Oleh:
Norma Mey Intan Permatasari, S.Kep.
NIM 192311101117
Mahasiswa,
TIM PEMBIMBING
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT..........................................................1
1.1 Anatomi Fisiologi...........................................................................1
1.2 Definisi Penyakit.............................................................................10
1.3 Epidemiologi...................................................................................11
1.4 Etiologi............................................................................................12
1.5 Patofisiologi....................................................................................12
1.6 Manifestasi Klinis...........................................................................13
1.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................14
1.8 Penatalaksanaan..............................................................................16
1.9 Komplikasi......................................................................................19
1.10 Clinical Pathway...........................................................................21
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN............................................22
2.1 Pengkajian.......................................................................................22
2.2 Diagnosa.........................................................................................33
2.3 Intervensi.........................................................................................35
2.4 Evaluasi...........................................................................................44
2.5 Discharge Planning........................................................................44
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................45
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ICH (INTRA
CEREBRAL HAEMORRHAGE) DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh: Norma Mey Intan Permatasari, S. Kep
Gambar 2. (b) Hubungan antara otak, tulang tengkorak, dan meningen dilihat dari
sisi lateral (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan Physiology, edisi
4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:6)
2) Cairan Serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut pleksus
koroideus, menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid-CSF) yang jernih
dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan pelindung di sekitar SSP. CSF
terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen, dan karbondioksia yang terlarut, glukosa,
beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein. Setelah mencapai ruang
subaraknoid, CSF akan bersikulasi di sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar
menuju sistem vaskuler (SSP tidak mengandung sistem limfe).
3) Ventrikel
Merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi
semua rogga otak dan medula spinalis serta mengandung CSF).
4) Serebrum
Merupakan bagian otak yang paling besar dan menonjol. Disini terletak
pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga
mengatur proses penalaran, memori dan intelegensi.
Gambar 9. (e) Serebelum; (b) Potongan melintang permukaan superior (Sumber: Simon
dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan Physiology, edisi 4, New Jerdey: Prentice
Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:11)
7) Formasio Retikularis
Formasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan serabut
yang saling terjalin membentuk inti sentral batang otak. Fungsi utama sistem
retikularis antara lain: (1) integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu
penentuan status kesadaran dan kedaan bangun; (2) modulasi transmisi informasi
sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi; (3) modulasi aktivitas motorik: (4)
pengaturan respon otonom dan siklus tidur-bangun; (5) tempat asal sebagian besar
monoamin yang disebarkan ke seluruh SSP.
B. Batang Otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan
medula oblongata.
1) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum
serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf
kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat disini.
Gambar 10. (f) Pons, medula oblongata, dan hubungannya dengan formasi retikularis. (a)
Nuklei yang berada dalam pons; (b) Nuklei yang berada dalam medula oblongata.
(Sumber: Simon dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan Physiology, edisi 4, New
Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:12)
2) Medulla Oblongata
Medula oblongata merupakan pusat reflek yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersih, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Semua jaras asendens dan desendens medula spinalis dapat terlihat disini.
Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensasi getar,
dan diskriminasi taktil dua titik.
C. Mesensefalon
Mesensefalon atau otak tengah merupakan bagian pendek dari batang otak
yang letaknya diatas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior, yaitu tekrum
yang terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior, serta bagian anterior,
yaitu pendunkulus serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan
dan koordinasi gerakan penglihatan. Kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara/.
D. Diensefalon
Diensefalon biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus,
subtalamus, epitalamus, dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang
sensorik dan membantu mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsang-rangsang tersebut.
a) Talamus
Bukti-bukti menunjukkan bahwa talamus bertindak sebagai pusat sensasi
primitif yang tiak kritis, yaitu individu dapat samar-samar merasakan nyeri,
tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrem.
b) Subtalamus
Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber, substansia nigra,
dan globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya,
tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut
hemibalismus.
c) Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan saraf yang membentuk atap
diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular dan komisura,
komisura posterior, striae medularis, dan epifisis.
d) Hipotalamus
Hipotalamus terletak dibawah talamus (Gambar 8). Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.
E. Sistem Limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas
traktus antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum.
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal dibawah ini:
a) Suatu pendirian atau respon emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu;
b) Suatu resspon sadar terhadap lingkungan;
c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri secra tidak sadar dan
memfungsikan secra otomatis batang otak untuk merespon keadaan;
d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali simpanan memori
yang diperlukan;
e) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan. Terutama reaksi
akut, marah, dan emosi yang berhubunga dengan perilaku seksual.
F. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat. Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf. Terdapat 8 pasang saraf servekal
(dan hanya 7 vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf
lumbalis, 5 pasang saraf kranial, dan 1 pasang saraf koksegeal (Muttaqin, 2008).
1.3 Epidemiologi
Intracranial hemorraghe (ICH) mewakili sekitar yaitu 10-20% dari semua
stroke. 8-15% di negara-negara barat seperti Amerika, Inggris, dan Australia,
181-24% di Jepang dan Korea. Tingkat kejadian ICH per 100.000 orang adalah
51,8 pada orang Asia, 24,2 pada kulit putih, dan 22,9pada kulit hitam, dan 19,6 di
Hispanik (Sang Joon An, et al, 2017). Sekitar 2 juta dari 15 juta stroke di seluruh
dunia adalah intracerebrak hemorraghe (ICH). Pria lebih mungkin menderita ICH
daripada wanita. Jumlah penderita ICH diperkirakan akan meningkat secara
substansional selama beberapa dekade mendatang seiring pertambahan usia.
Penyebab utama yang mendasari untuk peningkatan kejadian yang lebihsering
adalah penggunaan obat antikoagulan dan perubahan terkait usia di otak itu
sendiri (Minneapolis Clinic of Neurology, 2019).
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbesar ketiga di
dunia setelah penyakit jantung koroner dan kanker. Menurut World Health
Organization (WHO) stroke merupakan tanda-tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, yang dapat menyebabkan kematian
tanpa ada penyebab lain selain vaskuler. Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa
di dunia sudah menderita penyakit stroke sejak tahun 2011. Dari jumlah tersebut
didapat 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit vaskular yaitu darah tinggi
atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan di 33 provinsi
oleh Departemen Kesehatan R.I diketahui bahwa stroke merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (Shafi’i, dkk, 2016).
1.4 Etiologi
Menurut Andrew Ringer, 2018 penyeba ICH antara lain:
1) Hipertensi : tekanan darah tinggi menyebabkan erteri kecil pecah di dalam
otak, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg.
2) Blood Thinners atau pengencer darah : obat-obatan seperti coumadin,
heparin, dan warfarin digunakan untuk mencegah gumpalan pada kondisi
jantung dan stroke sehingga menyebabkan ICH.
3) AVM : pembuluh darah abnormal yang berdinding lemah yang
menghubugkan arteri dan vena dan tanpa kapiler diantara keduanya.
4) Aneurisme : terdapat tonjolan pada dinding arteri.
5) Trauma kepala : fraktur pada tengkorak dan luka tembus atau tembakan dapat
merusak arteri yang menyebabkan perdarahan.
6) Gangguan perdarahan lain : hemofilian, sel sabit anemia, dan
trombositopenia.
7) Tumor : tumor yang sangat vaskuler seperti angioma dan tumor metastasis
dapat berdarah kedalam jaringan otak.
8) Angiopati amiloid : penumpukan protein dalam dinding-dinding arteri.
9) Penggunaan narkoba : alkohol, kokain, dan lain sebagainnya.
10) Spontan : ICH oleh sebab yang tidak diketahui.
1.5 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2
dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).
1.6 Manifestasi Klinis
Gejala-gejalan yang umum pada ICH adalah sakit kepala dan mual mutah.
Sakit kepala lebih sering terjadi pada pasien dengan hematoma besar dan
dikaitakna dengan nyerri meningeal, tekanan intrakranial meninngkat atau adanya
darah dalam cairan serebrospinal. Pasien dengan ICH besar seringkali mengalami
penurunan kesadaran karena adanya peningkatan tekanan intrakranial dan
kompresi thalamus dan batang otak. Kejang pada umumnya terjadi pada awl
perdarahan atau dalam 24 jam pertama (Sang Joon An, et al, 2017).
Gejala-gejala dari ICH tergantung pada tempat dimana perdarahan terjadi
di dalam otak. Sakit kepala, mual muntah, dan perubahan kesadaran merupakan
gejala yang paling sering. Perdrahan ke dalam lobus serebral akan menyebabkan
disfungsi lobus, seperti aphasia (kesulitan berbicara), hemiplegia (kelumpuhan
pada satu sisi tubuh), hemianesthesia (matirasa pada satu sisi tubuh), hemianopsia
(kebutaan pada satu sisi). Perdarahan ke dasar otak (batang otak dan otak kecil)
dapat menyebabkan serangkaian gejala yang berbeda, termasuk penglihatan
ganda, vertigo, kesulitan dengan gerakan tekkoordinasi dan kesulitan menelan.
Perdarahan besar daat menyebabkan koma (Minneapolis Clinic of Neurology,
2019).
Tidak
Ketiganya /dua dari
Ya Stroke Hemoragic
ketiganya
Tidak
Penurunan kesadaran (+)
Nyeri kepala (-) Ya Stroke Hemoragic
Refleks babinski (-)
Tidak
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri kepala (+) Ya Stroke Hemoragic
Refleks babinski (-)
Tidak
Penurunan kesadaran (-) Stroke Non
Nyeri kepala (-) Ya
Hemoragic
Refleks babinski (+)
Tidak
Penurunan kesadaran (-)
Ya Stroke Non
Nyeri kepala (-)
Hemoragic
Refleks babinski (-)
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaaan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi
gejala, serta mencegh komplikasi. Penyebab dan lokasi perdarahan diidentifikasi
melalui perawwatan medis atau bedah yang dilakukan untuk menghentikan
perdarahan, mencegah gumpalan, dan meringankan tekanan pada otak. Jika
dibiarkan, maka otak akan menyerap gumpalan dalam beberapa minggu. Namun
kerusakan oak yang disebabkan oleh tekanan intrakranial dan racun darah
mungkin tidak dapat dicegah. Umumnya, pasien dengan perdarahan kecil (<10
cm3) dan defisit minimal dirawat secara medis. Pasien dengan perdarahan
cerebral (>3 cm3) akan memburuk atau memiliki batang otak kompresi dan
hedrocefalus dilakukan tindakan pembedahan segera untuk menghilangkan
perdarahan. Pasien dengan perdarahan lobar yang besar (50 cm 3) yang
memburuk, pada umumnya akan mennjalani tindakan pembedahan pengangkatan
hematoma.
1) Perawatan Medis
Pasien akan menjalani peratan di unit stroke atau ICU untuk pemantauan
dan perawatan yang cermat.
- Jika pasien menggunakan obat pengencer darah, pembalikan obat akan
diberikan untuk mengembalikan faktor pembekuan,
- Tekanan darah dikontrok untuk mengurangi risiko perdarahan yang
lebih banyak, namun tetap menyediakan aliran darah yang cukup ke
otak,
- Mengontrol tekanan intrakranial merupakan faktor dalam pendarahan
besar. Perangkat monitor ICP dapat ditempatkan langsung pada
ventrikel atau dalam otak untuk mengukur tekanan, normal ICP adalah
20 mmHg.
- Menghilangkan cairann serebrospinal dari ventrikel membantu
mengontrol ekanan. VP-Shunt dapat dipasang untuk emngalirkan CSF
dan memberikan ruang untuk perdarahan tanpa merusak otak,
- Hiperventilsi juga membantu mengendalikan ICP. Dalam beberapa
kasus, koma dapat diinduksi dengan obat menurunkan ICP.
2) Tindakan Pembedahan
Tujuan dari tindakan operasi adalah untuk menghilangkan gumpalan darah
dan menghentikan sumber perdarahan jika bersal dari penyebab yang
diidentifikasi seperti AVM atau tumor. Tergantung pada lokasi bekuan baik
craniotomi atau aspirasi stereotactic.
- Craniotomy : melibatkan pemotongan atau pembuatan lubang dan
mengangkat gumpalan. Karena peningkatan risiko ke otak, teknik ini
biasanya hanya digunakan ketika hematoma dekat dengan permukaan
otak atau jika dikaitkan dengan AVM atau tumor harus dihilangkan.
- Aspirasi gumpalan stereotactic : operasi invasif untuk hematoma besar
di dalam otak. Prosedur ini menggunakan bingkai stereotactic untuk
memandu jarum atau endoskop langsung ke gumpalan. CT-Scan
membantu menentukan dengan tepat lintasan terbaik ke hematoma.
Tindakan yang dilakukan yaitu mengebor luang duri kecil dengan
ukuran seperempat di tengkorak. Dengan bantuan bingkai stereotactic,
kanula berongga dilewatkan melalui lubang, melalui jaringan otak,
langsung ke gumpalan. Kanula berongga melekat pada jarum suntik
besar untuk menarik bagian dari bekuan.
Hipertensi, malformasi arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, tumor, angiopati amiloid, obat, merokok, alkohol, makanan berlemak
Impuls ke pusat
nyeri di otak Gangguan lobus Gangguan nervus Nervus facialis (VII) Gangguan nervus
frontalis opticus, okulomototius, glosofaringeus,
Nyeri dipersepsikan troklearis (II, III, IV) Paralisis otot wajah vagus, hipoglosus
Hemiplegia (IX, X, XII)
Hemianopsia (Kebutaan
NYERI AKUT GANGGUAN
Kelemahan otot pregresif pada satu sisi)
CITRA TUBUH Disfagia Afasia
RISIKO CEDERA
Penurunan rentang gerak dan kekuatan otot Refleks menelan HAMBATAN
menurun KOMUNIKASI
Penurunan ketahanan tubuh VERBAL
Tersedak
KETIDAKSEIMBANGAN
HAMBATAN Ketidakmampuan Ketidakmampuan mandi, Ketidakpuasan Tirah baring
NUTRISI KURANG DARI
MOBILITAS berpartisipasi dalam berpakaian, makan, hubungan sosial lama Obstruksi KEBUTUHAN TUBUH
FISIK keagamaan eliminasi jalan napas
HAMBATAN KERUSAKAN
HAMBATAN DEFISIT INTERAKSI INTEGRITAS KETIDAKEFEKTIFAN
RELIGIOSITAS PERAWATAN DIRI SOSIAL KULIT BERSIHAN JALAN
NAPAS
BAB 2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada usia
lanjut
Jenis kelamin: American Heart Association meng-ungkapkan bahwa
serangan stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
prevalensi kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki (Goldstein dkk.,
2006).
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih banyak
terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap harinya
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: IntraCerebral Hemorraghae (ICH)
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya, separuh badan, sulit bicara,
mulut mencong atau tidak simetris, penurunan kesadaran.
d. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan setengah badan atau gangguan fungsi
otak yang lain (Siti Rochani, 2000).
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari klien mengkonsumsi rokok ataupun obat-obatan antikoagulan.
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat
perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
6) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
B. Pengkajian Fisik
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan
pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang
dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus
segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan
adanya darah atau udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada
kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada
satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu
mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu
memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer
penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan
selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan
secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada
dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-
paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan
atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis
mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi
pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung
dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai Hemoragic, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.
5) Pemeriksaan sistem neurologis
a) Tingkat Kesadaran
(1) Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
- CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
- APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
- SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur →
dirangsang bangun lalu tidur kembali
- KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
(2) Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
6) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008)
Saraf I (N.Olfaktorius)
Biasanya pada klien ICH tidak dapat menginterpretasi bau
dengan baik.
Saraf II (N.Optikus)
Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi ketidakmampuan
melihat karena penurunan kesadaran.
Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan biasanya
pupil akan lenyap.
Saraf V (N.Trigeminus)
Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tejadi kelainan.
Saraf VII (N.Fasialis)
Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada salah satu sisi
wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)
Terjadi reflek mual dan muntah.
Saraf XI (N.Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (rigiditas nukal).
Saraf XII (N.Hipoglosus)
Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi dan terdapat
fasikulasi (kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat
berbicara.
7) Macam Reflek Patologis
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. Babinski Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
c) Kernig :
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka
dikatakan kernig sign positif.
d) Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada
sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan: Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif.
DAFTAR PUSTAKA
An, Sang Joon., T. J. Kim., and B.W. Yoon. 2017. Epidemiology, Risk Factors,
and Clinical Features of Intracerebral Hemorrhage: An Update. Journal Of
Stroke. Vol. 19 (1): 3-10.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ringer, Andrew. 2018. Intracerebral Hemorrhage (ICH). Mayfield Brain & Spine.