Anda di halaman 1dari 37

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Dosen Pengampu : Ns. Arief Wahyudi Jadmiko, S.Kep, M.Kep

“Asuhan keperawatan pasien dengan Cedera Kepala”

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penyusun sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.Makalah yang berjudul “Asuhan keperawatan pasien dengan Cedera
Kepala” ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat.Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan
kepada kami dalam pembuatan makalah ini terutama kepada :

1. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk

menyelesaikan makalah ini

2. Semua aspek yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Depok, 26 September 2019


1. PREVALENSI
Prevalensi cedera pada masyarakat di Indonesia pada tahun 2007 sebesar
7,5%, dengan urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh, kecelakaan lalu lintas
(KLL) darat dan terluka benda tajam/tumpul (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2007). Pada tahun 2013 terdapat peningkatan prevalensi cedera menjadi
8,2%, dengan urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh 40,9%, kecelakaan
sepeda motor (40,6%), cedera karena benda tajam/tumpul 7,3%, transportasi darat
lainnya7,1% dan kejatuhan 2,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI,
2013). (1)

Menurut data Riskerdas sendiri, di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi


kejadian cedera dengan penyebab tertinggi (40,6%) adalah kecelakaan sepeda motor.
Secara khusus daerah Nusa Tenggara Timur menempati angka tertinggi dalam
proporsi cedera akibat terjatuh (55,5%). (2)
Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2%, dengan prevalensi tertinggi
ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dant terendah di Jambi (4,5%) dan angka
insiden kecelakaan jalan di Indonesia tercatat masih cukup tinggi. WHO
memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi salah satu
penyebab penyakit dan trauma ketiga paling banyak di dunia. Insiden cedera kepala di
Eropa pada tahun 2010 terdapat 500 per 100.000 populasi (Irawan, 2010). Setiap
tahun diperkirakan terdapat 1,4 juta kasus cedera kepala, dengan lebih dari 1,1 juta
yang datang ke Unit Gawat Darurat (World Health Organization, 2010).

2. PENGERTIAN
Cedera kepala merupakan suatu masalah kesehatan pada daerah kepala yang
didapat.dialami sebagai akibat suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor
yang datangnya mendadak, tidak dikehandaki sehingga menimbulkan cedera (3).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Cedera otak adalah suatu proses intrakranial yang disebabkan oleh
benturan eksternal pada kepala. Benturan yang terjadi akan menyebabkan cedera pada
otak apabila daya yang ditimbulkan melebihi kapasitas protektif otak. (2)
3. KLASIFIKASI
Cedera kepala diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS
a) Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 13 – 15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala

b) Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 8 – 13


Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
1) Amnesia paska trauma
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)

4) Kejang

c) Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(2)
4. ETIOLOGI
A. Penyebab umum cedera kepala:
a) Semua jenis tabrakan lalu lintas.
b) Jatuh.
c) Penyerangan.
d) Cedera olahraga dan rekreasi.
e) Cedera di tempat kerja.
f) Kecelakaan lain.
(Oxford Handbook Of Emergency Medicine Fourth Edition,2012)(4)
B. Cidera otak primer atau sekunder.

Penyebab cedera kepala dibagi menjadi :

a) cedera primer yaitu cedera yang terjadi akibat benturan langsung maupun tidak
langsung,
b) cedera sekunder yaitu cedera yang terjadi akibat cedera saraf melalui akson
meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea / hipotensi sistemik. Cedera
sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan
intrakranial dan perubahan neurokimiawi

5. FAKTOR RESIKO
a) Besar kekuatan yang menyebabkan terjadinya trauma (semakin besar
kekuatan semakin besar pula kerusakan yang di timbulkannya).
b) Efek sekunder dari cidera otak.
c) Alkoholik dan aktifitas pengendara kendaraan bermotor yang ceroboh tidak
menggunakan sabuk pengaman, penggunaaan senjata yang tidak tepat.
6. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa gejala relatif umum setelah cedera kepala (misalnya sakit kepala dan
muntah) - banyak pasien akan mengeluh tanpa ini tanya langsung. Ada sejumlah
gejala lain, yang pasien mungkin tidak menyebutkan kecuali diminta secara spesifik.
Tanyakan tentang gejala berikut:
a) Sakit kepala.
b) Mual dan muntah.
c) Kelemahan anggota gerak.
d) Paraesthesiae adalah sensasi terbakar atau tusukan, paling umum ketika
ada tekanan yang berkelanjutan pada saraf
e) Diplopia (penglihatan ganda)
f) Rhinorrhoea (rongga hidung dipenuhi cairan lendir)
g) Otorrhoea. (bagian telinga mengeluarkan lendir)
(Oxford Handbook Of Emergency Medicine Fourth Edition,2012)(4)
7. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi
saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita
lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan
terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak
sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan
dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan
yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan
volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf
kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas
(Arif Muttaqin, 2008).(5)

8. PATHWAY
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan medis yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala, meliputi hal-hal
dibawah ini
a) CT-scan (dengan tanpa kontras)

b) MRI
c) Angiorfi serebral

d) EEG berkala

e) Foto rontgen, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur


garis (perarahan/edema), fragmen tulang
f) PET(Positron Emission Tomography) meneteksi perubahan aktivitas metaolisme
otak

g) Pemeriksaan CFS, lumbal pungsi: dapat dilakukan jika di duga terjadi perdarahan
subaraknoid
h) Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peninkatan
tekanan intracranial
i) Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran
j) Analisis Gas Darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan
status respirasi, status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan
AGD ini adalah status oksienisasi dan status asm basa (Arif Muttaqin,2008)(5)
10. KOMPLIKASI
a. Hematoma intrakranial
Kesadaran yang menurun setelah cedera kepala mungkin disebabkan oleh
hematoma intrakranial.
Pengamatan dan pemantauan yang akurat sangat penting dalam
mengidentifikasi hal tersebut perkembangan awal, karena intervensi bedah
dapat menyelamatkan nyawa.
Agitasi atau kebingungan, sakit kepala yang semakin parah, atau persisten
muntah memerlukan penilaian ulang oleh seorang dokter senior.
Pasien yang menggunakan antikoagulan atau mereka yang memiliki gangguan
pendarahan ada dirisiko mengembangkan hematoma intrakranial setelah
cedera kepala.

b. Hematoma ekstradural
Hematoma ekstradural dihasilkan dari pecahnya salah satu arteri meningeal
yang membentang antara dura dan tengkorak. Penyebab tersering adalah linear
fraktur tulang temporo-parietal, dengan cedera terkait ke tengah arteri
meningeal. Cedera / laserasi pada arteri ini dapat menyebabkan hematoma
yang berkembang dengan cepat jika tidak dievakuasi, dapat berakibat fatal.
Pasien-pasien ini mungkin sulit menilai, karena cedera awal sering relatif
kecil. Lebih dari setengah kasus terjadi pada orang berusia <20 tahun. Pasien
dapat melaporkan periode ketidaksadaran, diikuti oleh koherensi penuh dan d
GCS berikutnya. Tanda dan gejala akan disebabkan oleh meningkatnya ICP.
Peran perawat dengan ini pasien adalah penilaian neurologis yang akurat dan
pemantauan yang konsisten.

c. Hematoma subdural
Hematoma subdural adalah gumpalan darah yang terbentuk di bawah dura
mater. Jenis perdarahan vena ini biasanya disebabkan oleh trauma seperti
jatuh, serangan, atau pola akselerasi / deselerasi yang terkait dengan RTC. Ada
dua jenis utama hematoma subdural:
akut — berkembang dalam 24 jam setelah trauma awal dan berhubungan
dengan penghinaan otak yang parah;
kronis — berkembang selama beberapa hari setelah trauma awal dan sering
terjadi pada orang tua dan pecandu alkohol. Pasien dapat datang dengan
tingkat kesadaran yang berfluktuasi, dan mungkin ada yang samar, atau
terkadang tidak, riwayat trauma. Prognosis yang buruk kemungkinan terjadi
jika hematoma subdural bilateral atau terakumulasi dengan cepat, atau jika ada
keterlambatan> 4 jam dalam mencapai bedah saraf definitif pengelolaan.
d. Cedera aksonal difus
Ini adalah cedera otak yang parah, seringkali karena perlambatan yang cepat,
dan penyebab paling umum dari koma dan kecacatan berikutnya. Pasien
dengan difus cedera aksonal sering dalam koma yang dalam segera setelah
cedera, meskipun awalnya ICP normal dan CT scan normal. (6)

11. ISSU DAN TREND PENATALAKSANAAN


A. PENGARUH POSISI HEAD UP 30 DERAJAT TERHADAP NYERI
KEPALA PADA PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN
Cedera kepala ringan merupakan salah satu klasifikasi dari cedera kepala yang
dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada fungsi persarafan serta
penurunan kesadaran pada seseorang tanpa menimbulkan kerusakan pada
organ lainnya. Cedera kepala ringan dapat disebabkan adanya trauma yang
pada kepala dengan nilai GCS: 14-15, tidak terdapat penurunan kesadaran,
biasanya terdapat keluhan pusing dan nyeri akut, serta lecet atau luka pada
kepala maupun terjadi perdarahan di otak. Biasanya terdapat keluhan nyeri
kepala serta pusing pada klien. Klien juga mengalami lecet atau luka pada
kulit kepala maupun perdarahan pada otak.
Nyeri kepala adalah pengalaman yang tidak menyenangkan baik sensorik
maupun emosional yang diakibatkan oleh kerusakan atau potensial kerusakan
jaringan otak.
Posisi head up 30 derajat merupakan posisi untuk menaikkan kepala dari
tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat dan posisi tubuh dalam keadaan
sejajar.
Prosedur Posisi Head Up 30 Derajat Prosedur kerja pengaturan posisi head up
30 derajat adalah sebagai berikut:
a) Meletakkan posisi pasien dalam keadaan terlentang
b) Mengatur posisi kepala lebih tinggi dan tubuh dalam keadaan datar
c) Kaki dalam keadaan lurus dan tidak fleksi
d) Mengatur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 30 derajat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan posisi head up 30 derajat
adalah fleksi, ekstensi dan rotasi kepala akan menghambat venous return
sehingga akan meningkatkan tekanan perfusi serebral yang akan berpengaruh
pada peningkatan TIK.
Terdapat perbedaan yang signifikan rerata skala nyeri kepala antara sebelum
dan sesudah dilakukan posisi head up 30 derajat pada pasien cedera kepala
ringan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitan ini dapat
menjadi salah satu intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk
mengatasi nyeri pada pasien cedera kepala ringan. (7)
12. PRINSIP PENDIDIKAN
a. Pendidikan Kesehatan atau Edukasi pasien merupakan proses interaksi antara
perawat dan pasien serta perawat dan keluarga, memberikan informasi kesehatan
pasien serta menambah pengetahuan pasien dan keluarga sehingga dapat
menciptakan pelayanan praktik keperawatan yang efektif dan efisien
b. Gaya belajar
c. Rencana pembelajaran yang efektif dapat menggunakan kombinasi berbagai
metode pembelajaran.
d. Perhatian merupakan hal utama agar pasien siap menerima pembelajaran yang
disampaikan.
e. Motivasi diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
f. Pemakaian pendekatan teori yang sesuai dalam memberikan edukasi
g. Adaptasi psikososial terhadap penyakit yang dialami pasien
h. Partisipasi pasien
i. Kemampuan belajar harus diperhatikan oleh perawat sesuai dengan kemampuan
perkembangan kognitif dan kemampuan fisik.
j. Strategi pemberian edukasi sesuai tingkat kemampuan kognitif dan kemampuan
fisik pasien.
k. Lingkungan belajar yang ideal membantu pasien fokus terhadap informasi yang
disampaikan selama edukasi.
13. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Teori Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus Stroke adalah timbulnya kelemahan
motoric.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Dilakukan untuk menentukan sebab dari Stroke, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit sehingga bisa ditentukan kelemahan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena.
2) Riwayat penyakit dahulu
Dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab stroke dan
memberi petunjuk penanganan
3) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit stroke merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya stroke seperti hipertensi yang
sering terjadi pada beberapa keturunan.

d. Primary Survey
1. Airway
Open and inspect – talking? tongue occluding airway? loose teeth/foreign
objects? secretions? edema?
Jika ada obstruksi maka lakukan :
 Chin lift / jaw trust
 Suction
 Guendel airway / OPA
 Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi
netral
2. Breathing
Spontaneous? chest rise? normal rate? accessory muscle use? abnormal
skin color? soft tissue or bone deformity? tracheal deviation? JVD?
3. Circulation
Pulse general rate & quality, Skin color, temperature, external bleeding,
normal skin temp and moisture? good cap refill?
4. Disability
What’s LOC using AVPU? GCS? normal pupils (PERL)?
1) APVU:
 A(alert): sadar
 V(voice): memberikan reaksi pada suara
 P(pain): memberikan reaksi pada rasa sakit
 U(unconscious): tidak sadar
2) GCS

3) Normal Pupil PERL : Pupil isocoor/unisocoor, reaksi terhadap


rangsangan cahaya

5. Exposure
Remove clothing? what’s body temp?
e. Secondary Survey
1. SAMPLE (MIVT)
 Sign and symptom (tanda dan gejala yang muncul)
 Alergi (adanya alergi makanan, obat, lingkungan dll)
 Medikamentosa (pengobatan yang sedang dijalani)
 Pertinent medical or surgical history (Riwayat penyakit dan
pembedahan yang berhubungan dengan gejala pasien)
 Last oral intake (Asupan makan terakhir)
 Events leading up to illness or injury (Peristiwa yang menyebabkan
penyakit atau cedera).

2. Head To Hoe Assessment


Head and Face  Inspect for wounds, ecchymosis, deformities, from nose &
ears, check pupils
 Palpate for tenderness, note bony cuepitus, deformity
Neck  Remove anterior portion of cervical collar to inspect &
palpate the neck
 Inspect for wounds, ecchymosis, deformities & distended
neck veins
 Palpate for tenderness, note bony crepitus, subcutaneous
emphysema & tracheal position
Chest  Inspect for breathing role & depth, wounds, deformities,
ecchymosis, use of accessory muscles, paradoxical
movement
 Palpate for tenderness, note bony crepitus, subcutaneous
emphysema & deformity
 Auscultate breath & head sounds
 DCAB BLS TIC
Abdomen and  Inspect for wounds, distention, ecchymosis and scars
Flanks  Auscultate bowel sounds
 Palpate all four quadrants for tenderness, rigidity, guarding,
masses and femoral pulses
 TIC
Pelvis and  Inspect far wounds, deformities, ecchymosis, priapism,
Perineum blood at the urinary meatus or in the perineal area
 Palpate the pelvis and anal sphincter tone
 DCAB BLS TIC
Extremities  Inspect for erachymosis movement wounds and deformities
 Palpate for pulses, skin temperature, sensation, tenderness,
deformities and note bony crepitus
 DCAB BLS TIC :
D : deformitas (perubahan bentuk)
C : contusio (memar)
A : abrasi (babras)
B : burn (luka bakar)
L : laserasi (robek)
S : swelling (bengkak)
T : tendernes
I : instability (tidak stabil/tidak boleh ditekan)
C : crepitasi
J : juguler
V : vena
D : distensi

f. Examination Support
Pemeriksaan penunjang (Laboratory test, X-Ray, BGA etc)
g. Therapy
Obat-obatan yang sedang dikonsumsi (Drug, Diet etc)
h. Data Analysis
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir
rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan, dengan format :

Day/ Date/ Simple


No Data Etiology Problem
Time Pathway
i. Nursing Diagnoses
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai pengalaman/respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual atau
potensial. Diagnosis keperawatan memberi dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga perawat menjadi akuntabel
(NANDA, 2012)
Perumusan diagnosa keperawatan :
1) Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik
yang ditemukan.
2) Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di
lakukan intervensi.
3) Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
4) Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat
sejahtera yang lebih tinggi.
5) Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan
actual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu
kejadian atau situasi tertentu.

j. Intervention
Perencanaan merupakan suatu petunjuk atau bukti tertulis yang menggambarkan
secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai
dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan (Asmadi, 2008). Dengan
format:
Nursing
Day/ Date/ Nursing Outcomes
No Dx Interventions Signature/ Name
Time Classification (NOC)
Classification(NIC)

k. Implementation
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan keperawatan
ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008). Dengan format:
Day/
No Implementati Signature
Date/ Response
Dx on / Name
Time
S:
O:

i. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008).
Dengan format:
Day/ Date/ Signature/
No Dx Evaluation
Time Name
S. Reason for seeking care or
other information the
patient or family members
tell you
O. Factual, measurable data,
such as observable signs
and symptoms, vital signs
or test value
A. Conclusion based on
subjective and objective
data and formulated as
patient problems or nursing
diagnoses
P. Strategy for relieving the
patient’s problems,
including short-term and
long-term actions

l. Discharge Summary
Laporan klinis pada akhir perawatan di rumah sakit atau pelayanan medis.
Resume pasien pulang memuat keluhan utama, temuan diagnosis, terapi,
perkembangan pasien, dan rekomendasi saat pasien pulang.
14. TINJAUAN KASUS
A. Kasus Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan pasien Cedera Kepala
Seorang remaja usia 23 tahun bernama Tn. A mengalami kecelakaan lalu lintas
Keluarga klien mengatakan , klien tidak sadarkan diri ± 2 jam sebelum masuk rumah
sakit karena kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh motor di jalan jalur, keluarga
mengatakan keadaan klien muntah-muntah dengan mengeluarkan cairan darah
konsistensi cair pekat. Lalu klien segera dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapatkan
pertolongan. Sesampainya di RS klien dengan penurunan kesadaran GCS 3
(E1M1V1) langsung masuk ke ruangan perawatan Prioritas 1 (Triage Merah) dan
dilakukan tindakan membersihkan jalan nafas dan memasang ETT serta alat bantu
nafas ventilator. lalu di lakukan pengkajian kasus keperawatan dan didapatkan hasil
klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 2t (E1VtM1), terpasang
ventilator, terpasang monitor EKG, terpasang IVFD Ringerfundin gtt 20x/menit,
terpasang kateter, TD= 100/60 mmHg , RR= 30x/menit, T= 37,50C, HR=
65x/menit, adanya jejas di daerah mata, pipi, luka di bagian kepala belakang sebelah
kanan berukuran 3cm dan terdapat darah dari mulut.

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a.Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 23th
Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Jl.Limo Raya Depok
Tanggal/ Jam masuk RS : 28 Oktober 2019, 08.00 WIB
Tanggal/ Jam pengkajian : 28 Oktober 2019, 08.00 WIB
Diagnosa medis : Trauma Cavitis / Cedera Kepala Berat

b. Penanggungjawab
Nama : Tn.Krismanto
Age : 48 Th
Kelamin : Laki laki
Religion : Islam
Alamat : Jl.Limo Raya Depok
Hub. Dengan pasien : Orang Tua

2. Keluhan Utama
Adanya onset kelemahan yang mendadak dari sisi kanan saat bangun tidur
3. Riwayat Penyakit

a.Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien terdiagnosis CVA

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan hyperlipidemia

c.Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak Terkaji

4. Primary Survey
a. Airway : Tersumbat, ada banyak darah di hidung dan mulut
suara nafas gurgling
b. Breathing : Respirasi rate 30x/menit, ada retraksi dinding dada,
pernapasan dada, takipneu,pernapasan cuping hidung, suara nafas grugling
c. Circulation : klien terihat pucat, ada perdarahan dikepala
belakang bagian kanan, nadi teraba dan teratur, heart rate 65x/menit, TD
100/60 mmHg, suhu 37,5OC, CRT <2 detik, akral teraba hangat, turgor
elastis
d. Disability : penurunan kesadaran, GCS 3, pupil Anisokor,
gangguan menelan dan makan

e. Exposure : Terdapat jejas di daerah mata dan pipi sebelah kanan, luka
3cm di kepala belakang sebelah kanan.

5. Secondary Survey
a.SAMPLE (MIVT)
 Sign and symptom : kecelakaan lalu lintas
 Alergi : Tidak terkaji
 Medication: Tidak terkaji
 Pertinent Medical history: Pasien memiliki riwayat hipertensi dan
hyperlipidemia
 Last Meal : Tidak terkaji
 Event : Tidak Terkaji

b. Head To Hoe Assessment


Head and Bentuk kepala asimetris, ada bengkak, ada luka di
Face kepala belakang sebelah kanan.

1. Rambut : Lurus, tidak ada kebotakan


2. Mata : mata kebiruan, ananemia,anisokor,
3. Wajah : Bentuk wajah oval dan tidak simetris
4. Hidung : ada lesi dan lecet-lecet
5. Mulut : bibir sianosis
6. Telinga : Bentuk simetris
Neck Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
Chest 1. Paru-paru
Bentuk dada simetris, ada retraksi dinding
dada
2. Jantung
Palpasi :Tidak teraba nyeri
Perkusi : Terdengar pekak pada ICS 2
kanan dan kiri sampai dengan ICS 5
Auskultasi : S1>S2, reguler, tidak terdengar
murmur dan S3 atau bunyi gallop
Abdomen Inspeksi : ada lesi dan jejas
and Palpasi : -,
Flanks Perkusi : Terdengar timpani
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Pelvis and Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada benjolan
Perineum Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, kandung kemi
tidak teraba penuh
Extremitie Ada luka dan jejas di ekstremitas bagian kanan, ada
s perdarahan, bengkak, dan ada keterbatasan gerak.

6. Examination Support
Klien telah dilakukan pemeriksaan penunjang:
Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Glukosa sewaktu 150 mg/dl 70-140
Urea 32 mg/dl 10-50
Kreatinin 1,00 mg/dl 0,5-1,2
SGOT 23 u/L 0-31
SGPT 14 u/L 0-32
K 41 Mmol/L 3,4-5,4
Na 145 Mmol/L 135-155
Cl 99 Mmol/L 95-108
HbsAg Negatif
WBC 14,59 [10^3/uL] 4,8-10,8
RBC 3,99 [10^6/uL] 4,2-5,4
HGB 10,3 [g/dL] 12-16
HCT 32,6 [%] 37-47

7. Therapy
Tidak terkaji

8. Data Analysis
DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
DS : tidak dapat dinilai Ketidakefektifan bersihan
Cidera kepala
DO : jalan nafas

1. Ku: penurunan Cidera otak primer


kesadaran
2. Kesadaran: coma Kerusakan Sel otak 
3. Terpasang
Ventilator,  rangsangan simpatis

 tahanan vaskuler
Sistemik & TD 
4. RR: 30x/m,
N : 65x/M
T : 37,50C
TD: 100/60 mmHg
5. Terdapat secret di
selang ETT dan
mulut
6. Suara nafas
tambahan stridor

DS : tidak dapat dinilai Ketidakefektifan perfusi


jaringan cerebral
DO :
Cidera kepala
1. Ku: penurunan
kesadaran Cidera otak primer
2. Kesadaran: coma
3. GCS: 2t (E1VtM1) Kerusakan Sel otak 
4. Terpasang
Ventilator, Gangguan autoregulasi
5. RR: 30x/m,
N : 65x/M Aliran darah keotak 
0
T : 37,5 C
TD: 100/60 mmHg O2 

gangguan
metabolisme
6. Pupil anisokor
7. Kebiruan sekitar
mata (jejas)
8. Kepala bengkak dan
asimetris

DS : tidak dapat dinilai Ketidak efektifan Pola


Kecelakaan lalu lintas
DO : Nafas

1. Ku: penurunan Cidera kepala

kesadaran
2. Kesadaran: coma Cidera otak primer

3. Terpasang
Ventilator,
4. RR: 30x/m, Kerusakan sel otak

N : 65x/M
T : 37,50C Rangsangan simpatis

TD: 100/70 mmHg


5. Suara nafas Kebocoran cairan kapiler

Oedema paru
tambahan stridor

B. Nursing Diagnoses

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebra
Rencana Tindakan Keperawatan

NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWTAN


NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Ketidakefektifan bersihan jalan NOC: Status Pernapasan: Kepatenan NIC: manajemen jalan napas
nafas b/d obtruksi jalan nafas jalan nafas
1. Monitor status pernafasan dan oksigenisasi
ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24
2. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau
DS : tidak dapat dinilai jam status pernafasan klien tidak
jaw thrust
DO : terganggu dengan kriteria hasil:
3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial untuk
1. Ku: Penurunan memasukkan alat membuka jalan nafas
N Skala Awal Akhir
kesadaran 4. Masukkan alat nasopharingeal airway (NPA)
o
2. Kesadaran: coma
1 Suara nafas 2 5 atau oro[haringeal airway (OPA)
3. GCS: E1VtM1,
tambahan 5. Posisikan klien untuk memaksimalkan
4. Terpasang Ventlator, 2 Pernapasan 4 5 ventilasi
5. RR: 30x/m, cuping hidung 6. Lakukan penyedotan melalui endotrakea dan
3 Akumulasi 3 5
N : 65x/M nasotrakea
0 sputum
T : 37,5 C
4 Frekuensi 3 5 7. kelola nebulizer ultrasonik
TD: 100/60 mmHg
pernafasan 8. posisikan untuk meringankan sesak napas
6. Terdapat secret di selang Indikator: 9. auskultasi suara nafas, catat area yang
ETT dan mulut 1. Sangat berat ventilasinya menurun atau tidak ada dan
7. Suara nafas stridor 2. berat adnaya suara tambahan
3. sedang 10. Edukasi keluarga klien tentang keadaan
4. ringan klien.
5. tidak ada 11. Kolaborasi dengan tim dokter dala pemberian
obat

2 Ketidakefektifan pola nafas b/d NOC: Status Pernapasan: Kepatenan NIC: manajemen jalan napas
gangguan neurologis ditandai jalan nafas
1. Monitor status pernafasan dan
dengan Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24
oksigenisasi
DS : tidak dapat dinilai jam status pernafasan klien tidak
2. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift
DO : terganggu dengan kriteria hasil:
atau jaw thrust
1. Ku: Penurunan 3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial
N Skala Awal Akhir
kesadaran untuk memasukkan alat membuka jalan
o
2. Kesadaran: coma
1 Suara nafas 2 4 nafas
3. GCS: E1VtM1,
tambahan 4. Masukkan alat nasopharingeal airway
4. Terpasang Ventlator, 2 Pernapasan 4 5 (NPA) atau oropharingeal airway (OPA)
5. RR: 30x/m, cuping hidung 5. Posisikan klien untuk memaksimalkan
3 Akumulasi 3 5
N : 65x/M ventilasi
0 sputum
T : 37,5 C
4 Freuensi 3 5 6. Lakukan penyedotan melalui endotrakea
TD: 100/60 mmHg
pernafasan dan nasotrakea
6. Terdapat secret di selang Indikator: 7. kelola nebulizer ultrasonik
ETT dan mulut 1. Sangat berat 8. posisikan untuk meringankan sesak
7. Suara nafas stridor 2. berat napas
3. sedang 9. auskultasi suara nafas, catat area yang
4. ringan ventilasinya menurun atau tidak ada dan
5. tidak ada adnaya suara tambahan
10. Edukasi keluarga klien tentang keadaan
klien.
11. Kolaborasi dengan timdokter dala
pemberian obat

3 Ketidakefektian perfusi jaringan NOC: perfusi jaringan: cerebral NIC: Monitor tekanan intra kranial
serebral b/d trauma Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 1. Monitor status neorologis
DS : tidak dapat dinilai jam perfusi jaringan serebral klien tidak 2. Monitor intake dan ouput
DO : ada masalah dengan kriteria hasil: 3. Moniotr tekanan aliran darah ke otak
No Skala Awal Akhir 4. Monitor tingkat CO2 dan pertahankan
1. Ku: penurunan kesadaran
1 Muntah 4 5 dalam parameter yang ditentukan
2. Kesadaran: coma 2 Demam 4 5
3 Kognisi 1 5 5. Periksa klien terkait adanya tanda kaku
3. GCS: E1VtM1,
terganggu kuduk
4. Terpasang Ventilator,
4 Penurunan 1 5 6. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
5. RR: 30x/m,
tingkat kesadaran mengoptimalkan perfusi jaringan serebral
N : 65x/M 5 Refleks saraf 1 5
7. Berikan informasi kepada keluarga/ orang
T : 37,50C terganggu
penting lainnya
TD: 100/60 mmHg Indikator: 8. Beritahu dokter untuk peningkatan TIK
6. Pupil anisokor 1. Berat yang tidak bereaksi sesuai peraturan
7. Kebiruan sekitar mata 2. Besar perawatan.
(jejas) 3. Sedang 9. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
8. Kepala bengkak dan 4. Ringan pemberian obat
asimetris 5. Tidak ada
15. ALGORITMA

(8)
DAFTAR PUSTAKA

1. Tana L. Faktor Yang Berperan Pada Lama Rawat Inap Akibat Cedera Pada Kelompok
Pekerja Usia Produktif di Indonesia. Bul Penelit Sist Kesehat. 2016;“Vol. 19”(No.
1):75–82.

2. Putra MB. Karakteristik pasien cedera kepala di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD )
Umbu Rara Meha Waingapu. 2019;10(2):511–5.

3. Haryatun N, Sudaryanto A. Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien


Darurat RSUD Dr . Moewardi. Ber Ilmu Keperawatan. 2008;1(2):69–74.

4. Cooper CMS. Oxford Handbook of Emergency Medicine. Br J Anaesth.


2007;98(4):554.

5. Muttaqin Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan


[Internet]. Salemba Medika; 2008. 302 p. Available from:
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=LhzANK2oLfoC&oi=fnd&pg=PA17&dq=pengantar+asuhan+keperaw
atan+dgn+gangguan+sistem+persarafan&ots=8MXmDoSl_y&sig=hsEilXoiXuRtAD7
SC2Q-fAeY22c&redir_esc=y#v=onepage&q=pengantar asuhan keperawatan dgn
gangguan siste

6. Moulton C. Handbook of Emergency Medicine. Emerg Med J. 1996;13(1):71–71.

7. Arif HK; ADA. PENGARUH POSISI HEAD UP 30 DERAJAT TERHADAP NYERI


KEPALA PADA PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN. ilmu keperawatan dan
kebidanan. 2019;10(2):417–22.

8. Rotondo M, Fildes J, Brasel K, Chapleau W, Merrick C, Peterson N. Advanced


Trauma Life Support. 2012;149–61.

Anda mungkin juga menyukai