Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Diajukan sebagai salah satu tugas praktik stase KMB

Oleh :

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2023
BAB I

PATHWAY

A. Definisi
Stroke adalah keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan dan kematian. (Batticaca, 2008 dalam Haryono dan
Utami,2019)
Stroke iskemik adalah suatu kondisi arteri ke otak menyempit atau terhambat,
menyebabkana aliran darah sangat kurang (iskemia). (Batticaca, 2008 dalam Haryono
dan Utami,2019).
Stroke hemoragik adalah suati kondisi ketika pembuluh darah di otak bcor atau
pecah. (Batticaca, 2008 dalam Haryono dan Utami,2019).

B. Etiologi
Etiologi stroke menurut Haryono dan Utami (2019) yaitu :
1. 80% kasusmstroke adalah strokemiskemik. Stroke.iskemik dibedakan menjadi:
Stroke Trombotik. Terjadi..ketika..gumpalan..darah (trombus).terbentuk..di salah
satu..arteri yangmmemasok..darah ke otak. Gumpalan disebabkan
oleh,,depositmlemakm(plak) yang menumpuk dinarteri dan
menyebabkannaliran.darah.berkurang (aterosklerosis).
2. Stroke Embolik. Terjadi ketikabgumpalan.darah.atau
debrisnlainnya.menyebar.dari.otak.dan.tersapu.melalui.aliran darah.
3. Kondisi yang mempengaruhi perdarahan pembuluh darah otak yaitu : tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol, melemahnya dinding pembuluh darah dan overtreatment
dengan antikoagulan (pengencer darah).

C. Patofisiologi Stroke Iskemik


Stroke iskemik terjadi karenantrombosisnakibatnplak/emboli tersangkut di arteri otak.
Trombositi memperbesar membentukktrombus.mTrombusndan emboli terbawa.hingga
pembuluh darahndistal, aliranodarah kenotak menurun, selmotak
kekuranganmoksigenmdanmglukosa, terjadi asidosis atau tingkatikorosif yang signifikan
dalam tubuh kemudiannasidosis akan membawainatriumuklorida, dankair memasuki
selnotak danukalium meninggalkan selnotak yang menyebabkan.edema dindekatnya.
Kemudian pada saat itu,nkalium akanumasuk danimemicu
perkembanganuradikalabebasuyang menyebabkan hancurnyaimembran selulalu
mengkerutudan tubuhumengalami kekurangan neurologisalalu mati (Morton et al, 2014).
Adapun patofisiologi stroke terhadap kebutuhan dasar manusia dapat dilihat pada
bagan pathway berikut :
Pathway Stroke

Faktor pencetus hipertensi, DM, penyakit jantung


Merokok, stress, gaya hidup yang tidak baik
Faktor obesitas dan kolesterol meningkat dalam darah

Penimbunan lemak/kolesterol yang meningkat dalam darah

Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi

Infiltrasi limfosit (thrombus)

Arteriosclerosis Pembuluh darah menjadi kaku


Penyempitan pembuluh
darah (Okulasi Vaskuler)
Pembuluh darah menjadi pecah
Thrombus Mengikuti Aliran darah lambat
cerebral aliran darah
Stroke Kompresi
Hemoragik jaringan otak Turbulensi
Stroke Non
Hemoragik Emboli
Eritrosit bergumpal

Endotil rusak
Proses metabolism dalam otak terganggu

Cairan plasma hilang

Penurunan suplai darah & O2 ke otak Gangguan perfusi Edema serebral


jaringan serebral

Peningkatan TIK Risiko perfusi


jaringan serebral

Arteri vertebra Arteri carotis Arteri cerebri


basilasris inlema media

Kerusakan Kerusakan Penurunan


Disfungsi N.XI neurocerebro neurologis fungsi N.X, Disfungsi N.III Disfungsi N.XI
(Assesoris) spinal N.VII, defisit N.I, N.IX
N.IX, N.XII N.II, N.IV,
N.XII Penurunan aliran Kegagalan
darah ke retina menggerakkan
Kelemahan Proses
anggota gerak menelan anggota tubuh
Kehilangan
tidak efektif Kebutaan
fungsi tonus Perubahan
otot fasial ketajaman Kerusakan
Hambatan mobilitas fisik
sensori, Refluks
Mobilitas Fisik Gangguan
pengbau,
menelan
penglihatan
Hambatan dan Disfagia Defisit
komunikasi pengecapan perawatan diri
verbal
Ketidakseimbangan
nutrisi
D. Manifestasi Klinis Stroke Iskemik
Sumber : Haryono dan Utami (2018)
Menurut Haryono & Utami (2019), manifestasi klinis stroke iskemik adalah :
1. Gangguanapada PembuluhuDarahaKarotis
a. Pada cabang menujunotak bagianitengah (arteri serebri media) :
1) Gangguanarasamdindaerahamuka/wajahusesisiiatau disertai
gangguanurasa di lenganudan tungkainsesisi.
2) Gangguanaaberbicaramibaikmuseperti kesulitanmudalam
memberikanakata-katanatau kesulitan mengerti pembicaraan orang lain
ataunafasia.
3) Gangguanagerak/kelumpuhan (hemiparesis/hemiplegic).
4) Matanselalunmelirik ke arahasatunsisi (deviation conjugae).
5) Berkurangnyaukesadaran.
6) Tidakamengenalaindividu (prosopagnosia)
7) Mulutuperot.
8) Merasananggota tubuhasesisi tidakaada.
9) Tidakasadar bahwa diammengalaminkelainan.
b. Pada cabangnotak bagianudepan (arteri serebri anterior) :
1) Kelumpuhanuisalah satu tungkaimdan gangguan-gangguan sarafaperasa.
2) Mengompol.
3) Tidakusadar.
4) Gangguanamengungkapkanamaksud.
5) Menirukanuomonganaorangalain (ekholali).
c. Pada cabangnotak bagianabelakang (arteri serebri posterior) :
1) Defisiensinivisual seluruhmlapang pandang satunsisinatau
separuhakpadamkeduanmata, jikauimasing-masingadisebut cortical
blindness.
2) Rasa nyeri spontanaatau hilangnya nyerindan rasa getaripada
seluruhasisiatubuh.
3) Kesulitanumemahaminhal-haluyangandilihat,uinamun dapat
memahamikdenganamerabaniatau mendengaraisuaranya.
4) Hilangnya kemampuaninuntuk mengenalinwarna.

2. Gangguan pada Pembuluh Darah Vertebrobasilaris


a. Sumbatan/Gangguanapada ArterinSerebrinPosterior
1) Hemianopsianhomonym kontralateraladari sisiucedera.
2) Hemiparesisakontralateral.
3) Hilangnya rasamsakit,asuhu,iisensorik proprioseptif (rasa getar).
b. Sumbatan/Gangguanapada ArterinVertebralis
Jika sumbatanuipada sisimyang domiman dapatuterjadi gangguan Wallenberg.
Jika pada sisimtidakndominanaitidak menyebabkanamanifestasi
c. Sumbatan/Gangguanapada ArterinSerebrinInferior
1) GangguanaWallenberg berupakafasia serebral pada lengan danutungkai di
sisi yang sama, gangguan N.II (oftalmikus) dan hilangnya refleksakornea
pada sisinyang sama.
2) SindromaHorner sesisiidengan luka.
3) Disfalgia,mapabila infarkmmengenaiminucleus nambigius ipsilateral.
4) Nistagmus, jika terjadininfark pada nucleusuVestibularis.
5) Hemipestesianalternans.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan stroke iskemik adalah
sebagai berikut (Radaningtyas, 2018).
1. Angiografi serebral
Membantu.menentukanipenyebabikhususistroke seperti perdarahan,
obstruktifiarteri,ioklusi/inuptur.
2. Elektro encefalography
Mengidentifikasinmasalah didasarkanapada gelombanguotaknatau
mungkinamenunjukkan areancedera tertentu.
3. Sinar x tengkorak
Menggambarkanaperubahan pada kelenjarulempeng pinealadinarea
yangmberlawan dariwmasa ekspansif, klasifikasinkarotisminterna terdapatipada
trobusaserebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada pendarahan
subaraknoid.
4. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasinpenyakitmiarteriovenam(masalahmsistemmarteri karotis
/alioranidarah /pembentukanaplak/naterosklerosis).
5. CT-Scan
Menunjukkanmadanyamedema,mhematoma,miskemia, dannadanya infark.
6. Magnetic Resonance Imagine (MRI)
Menunjukan adanya tekananmabnormal dan sebagianmbesarnada
trombosis,memboli, dan aTIA, tekananuimeningkatandanincairan
mengandunganidarahammenunjukkan,mihemoragimisubaraknoid /
perdarahanaintrakranial.
7. Pemeriksaan foto thorax
Dapatumenunjukkan kondisinjantung, apakahuterdapat pembesaran vertrikelakiri
yang merupakan salah satu indikasinhipertensinkronis pada penderitanistroke,
menggambarkanumperubahanamkelenjar lempeng pinealadi daerah
berlawananadari massa yangameluas.
8. Pemeriksaan laboratorium
a. Fungsinlumbal: tekanananormal biasanya ada trombosis,iemboli daniTIA.
Sementara itu tekananiyang meningkat dan cairan yang mengandungidarah
menunjukan adanya perdarahanisubaraknoid ataunintrakranial. Semua
tingkatiprotein diturunkanidalam kasus trombosisasehubungan dengan
prosesainflamasi.
b. Pemeriksaanadaraharutin.
c. Pemeriksaanaikimiamdarah: pada strokemakut dapatinterjadi hiperglikemia.
Gulandarah mencapain250 mg dalamaserum dan kemudian berangsur-
angsur turunakembali.

F. Penatalaksanaan
1. Stroke Iskemik
a) Perawatan darurat dengan obat-obatan
Terapi dengan obat penghancur umpalan darah haus dimulai dalam 4,5
jam jika mereka diberikan ke pembuluh darah (semakin cepat, semakin
baik). Obat yang diberikan adalah injeksi intravena aktivator plasminogen
jaringan (tPA).
b) Prosedur endovaskular darurat
(1). Obat-obatan (tPA)dikirim langsung ke otak (trombolisisintraarterial)
(2). Menghilangkan bekuan dengan retrivier stent, dilakukan untuk
menghancurkan bekuan besar yang tidak bisa dilarutkan dengan
tPA.
Prosedur endovaskular disebut sebagai terapi paling efektif, terbukti secara
signifikan meningkatkan hasil dan mengurangi kecacatan jangka panjang
setelah stroke iskemik.
c) Prosedur lainnya
(1). Endarterektomi karotis, prosedur pembedahan arteri karotid untuk
mengeluarkan plak.
(2). Angioplasti Stent. Mengakses arteri karotid melalui arteri di
pangkal paha. Balon digelembungkan kemudian stent
dimasukkan. (Manurung,2018)

2. Stroke Hemoragik
a. Tindakan darurat : Pemberian obat pengencer darah untuk mencegah
pembekuan darah seperti warfarin, anti-platelet (clopidogrel); pemberian
obat penurun tekanan intrakranial.
b. Operasi Perbaikan Pembuluh darah
1) Surgical clapping
Prosedur untuk menutup aneurisma. Ahli bedah saraf
menghilangkan suatu bagian tengkorak untuk mengkases
aneurisma penyebab stroke, selanjutnya ditempatkan kliptogram
kecil di leher untuk menghentikan aliran darah yang masuk ke
dalam.
2) Coiling (embolisasi endovaskuler)
Seoranag ahli bedah akan memasukkan kateter ke arteri di
panagkal paha menuju ke otak menggunakan oencitraan X-ray.
Kumparan kawat (koil) kecil dan tipis diarahkan ke dalam
aneurisma (aneurysm coiling). Koil akan mengisi anurisma yang
menghalangi aliran darah dan menyebabkan darah menggumpal.
(Manurung,2018)
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Anamnesis
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin
(pada umumnya stroke lebih banyak menyerang pada laki-laki dibandingkan
pada wanita, hal ini dikarenakan laki-laki cenderung memiliki pola gaya
hidup yang tidak sehat seperti pola makan yang salah, merokok, meminum
alkohol, dan kurang berolahraga), pendidikan, alamat, pekerjaan (pekerjaan
yang memiliki tekanan dapat memicu stress dan menjadikan seseorang
rentan terkena stroke), agama, suku bangsa, waktu dan tanggal masuk
rumah sakit, nomor registrasi, dan diagnosis medis Morton,et al (2014)
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran Morton,et al (2014)
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit stroke iskemik sering terjadi mendadak pada saat
beraktivitas ataupun setelah beristirahat lama, bahkan bangun tidur pagi
hari. Tanyakan kepada klien apakah merasakan sakit kepala, mual, muntah,
bahkan mengalami kejang sampai tidak sadarkan diri, kelumpuhan separuh
badan dan gangguan fungsi otak, serta apakah klien memiliki riwayat trauma
atau jatuh (Susilo, 2019).
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada klien apakah terdapat riwayat hipertensi, riwayat
stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, pemakaian obat-obatan anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif, dan obesitas. Pengkajian
konsumsi obat-obatan yang kerap digunakan klien, semacam konsumsi obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, serta yang lainnya.
Terdapatnya riwayat merokok, pemakaian alkohol serta penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat menunjang pengkajian dari
riwayat penyakit saat ini serta data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan
untuk memberikan tindakan selanjutnya Morton,et al (2014)
e. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan mengenai riwayat keluarga apakah pernah menderita
penyakit hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari
generasi terdahulu Morton,et al (2014)
f. Pengkajian psikososiospiritual
Mengkaji psikologis klien meliputi status emosi serta perilaku klien.
Mekanisme koping untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya seperti takut, cemas, dan rasa ketidakmampuan melakukan
aktivitas secara utuh. Berubahnya hubungan peran untuk menilai perilaku
klien seperti kesulitan dalam berkomunikasi akibat gangguan bicara. Perihal
persepsi dan konsep diri klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah serta tidak kooperatif. Pola penanganan stress klien sulit
memecahkan masalah diakibatkan kesulitan dalam berbicara. Pola
kepercayaan (spiritual) jarang dilakukan dikarenakan tingkah laku tidak stabil
dan lemah/kelumpuhan salah satu sisi tubuh (Morton,et al (2014).
g. Aktivitas sehari-hari menurut (Morton,et al (2014) antara lain:
a) Makan
Tanyakan apakah makanan sehari-hari kandungan lemak dan
garam yang cukup tinggi, misalnya: ikan asin, santan, gorengan, makan
jeroan, dan adakah gangguan nafsu makan pada klien.
b) Minum
Tanyakan apakah klien memiliki ketergantungan dalam
mengkonsumsi obat-obatan, narkoba dan minuman beralkohol.
c) Eliminasi
Pada klien stroke biasanya pola eliminasi Buang Air Besar (BAB)
mengalami konstipasi karena adanya gangguan mobilisasi. Buang Air
Kecil (BAK) pada penderita stroke mungkin mengalami tidak mampunya
dalam mengendalikan kandung kemih karena kerusakan dalam
mengontrol motorik postural.
d) Istirahat tidur
Tanyakan kualitas tidur klien, lama tidur klien, dan adakah
kesukaran tidur.
e) Personal hygiene dan mobilitas fisik
Pada penderita stroke biasanya sulit dalam hal mandi dan berganti
pakaian karena melemahnya kemampuan otot, sehingga memerlukan
bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan metode pengkajian persistem seperti
pada pemeriksaan medikal bedah lainnya.
1) Sistem Persarafan
Pengkajian sistem persarafan merupakan pemeriksaan terfokus dan
lebih lengkap dari sistem lainnya (Morton,et al (2014)).
a) Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien ialah parameter yang sangat mendasar
serta parameter yang sangat berarti dalam pengkajian. Pada kondisi
lanjut, tingkat kesadaran klien stroke umumnya berkisar pada tingkatan
letargi, stupor, dan semikomatosa. Bila klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan
(Morton,et al (2014)).
(1) Kualitatif (pemeriksaan fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewaspadaan).

Pemeriksaan Fungsi Mental Keseluruhan dan Derajat


Kewaspadaan
Fungsi Mental Tingkat Kesadaran
CMC Klien sadar akan dirinya dan punya orientasi
penuh
APATIS Klien sadar namun tampak lesu dan mengantuk
LATARGIE Kesadaran menurun, klien tampak lesu dan
mengantuk
DELIRIUM Penurunan kesadaran disertai peningkatan
abnormal aktivitas psikomotor seperti gaduh
gelisah
SOMNOLEN Klien selalu mengantuk, ingin tidur terus, dan
apabila dibangunkan ia akan tidur kembali
KOMA Kesadaran yang hilang sama sekali
Sumber: Nurarif & Kusuma (2015).
Kuantitatif (pemeriksaan tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)).

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)


Respons Penilaian Keterangan
Respons Mata 4 Spontan
3 Dengan perintah
2 Dengan rangsangan nyeri
1 Tidak berespons
Respons Verbal 5 Berorientasi
4 Bicara membingungkan
3 Kata-kata tidak tepat
2 Suara tidak dapat
dimengerti
1 Tidak ada respons
Respons Motorik 6 Dengan perintah
5 Melokalisasi nyeri
4 Menarik area yang nyeri
3 Fleksi abnormal/postur
dekortikasi
2 Ekstensi abnormal/postur
desebrasi
1 Tidak berespons
Sumber: Nurarif & Kusuma (2015).
b) Fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer (Morton,et al (2014)).
(1) Status mental
Mengobservasi penampilan, tingkah laku, ekspresi wajah, nilai
gaya bicara, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Tata Pemeriksaan Status Mental

PENILAIAN RESPONS
Perhatian  Rentang perhatian ke depan dan ke belakang
Daya ingat  Jangka pendek: mengingat kembali tiga buah benda
setelah lima menit
 Jangka panjang: mengingat nama depan ibunya,
mengingat kembali menu makanan pagi, kejadian
pada hari sebelumnya, dan sebagainya.
Perasaan  Amati suasana hati yang tercermin pada tubuh,
(afektif) ekspresi tubuh.
 Deskripsi verbal afektif
 Verbal sesuai dengan indikator tubuh tentang
suasana hati.
Bahasa  Isi dan kualitas ucapan spontan
 Menyebutkan benda-benda yang umum, bagian-
bagian dari suatu benda.
 Pengulangan kalimat.
 Kemampuan untuk membaca dan menjelaskan
pesan-pesan singkat pada surat kabar, majalah.
 Kemampuan menulis secara spontan, didikte.
Pikiran  Informasi dasar (seperti presiden sekarang, dan tiga
PENILAIAN RESPONS
presiden terdahulu).
 Pengetahuan tentang kejadian-kejadian baru.
 Orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
 Menghitung: menambahkan dua angka, mengurangi
100 dengan 7.
Persepsi  Menyalin gambar: persegi, tanda silang, dll.
 Menggambar bentuk jam
 Menunjuk ke sisi kanan dan kiri tubuh.
 Memperagakan: menggunakan jaket, sikat gigi, dll.

(2) Fungsi intelektual


Biasanya didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori,
baik dalam jangka panjang maupun pendek. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan
yang tidak begitu nyata. Pengkajian fungsi intelektual yang dilakukan
adalah dengan cara mengingat atau memori, pengetahuan umum,
menghitung atau kalkulasi, mengenal persamaan dan perbedaan, dan
mempertimbangkan.
(3) Kemampuan bahasa
Pengkajian fungsi serebral dengan kemampuan bahasa
biasanya orang-orang dengan fungsi neurologis yang normal mampu
mengerti dan berkomunikasi dalam pembicaraan dan bahasa tulisan.
Perawat mungkin akan menemukan beberapa hal sebagai berikut:
(a) Disfasia/afasia, yaitu defisiensi fungsi bahasa akibat lesi atau
kelainan korteks serebri. Disfasia resertif (posterior) adalah suatu
kondisi saat klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Disfasia ekspresif (anterior) adalah suatu keadaan saat
klien dapat mengerti tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat.
Disfasia nominal adalah suatu keadaan saat klien tidak mampu
menyebutkan nama benda tetapi aspek-aspek lain dari fungsi
bicara klien normal. Disfasia konduktif adalah suatu keadaan saat
klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit
menyebutkan nama-nama benda, tetapi dapat mengikuti perintah.

Pengkajian Klien Disfasia/Afasia

Bicara Lancar Bicara Tidak Lancar


(Disfasia resertif, konduktif, atau (Disfasia ekspresif)
nominal)
Menyebutkan nama-nama benda. Menyebutkan nama-nama
Klien biasanya sulit menyebutkan benda. Sulit dilakukan tetapi
nama-nama benda lebih baik daripada bicara
spontan.
Repetisi. Klien tidak dapat mengulangi Repetisi. Mungkin dapat
pesan bahasa. dilakukan dengan usaha yang
keras dan kurang baik
dilakukan.
Komprehensi. Klien tidk dapat Komprehensi. Normal
mengikuti perintah (verbal atau tertulis) (perintah dapat diikuti)
Dalam hal membaca klien akan Dalam hal tulisan, disgrafia
menderita disleksia. dapat ditemukan.
Dalam hal menulis. Klien sulit menulis. Hemiparesis. Lengan lebih
serung terkena daripada
Bicara Lancar Bicara Tidak Lancar
(Disfasia resertif, konduktif, atau (Disfasia ekspresif)
nominal)
tungkai.
(b) Disartria, yaitu kesulitan artikulasi yang disebabkan oleh penyakit
serebelum, karena kehilangan koordinasi yang menyebabkan
bicara klien menjadi pelo dan sering berbicara eksplosif atau
bicara dengan kalimat terpenggal-penggal yang disebut scanning
speech.
(c) Disfonia, yaitu kualitas suara yang berubah (parau) dengan
volume yang kecil akibat penyakit pada pita suara yang
disebabkan oleh penyakit laring (misalnya setelah infeksi virus
atau tumor pita suara).
(4) Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif serta dampak psikologis bila
kerusakan terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, ataupun
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi rusak. Disfungsi ini
kesulitan dalam pemahaman, mudah lupa, emosi yang labil, kurang
motivasi, frustasi dan kurang kerjasama.
(5) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
tersebut. Pada stroke hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang
sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
c) Pemeriksaan saraf kranial menurut Susilo (2019) adalah:
(1) Saraf I (Olfactory)
Tes pemeriksaan fungsi penciuman dengan cara tutup mata
klien dan minta ia mencium benda yang baunya mudah dikenal,
seperti kopi, aroma terapi, dan sebagainya. Lalu bandingkan dengan
hidung bagian kiri dan kanan. Hasil pengkajian biasanya pada klien
stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
(2) Saraf II (Optikus)
Fungsi aktivitas visual dan lapang pandang dengan cara tutup
satu mata klien kemudian minta ia membaca dua baris dari sebuah
artikel koran lalu ulangi untuk mata satunya. Setelah itu, minta klien
menutup mata kiri, sementara pemeriksa di sebelah kanan. Klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna merah.
Gerakkan perlahan objek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu jika ia melihat benda tersebut.
(3) Saraf III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear, dan Abducens)
(a) Test Saraf III atau respons pupil terhadap cahaya. Sorotkan
senter ke dalam tiap pupil klien. Mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya).
Perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
(b) Test Saraf IV yaitu dengan cara posisi kepala tegak lurus,
letakkan objek kurang lebih 60cm sejajar dengan mid-line mata.
Gerakkan objek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola
mata, diplopia, dan nistagmus.
(c) Test Saraf VI yaitu meminta klien untuk melihat kearah kiri dan
kanan tanpa menengok.
(4) Saraf V (Trigeminus)
(a) Fungsi sensoris dengan mengusap pilinan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah. Perhatikan jika ada refleks kornea langsung
maka gerakan mengedip ipsilateral. Sedangkan jika ada refleks
kornea konsensual maka gerakan mengedip kontralateral. Usap
pula dengan pilinan kapas pada maxilla dan mandibula sementara
mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya
sentuhan.
(b) Fungsi motoris dengan meminta klien untuk mengunyah,
sementara pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter.
(5) Saraf VII (Facialis)
(a) Fungsi sensoris dengan mengkaji sensasi rasa bagian anterior
lidah terhadap asam, manis, asin. Klien diminta untuk menutup
mata. Teteskan atau usapkan larutan berasa dengan kapas. Awasi
agar klien tidak menarik masuk lidahnya karena akan merangsang
sisi yang sehat.
(b) Fungsi motoris dengan mengontrol ekspresi wajah dengan cara
meminta klien untuk tersenyum, mengerutkan dahi, dan menutup
mata, sementara pemeriksa berusaha membukanya.
(6) Saraf VIII (Vestibulocochlearis)
(a) Fungsi sensoris cochlear dengan mengkaji pendengaran. Tutup
salah satu telinga klien, lantas pemeriksa berbisik di telinga lain,
atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
(b) Fungsi sensoris vestibulator dengan mengkaji keseimbangan.
Klien diminta berjalan lurus, dan perhatikan apakah ia dapat
melakukan atau tidak.
(7) Saraf IX dan X (Glossopharingeal dan Vagus)
(a) Test Saraf IX mengkaji fungsi pengecap pada 1/3 posterior lidah,
tapi bagian ini sulit di tes, demikian pula dengan otot
stylopharingeus. Bagian parasimpatik saraf IX mempersarafi otot
salivarius inferior.
(b) Test Saraf X mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan
ovula, palatum lunak, sensasi pharinx, tonsil dan palatum lunak.
(8) Saraf XI (Accessorius)
Test pada saraf ini yaitu dengan meminta klien menoleh
kesamping melawan tahanan. Perhatikan apakah
sternocledomastodeus dapat terlihat atau apakah atropi. Setelah itu,
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu sementara
pemeriksa berusaha menahan.
(9) Saraf XII (Hypoglosus)
(a) Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan.
(b) Inspeksi posisi lidah (normal, asimetris atau deviasi). Minta klien
mengeluarkan lidah dan kemudian memasukkannya lagi dengan
cepat. Setelah itu minta klien untuk menggerakkan lidah ke kiri dan
ke kanan.
d) Pemeriksaan sistem motorik menurut Morton,et al (2014):
(1) Inspeksi umum, terdapat hemiplegia atau paralisis pada salah satu
sisi dikarenakan lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
(2) Fasikulasi (kedutan) terdapat pada otot-otot ekstremitas.
(3) Meningkatnya tonus otot, hal ini berarti bahwa dalam melakukan
penilaian tonus otot pemeriksa mendapatkan kesulitan untuk menekuk
dan meluruskan lengan dan tungkai di sendi siku dan lutut.
(4) Kekuatan otot, dinyatakan dengan menggunakan skala angka dari 0-
5. Pemeriksaan Kekuatan Otot
Nilai Keterangan
0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 Terlihat kontraksi tetap; tidak ada gerakan pada sendi.
Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan
2
gravitasi.
Bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan
3
tahanan pemeriksa.
Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
4
kekuatannya berkurang.
Dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
5
maksimal.
Sumber: Nurarif & Kusuma (2015).
(5) Keseimbangan dan koordinasi terdapat gangguan karena
hemiparase dan hemiplegia.
e) Pemeriksaan sistem sensorik
Terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi
karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
Selain itu, klien apakah mampu untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh serta mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual, taktil, dan auditorius (Morton,et al (2014)).
f) Pemeriksaan refleks
Refleks adalah kontraksi sekelompok otot sebagai respons
terhadap stimulus. Refleks merupakan respons terhadap rangsangan
yang dapat menimbulkan suatu gerakan. Evaluasi respons klien dengan
menggunakan skala 0-4 (Haryono dan Utami, 2019). Adapun evaluasi
respons terhadap refleks dapat dilihat pada tabel

Evaluasi Respons Refleks

Skala Respons
0 Tidak ada respons
1 Berkurang (+)
2 Normal (++)
3 Lebih dari normal (+++)
4 Hiperaktif (++++)
Sumber: Nurarif & Kusuma (2015).
Menurut Haryono dan Utami (2019) refleks-refleks yang timbul
dalam pemeriksaan klinis dapat bersifat profunda, superfisial, dan
patologis.
(1) Refleks profunda
Refleks profunda merupakan refleks yang terjadi pada sebagian
respons atas rangsangan terhadap otot yang dapat dilakukan dengan
cara pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum. Refleks
profunda menurut Susilo (2019) antara lain sebagai berikut:
(a) Refleks patella dengan cara klien terlentang lutut diangkat keatas
fleksi kurang lebih 30⁰ lalu tendon patella dipukul dengan refleks
hammer yang nantinya akan berkontraksi otot yaitu ekstensi dari
lutut.
(b) Refleks bisep dengan cara lengan difleksikan terhadap siku
dengan sudut 90⁰ supinasi dan lengan bawah ditopang di atas
meja periksa. Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon bisep
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
(c) Refleks trisep dengan cara lengan bawah disemifleksikan lalu
tendon bisep dipukul dengan refleks hammer.
(d) Refleks achilles dengan cara kaki disilangkan di atas tungkai
bawah kontral lateral, dan kemudian tendon achiles dipukul
dengan refleks hammer.

(2) Refleks superfisial


Refleks superfisial merupakan gerakan refleks yang terjadi
akibat adanya perangsangan permukaan kulit atau mukosa. Refleks
superfisial menurut Morton,et al (2014)antara lain yaitu: refleks kulit
perut, kremeaster, kornea, bulbokavernosus, dan plantar.
(3) Refleks patologis
Refleks patologis merupakan refleks yang tidak dapat
dimunculkan pada individu yang memiliki kondisi tubuh sehat, kecuali
bayi dan anak kecil. Refleks patologis menurut Susilo (2019) yaitu
refleks babinski dengan cara menggoreskan kuat pada bagian lateral
telapak kaki mulai dari tumit menuju kelingking. Normalnya akan fleksi
plantar pada semua jari kaki.
g) Pemeriksaan rangsangan meningeal
Menurut Morton,et al (2014) untuk mengetahui rangsangan
selaput otak misalnya pada meningitis dilakukan pemeriksaan:
(1) Kaku kuduk
Kaku kuduk (+) ketika leher ditekuk secara pasif terdapat
tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada.
(2) Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan
tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.
Setelah itu, Brudzinski dikatakan (+) apabila kepala klien bisa fleksi ke
dada secara pasif.
(3) Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
(4) Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu minta klien mencoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut normal. Bila tungkai
membentuk sudut 135⁰ terhadap tungkai atas, maka tanda kernig (+).
Bila ekstensi pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Tanda Lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang mischiadicus.
2) Sistem Pernafasan
Pada pasien dengan penurunan kesadaran kemampuan batuk akan
menurun, produksi sputum yang meningkat, ada bunyi napas tambahan
seperti ronkhi saat di auskultasi, sesak napas, dan penggunaan otot bantu
pernapasan Morton,et al (2014)
3) Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah pada pasien stroke biasanya terjadi peningkatan
sehingga menjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg). Didapatkan
juga renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke
Morton,et al (2014)
4) Sistem Genitourinaria
Kemungkinan penderita stroke mengalami inkontinensia urine, tidak
mampu mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinarial karena kerusakan kontrol motorik dan postural
sistem genitourinaria. Selama periode ini dilakukan katerisasi intermiten
dengan teknik steril Morton,et al (2014)
5) Sistem Pencernaan
Adanya kesulitan menelan, tidak nafsu makan, mual, muntah pada
fase akut. Terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus Morton,et al
(2014)

6) Sistem Muskuloskeletal
Stroke menyebabkan disfungsi motorik, misalnya hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi wajah, atau kaki
merupakan tanda lain dari stroke. Pada kulit klien yang mengalami
kekurangan oksigen kulit akan tampak pucat, jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan jelek. Selain itu, perlu juga mengkaji tanda-tanda dekubitus
pada daerah yang tertekan dan menonjol karena klien stroke mengalami
hambatan mobilitas dan kekuatan otot menurun Morton,et al (2014)

3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Angiogram serebral
Pemeriksaan angiogram serebral untuk membantu menentukan
penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular Morton,et al (2014)
2) CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan dengan menggunakan serangkaian sinar-X
untuk membuat gambar detail dari otak. CT-Scan dapat menunjukkan
perdarahan, tumor, stroke, dan kondisi lainnya (Haryono dan Utami, 2019).
CT-Scan memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark/iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak Morton,et al (2014)
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
dan besar/luas terjadinya perdarahan pada otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik 9. Morton,et al (2014)

4) USG Doppler Karotis


USG untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis) dan menunjukkan penumpukan deposit lemak (plak) dan
aliran darah di arteri karotis (Haryono dan Utami, 2019).
5) Pemeriksaan Laboratorium
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan berdasarkan SDKI :

1. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d Keabnormalan masa protrombin dan/atau
masa protrombin parsial; Penurunan kinerja ventrikel kiri; Aterosklerosis aorta;
Diseksi arteri; Fibrilasi atrium; Tumor otak; Stenosis karotis; Miksoma atrium;
Aneurisma serebri; Koagulopati (misalnya anemia sel sabit); Dilatasi
kardiomiopati; Koagulasi intravaskuler diseminata; Embolisme; Cidera kepala;
Hiperkolesteronemia; Hipertensi; Endokarditis infektif; Katup prostetik mekanis;
Stenosis mitral; Neoplasma otak; Infark miokard akut; Sindrom sick sinus;
Penyalahgunaan zat; Terapi trombolitik; Penyalahgunaan zat
2. Gangguan menelan b.d penurunan fungsi nervus vagus atau hilangnya refluks
muntah, dibuktikan dengan : DS : Mengeluh sulit menelan, DO : Batuk sebelum
menelan ; batuk setelah makan atau minum ; tersedak; makanan tertinggal di
rongga mulut.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d Kerusakan integritas struktur tulang; perubahan
metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot; penurunan massa
otot, penurunan kekuatan otot; keterlambatan perkembangan; kekakuan sendi;
kontraktur; malnutrisi; gangguan musculosceletal; gangguan neuromuscular;
indeks masa ubuh diatas persentil ke-75 sesuai uia; efek agen farmakologis;
program pembatasan gerak, nyeri d.d DS : Mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, DO : Kekuatan otot menurun; ROM menurun
4. Gangguan komunikasi verbal b.d Penurunan sirkulasi serebral; Gangguan
neuromuskuler; Gangguan pendengaran; Gangguan muskuloskeletal; Kelainan
palatum; Hambatan fisik (misal: terpasang trakeostomi, intubasi,
krikotiroidektomi); Hambatan individu (misal: ketakutan, kecemasan, merasa
malu, emosional, kurang privasi); Hambatan psikologis (misal: gangguan psikotik,
gangguan konsep diri, harga diri rendah, gangguan emosi); Hambatan
lingkungan (misal: ketidakcukupan informasi,ketiadaan orang terdekat,
ketidaksesuaian budaya, Bahasa asing) d. d DO : tidak mampu berbicara atau
mendengar; menunjukkan respon tidak sesuai.
5. Defisit perawatan diri b.d Gangguan musculoskeletal; Gangguan neuromuskuler;
Kelemahan; Gangguan psikologis dan/atau psikotik; Penurunan motivasi/minat.
d.d DS : Menolak melakukan perawatan diri, DO : Tidak mampu
mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri; Minat
melakukan perawatan diri kurang
6. Gangguan integritas kulit b.d Perubahan sirkulasi; Perubahan status nutrisi
(kelebihan atau kekurangan); Kekurangan/kelebihan volume cairan; Penurunan
mobilitas; Bahan kimia iritatif; Suhu lingkungan yang ekstrim; Faktor mekanis
(mis: penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris
(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi); Efek samping terapi radiasi;
Kelembaban; Proses penuaan; Neuropati perifer; Perubahan pigmentasi;
Perubahan hormonal; Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan d.d DO : Kerusakan jaringan
dan atau lapisan kulit
7. Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan; ketidakmampuan
mencerna makanan; ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien; peningkatan
kebutuhan metabolisme; faktor ekonomi; faktor psikologis.
8. Risiko jatuh d.d Anggota gerak bawah prosthesis (buatan); Penggunaan alat
bantu berjalan; Penurunan tingkat kesadaran; Perubahan fungsi kognitif;
Kekuatan otot menurun; Gangguan pendengaran; Gangguan keseimbangan;
Gangguan penglihatan (mis: glaucoma, katarak, ablasio retina, neuritis optikus);
Neuropati
C. RENCANA KEPERAWATAN
No SDKI SLIKI SIKI
1 Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194)
efektif d.d Keabnormalan tindakan keperawatan Observasi
masa protrombin dan/atau selama ….Perfusi  Identifikasi penyebab peningkatan TIK (misalnya: lesi, gangguan metabolism, edema
masa protrombin parsial; Serebral meningkat serebral)
Penurunan kinerja ventrikel dengan kriteria :  Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (misalnya: tekanan darah meningkat, tekanan nadi
kiri; Aterosklerosis aorta; 1. Tingkat kesadaran melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
Diseksi arteri; Fibrilasi meningkat  Monitor MAP (mean arterial pressure) (LIHAT: Kalkulator MAP)
atrium; Tumor otak; Stenosis 2. Sakit kepala  Monitor CVP (central venous pressure)
karotis; Miksoma atrium; menurun  Monitor PAWP, jika perlu
Aneurisma serebri; 3. Gelisah menurun  Monitor PAP, jika perlu
Koagulopati (misalnya 4. Tekanan arteri rata-
 Monitor ICP (intra cranial pressure)
anemia sel sabit); Dilatasi rata (mean arterial
 Monitor gelombang ICP
kardiomiopati; Koagulasi pressure/MAP)
intravaskuler diseminata; membaik  Monitor status pernapasan
Embolisme; Cidera kepala; 5. Tekanan intra kranial  Monitor intake dan output cairan
Hiperkolesteronemia; membaik  Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Hipertensi; Endokarditis Terapeutik
infektif; Katup prostetik  Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
mekanis; Stenosis mitral;  Berikan posisi semi fowler
Neoplasma otak; Infark  Hindari manuver valsava
miokard akut; Sindrom sick  Cegah terjadinya kejang
sinus; Penyalahgunaan zat;  Hindari penggunaan PEEP
Terapi trombolitik;  Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Penyalahgunaan zat  Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Pemantauan Tekanan Intrakranial (I.06198)


Observasi
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis: lesi menempati ruang, gangguan metabolisme,
edema serebral, peningkatan tekanan vena, obstruksi cairan serebrospinal, hipertensi
intracranial idiopatik)
 Monitor peningkatan TS
No SDKI SLIKI SIKI
 Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
 Monitor penurunan frekuensi jantung
 Monitor ireguleritas irama napas
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
 Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
 Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
 Kalibrasi transduser
 Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sistem pemantauan, jika perlu
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2 Gangguan menelan b.d Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri : Makan/Minum [I.11351]
penurunan fungsi nervus tindakan keperawatan Observasi
vagus atau hilangnya refluks selama ….Status  Identifikasi diet yang dianjurkan
muntah, dibuktikan dengan menelan membaik  Monitor kemampuan menelan
DS : Mengeluh sulit menelan. [L.06052] dengan kriteria :  Monitor status hidrasi pasien, jika perlu
DO : Batuk sebelum menelan 1. Mempertahankan Terapeutik
; batuk setelah makan atau makanan di mulut  Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
minum ; tersedak; makanan meningkat  Atur posisi yang nyaman untuk makan/minum
tertinggal di rongga mulut. 2. Reflek menelan  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
meningkat
 Letakkan makanan di sisi mata yang sehat
3. Kemampuan
 Sediakan sedotan untuk minum, sesuai kebutuhan
mengosongkan
mulut meningkat  Siapkan makanan dengan suhu yang meningkatkan nafsu makan
4. Frekuensi  Sediakan makanan dan minuman yang disukai
tersedak menurun  Berikan bantuan saat makan/minum sesuai tingkat kemandirian, jika perlu
Batuk menurun  Motivasi untuk makan di ruang makan, jika tersedia
No SDKI SLIKI SIKI
Edukasi
 Jelaskan posisi makanan pada pasien yang mengalami gangguan penglihatan dengan
menggunakan arah jarum jam (mis: sayur di jam 12, rendang di jam 3)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat (mis: analgesik, antiemetik), sesuai indikasi

Pencegahan aspirasi (I.01018)


Observasi
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah, dan kemampuan menelan
 Monitor status pernapasan
 Monitor bunyi napas, terutama setelah makan/minum
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
 Periksa kepatenan selang nasogastric sebelum memberi asupan oral
Terapeutik
 Posisikan semi fowler (30 – 45 derajat) 30 menit sebelum memberi asupan oral
 Pertahankan posisi semi fowler (30 – 45 derajat) pada pasien tidak sadar
 Pertahankan kepatenan jalan napas (mis. Teknik head-tilt chin-lift, jaw thrust, in line)
 Pertahankan pengembangan balon endotracheal tube (ETT)
 Lakukan penghisapan jalan napas, jika produksi sekret meningkat
 Sediakan suction di ruangan
 Hindari memberi makan melalui selang gastrointestinal, jika residu banyak
 Berikan makanan dengan ukuran kecil dan lunak
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
Edukasi
 Ajarkan makan secara perlahan
 Ajarkan strategi mencegah aspirasi
 Ajarkan Teknik mengunyah atau menelan, jika perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu

3 Gangguan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi (I.06171)


Kerusakan integritas struktur intervensi keperawatan Observasi
tulang; perubahan selama 3 x 24 jam, maka  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
metabolisme, ketidakbugaran mobilitas fisik meningkat,  Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
fisik, penurunan kendali otot; dengan kriteria hasil:  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
penurunan massa otot, 1. Pergerakan
No SDKI SLIKI SIKI
penurunan kekuatan otot; ekstremitas  Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
keterlambatan meningkat Terapeutik
perkembangan; kekakuan 2. Kekuatan otot  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk)
sendi; kontraktur; malnutrisi; meningkat  Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
gangguan musculosceletal; 3. Rentang gerak  Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
gangguan neuromuscular; (ROM) meningka Edukasi
indeks masa ubuh diatas  Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
persentil ke-75 sesuai uia;  Anjurkan melakukan ambulasi dini
efek agen farmakologis;
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke kursi
program pembatasan gerak,
roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
nyeri d.d DS : Mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas,
Dukungan Mobilisasi (I.05173)
DO : Kekuatan otot menurun;
Observasi
ROM menurun
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
4 Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)
b.d Penurunan sirkulasi intervensi keperawatan
serebral; Gangguan selama 3 x 24 jam, maka Observasi
neuromuskuler; Gangguan komunikasi Monitor kecepatan, tekanan, kuantitias, volume, dan diksi bicara
pendengaran; Gangguan verbalmeningkat, dengan Monitor progress kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis: memori,
muskuloskeletal; Kelainan kriteria hasil: pendengaran, dan Bahasa)
palatum; Hambatan fisik 1. Kemampuan Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu bicara
(misal: terpasang berbicara Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
trakeostomi, intubasi, meningkat
krikotiroidektomi); Hambatan 2. Kesesuaian Terapeutik
No SDKI SLIKI SIKI
individu (misal: ketakutan, ekspresi Gunakan metode komunikasi alternatif (mis: menulis, mata berkedip, papan komunikasi dengan
kecemasan, merasa malu, wajah/tubuh gambar dan huruf, isyarat tangan, dan komputer)
emosional, kurang privasi); meningkat Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien, dengarkan dengan
Hambatan psikologis (misal: seksama, tunjukkan satu gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambal
gangguan psikotik, gangguan menghindari teriakan, gunakan komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk memahami
konsep diri, harga diri ucapan pasien)
rendah, gangguan emosi); Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
Hambatan lingkungan (misal: Ulangi apa yang disampaikan pasien
ketidakcukupan Berikan dukungan psikologis
informasi,ketiadaan orang Gunakan juru bicara, jika perlu
terdekat, ketidaksesuaian
budaya, Bahasa asing) d. d Edukasi
DO : tidak mampu berbicara Anjurkan berbicara perlahan
atau mendengar; Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berhubungan dengan
menunjukkan respon tidak kemampuan bicara
sesuai.
Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
5 Defisit perawatan diri b.d Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
Gangguan musculoskeletal; intervensi keperawatan Observasi
Gangguan neuromuskuler; selama 3 x 24 jam, maka  Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
Kelemahan; Gangguan perawatan diri meningkat,  Monitor tingkat kemandirian
psikologis dan/atau psikotik; dengan kriteria hasil:  Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan
Penurunan motivasi/minat. 1. Kemampuan Terapeutik
d.d DS : Menolak melakukan mandi meningkat  Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis: suasana hangat, rileks, privasi)
perawatan diri, DO : Tidak 2. Kemampuan  Siapkan keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi, dan sabun mandi)
mampu mandi/mengenakan mengenakan  Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
pakaian/makan/ke pakaian
 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
toilet/berhias secara mandiri; meningkat
 Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
Minat melakukan perawatan 3. Kemampuan
diri kurang makan meningkat  Jadwalkan rutinitas perawatan diri
4. Kemampuan ke Edukasi
toilet (BAB/BAK) Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
meningkat
5. Verbalisasi
keinginan
melakukan
No SDKI SLIKI SIKI
perawatan diri
meningkat
6. Minat melakukan
perawatan diri
meningkat

6 Gangguan integritas kulit b.d Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Perubahan sirkulasi; intervensi keperawatan Observasi
Perubahan status nutrisi selama 3 x 24 jam, maka  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis: perubahan sirkulasi, perubahan status
(kelebihan atau kekurangan); integritas kulitmeningkat, nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)
Kekurangan/kelebihan dengan kriteria hasil: Terapeutik
volume cairan; Penurunan Kerusakan lapisan kulit  Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
mobilitas; Bahan kimia iritatif; menurun  Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
Suhu lingkungan yang  Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
ekstrim; Faktor mekanis (mis:  Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
penekanan pada tonjolan  Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
tulang, gesekan) atau faktor
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
elektris (elektrodiatermi,
Edukasi
energi listrik bertegangan
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis: lotion, serum)
tinggi); Efek samping terapi
radiasi; Kelembaban; Proses  Anjurkan minum air yang cukup
penuaan; Neuropati perifer;  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Perubahan pigmentasi;  Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Perubahan hormonal;  Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
Kurang terpapar informasi  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah
tentang upaya  Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
mempertahankan/melindungi
integritas jaringan d.d DO : Perawatan Luka (I.14564)
Kerusakan jaringan dan atau Observasi
lapisan kulit  Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran , bau)
 Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
No SDKI SLIKI SIKI
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 – 1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis: vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

7 Risiko defisit nutrisi d.d Setelah dilakukan Manajemen Gangguan Makan (I.03111)
ketidakmampuan menelan intervensi keperawatan Observasi
makanan; ketidakmampuan selama 3 x 24 jam, maka  Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan kalori
mencerna makanan; status nutrisi membaik, Terapeutik
ketidakmampuan dengan kriteria hasil:  Timbang berat badan secara rutin
mengabsorbsi nutrien;  Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang sesuai
peningkatan kebutuhan 1. Porsi makan yang  Lakukan kontrak perilaku (mis: target berat badan, tanggungjawab perilaku)
metabolisme; faktor ekonomi; dihabiskan  Damping ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku memuntahkan Kembali makanan
faktor psikologis. meningkat  Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan perilaku
2. Berat badan  Berikan konsekuensi jika tidak mencapai target sesuai kontrak
membaik  Rencanakan program pengobatan untuk perawatan di rumah (mis: medis, konseling)
Indeks massa tubuh (IMT) Edukasi
membaik
 Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu pengeluaran
makanan (mis: pengeluaran yang disengaja, muntah, aktivitas berlebihan)
 Ajarkan pengaturan diet yang tepat
 Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku makan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan kalori dan pilihan
makanan
No SDKI SLIKI SIKI

8 Risiko jatuh d.d Anggota Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh (I.14540)


gerak bawah prosthesis intervensi keperawatan Observasi
(buatan); Penggunaan alat selama 3 x 24 jam, maka  Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif,
bantu berjalan; Penurunan tingkat jatuh menurun, hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
tingkat kesadaran; dengan kriteria hasil:  Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan kebijakan institusi
Perubahan fungsi kognitif; 1. Jatuh dari tempat  Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis: lantai licin, penerangan
Kekuatan otot menurun; tidur menurun kurang)
Gangguan pendengaran; 2. Jatuh saat berdiri  Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse scale, humpty dumpty scale),
Gangguan keseimbangan; menurun jika perlu
Gangguan penglihatan (mis: 3. Jatuh saat duduk  Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya
glaucoma, katarak, ablasio menurun Terapeutik
retina, neuritis optikus); 4. Jatuh saat  Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
Neuropati berjalan menurun
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
 Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse station
 Gunakan alat bantu berjalan (mis: kursi roda, walker)
 Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
 Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah
 Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
 Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
 Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan saat berdiri
 Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
2. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
4. Haryono, R., & Utami, M. P. (2019). Keperawatan medikal bedah 2. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
5. Susilo, C. B. (2019). Keperawatan medikal bedah persarafan. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
6. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana asuhan
keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: EGC.
7. Purwanto, & Hadi. (2016). Modul ajar keperawatan keperawatan medikal bedah II.
Jakarta: Badan PPSDM Kementerian Kesehatan RI.
8. Morton,et al (2014). Keperawatan Kritis. Pendekatan asuhan holistik. Edisi 8.Volume
2 edisi revisi.Penerbit Buku Kedokteran EGC.
9. Manurung (2018). Keperawatan Medika Bedah. Konsep Mind Map NANDA NIC NOC.
Solusi cerdas lulus Ukom Bidang Keperawatan.
10.Nurarif & Kusuma (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC NOC. Mediaction : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai