Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


ICH (INTRA CEREBRAL HAEMORRHAGE)

Oleh:
Silvira Yoniar Kristy, S.Kep.
NIM 192311101115

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2020
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT..........................................................1
1.1 Anatomi Fisiologi...........................................................................1
1.2 Definisi Penyakit.............................................................................10
1.3 Epidemiologi...................................................................................11
1.4 Etiologi............................................................................................12
1.5 Patofisiologi....................................................................................12
1.6 Manifestasi Klinis...........................................................................13
1.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................14
1.8 Penatalaksanaan..............................................................................16
1.9 Komplikasi......................................................................................19
1.10 Clinical Pathway...........................................................................21
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN............................................22
2.1 Pengkajian.......................................................................................22
2.2 Diagnosa.........................................................................................33
2.3 Intervensi.........................................................................................35
2.4 Evaluasi...........................................................................................44
2.5 Discharge Planning........................................................................44
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................45

iii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
ICH (INTRA CEREBRAL HAEMORRHAGE)
Oleh: Silvira Yoniar Kristy, S. Kep

BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT


1.1 Anatomi Fisiologi
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Sistem
saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatic (SSS) dan
neuron sistem saraf otonom/visceral (SSO) (Muttaqin, 2008).
Sistem Saraf Pusat
a) Bagian-bagian Otak
Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem
(batang otak), dan limbic system (sistem limbik).
a. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat
manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara terbagi
menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus
parietal, lobus occipital dan lobus temporal.
1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan
cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
2) Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3) Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

4
4) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin,
2008).

Gambar 1. Lobus-lobus pada cerebrum


b. Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang
terletak di bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua
aktivitas pada bagian ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama
cerebelum yaitu mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh. Apabila terjadi cedera pada cerebelum, dapat
mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot sehingga
gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Price dalam Muttaqin, 2008).
c. Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses
pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight
(lawan atau lari) saat datangnya bahaya (Puspitawati, 2009). Batang otak
terdiri dari tiga bagian, yaitu:

5
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebellum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi
pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah
kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak
sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan
midbrain disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons
berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.

d. Limbic system (sistem limbik)


Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang
mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara
fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak
sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon
keadaan
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan
5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama
reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku
seksual (Muttaqin, 2008)
Saraf Kranial
Terdapat 12 pasang saraf cranial yang muncul dari berbagai bagian batang
otak. Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi
sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut motorik.

6
a) Saraf Olfaktorius ( CN I )
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori
mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan
menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus
olfaktori), tempat persepsi indera penciuman berada.
b) Saraf Optik ( CN II )
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina di bawa
ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar
dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui
foramen optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis
pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai
ke area visual lobus oksipital untuk persepsi indera penglihatan.
c) Saraf Okulomotorius ( CN III )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls
ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral),
ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada
mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran
perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
d) Saraf Traklear ( CN IV )
Adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik
dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal
dari langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior
bola mata. Serabut sensorik dari spindle otot menyampaikan informasi
indera otot dari otot oblik superior ke otak.
e) Saraf Trigeminal ( CN V )
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama
pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal
dari pons dan menginervasi otot mastikasi kecuali otot buksinator. Badan
sel neuron sensorik terletak dalam ganglia trigeminal. Serabut ini
bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi:

7
1) Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata,
kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta
kepala.
2) Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral
(gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum.
3) Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir,
kulit rahang dan area temporal kulit kepala.
f) Saraf Abdusen ( CN VI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang
menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan
proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
g) Saraf Fasial ( CN VII )
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei pons.
Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata
dan kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor
pengecap pada dua pertiga bagian anterior lidah.
h) Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII )
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi.
1) Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi dari reseptor
untuk indera pendengaran dalam organ korti telinga dalam ke nuclei
koklear pada medulla, ke kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei
genikulasi pada thalamus dan kemudian ke area auditori pada lobus
temporal.
2) Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan dengan
ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari
reseptor sensorik pada telinga dalam.
i) Saraf Glosofaringeal ( CN IX )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan
menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid.
Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari
sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring;
neuron ini juga membawa informasi mengenai tekanan darah dari
reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu.

8
j) Saraf Vagus ( CN X )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla
dan menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen. Neuron
sensorik membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus,
jantung dan visera abdomen ke medulla dan pons.
k) Saraf Aksesori Spinal ( CN XI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut
motorik. Neuron motorik berasal dari dua area: bagian cranial berawal
dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian
spinal muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot
trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa
informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ;
misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid
l) Saraf Hipoglosal ( CN XII )
Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah.
Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot di lidah.

9
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
SARAF KOMPONEN FUNGSI
KRANIAL
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas, konstriksi
pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter ( menutup
rahang dan mengunyah) gerakan rahang
Sensorik ke lateral
- kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala,
mukosa mata, mukosa hidung dan rongga
mulut, lidah dan gigi
- reflex kornea atau reflex mengedip,
komponen sensorik dibawa oleh saraf
kranial V, respons motoric melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral

VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot


dahi, sekeliling mata serta mulut,
lakrimasi dan salivasi.
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa manis,
asam, asin)
VII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis
vetibulokokleraris Sensorik Pendengaran
Cabang koklearis
IX Motorik Faring : menelan, reflex muntah
Glossofaringeus Parotis : salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa
pahit
X Vagus Motorik Faring : mnelan, reflex muntah, fonasi;
visera abdomen
Sensorik Faring, laring: reflex muntah, visera leher,
thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan bagian
atas dari otot trapezius: pergerakan kepala
dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber : Muttaqin, 2008: 1

10
Sistem Ventrikulus
Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain
lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di
subarachnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga
mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi
dan juga meilndungi otak dari guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini
terletak dalarn ruang-ruang yang saling berhubungan satu dengan yang lain.
Ruang-ruang ini disebut dengan ventrikel (ventricles). Ventrikel berhubungan
dengan bagian subarachnoid dan juga berhubungan dengan bentuk tabung pada
canal pusat (central canal) dari tulang belakang. Ruang terbesar yang berisi
cairan terutama ada pada pasangan ventrikel lateral (lateral ventricle). Ventrikel
lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang terletak di
otak bagian tengah (midbrain). Ventrikel ketiga dihubungkan ke ventrikel
keempat oleh cerebral aqueduct yang menghubungkan ujung caudal ventrikel
keempat dengan central canal. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel
pertama dan ventrikel kedua (Puspitawati, 2009).

1.2 Definisi Penyakit


Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
terhentinya suplai darah kebagian otak. Gangguan fungsi saraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Perdarahan
intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat
robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak (Paula, 2009).
Intracerebral Hemoragic adalah perdarahan kedalam substansi otak. Perdarahan
ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat
terjadi pada luka tembak, cidera tumpul (Suharyanto, 2009). Intracerebral
Hemoragic adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat
timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka.
Intraserebral Hemoragic dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat
melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009).
Gambar 12. Intracerebral Hemorrhage (ICH)

Stroke hemoragik adalah perdarahan yang tiba-tiba mengganggu fungsi


otak. Perdarahan ini dapat terjadi baik di dalam maupun antara otak dan
tengkorak. Perdarahan terjadi dari pembuluh darah yang rusak di dalam otak.
Beberapa hal yang eningkatkan risiko pada perdarahan semacam ini adalah
tekanan darah tinggi/hipertensi, penggunaan alkohol berta, usia lanjut,
penggunaan kokain atau amfetamin. Dalamkasusu yang jarang, perdaharan
intraserebral dapat terjadi karena malformasi arteriovenousbocor, yang
merupakan pembuluh darah abnormal yang berdinding lemah yang
menghubugkan arteri dan vena (Harvard Medical School, 2019).

1.3 Epidemiologi
Intracranial hemorraghe (ICH) mewakili sekitar yaitu 10-20% dari semua
stroke. 8-15% di negara-negara barat seperti Amerika, Inggris, dan Australia,
181-24% di Jepang dan Korea. Tingkat kejadian ICH per 100.000 orang adalah
51,8 pada orang Asia, 24,2 pada kulit putih, dan 22,9pada kulit hitam, dan 19,6 di
Hispanik (Sang Joon An, et al, 2017). Sekitar 2 juta dari 15 juta stroke di seluruh
dunia adalah intracerebrak hemorraghe (ICH). Pria lebih mungkin menderita ICH
daripada wanita. Jumlah penderita ICH diperkirakan akan meningkat secara
substansional selama beberapa dekade mendatang seiring pertambahan usia.
Penyebab utama yang mendasari untuk peningkatan kejadian yang lebihsering
adalah penggunaan obat antikoagulan dan perubahan terkait usia di otak itu
sendiri (Minneapolis Clinic of Neurology, 2019).
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbesar ketiga di
dunia setelah penyakit jantung koroner dan kanker. Menurut World Health
Organization (WHO) stroke merupakan tanda-tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, yang dapat menyebabkan kematian
tanpa ada penyebab lain selain vaskuler. Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa
di dunia sudah menderita penyakit stroke sejak tahun 2011. Dari jumlah tersebut
didapat 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit vaskular yaitu darah tinggi
atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan di 33 provinsi
oleh Departemen Kesehatan R.I diketahui bahwa stroke merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (Shafi’i, dkk, 2016).

1.4 Etiologi
Menurut Andrew Ringer, 2018 penyeba ICH antara lain:
1) Hipertensi : tekanan darah tinggi menyebabkan erteri kecil pecah di dalam
otak, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg.
2) Blood Thinners atau pengencer darah : obat-obatan seperti coumadin,
heparin, dan warfarin digunakan untuk mencegah gumpalan pada kondisi
jantung dan stroke sehingga menyebabkan ICH.
3) AVM : pembuluh darah abnormal yang berdinding lemah yang
menghubugkan arteri dan vena dan tanpa kapiler diantara keduanya.
4) Aneurisme : terdapat tonjolan pada dinding arteri.
5) Trauma kepala : fraktur pada tengkorak dan luka tembus atau tembakan dapat
merusak arteri yang menyebabkan perdarahan.
6) Gangguan perdarahan lain : hemofilian, sel sabit anemia, dan
trombositopenia.
7) Tumor : tumor yang sangat vaskuler seperti angioma dan tumor metastasis
dapat berdarah kedalam jaringan otak.
8) Angiopati amiloid : penumpukan protein dalam dinding-dinding arteri.
9) Penggunaan narkoba : alkohol, kokain, dan lain sebagainnya.
10) Spontan : ICH oleh sebab yang tidak diketahui.

1.5 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2
dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).

1.6 Manifestasi Klinis


Gejala-gejalan yang umum pada ICH adalah sakit kepala dan mual mutah.
Sakit kepala lebih sering terjadi pada pasien dengan hematoma besar dan
dikaitakna dengan nyerri meningeal, tekanan intrakranial meninngkat atau adanya
darah dalam cairan serebrospinal. Pasien dengan ICH besar seringkali mengalami
penurunan kesadaran karena adanya peningkatan tekanan intrakranial dan
kompresi thalamus dan batang otak. Kejang pada umumnya terjadi pada awl
perdarahan atau dalam 24 jam pertama (Sang Joon An, et al, 2017).
Gejala-gejala dari ICH tergantung pada tempat dimana perdarahan terjadi
di dalam otak. Sakit kepala, mual muntah, dan perubahan kesadaran merupakan
gejala yang paling sering. Perdrahan ke dalam lobus serebral akan menyebabkan
disfungsi lobus, seperti aphasia (kesulitan berbicara), hemiplegia (kelumpuhan
pada satu sisi tubuh), hemianesthesia (matirasa pada satu sisi tubuh), hemianopsia
(kebutaan pada satu sisi). Perdarahan ke dasar otak (batang otak dan otak kecil)
dapat menyebabkan serangkaian gejala yang berbeda, termasuk penglihatan
ganda, vertigo, kesulitan dengan gerakan tekkoordinasi dan kesulitan menelan.
Perdarahan besar daat menyebabkan koma (Minneapolis Clinic of Neurology,
2019).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Ketika seseorang di bawa ke ruang gawat darurat dengan dugaan perdarahan
otak, dokter akan melakukan pemeriksaan sebenyak mungkin tentang gejala dan
masalah medis sebelumnya, obat-obtan dan riwayat keluarga. Tes diagnostik
akan membantu menentukan sumber perdarahan (Andrew Ringer, 2018).
a) Computed Tomography (CT) : adalah X-Ray non invasif untuk meninjau
anatomi struktur di dalam otak dan untuk mendeteksi perdarahan.
Angiografi CT melibatkan injeksi kontras dalam aliran darah untuk melihat
arteri otak.
Gambar 13. Pasien dengan tanda titik menunjukkan ekstravasasi dan perluasan
hematoma.
b) Angiogram : adalah prosedur invasif, dimana kateter dimasukkan ke dalam
arteri dan dilewati melalui pembuluh darah ke otak. Setelah itu kateter ada
di tempat, pewarna kontras disuntikan ke dalam aliran darah dan sinar X.
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan
fistula arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan
angiografi.
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI) : adalah tes non invasif yang
mengunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio untuk
memberikan tampilan detail jaringan otak. Magnetic Resonance Angiogram
(MRA) melibatkan injeksi kontras ke dalam aliran darah untuk memeriksa
pembuluh darah serta struktur otak.
d) Pemeriksaan EKG : EKG dapat membantu menentukan apakah terdapat
disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang
dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan
serta perpanjangan QT.
e) Untuk menentukan apakah stroke yang dialami pasien troke hemoragi atau
stroke non hemoragi maka perlu melakukan sirijaj stroke score dan
algoritma gajah mada.
1) Sirijaj stroke score
Tabel 2. Skor Sirijaj
Variabel Gejala klinis Skor
Derajat kesadaran Sadar 0
Apatis 1
Koma 2
Muntah Iya 1
Tidak 0
Sakit kepala Iya 1
Tidak 0
Tanda-tanda atheroma
1. Angina Pectoris Iya 1
Tidak 0
2. Laudicatio Intermitten Iya 1
Tidak 0
3. Diabetes Mellitus Iya 1
Tidak 0
Siriraj Stroke Score = (2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 X
sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12.
Apabila skor yang didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan
dan apabila didapatkan skor ≥ 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.
2) Algoritma Gajah Mada

Penderita stroke akut

Dengan atau tanpa

Penuruan kesadaran, nyeri kepala, refleks babinski

Tidak
Ketiganya /dua dari
Ya Stroke Hemoragic
ketiganya
Tidak
Penurunan kesadaran (+)
Nyeri kepala (-) Ya Stroke Hemoragic
Refleks babinski (-)
Tidak
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri kepala (+) Ya Stroke Hemoragic
Refleks babinski (-)
Tidak
Penurunan kesadaran (-) Stroke Non
Nyeri kepala (-) Ya
Hemoragic
Refleks babinski (+)
Tidak
Penurunan kesadaran (-)
Ya Stroke Non
Nyeri kepala (-)
Hemoragic
Refleks babinski (-)

Gambar 14. Algoritma Gajah Mada


1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaaan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi
gejala, serta mencegh komplikasi. Penyebab dan lokasi perdarahan diidentifikasi
melalui perawwatan medis atau bedah yang dilakukan untuk menghentikan
perdarahan, mencegah gumpalan, dan meringankan tekanan pada otak. Jika
dibiarkan, maka otak akan menyerap gumpalan dalam beberapa minggu. Namun
kerusakan oak yang disebabkan oleh tekanan intrakranial dan racun darah
mungkin tidak dapat dicegah. Umumnya, pasien dengan perdarahan kecil (<10
cm3) dan defisit minimal dirawat secara medis. Pasien dengan perdarahan
cerebral (>3 cm3) akan memburuk atau memiliki batang otak kompresi dan
hedrocefalus dilakukan tindakan pembedahan segera untuk menghilangkan
perdarahan. Pasien dengan perdarahan lobar yang besar (50 cm 3) yang
memburuk, pada umumnya akan mennjalani tindakan pembedahan pengangkatan
hematoma.
1) Perawatan Medis
Pasien akan menjalani peratan di unit stroke atau ICU untuk pemantauan
dan perawatan yang cermat.
- Jika pasien menggunakan obat pengencer darah, pembalikan obat akan
diberikan untuk mengembalikan faktor pembekuan,
- Tekanan darah dikontrok untuk mengurangi risiko perdarahan yang
lebih banyak, namun tetap menyediakan aliran darah yang cukup ke
otak,
- Mengontrol tekanan intrakranial merupakan faktor dalam pendarahan
besar. Perangkat monitor ICP dapat ditempatkan langsung pada
ventrikel atau dalam otak untuk mengukur tekanan, normal ICP adalah
20 mmHg.
- Menghilangkan cairann serebrospinal dari ventrikel membantu
mengontrol ekanan. VP-Shunt dapat dipasang untuk emngalirkan CSF
dan memberikan ruang untuk perdarahan tanpa merusak otak,
- Hiperventilsi juga membantu mengendalikan ICP. Dalam beberapa
kasus, koma dapat diinduksi dengan obat menurunkan ICP.
2) Tindakan Pembedahan
Tujuan dari tindakan operasi adalah untuk menghilangkan gumpalan darah
dan menghentikan sumber perdarahan jika bersal dari penyebab yang
diidentifikasi seperti AVM atau tumor. Tergantung pada lokasi bekuan baik
craniotomi atau aspirasi stereotactic.
- Craniotomy : melibatkan pemotongan atau pembuatan lubang dan
mengangkat gumpalan. Karena peningkatan risiko ke otak, teknik ini
biasanya hanya digunakan ketika hematoma dekat dengan permukaan
otak atau jika dikaitkan dengan AVM atau tumor harus dihilangkan.
- Aspirasi gumpalan stereotactic : operasi invasif untuk hematoma besar
di dalam otak. Prosedur ini menggunakan bingkai stereotactic untuk
memandu jarum atau endoskop langsung ke gumpalan. CT-Scan
membantu menentukan dengan tepat lintasan terbaik ke hematoma.
Tindakan yang dilakukan yaitu mengebor luang duri kecil dengan
ukuran seperempat di tengkorak. Dengan bantuan bingkai stereotactic,
kanula berongga dilewatkan melalui lubang, melalui jaringan otak,
langsung ke gumpalan. Kanula berongga melekat pada jarum suntik
besar untuk menarik bagian dari bekuan.

Gambar 15. Aspirasi bekuan melalui kateter untuk mengurangi


massa dan tekanan di otak

3) Pemulihan dan Pencegahan


Pasien akan tinggal di unit stroke atau ICU selama beberapa minggu setelah
terdiagnosa ICH, dimana dokter dan perawat akan mengawasi secara cermat
adanya tanda perdarahan ulang, hidrocefalus, dan kolikasi lainnya. Setelah
kondisi stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat inap. Pasien
dengan ICH mungkin menderita defisit jangka pendek atau jangka panjang
sebagai akibat dari perdarahan atau pengobatan. Beberapa defisit ini mungkin
akan hilang seiring dengan waktu penyembuhan dan terapi (Andrew Ringer,
2018).
1.9 Komplikasi
Perdarahan ke otak adalah kelainan otak yang serius dan menyebabkan
sejumlah kemungkinan komplikasi, dan seringkali berujung pada kematian.
Adapun komplikasi dari intracerebral hemoragic yaitu antara lain (Minneapolis
Clinic of Neurology, 2019):
1) Pembesaran ukuran perdarahan : adalah masalah utama, karena ukuran
bekuan darah dapat mempengaruhi kelangsungan hidup, atau setidaknya
tingkat kecacatan neurologis jika pasien selamat. Pembekuan gumpalan darah
terjadi dalam 24 jam pertama setelah onset pada sekitar sepertiga pasien.
Salah satu faktor utama dalam pembesaran perdarahan adalah penggunaan
obat antikoagulan (coumadin atau warfarin). 50% pasien dirawat dengan
perdarahan otak saat dalam antikoagulasi memburuk dalam 24 jam-48 jam
pertama karena perdarahan yang semakin bertambah, dengan tingkat
kematian 64% dalam 6 bulan.
2) Hidrocefalus : akumulai cairan tulang belakang di rongga otak (ventrikel),
dapat berkembang, dengan ekspansi ventrikel skunder, peningkatan tekanan
di dalam tengkorak dan deteriorasi neurologis progresif. Darah dapat
menghalangi jalur normal untuk drainase sementara oleh sebuah tabung, yang
dimasukan ke ventrikel untuk menghilangkan tekanan dan berusaha untuk
mempertahankan fungsi neurologis. Perkembangan hidrocefalus merupakan
prediktor mortalitas 30 hari.
3) Edema serebral atau penggumpan cairan di sekitar perdarahan : berkembang
selama beberapa jam dan berkontribusi terhadap ukurran perdarahan dan
kerusakan otak sekunder. Pembengkakan otak yang berdekatan dengan
perdarahan akan meningkat sebesar 75% dalam 24 jam pertama, degan
peningkatan lebih lanjut menjadi minggu kedua dan ketiga setelah perdarahan
awal. Hal ini menyebabakan tekanan lebih lanjut pada struktur otak,
peningkatan tekanan di dalam kepala dan cedera neurologis tambahan.
4) Konvulsi : dapat terjadi selama perdarahan otak, tergantung pada lokasi
perdarahan, sehingga menimbulkan masalah manajemen lebih lanjut. 8%
pasien dengan perdarahan intraserebral mengalami kejang klinis dalam satu
bulan setelah onset gejala, dengan jumlah yang lebih tinggi mengalami kejang
subklinis (kejang yang tidak terlalu parah). Kejang dikaitkan dengan hasil
neurologis yang memburuk dan semakin buruk. Pengobatan dengan
antikonvulsan mungkin diperlukan untuk mengobati atau mencegah
komplikasi ini.
5) Komplikai lain: perdarahan intraserebral sering mengakibatkan defisit
neurologis permanen, misalnya kelumpuhan, kehilangan kemampuan
berbicara, kehilangan penglihatan, dan sebagainya.
1.10 Clinical Pathway

1.10 Clnical Pathway

HAMBATAN
KOMUNIKASI
VERBAL

KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH

HAMBATAN KERUSAKAN
HAMBATAN DEFISIT INTERAKSI INTEGRITAS KETIDAKEFEKTIFAN
RELIGIOSITAS PERAWATAN DIRI SOSIAL KULIT BERSIHAN JALAN
NAPAS
sadar, disamping gejala kelumpuhan setengah badan atau gangguan fungsi
otak yang lain (Siti Rochani, 2000).
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari klien mengkonsumsi rokok ataupun obat-obatan antikoagulan.
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat
perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
6) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.

B. Pengkajian Fisik
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan
pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang
dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus
segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan
adanya darah atau udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada
kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada
satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu
mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu
memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer
penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan
selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan
secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada
dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara)  
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-
paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan
atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis
mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik 
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi
pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung
dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai Hemoragic, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.
5) Pemeriksaan sistem neurologis
a) Tingkat Kesadaran
(1) Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
- CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
- APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
- SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur →
dirangsang bangun lalu tidur kembali
- KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
(2) Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
6) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008)
Saraf I (N.Olfaktorius)
Biasanya pada klien ICH tidak dapat menginterpretasi bau
dengan baik.
Saraf II (N.Optikus)
Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi ketidakmampuan
melihat karena penurunan kesadaran.
Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan biasanya
pupil akan lenyap.
Saraf V (N.Trigeminus)
Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tejadi kelainan.
Saraf VII (N.Fasialis)
Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada salah satu sisi
wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)
Terjadi reflek mual dan muntah.
Saraf XI (N.Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (rigiditas nukal).
Saraf XII (N.Hipoglosus)
Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi dan terdapat
fasikulasi (kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat
berbicara.
7) Macam Reflek Patologis
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. Babinski Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

2. Hoffman Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

3. Tromner Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
4. Wartenberg Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

5. Chaddoks Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

6. Oppenheim Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

7. Gordon Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

8. Schaeffer Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
8) Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
a) Kaku kuduk:
Cara: Pasien tidur telentang
tanpa bantal. Tangan pemeriksa
ditempatkan dibawah kepala
pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan
(fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku
kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemerikasaan: Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat
menyentuh sternum, atau fleksi leher  normal. Adanya rigiditas leher
dan keterbatasan gerakan fleksi leher  kaku kuduk
b) Brudzinski I
Cara: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan
sehingga dagu menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan:Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.

c) Kernig :
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka
dikatakan kernig sign positif.

d) Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada
sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan: Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif.

2.2 Diagnosa Keperawatan


N
DIAGNOSA
O
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi yang ditandai
dengan sesak nafas (D.0005)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (D.0077)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 pada otot
dan jaringan yang ditandai dengan kelemahan otot (D.0056)
4. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan yang ditandai
dengan tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri (D.0109)
5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi (D.0080)
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
yang ditandai dengan cemas (D. 0111)
2.3 Intervensi / Rencana tindakan keperawatan

Diagnosa Keperawatan
No. SLKI SIKI Rasional
(SDKI)
1. Pola nafas tidak efektif Tujuan: Manajemen jalan nafas (I.01011) Manajemen jalan napas
Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
keperawatan 1x24 jam pola 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 1. Mengetahui frekuensi,
nafas kembali efektif. kedalaman, usaha nafas) kedalaman, irama pernapasan
Kriteria hasil: 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mengi, 2. Mengetahui adanya bunyi
Pola napas (L.01004) wheezing, ronkhi) tambahan untuk mencegah
1. Dyspnea meningkat dari (1) Terapeutik terjadinya sesak napas
menjadi menurun (5) 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas Terapeutik
2. Penggunaan otot bantu dengan head-tilt dan chin-lift 1. Teknik head tilt chin lift dapat
napas menurun dari (1) 2. Posisikan semi fowler atau fowler membuka jalan nafas
menjadi meningkat (5) 3. Lakukan fisioterapi dada 2. Posisi untuk mempertahankan
3. Frekuensi nafas memburuk 4. Berikan oksigen kepatenan jalan napas dan
dari (1) menjadi membaik Edukasi mengembangkan paru sehingga
(5) 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari lebih mudah bernapas
2. Ajarkan teknik batuk efektif 3. Mengurangi lendir yang dapat
Kolaborasi menghambat jalan nafas
Kolaborasi pemberian bronkodilator, 4. Menambah suplai oksigen untuk
ekspektoran, mukolitik jika perlu mencukupi kebutuhan oksigen
miokard
Terapi Oksigen (I.01026) Edukasi
Observasi 1. Memberi pengetahuan untuk
1. Monitor kecepatan aliran oksigen mengeluarkan lendir secara benar
2. Monitor posisi alat oksigen 2. Mengurangi terjadinya
3. Monitor efektifitas terapi oksigen komplikasi
(oksimetri, gas darah)
Terapeutik Terapi Oksigen
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas Observasi
2. Berikan oksigen tambahan, jika perlu 1. Mengetahui ada tidaknya oksigen
Kolaborasi yang masuk
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen 2. Mempermudah dalam menjaga
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat posisi alat
aktivitas dan/atau tidur 3. mengetahui status oksigenasi
pasien
Terapeutik
1. Menjaga agar pola napas tetap
efektif
2. Membantu memaksimalkan
pernapasan
Kolaborasi
1. Menyesuaikan dengan kebutuhan
pasien
2. Menyediakan terapi oksigen agar
tidak sesak
2. Nyeri akut (D.0077) Tujuan: Setelah Manajemen Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri
dilakukan tindakan Observasi Observasi
keperawatan dalam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Mengindikasikan keseluruhan
waktu 1x24 jam nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri tingkat kenyamanan klien dan
akut menurun 2. Identifikasi skala nyeri menentukan perawatan yang
Kriteria hasil 3. Identifikasi respon nyeri non verbal tepat
Tingkat Nyeri Terapeutik 2. Mengetahui tingkat kenyamanan
(L.08066) 1. Berikan teknik non farmakologi untuk yang dirasakan klien
1. Keluhan nyeri dari mengurangi rasa nyeri 3. Keluhan nyeri dapat diamati
meningkat (5) menjadi 2. Kontrol lingkungan yang memperberat melalui ttv dan reaksi non verbal
menurun (1) rasa nyeri Terapeutik
2. Meringis dari meningkat Edukasi 1. Meningkatkan rasa aman
(5) menjadi menurun (1) 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyaman dan mengurangi nyeri
3. Gelisah dari meningkat (5) nyeri 2. Meningkatkan rasa aman
menjadi menurun (1) 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri nyaman
4. Kesulitan tidur dari 3. Anjurkan teknik non farmakologis untuk Edukasi
meningkat (5) menjadi mengurangi rasa nyeri 1. Meningkatkan pengetahuan klien
menurun (1) Kolaborasi 2. Klien dapat melakukan
5. Frekuensi nadi membaik 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika penanganan nyeri secara mandiri
(60-100 x/menit) perlu 3. Menangani nyeri dan
6. Tekanan darah membaik mengurangi dalam kebutuhan
(90/60 mmHg-120/80 obat analgesik
mmHg) Kolaborasi
7. Pola nafas dari memburuk 1. Penggunaan farmakologi untuk
(1) menjadi membaik (5) mengurangi nyeri
8. Kemampuan menggunakan
teknik non farmakologis
dari menurun (1) menjadi
meningkat (5)
3. Intoleransi aktivitas Tujuan: Setelah dilakukan Manajemen Energi (I.05178) Manajemen Energi
tindakan keperawatan 1x24 Observasi Observasi
jam terjadi peningkatan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh 1. Mengetahui penyebab kelelahan
aktifitas pasien. yang menyebabkan kelelahan 2. Mengetahui seberapa besar
Kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional kelelahan yang di alami pasien
Toleransi Aktivitas (L.05047) 3. Monitor pola dan jam tidur 3. Pola tidur yang kurang dapat
1. Kemudahan melakukan 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan memperparah tingkat kelelahan
aktivitas sehari-hari dari selama melakukan aktivitas dan menaikkan irama jantung
menurun (1) menjadi Terapeutik 4. Ketidaknyamanan dalam
meningkat (5) 1. Sediakan lingkungan nyaman dan beraktivitas dapat memperburuk
2. Jarak berjalan dari rendah stimulus kelelahan
menurun (1) menjadi 2. Lakukan latihan rentan gerak pasif dan Terapeutik
meningkat (5) aktif 1. Lingkungan yang nyaman dapat
3. Kekuatan tubuh bagian 3. Berikan aktifitas distraksi yang membuat tubuh lebih rilex
atas dari menurun (1) menenangkan sehingga dapat mengurangi
menjadi meningkat (5) 4. Fasilitasi duduk di tempat tidur, jika kelelahan
4. Kekuatan tubuh bagian tidak dapat berpindah atau berjalan 2. Untuk meningkatkan masa otot
bawah dari menurun (1) Edukasi akibat tirah baring yang
menjadi meningkat (5) 1. Anjurkan tirah baring disebabkan kelelahan
5. Keluhan lelah dari 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara 3. Melatih kemampuan aktivitas
meningkat (5) menjadi bertahap pasien
menurun (1) 3. Anjurkan menghubungi perawat jika 4. Untuk membantu pasien
6. Dispnea saat beraktivitas tanda dan gejala kelelahan tidak berpindah tempat
dari meningkat (5) menjadi berkurang Edukasi
menurun (1) 4. Ajarkan strategi koping untuk 1. Tirah baring dapat membantu
7. Tekanan darah membaik mengurangi kelelahan menurunkan kelelahan
(5) Kolaborasi 2. Untuk mencegah terjadinya
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara kelelahan yang berkepanjangan
meningkatkan asupan makanan 3. Untuk menilai perkembangan
penyakit
4. Strategi koping dapat membantu
pasien merasa nyaman
Kolaborasi
Asupan nutrisi yang baik dapat
mempercepat proses penyembuhan
4. Defisit perawatan diri Tujuan: Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri (I.11348) Dukungan Perawatan Diri
(D.0109) tindakan keperawatam selama Observasi Observasi
1x24 jam, kemampuan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas 1. Mengetahui kebiasaan pasien
merawat diri pasien meningkat perawatan diri sesuai usia dalam merawat diri sehingga
Kriteria hasil: 2. Monitor tingkat kemandirian dapat menentukan tinakan yang
Perawatan Diri (L. 11103) Terapeutik: sesuai
1. Kemampuan mandi dari 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik 2. Mengetahui kemampuan pasien
menurun (1) menjadi (mis. suasana hangat, rileks, privasi) dalam merawat dirinya
meningkat (5) 2. Siapkan keperluan pribadi Terapeutik
2. Kemampuan mengenakan 3. Dampingi dalam melakukan perawatan 1. Lingkungan terapeutik dapat
pakaian dari menurun (1) diri sampai mandiri membuat pasien menjadi lebih
menjadi meningkat (5) 4. Jadwalkan rutinitas perawatan diri nyaman dan tenang
3. Kemampuan ke toilet Edukasi 2. Membantu dalam memenuhi
(BAB/BAK) dari 1. Anjurkan melakukan perawatan diri kebutuhan dasar pasien
menurun (1) menjadi secara konsisten sesuai kemampuan 3. Pendampingan diperlukan untuk
meningkat (5) memantau dan mengontrol
4. Verbalisasi keinginan kemampuan pasien dalam
melakukan perawatan diri merawat dirinya
dari menurun (1) menjadi 4. Penjadwalan yang benar dapat
meningkat (5) mengubah perilaku hidup bersih
5. Minat merawat diri dari dan sehat
menurun (1) menjadi Edukasi
meningkat (5) 1. Perawatan diri yang konsisten
akan mempercepat proses
penyembuhan karena
meminimalisir adanya
mikroorganisme yang masuk ke
dalam tubuh
5. Ansietas Tujuan: Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314) Reduksi Ansietas
tindakan keperawatan 1x24 Observasi Observasi
jam, tingkat kecemasan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 1. Mengetahui tingkat kecemasan
pasien menurun 2. Monitor tanda-tanda ansietas dan faktor penyebab yang
Kriteria hasil: Terapeutik dialami pasien
Tingkat Ansietas (09093) 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk 2. Tanda-tanda ansietas dapat
1. Verbalisasi khawatir menumbuhkan kepercayaan dijadikan indicator untuk
akibat kondisi yang 2. Temani pasien untuk mengurangi menentukan tingkat kecemasan
dihadapi dari meningkat kecemasan Terapeutik
(5) menjadi menurun (1) 3. Dengarkan dengan penuh perhatian 1. Suasana terapeutik membuat
2. Perilaku gelisah dari Edukasi pasien merasa aman dan
meningkat (5) menjadi 1. Informasikan secara factual mengenai nyaman
menurun (1) diagnosis, pengobatan dan prognosis 2. Upaya meyakinkan pasien
3. Perilaku tegang dari 2. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama bahwa dirinya berharga
meningkat (5) menjadi pasien 3. Teknik mendengarkan mampu
menurun (1) 3. Latih kegiatan pengalihan untuk membuat pasien merasa tenang
4. Tekanan darah dari mengurangi ketegangan dan dihargai
meningkat (5) menjadi 4. Latih teknik relaksasi Edukasi
menurun (1) Kolaborasi 1. Mendapatkan informasi secara
5. Tremor dari meningkat (5) Kolaborasi pemberian antiansietas, jika jujur merupakan hak pasien
menjadi menurun (1) perlu sehingga pasien dapat
6. Konsentrasi dari mengetahui kondisinya
memburuk (1) menjadi 2. Keluarga merupakan orang
membaik (5) terdekat pasien
3. Pengalihan dapat membantu
pasien lupa dengan rasa
cemasnya
4. Relaksasi dapat membantu
pasien merasa nyaman
Kolaborasi
Antiansietas adalah golongan obat
yang mempu mengurangi gangguan
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

American Stroke Associaton. Hemorrhagic Stroke (Bleeds). A Division of the


American Hearth Association. Serial Online
https://www.stroke.org/en/about-stroke/types-of-stroke/hemorrhagic-
strokes-bleeds diakses pada 19 Januari 2020.

An, Sang Joon., T. J. Kim., and B.W. Yoon. 2017. Epidemiology, Risk Factors,
and Clinical Features of Intracerebral Hemorrhage: An Update. Journal Of
Stroke. Vol. 19 (1): 3-10.

Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.


Mosby: Elsevier.

Elizabeth, J. Corwin. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Harvard Medical School. 2019. Hemorrhagic Stroke. Harvard Health Publishing.


Serial Online https://www.health.harvard.edu/a_to_z/hemorrhagic-stroke-a-
to-z, diakses pada 19 Januari 2020.

Herdman, T. Heather. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2018-202. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Kim, Jun Yup., H.J. Bae. 2017. Spontaneous Intracerebral Heemorrhage:


Management. Journal Of Stroke. Vol. 19 (1): 28-39.

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.


Mosby: Elsevier.

Minneapolis Clinic of Neurology. 2019. Intracerebral Hemorrhage (Hemorrhagic


Stroke). Minnesota Stroke Association: American Stroke Association. Serial
Online https://minneapolisclinic.com/patient-resources/intracerebral-
hemorrhage-hemorrhagic-stroke/ diakses pada 19 Januari 2020.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Ringer, Andrew. 2018. Intracerebral Hemorrhage (ICH). Mayfield Brain & Spine.

Shafi’i, Jaro., R.Sukiandra, dan Mukhyarjon. 2016. Correlation Of Stress


Hyperglycemia With Barthel Index In Acute Non-Hemorrhagic Stroke
Patients At Neurology Ward Of Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. JOM. Vol.
3 (1): 1-10.
Smeltzer, Suzanne, C. Bare Brenda, G. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth, Edisi VIII. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai