti jantung pada setiap titik waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Joseph, E P& Delinger RP, 2015, Critical Care Medicine, China, Elsevier

Royal College of Physicians – National Health Services, 2012.

Royal College of Physicians, December 2017

Tavianto D .,Giwangkencana G, Prihartono M, Subhan N,. (2019). Implementasi Early


Warning Score pada Kejadian Henti Jantung di Ruang Perawatan RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung yang Ditangani Tim Code Blue Selama Tahun 2017. Jurnal Anestesi Perioperatif
JAP.2019;7(1):33-41

Tobing. KIS (2018). Efektifitas Elektronik Early Warning System Dalam Identifikasi
Perburukan Neonatus Di Unit Perawatan Intensif: Studi Literatur Review. Journal of Borneo
Holistic Health. Volume 1 No. 2

Zuhri M, & Nurmalia D.(2018).Pengaruh Early Warning System Terhadap Kompetensi


Perawat : Literature Review. Prosiding Seminar Nasional Keperawatan “Pengembangan Self
Management Pada Pelayanan Kesehatan", 215-220

Anda mungkin juga menyukai