Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ICH (INTRA


CEREBRAL HAEMORRHAGE) DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Norma Mey Intan Permatasari, S.Kep.
NIM 192311101117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada Pasien dengan Stroke ICH (Intra Cerebral


Hemorrhaghe) di Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember, telah diperiksa dan
disahkan pada:
Hari, Tanggal :
Tempat :

Jember, Januari 2020

Mahasiswa,

Norma Mey Intan Permatasari, S.Kep


NIM. 192311101117

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Melati
Universitas Jember, RSD dr.Soebandi Jember,

Ns. Ana Nistiandani, S.Kep., M.Kep Ns. Umayanah, S.Kep


NIP. 760019011 NIP. 19770611 200604 2 020

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT..........................................................1
1.1 Anatomi Fisiologi...........................................................................1
1.2 Definisi Penyakit.............................................................................10
1.3 Epidemiologi...................................................................................11
1.4 Etiologi............................................................................................12
1.5 Patofisiologi....................................................................................12
1.6 Manifestasi Klinis...........................................................................13
1.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................14
1.8 Penatalaksanaan..............................................................................16
1.9 Komplikasi......................................................................................19
1.10 Clinical Pathway...........................................................................21
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN............................................22
2.1 Pengkajian.......................................................................................22
2.2 Diagnosa.........................................................................................33
2.3 Intervensi.........................................................................................35
2.4 Evaluasi...........................................................................................44
2.5 Discharge Planning........................................................................44
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................45

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ICH (INTRA
CEREBRAL HAEMORRHAGE) DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh: Norma Mey Intan Permatasari, S. Kep

BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi


Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis.
Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatic (SSS)
dan neuron sistem saraf otonom/visceral (SSO) (Muttaqin, 2008).
Sistem Saraf Pusat
A. Otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolism oksidasi
glukosa. Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf tubuh. Kisaran
berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200 cc (Muttaqin, 2008).

Gambar 1. (a) Ringkasan fungsional bagian-bagian sistem saraf pusat (Sumber:


Simon dan Schuster, Fundamental of Anatomy and physiology, edisi 4, Ney Jerdey:
Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:5)
Bagian otak terbagi menjadi bagian sebagai berikut:
1) Meningen
Selaput pembungkus otak paling luar. Jaringan gelatinoasa otak dan medulla
spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang, dan oleh tiga
lapisan jaringan penyambung yaitu piameter, arknoid dan durameter.

Gambar 2. (b) Hubungan antara otak, tulang tengkorak, dan meningen dilihat dari
sisi lateral (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan Physiology, edisi
4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:6)
2) Cairan Serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut pleksus
koroideus, menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid-CSF) yang jernih
dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan pelindung di sekitar SSP. CSF
terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen, dan karbondioksia yang terlarut, glukosa,
beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein. Setelah mencapai ruang
subaraknoid, CSF akan bersikulasi di sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar
menuju sistem vaskuler (SSP tidak mengandung sistem limfe).
3) Ventrikel
Merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi
semua rogga otak dan medula spinalis serta mengandung CSF).
4) Serebrum
Merupakan bagian otak yang paling besar dan menonjol. Disini terletak
pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga
mengatur proses penalaran, memori dan intelegensi.

Gambar 3. Bagian-bagian Cerebrum


Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual, seperti
kemampuan berpiki abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri),
pusat penghidu, dan emosi. Lobus frontalis mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunteer di gyrus presentralis (area motoric primer) dan terdapat
area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca
yang mengatur ekspresi bicara, lobis ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.

Gambar 4. Lobus Frontalis


b) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
kebawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi.
Gambar 5. Lobus Temporalis
c) Lobus Parietalis
Lobus parietalis merupakan pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis
(area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).

Gambar 6. Lobus Parietal


d) Lobus Okspitalis
Lobus ini berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan
yaitu untuk menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsangan dengan informasi saraf lain
dan memori (White, 2008).

Gambar 7. Lobus Oksipitalis


e) Lobus Limbik
Lobus limbic berfungsi untuk mengatur emosi, memori emosi, dan bersama
hypothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan
endokrin dan susunan otonom.
Gambar 8. Lobus Limbic
5) Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu dari serebrum mempunyai banyak
lipatan yang disebut giri (tunggal girus). Korteks serebri adalah bagian otak yang
paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan dan menentukan
perilaku yang bertujuan dan beralasan.
6) Serebelum
Serebelum atau otak kecil terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Ada dua fungsi utama serebelum, meliputi: (1) mengatur
otot-otot postural tubuh dan (2) melakukan program akan gerakan-gerakan pada
keadaan sadar maupun bawah sadar. Serebelum merupakan pusat reflek yang
mengordinasidan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus, dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price, 1995
dalam Muttaqin, 2008:11).

Gambar 9. (e) Serebelum; (b) Potongan melintang permukaan superior (Sumber: Simon
dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan Physiology, edisi 4, New Jerdey: Prentice
Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:11)
7) Formasio Retikularis
Formasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan serabut
yang saling terjalin membentuk inti sentral batang otak. Fungsi utama sistem
retikularis antara lain: (1) integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu
penentuan status kesadaran dan kedaan bangun; (2) modulasi transmisi informasi
sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi; (3) modulasi aktivitas motorik: (4)
pengaturan respon otonom dan siklus tidur-bangun; (5) tempat asal sebagian besar
monoamin yang disebarkan ke seluruh SSP.
B. Batang Otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan
medula oblongata.
1) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum
serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf
kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat disini.

Gambar 10. (f) Pons, medula oblongata, dan hubungannya dengan formasi retikularis. (a)
Nuklei yang berada dalam pons; (b) Nuklei yang berada dalam medula oblongata.
(Sumber: Simon dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan Physiology, edisi 4, New
Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:12)
2) Medulla Oblongata
Medula oblongata merupakan pusat reflek yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersih, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Semua jaras asendens dan desendens medula spinalis dapat terlihat disini.
Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensasi getar,
dan diskriminasi taktil dua titik.
C. Mesensefalon
Mesensefalon atau otak tengah merupakan bagian pendek dari batang otak
yang letaknya diatas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior, yaitu tekrum
yang terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior, serta bagian anterior,
yaitu pendunkulus serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan
dan koordinasi gerakan penglihatan. Kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara/.
D. Diensefalon
Diensefalon biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus,
subtalamus, epitalamus, dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang
sensorik dan membantu mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsang-rangsang tersebut.
a) Talamus
Bukti-bukti menunjukkan bahwa talamus bertindak sebagai pusat sensasi
primitif yang tiak kritis, yaitu individu dapat samar-samar merasakan nyeri,
tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrem.
b) Subtalamus
Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber, substansia nigra,
dan globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya,
tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut
hemibalismus.
c) Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan saraf yang membentuk atap
diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular dan komisura,
komisura posterior, striae medularis, dan epifisis.
d) Hipotalamus
Hipotalamus terletak dibawah talamus (Gambar 8). Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.
E. Sistem Limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas
traktus antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum.
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal dibawah ini:
a) Suatu pendirian atau respon emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu;
b) Suatu resspon sadar terhadap lingkungan;
c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri secra tidak sadar dan
memfungsikan secra otomatis batang otak untuk merespon keadaan;
d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali simpanan memori
yang diperlukan;
e) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan. Terutama reaksi
akut, marah, dan emosi yang berhubunga dengan perilaku seksual.
F. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat. Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf. Terdapat 8 pasang saraf servekal
(dan hanya 7 vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf
lumbalis, 5 pasang saraf kranial, dan 1 pasang saraf koksegeal (Muttaqin, 2008).

Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
A. Saraf Kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen).
Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan
angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan
hipoglosus (XII).

Gambat 11. (a) Gambaran 12 saraf kranial


Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
SARAF KOMPONEN FUNGSI
KRANIAL
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas, konstriksi
pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter ( menutup
rahang dan mengunyah) gerakan rahang
Sensorik ke lateral
- kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala,
mukosa mata, mukosa hidung dan rongga
mulut, lidah dan gigi
- reflex kornea atau reflex mengedip,
komponen sensorik dibawa oleh saraf
kranial V, respons motoric melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral

VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot


dahi, sekeliling mata serta mulut,
lakrimasi dan salivasi.
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa manis,
asam, asin)
VII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis
vetibulokokleraris Sensorik Pendengaran
Cabang koklearis
IX Motorik Faring : menelan, reflex muntah
Glossofaringeus Parotis : salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa
pahit
X Vagus Motorik Faring : mnelan, reflex muntah, fonasi;
visera abdomen
Sensorik Faring, laring: reflex muntah, visera leher,
thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan bagian
atas dari otot trapezius: pergerakan kepala
dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber : Muttaqin, 2008: 17
B. Saraf Spinal
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm dan lebar
14 mm. Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebral
tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar
di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian,
terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra servikalis), 12 pasang saraf
torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf
koksigeal. Fungsi masing-masing saraf sspinal bergantung pada area yang
diinersia oleh saraf spinal.

1.2 Definisi Penyakit


Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
terhentinya suplai darah kebagian otak. Gangguan fungsi saraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Perdarahan
intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat
robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak (Paula, 2009).
Intracerebral Hemoragic adalah perdarahan kedalam substansi otak. Perdarahan
ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat
terjadi pada luka tembak, cidera tumpul (Suharyanto, 2009). Intracerebral
Hemoragic adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat
timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka.
Intraserebral Hemoragic dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat
melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009).

Gambar 12. Intracerebral Hemorrhage (ICH)


Stroke hemoragik adalah perdarahan yang tiba-tiba mengganggu fungsi
otak. Perdarahan ini dapat terjadi baik di dalam maupun antara otak dan
tengkorak. Perdarahan terjadi dari pembuluh darah yang rusak di dalam otak.
Beberapa hal yang eningkatkan risiko pada perdarahan semacam ini adalah
tekanan darah tinggi/hipertensi, penggunaan alkohol berta, usia lanjut,
penggunaan kokain atau amfetamin. Dalamkasusu yang jarang, perdaharan
intraserebral dapat terjadi karena malformasi arteriovenousbocor, yang
merupakan pembuluh darah abnormal yang berdinding lemah yang
menghubugkan arteri dan vena (Harvard Medical School, 2019).

1.3 Epidemiologi
Intracranial hemorraghe (ICH) mewakili sekitar yaitu 10-20% dari semua
stroke. 8-15% di negara-negara barat seperti Amerika, Inggris, dan Australia,
181-24% di Jepang dan Korea. Tingkat kejadian ICH per 100.000 orang adalah
51,8 pada orang Asia, 24,2 pada kulit putih, dan 22,9pada kulit hitam, dan 19,6 di
Hispanik (Sang Joon An, et al, 2017). Sekitar 2 juta dari 15 juta stroke di seluruh
dunia adalah intracerebrak hemorraghe (ICH). Pria lebih mungkin menderita ICH
daripada wanita. Jumlah penderita ICH diperkirakan akan meningkat secara
substansional selama beberapa dekade mendatang seiring pertambahan usia.
Penyebab utama yang mendasari untuk peningkatan kejadian yang lebihsering
adalah penggunaan obat antikoagulan dan perubahan terkait usia di otak itu
sendiri (Minneapolis Clinic of Neurology, 2019).
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbesar ketiga di
dunia setelah penyakit jantung koroner dan kanker. Menurut World Health
Organization (WHO) stroke merupakan tanda-tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, yang dapat menyebabkan kematian
tanpa ada penyebab lain selain vaskuler. Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa
di dunia sudah menderita penyakit stroke sejak tahun 2011. Dari jumlah tersebut
didapat 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit vaskular yaitu darah tinggi
atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan di 33 provinsi
oleh Departemen Kesehatan R.I diketahui bahwa stroke merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (Shafi’i, dkk, 2016).

1.4 Etiologi
Menurut Andrew Ringer, 2018 penyeba ICH antara lain:
1) Hipertensi : tekanan darah tinggi menyebabkan erteri kecil pecah di dalam
otak, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg.
2) Blood Thinners atau pengencer darah : obat-obatan seperti coumadin,
heparin, dan warfarin digunakan untuk mencegah gumpalan pada kondisi
jantung dan stroke sehingga menyebabkan ICH.
3) AVM : pembuluh darah abnormal yang berdinding lemah yang
menghubugkan arteri dan vena dan tanpa kapiler diantara keduanya.
4) Aneurisme : terdapat tonjolan pada dinding arteri.
5) Trauma kepala : fraktur pada tengkorak dan luka tembus atau tembakan dapat
merusak arteri yang menyebabkan perdarahan.
6) Gangguan perdarahan lain : hemofilian, sel sabit anemia, dan
trombositopenia.
7) Tumor : tumor yang sangat vaskuler seperti angioma dan tumor metastasis
dapat berdarah kedalam jaringan otak.
8) Angiopati amiloid : penumpukan protein dalam dinding-dinding arteri.
9) Penggunaan narkoba : alkohol, kokain, dan lain sebagainnya.
10) Spontan : ICH oleh sebab yang tidak diketahui.

1.5 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2
dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).
1.6 Manifestasi Klinis
Gejala-gejalan yang umum pada ICH adalah sakit kepala dan mual mutah.
Sakit kepala lebih sering terjadi pada pasien dengan hematoma besar dan
dikaitakna dengan nyerri meningeal, tekanan intrakranial meninngkat atau adanya
darah dalam cairan serebrospinal. Pasien dengan ICH besar seringkali mengalami
penurunan kesadaran karena adanya peningkatan tekanan intrakranial dan
kompresi thalamus dan batang otak. Kejang pada umumnya terjadi pada awl
perdarahan atau dalam 24 jam pertama (Sang Joon An, et al, 2017).
Gejala-gejala dari ICH tergantung pada tempat dimana perdarahan terjadi
di dalam otak. Sakit kepala, mual muntah, dan perubahan kesadaran merupakan
gejala yang paling sering. Perdrahan ke dalam lobus serebral akan menyebabkan
disfungsi lobus, seperti aphasia (kesulitan berbicara), hemiplegia (kelumpuhan
pada satu sisi tubuh), hemianesthesia (matirasa pada satu sisi tubuh), hemianopsia
(kebutaan pada satu sisi). Perdarahan ke dasar otak (batang otak dan otak kecil)
dapat menyebabkan serangkaian gejala yang berbeda, termasuk penglihatan
ganda, vertigo, kesulitan dengan gerakan tekkoordinasi dan kesulitan menelan.
Perdarahan besar daat menyebabkan koma (Minneapolis Clinic of Neurology,
2019).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Ketika seseorang di bawa ke ruang gawat darurat dengan dugaan perdarahan
otak, dokter akan melakukan pemeriksaan sebenyak mungkin tentang gejala dan
masalah medis sebelumnya, obat-obtan dan riwayat keluarga. Tes diagnostik
akan membantu menentukan sumber perdarahan (Andrew Ringer, 2018).
a) Computed Tomography (CT) : adalah X-Ray non invasif untuk meninjau
anatomi struktur di dalam otak dan untuk mendeteksi perdarahan.
Angiografi CT melibatkan injeksi kontras dalam aliran darah untuk melihat
arteri otak.
Gambar 13. Pasien dengan tanda titik menunjukkan ekstravasasi dan perluasan
hematoma. (A). tidak meningkatkan CT menunjukkan putaminal posterior kiri
dan hematoma kapsul internal edema sekitarnya ringan. (B). Fokus kecil
tambahan adalah dilihat perifer, ditunjukkan dengan tanda titik (panah hitam).
(C). Pasca kontras CT menunjukkan pembesaran tanda tempat, ditunjukkan
dengan ekstravasasi (panah putih). (D). penurunan CT image 1 hari setelah
presentasi mengungkapkan pembesaran hematoma dan perdarahan
intraventrikular.
b) Angiogram : adalah prosedur invasif, dimana kateter dimasukkan ke dalam
arteri dan dilewati melalui pembuluh darah ke otak. Setelah itu kateter ada
di tempat, pewarna kontras disuntikan ke dalam aliran darah dan sinar X.
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan
fistula arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan
angiografi.
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI) : adalah tes non invasif yang
mengunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio untuk
memberikan tampilan detail jaringan otak. Magnetic Resonance Angiogram
(MRA) melibatkan injeksi kontras ke dalam aliran darah untuk memeriksa
pembuluh darah serta struktur otak.
d) Pemeriksaan EKG : EKG dapat membantu menentukan apakah terdapat
disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang
dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan
serta perpanjangan QT.
e) Untuk menentukan apakah stroke yang dialami pasien troke hemoragi atau
stroke non hemoragi maka perlu melakukan sirijaj stroke score dan
algoritma gajah mada.
1) Sirijaj stroke score
Tabel 2. Skor Sirijaj
Variabel Gejala klinis Skor
Derajat kesadaran Sadar 0
Apatis 1
Koma 2
Muntah Iya 1
Tidak 0
Sakit kepala Iya 1
Tidak 0
Tanda-tanda atheroma
1. Angina Pectoris Iya 1
Tidak 0
2. Laudicatio Intermitten Iya 1
Tidak 0
3. Diabetes Mellitus Iya 1
Tidak 0
Siriraj Stroke Score = (2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 X
sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12.
Apabila skor yang didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan
dan apabila didapatkan skor ≥ 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.
2) Algoritma Gajah Mada

Penderita stroke akut

Dengan atau tanpa

Penuruan kesadaran, nyeri kepala, refleks babinski

Tidak
Ketiganya /dua dari
Ya Stroke Hemoragic
ketiganya
Tidak
Penurunan kesadaran (+)
Nyeri kepala (-) Ya Stroke Hemoragic
Refleks babinski (-)
Tidak
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri kepala (+) Ya Stroke Hemoragic
Refleks babinski (-)
Tidak
Penurunan kesadaran (-) Stroke Non
Nyeri kepala (-) Ya
Hemoragic
Refleks babinski (+)
Tidak
Penurunan kesadaran (-)
Ya Stroke Non
Nyeri kepala (-)
Hemoragic
Refleks babinski (-)

Gambar 14. Algoritma Gajah Mada

1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaaan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi
gejala, serta mencegh komplikasi. Penyebab dan lokasi perdarahan diidentifikasi
melalui perawwatan medis atau bedah yang dilakukan untuk menghentikan
perdarahan, mencegah gumpalan, dan meringankan tekanan pada otak. Jika
dibiarkan, maka otak akan menyerap gumpalan dalam beberapa minggu. Namun
kerusakan oak yang disebabkan oleh tekanan intrakranial dan racun darah
mungkin tidak dapat dicegah. Umumnya, pasien dengan perdarahan kecil (<10
cm3) dan defisit minimal dirawat secara medis. Pasien dengan perdarahan
cerebral (>3 cm3) akan memburuk atau memiliki batang otak kompresi dan
hedrocefalus dilakukan tindakan pembedahan segera untuk menghilangkan
perdarahan. Pasien dengan perdarahan lobar yang besar (50 cm 3) yang
memburuk, pada umumnya akan mennjalani tindakan pembedahan pengangkatan
hematoma.
1) Perawatan Medis
Pasien akan menjalani peratan di unit stroke atau ICU untuk pemantauan
dan perawatan yang cermat.
- Jika pasien menggunakan obat pengencer darah, pembalikan obat akan
diberikan untuk mengembalikan faktor pembekuan,
- Tekanan darah dikontrok untuk mengurangi risiko perdarahan yang
lebih banyak, namun tetap menyediakan aliran darah yang cukup ke
otak,
- Mengontrol tekanan intrakranial merupakan faktor dalam pendarahan
besar. Perangkat monitor ICP dapat ditempatkan langsung pada
ventrikel atau dalam otak untuk mengukur tekanan, normal ICP adalah
20 mmHg.
- Menghilangkan cairann serebrospinal dari ventrikel membantu
mengontrol ekanan. VP-Shunt dapat dipasang untuk emngalirkan CSF
dan memberikan ruang untuk perdarahan tanpa merusak otak,
- Hiperventilsi juga membantu mengendalikan ICP. Dalam beberapa
kasus, koma dapat diinduksi dengan obat menurunkan ICP.
2) Tindakan Pembedahan
Tujuan dari tindakan operasi adalah untuk menghilangkan gumpalan darah
dan menghentikan sumber perdarahan jika bersal dari penyebab yang
diidentifikasi seperti AVM atau tumor. Tergantung pada lokasi bekuan baik
craniotomi atau aspirasi stereotactic.
- Craniotomy : melibatkan pemotongan atau pembuatan lubang dan
mengangkat gumpalan. Karena peningkatan risiko ke otak, teknik ini
biasanya hanya digunakan ketika hematoma dekat dengan permukaan
otak atau jika dikaitkan dengan AVM atau tumor harus dihilangkan.
- Aspirasi gumpalan stereotactic : operasi invasif untuk hematoma besar
di dalam otak. Prosedur ini menggunakan bingkai stereotactic untuk
memandu jarum atau endoskop langsung ke gumpalan. CT-Scan
membantu menentukan dengan tepat lintasan terbaik ke hematoma.
Tindakan yang dilakukan yaitu mengebor luang duri kecil dengan
ukuran seperempat di tengkorak. Dengan bantuan bingkai stereotactic,
kanula berongga dilewatkan melalui lubang, melalui jaringan otak,
langsung ke gumpalan. Kanula berongga melekat pada jarum suntik
besar untuk menarik bagian dari bekuan.

Gambar 15. Aspirasi bekuan melalui kateter untuk mengurangi


massa dan tekanan di otak

3) Pemulihan dan Pencegahan


Pasien akan tinggal di unit stroke atau ICU selama beberapa minggu setelah
terdiagnosa ICH, dimana dokter dan perawat akan mengawasi secara cermat
adanya tanda perdarahan ulang, hidrocefalus, dan kolikasi lainnya. Setelah
kondisi stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat inap. Pasien
dengan ICH mungkin menderita defisit jangka pendek atau jangka panjang
sebagai akibat dari perdarahan atau pengobatan. Beberapa defisit ini mungkin
akan hilang seiring dengan waktu penyembuhan dan terapi (Andrew Ringer,
2018).
1.9 Komplikasi
Perdarahan ke otak adalah kelainan otak yang serius dan menyebabkan
sejumlah kemungkinan komplikasi, dan seringkali berujung pada kematian.
Adapun komplikasi dari intracerebral hemoragic yaitu antara lain (Minneapolis
Clinic of Neurology, 2019):
1) Pembesaran ukuran perdarahan : adalah masalah utama, karena ukuran
bekuan darah dapat mempengaruhi kelangsungan hidup, atau setidaknya
tingkat kecacatan neurologis jika pasien selamat. Pembekuan gumpalan darah
terjadi dalam 24 jam pertama setelah onset pada sekitar sepertiga pasien.
Salah satu faktor utama dalam pembesaran perdarahan adalah penggunaan
obat antikoagulan (coumadin atau warfarin). 50% pasien dirawat dengan
perdarahan otak saat dalam antikoagulasi memburuk dalam 24 jam-48 jam
pertama karena perdarahan yang semakin bertambah, dengan tingkat
kematian 64% dalam 6 bulan.
2) Hidrocefalus : akumulai cairan tulang belakang di rongga otak (ventrikel),
dapat berkembang, dengan ekspansi ventrikel skunder, peningkatan tekanan
di dalam tengkorak dan deteriorasi neurologis progresif. Darah dapat
menghalangi jalur normal untuk drainase sementara oleh sebuah tabung, yang
dimasukan ke ventrikel untuk menghilangkan tekanan dan berusaha untuk
mempertahankan fungsi neurologis. Perkembangan hidrocefalus merupakan
prediktor mortalitas 30 hari.
3) Edema serebral atau penggumpan cairan di sekitar perdarahan : berkembang
selama beberapa jam dan berkontribusi terhadap ukurran perdarahan dan
kerusakan otak sekunder. Pembengkakan otak yang berdekatan dengan
perdarahan akan meningkat sebesar 75% dalam 24 jam pertama, degan
peningkatan lebih lanjut menjadi minggu kedua dan ketiga setelah perdarahan
awal. Hal ini menyebabakan tekanan lebih lanjut pada struktur otak,
peningkatan tekanan di dalam kepala dan cedera neurologis tambahan.
4) Konvulsi : dapat terjadi selama perdarahan otak, tergantung pada lokasi
perdarahan, sehingga menimbulkan masalah manajemen lebih lanjut. 8%
pasien dengan perdarahan intraserebral mengalami kejang klinis dalam satu
bulan setelah onset gejala, dengan jumlah yang lebih tinggi mengalami kejang
subklinis (kejang yang tidak terlalu parah). Kejang dikaitkan dengan hasil
neurologis yang memburuk dan semakin buruk. Pengobatan dengan
antikonvulsan mungkin diperlukan untuk mengobati atau mencegah
komplikasi ini.
5) Komplikai lain: perdarahan intraserebral sering mengakibatkan defisit
neurologis permanen, misalnya kelumpuhan, kehilangan kemampuan
berbicara, kehilangan penglihatan, dan sebagainya.
1.10 Clinical Pathway
1.10 Clinical Pathway

Hipertensi, malformasi arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, tumor, angiopati amiloid, obat, merokok, alkohol, makanan berlemak

Pecahnya pembuluh darah otak (perdaraha intracerebral)

Darah masuk ke dalam jaringan otak


Penatalaksanaan:
Darah membentuk massa (hemmoragic)
craniotomy

Peningkatan tekanan RISIKO KETIDAKEFEKTIFAN


Luka insisi intrakranial PERFUSI JARINGAN
pembedahan SEREBRAL
Post de entry Ganguan aliran darah
Sel melepaskan mikroorganisme dan oksigen ke otak
mediator nyeri:
prostaglandin dan
RISIKO INFEKSI Fungsi otak Penurunan
sitokinin RISIKO JATUH
menurun kesadaran

Impuls ke pusat
nyeri di otak Gangguan lobus Gangguan nervus Nervus facialis (VII) Gangguan nervus
frontalis opticus, okulomototius, glosofaringeus,
Nyeri dipersepsikan troklearis (II, III, IV) Paralisis otot wajah vagus, hipoglosus
Hemiplegia (IX, X, XII)
Hemianopsia (Kebutaan
NYERI AKUT GANGGUAN
Kelemahan otot pregresif pada satu sisi)
CITRA TUBUH Disfagia Afasia

RISIKO CEDERA
Penurunan rentang gerak dan kekuatan otot Refleks menelan HAMBATAN
menurun KOMUNIKASI
Penurunan ketahanan tubuh VERBAL

Tersedak
KETIDAKSEIMBANGAN
HAMBATAN Ketidakmampuan Ketidakmampuan mandi, Ketidakpuasan Tirah baring
NUTRISI KURANG DARI
MOBILITAS berpartisipasi dalam berpakaian, makan, hubungan sosial lama Obstruksi KEBUTUHAN TUBUH
FISIK keagamaan eliminasi jalan napas
HAMBATAN KERUSAKAN
HAMBATAN DEFISIT INTERAKSI INTEGRITAS KETIDAKEFEKTIFAN
RELIGIOSITAS PERAWATAN DIRI SOSIAL KULIT BERSIHAN JALAN
NAPAS
BAB 2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada usia
lanjut
Jenis kelamin: American Heart Association meng-ungkapkan bahwa
serangan stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
prevalensi kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki (Goldstein dkk.,
2006).
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih banyak
terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap harinya
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: IntraCerebral Hemorraghae (ICH)
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya, separuh badan, sulit bicara,
mulut mencong atau tidak simetris, penurunan kesadaran.
d. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan setengah badan atau gangguan fungsi
otak yang lain (Siti Rochani, 2000).
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari klien mengkonsumsi rokok ataupun obat-obatan antikoagulan.
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat
perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
6) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.

B. Pengkajian Fisik
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan
pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang
dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus
segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan
adanya darah atau udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada
kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada
satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu
mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu
memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer
penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan
selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan
secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada
dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara)  
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-
paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan
atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis
mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik 
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi
pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung
dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai Hemoragic, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.
5) Pemeriksaan sistem neurologis
a) Tingkat Kesadaran
(1) Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
- CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
- APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
- SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur →
dirangsang bangun lalu tidur kembali
- KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
(2) Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
6) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008)
Saraf I (N.Olfaktorius)
Biasanya pada klien ICH tidak dapat menginterpretasi bau
dengan baik.
Saraf II (N.Optikus)
Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi ketidakmampuan
melihat karena penurunan kesadaran.
Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan biasanya
pupil akan lenyap.
Saraf V (N.Trigeminus)
Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tejadi kelainan.
Saraf VII (N.Fasialis)
Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada salah satu sisi
wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)
Terjadi reflek mual dan muntah.
Saraf XI (N.Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (rigiditas nukal).
Saraf XII (N.Hipoglosus)
Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi dan terdapat
fasikulasi (kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat
berbicara.
7) Macam Reflek Patologis
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. Babinski Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

2. Hoffman Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

3. Tromner Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
4. Wartenberg Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

5. Chaddoks Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

6. Oppenheim Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

7. Gordon Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

8. Schaeffer Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
8) Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
a) Kaku kuduk:
Cara: Pasien tidur telentang
tanpa bantal. Tangan pemeriksa
ditempatkan dibawah kepala
pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan
(fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku
kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemerikasaan: Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat
menyentuh sternum, atau fleksi leher  normal. Adanya rigiditas leher
dan keterbatasan gerakan fleksi leher  kaku kuduk
b) Brudzinski I
Cara: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan
sehingga dagu menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan:Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.

c) Kernig :
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka
dikatakan kernig sign positif.

d) Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada
sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan: Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
darah ke otak menurun
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan sensasi rasa, ketidakmampuan memakan makanan,
tonus otot menurun
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketrampilan
motorik, penurunan rentang gerak, kesulitan membolak balik posisi,
gerakan tidak terkoordinasi, intoleran aktivitas, penurunan kekuatan
otot, penurunan ketahanan tubuh
6. Gangguan menelan berhubungan dengan ganggaun saraf kranial
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
9. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan
menjangkau kamar mandi, ketidakmampuan mengenakan dan
melepaskan atribut pakaian, ketidakmampuan memasukkan makan
kemulut, ketidakmampuan eliminasi
10. Resiko jatuh berhubungan dengan hanbatan mobilitas
11. Stress berlebihan yang berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh
yang ditandai dengan stressor, sumber daya tidak cukup.
12. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ketidakpuasan
dengan hubungan sosial yang ditandai dengan hambatan mobilitas fisik.
13. Risiko hambatan religiusitas yang berhubungan dengan strategi koping
tidak efektif yang ditandai dengan hospitalisasi
2.3 Intervensi / Rencana tindakan keperawatan
No Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
.
1. Risiko ketidakefektifan NOC : NIC
Perfusi Jaringan otak Status Neurologi (0909) Monitor Neurologi (2620)
(00201) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor tingkat kesadaran
selama 3 x 24 jam perfusi jaringan otak 2. Monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah,
membaik dengan kriteria hasil: denyut nadi, dan respirasi
1. Kesadaran membaik 3. Monitor kesimetrisan wajah
2. Mampu mengontrol motorik sentral 4. Monitor karakteristik berbicara : kelancaran,
3. mampu melakukan fungsi sensorik adaya aphasia, atau kesulitan menemukan kata
dan motorik kranial 5. Monitor respon terhadap stimulasi : verbal, taktil,
4. Komunkasi yang tepat dengan dan (respon) bahaya
situasi 6. Monitor paresthesia : mati rasa dan kesemutan

2. Ketidakefektifan pola NOC NIC


nafas (00032) Status pernafasan (0415) Manajemen jalan nafas (3140)
Status pernafasan: ventilasi (0403) 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Status pernafasan (kepatenan jalan 2. Monitor status pernafasan dan oksigensi
nafas) (0410) 3. Motivasi pasien untuk bernafas pelan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor pernafasan (3350)
selama 3x24 jam, pola nafas pasien 4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
kembali efektif dengan kriteria hasil: kesulitan bernafas
1. Frekuensi nafas normal (16-20 5. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
x/menit) penggunaan otot bantu nafas
2. Irama pernafasan reguler 6. Monitor suara nafas
3. Tidak menggunakan otot bantu 7. Monitor pola nafas (bradipneu, takipneu,
pernafasan hiperventilasi, kusmaul)
4. Retraksi dinding dada 8. Monitor saturasi oksigen
5. Tidak terdapat pernafasan bibir Monitor tanda-tanda vital (6680)
6. Tidak terdapat sianosis 9. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
7. Tidak terdapat suara nafas tambahan pernafasan dengan tepat

3. Nyeri akut (00132) NOC NIC


Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102) Manajemen Nyeri (1400):
Kepuasan klien: manajemen nyeri
(3016) 1. Kaji lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
selama 3x24 jam, nyeri akut pasien pencetus
kembali normal dengan kriteria hasil: 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
1. Pasien dapat mengenali kapan nyeri ketidaknyamanan
terjadi 3. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien
2. Pasien mampu menyampaikan faktor mengenai nyeri
penyebab nyeri 4. Berikan informasi mengenai nyeri (penyebab
3. Mampu menyampaikan tanda dan nyeri, berapa lama nyeri dirasakan, akibat dari
gejala nyeri ketidaknyamanan akibat prosedur)
4. Penurunan skala nyeri 5. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
5. Ekspresi wajah tidak mengerang dan untuk memfasilitasi penurunan nyeri sesuai
meringis kesakitan dengan kebutuhan pasien
6. Nyeri terkontrol 6. Ajarkan prinsip-prrinsip untuk menurunkan nyeri
7. Dorong pasien untuk memonitor nyeri daan
menangani nyeri dengan tepat
8. Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan
nyeri
9. Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri
bertambah berat
10. Pastikan pemberian analgesik dan atau
strategi non farmakologi sebelum dilakukan
prosedur yang menimbulkan nyeri
11. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol
nyeri yang dipakai selama pengkajian nyeri
dilakukan
12. Dukung tidur/istirahat yang adekua untuk
membantu penurunan nyeri
13. Dorong pasien unruk mendiskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai kebutuhan
14. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
pemberian analgesik
15. Libatkan keluarga dalam modalitas penurunan
nyeri, jika memungkinkan
16. Monitor kepuasan pasien terhadap
menajemen nyeri dalam interval yang spesifik

4. Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC


kurang dari kebutuhan Status nutrisi (1004) Manajemen nutrisi (1100)
tubuh (00002) Status nutrisi: asupan nutrisi (1009) 1. Monitor intake makanan dan cairan pasien
Nafsu makan (1014) 2. Ciptakan lingkungan yang optimal saat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan mengonsumsi makanan (bersih dan bebas dari bau
selama 3x24 jam, intake nutrisi pasien yang menyengat)
adekuat dengan kriteria hasil: 3. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
1. Asupan makanan secara oral favorit pasien (yang tidak berbahaya bagi
meningkat (porsi makan habis) kesehatan pasien)
2. Asupan cairan secara oral meningkat 4. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
3. Nafsu makan meningkat 5. Beri dukungan (kesempatan untuk membicarakan
4. Ekspresi wajah tidak meringis perasaan) untuk meningkatkan peningkatan
makan
6. Anjurkan pasien menjaga kebersihan mulut
7. Kolaborasi pemberian obat
Monitor nutrisi (1160)
8. Timbang berat badan pasien
9. Monitor turgor kulit dan mobilitas
10. Monitor adanya mual dan muntah

5. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC


(00085) Koordinasi pergerakan(0212) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
setelah dilakukan perwatan selama 3 x 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
24 jam mobilitas fisik pasien membanik mobilisasi sesuai indikasi
dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
1. Dapat mengontrol kontraksi penyebab nyeri otot atau sendi
pergerakkan 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
2. Dapat melakukan kemantapan mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
pergerakkan sesuai indiksi
3. Dapat menahan keseimbangan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
pergerakkan 4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran dan ada atau
tidaknya faktor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan

6. Gangguan menelan NOC NIC


(00103) Status menelan (1010) Pencegahan aspirasi (3200)
Pencegahan aspirasi (1918) 1. Monitor kesadaran, reflek batuk, dan kemampuan
Setelah dilakukan perawatan selama menelan
3x24 jam fungsi menelan pasien 2. Skrining adanya disfagia
membaik dengan kriteria hasil: 3. Monitor status pernafasan
1. Tidak terdapat sisa makanan di 4. Potong makanan menjadi potogan-potongan kecil
mulut Terapi menelan (1860)
2. Kemampuan mengunyah 5. Ajari pasien mengucapkan kata “ash” untuk
3. Reflek menelan sesuai dengan meningkatkan elevasi langit-langit halus
waktunya 6. Instruksikan pasien tidak bicara saat makan
4. Penerimaan makanan 7. Sediakan permen tusuk atau loli untuk dihisap
5. Mempertahankan kebersihan mulut pasien dengan tujuan meningkatkan kekuatan
6. Memilih makanan sesuai dengan lidah
kemampuan menelan 8. Monitor tanda dan gejala aspirasi
7. Memilih makanan dan cairan dengan
konsistensi yang tepat

7. Hambatan NOC NIC


Komunikasi Status Neurologi : Peningkatan Komunikasi: kurang bicara (4976)
Verbal (00051) Sensorikranial/Fungsi Motoric (0913) 1. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologi
Setelah dilakukan perawatan selama terkait dengan kemampuan berbicara (misalnya
3x24 jam, klien menunjukkan memori, pendengaran, dan bahasa)
melakukan komunikasi dengan baik 2. Monitor pasien terkait dengan perasaan frustasi,
dengan kriteria hasil: kemarahan, depresi, atau respon-rspon lain
1. Dapat berbicara disebabkan karena adanya gangguan kemampuan
2. Dapat menggerakkan otot wajah berbicara
3. Terlihat wajaah simetris 3. Kenali emosi dan perilaku fisik (pasien) sebagai
bentuk komunikasi
4. Sediakan metode alternatif untuk berkomunikasi
dengan berbicara (misalnya menulis di meja,
menggunakan kartu, kedipan mata, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, tanda
dengan tangan atau postur, dan menggunakan
computer)
5. Ulangi apa yang disampaikan pasien untuk
menjamin akulturasi
8. Kerusakan integritas kulit NOC NIC
(00046) Intregitas jaringan: kulit dan Perawatan Luka Tekan (3520)
membran mukosa (1101) 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya
Setelah dilakukan tindakan tanda kulit pecah-pecah
keperawatan selama 2 x 24 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
jam diharapkan integritas kulit 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
tetap terjaga dengan kriteria kering
hasil: 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
1. Integritas kulit yang baik bisa dua jam sekali
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
temperatur, hidrasi, pigmentasi) 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit daerah yang tertekan
3. Perfusi jaringan baik 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
4. Menunjukkan pemahaman dalam 8. Monitor status nutrisi pasien
proses perbaikan kulit dan 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
mencegah terjadinya cedera hangat
berulang Pengecekan kulit (3590)
10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
9. Defisit perawatan diri NOC NIC
(00108) Perawatan diri: mandi (0305) Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan (1801)
Perawatan diri: kebersihan (0301) 1. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tepat
selama 2x24 jam diharapkan perawatan 2. Fasilitasi pasien untuk seka dengan tepat
diri pasien: mandi tidak mengalami 3. Monitor kebersihan kuku
gangguan dengan kriteria hasil: 4. Monitor integritas kulit
1. Keluarga mampu melakukan 5. Jaga kebersihan secara berkala
2. Mencuci tangan pasien 6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam
3. Membersihkan telinga mempertahankan kebersihan dengan tepat
4. Menjaga kebersihan untuk
kemudahan bernafas
5. Mempertahankan kebersihan mulut
6. Memperhatikan kuku jari tangan
7. Memperhatikan kuku jari kaki
Mempertahankan kebersihan tubuh

10. Resiko Jatuh (00155) NOC NIC


Resiko Trauma Pencegahan Jatuh (6490)
Resiko Terluka 1. Mengidentifikasi deficit kognitif atau fisik pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan potensi jatuh dalam
selama 2x 24 jam tidak terjadi jatuh lingkungan tertentu
pada pasien dengan kriteria hasil : 2. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
1. Kemampuan untuk mempertahankan mempengaruhi risiko jatuh
ekuilibrium 3. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada
2. Otot mampu melakukan gerakan pasien
yang bertujuan 4. Mendorong pasien untuk menggunkan tongkat
3. Tidak ada kejadian jatuh atau alat pembantu berjalan
5. Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk
meminimalkan cedera
6. Kunci roda dari kursi roda,tempat tidur, atau
brankar selama transfer pasien
7. Menandai ambang pintu dan tepi langkah sesuai
kebutuhan
8. Membantu ke toilet seringkali, interval
dijadwalkan
2.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik
setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan
implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

2.5 Discharge Planning (NIC: 150)


a. Kaji kemampuan klien untuk
meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan
terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain tentang kebelanjutan
perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan
kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau petugas kesehatan di rumah
klien) mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan
kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu hindari penyebab
peningkatan TIK, kontrol tekanan darah dengan diet hipertensi dan gaya
hidup sehat, hindari benturan pada kepala, dan mengenali tanda dan
gejala timbulnya perdarahan serebral.
e. Komunikasikan dengan klien
tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan
perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk
melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

DAFTAR PUSTAKA

American Stroke Associaton. Hemorrhagic Stroke (Bleeds). A Division of the


American Hearth Association. Serial Online
https://www.stroke.org/en/about-stroke/types-of-stroke/hemorrhagic-
strokes-bleeds diakses pada 19 Januari 2020.

An, Sang Joon., T. J. Kim., and B.W. Yoon. 2017. Epidemiology, Risk Factors,
and Clinical Features of Intracerebral Hemorrhage: An Update. Journal Of
Stroke. Vol. 19 (1): 3-10.

Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.


Mosby: Elsevier.

Elizabeth, J. Corwin. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Harvard Medical School. 2019. Hemorrhagic Stroke. Harvard Health Publishing.


Serial Online https://www.health.harvard.edu/a_to_z/hemorrhagic-stroke-a-
to-z, diakses pada 19 Januari 2020.

Herdman, T. Heather. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2018-202. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Kim, Jun Yup., H.J. Bae. 2017. Spontaneous Intracerebral Heemorrhage:


Management. Journal Of Stroke. Vol. 19 (1): 28-39.

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.


Mosby: Elsevier.

Minneapolis Clinic of Neurology. 2019. Intracerebral Hemorrhage (Hemorrhagic


Stroke). Minnesota Stroke Association: American Stroke Association. Serial
Online https://minneapolisclinic.com/patient-resources/intracerebral-
hemorrhage-hemorrhagic-stroke/ diakses pada 19 Januari 2020.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Ringer, Andrew. 2018. Intracerebral Hemorrhage (ICH). Mayfield Brain & Spine.

Shafi’i, Jaro., R.Sukiandra, dan Mukhyarjon. 2016. Correlation Of Stress


Hyperglycemia With Barthel Index In Acute Non-Hemorrhagic Stroke
Patients At Neurology Ward Of Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. JOM. Vol.
3 (1): 1-10.
Smeltzer, Suzanne, C. Bare Brenda, G. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth, Edisi VIII. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai