Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA) DI RUANG 22 IRNA I


RSD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh

Syahrul Abdul Yazid, S.Kep


NIM 192411101007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase Keperawatan Bedah yang disusun
oleh:
Nama : Syahrul Abdul Yazid
NIM : 192311101007
Judul : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Superficial Head Injury +
Fracture Zygomatic di Ruang 17 RSD dr. Saiful Anwar Malang

telah diperiksa dan disahkan pada:

Hari : Jum’at
Tanggal : 20 desember 2019

Malang, 20 desember 2019

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Andre Bernedi, Amd.Kep Murtaqi,S.Kp.,M.Kep


197312271998031004 197408132001121002

Mengetahui,
Kepala Ruangan

Helmi Herawati, Skep.Ners


195907271983022004

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................. 1
A. Anatomi Fisioloogi............................................................................... 1
B. Definisi.................................................................................................. 7
C. Epidimiologi......................................................................................... 8
D. Etiologi.................................................................................................. 8
E. Faktor Risiko......................................................................................... 9
F. Patofisiologi.......................................................................................... 9
G. Manifestasi Klinis................................................................................. 10
H. Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 12
I. Penatalaksanaan.................................................................................... 12
J. Clinical Pathway................................................................................... 19
K. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................... 20
a. Pengkajian/Assesment.................................................................... 20
b. Diagnosa Keperawatan.................................................................. 25
c. Intervensi Keperawatan................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 35

iii
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi
a) Tengkorak
Tengkorak adalah tulang yang menutupi dan melindungi otak.
Tengkorak adalah struktur merupakan rangka kepala. Tengkorak terdiri atas
tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium memiliki 3 lapisan (lapisan
luar, etmoid dan lapisan dalam). Lapisan luar adalah lapisan kuat sedangkan
etmoid aalah lapisan yang seperti busa. Lapisan dalam membentuk tiga
rongga/fossa. Fossa anterior di dalamnya terdapat lobus frontalis, fossa tengah
berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fossa posterior berisi otak tengah
dan sereblum (Evelyn CP, 2009). Lapisan yang menyusun tulang kranium antara
lain:
1. Meningen
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningen yang melindungi
struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi sejenis cairan,
yaitu cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput
meningen terdiri atas 3 lapisan (Pearce, 2008) yaitu:
a) Duramater
Duramater terdiri atas dua lapisan (endosteal dan meningeal). Duramater
merupakan selaput keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat pada
permukaan dalam kranium. Duramater tidak melekat pada selaput arachnoid,
maka terdapat suatu ruang potensial yaitu ruang subdural yang terletak antara
duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Cedera
otak adalah kondisi dimana pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis
biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

1
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
media fosa temporalis.
b) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah
luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid
yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
c) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membran vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membran ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.
b. Otak
Otak adalah organ yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual. Otak
melaksanakan semua fungsi yang disadari dan bertanggung jawab terhadap
pengalaman-pengalaman berbagai macam sensasi atau rangsangan terhadap
kemampua manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari dan
kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental seperti ingatan
atau memori, perasaan emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau
kepribadian. Secara anatomis otrak terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum
(otak kecil), brainstem (batang otak) dan limbic system (sistem limbik). Otak
merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen bagian-bagiannya
adalah:

2
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks (permukaan otak), ganglia
basalis, dan sistem limbic. Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh
serabut padat yang disebut dengan corpus calosum. Otak besar memiliki fungsi
untuk mengatur semua aktivitas mental yang berkaitan dengan kepandaian
(intelegensia), ingatan (memori), kesadaran dan pertimbangan.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus yaitu:
1) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual, seperti
kemampuan berpiki abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat
penghidu, dan emosi. Lobus frontalis mengandung pusat pengontrolan gerakan
volunteer di gyrus presentralis (area motoric primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobis ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara,
motivasi dan inisiatif.

Gambar 1. Lobus Frontalis


2) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
kebawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis
(White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual,
pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi.

3
Gambar 2. Lobus Temporalis

3) Lobus Parietalis
Lobus parietalis merupakan pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis
(area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).

Gambar 3. Lobus Parietal


4) Lobus Okspitalis
Lobus ini berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan
yaitu untuk menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus
optikus dan mengasosiasikan rangsangan dengan informasi saraf lain dan memori
(White, 2008).

Gambar 4. Lobus Oksipitalis

4
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi, memori emosi, dan bersama
hypothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan
endokrin dan susunan otonom.
2. Cerebelum
Cerebelum atau otak kecil berfungsi untuk koordinasi terhadap otot dan
tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh, serta untu berfungsi mengkoordinasi
gerakan yang halus dan luwes. Cerebelum berada pada bagian bawah dan
belakang tengkorak yang melekat pada otak tengah. Pada otak kecil terdapat tiga
pengelompokkan bagian-bagian otak kecil yaitu:
a. Berdasarkan lobus pada otak kecil dibagi menjadi tiga yaitu lobus anterior
(depan), lobus posterior (belakang) dan lobus frocculonadular.
b. Berdasarkan zonanya cerebellum dibagi menjadi tiga bagian yaitu vermis
yang memisahkan otak kecil menjadi dua hemisfer kiri dan kanan, zona
intermediate, dan lateral hemisfer.
c. Berdasarkan fungsinya, terdiri dari cerebrocerebellum yang merupakan
bagian terbesar dari otak keci dengan fungsi utama untuk mengatur
pergerakan mortik dan evaluasi terhadap informasi sensoris agar dapat
melakukan gerakan yang tepat; Spinocerebellum berfungsi untuk
mengatur pergerakan tubuh melalui sistem propriosepsi yaitu sensasi yang
didapatkan tubuh melalu stimulasi dan aktivitas otot; Vestibulocerebelum
berfungsi untuk mengatur keseimbangan tubuh daris sistem vestibular
dari semicircular kanal di telinga dan gerakan bola mata yang menerima
informasi dari kortek visual.
3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak yang berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan. Batang otak terdiri dari diensefalon (otak depan) yang terdiri atas dua
bagian yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang dari reseptor
kecuali bau dan hypothalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu,
pengaturan nutrient, penjagaan agar tetap bangun dan penumbuhan sikap agresif;
mesencephalon (otak tengah) terletak dibagian depan otak kecil dan jembatan

5
varol berfungsi untuk reflex mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan
tubuh; pons varoli (jembatan varol) yang merupakan serabut saraf pengubung
otak kecil bagian kirir dan kanan, selain itu menghubungkan otak besar dan
sumsum tulang belakang; medulla oblongata yaitu bagian dari batang otak yang
paling bawah dan menghubungkan antara pons varoli dengan medulla spinalis.
4. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal. Saraf
kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen). Terdapat
12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka
romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius
(III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan
hipoglosus (XII).
Fungsi Saraf Kranial
Saraf Kranial Komponen Fungsi
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas, konstriksi
pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter (menutup
rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke
lateral
Sensorik 1. Kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala,
mukosa mata, mukosa hidung dan
rongga mulut, lidah dan gigi
2. Refleks kornea atau refleks mengedip,
komponen sensorik dibawa oleh saraf
kranial V, respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi,
sekeliling mata serta mulut, lakrimasi dan
salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa, manis,
asam, dan asin)
VIII Sensorik Keseimbangan

6
Cabang
Vestibularis
Cabang koklearis Sensorik Pendengaran
IX Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Glossofaringeus Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah, fonasi;
visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah, visera leher,
thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas
dari otot trapezius: pergerakan kepala dan
bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Muttaqin, 2008

B. Definisi
CVA adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke otak (Smeltzer, 2001) Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu
tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke
iskemik penyebab infark yang paling sering terjadi, merupakan keadaan aliran
darah tersumbat atau berkurang di dalam arteri yang memperdarahi daerah
otak tersebut (Kowalak, 2011).
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala–
gejala berlangsung 24 jam atau lebih yang menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses pikir, daya ingat dan
bentuk kecacatan lain hingga kematian (Muttaqin, 2008).
CVA infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global nyang berlangsung
24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan
penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak.

7
C. Epidemiologi
Sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah menderita penyakit stroke sejak
tahun 2011. Dari jumlah tersebut didapat 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.
Penyakit vaskular yaitu darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta
kasus stroke di dunia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
yang dilakukan di 33 provinsi oleh Departemen Kesehatan R.I diketahui bahwa
stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Stroke non-hemoragik
dapat disebabkan oleh trombosis dan emboli, sekitar 80-85% menderita penyakit
stroke non-hemoragik dan 20% persen sisanya adalah stroke hemoragik yang
dapat disebabkan oleh pendarahan intraserebrum hipertensi dan perdarahan
subarachnoid. Penelitian yang dilakukan Azmi E tahun 2012 di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau, mengatakan bahwa dari 107 pasien stroke, 73 pasien
(68,22%) stroke non-hemoragik (Shafi’i dkk., 2016).

D. Etiologi
Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008)
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan
karena adanya:
1. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
2. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral
3. Arteritis: radang pada arteri

8
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
1. Penyakit jantung, reumatik
2. Infark miokardium
3. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

E. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008):
1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel
kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung
kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

F. Patofisiologi
Menurut Hudak & Gallo alairan darah disetiap otak terhambat karena
trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot,
kekurangan oksigen pada awalanya mungkin akibat iskemia imun (karena
berhentinya jantung atau hipotrnsi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas
suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan kematian jaringan

9
atau infark. Perdarahan intraksional biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
cerebri ekstravasasi darah terjadi didaerah otak atau subarachnoid, sehingga
jaringan yang terletakk didekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri disekitar
perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak, bekuan yang
semuanya lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak disekitar
tempat bekuan dapat membengkan dan mengalami nekrosis.

G. Manifestasi Klinis
a. Lobus Frontal
1. Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
2. Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3. Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi
terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan
mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)

10
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).

2) Non Dominan
- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak
dengan tepat)
- Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
- Disorientasi kanan kiri

c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman


penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
a. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan
tubuh.
d. Penurunan Kesadaran

H. pathway

11
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi cerebral membantu menentukkan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteru adanya titik oklusi atau
ruptur.
b. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
c. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark
d. Penilaian kekukatan otot
e. EEG : mengidentifikasi masalah pada gelombang otak
f. Laboratorium : Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada
apsien CVA ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT),
Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008). Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL
pasien CVA infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60
mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur
kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu
radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-
145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005)
g. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Prince,dkk,2005)
h. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke (Prince, dkk, 2005).

J. Penatalaksanaan
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.

12
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
 Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
 Osmoterapi antara lain:
 Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam
waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
 Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
 Posisi kepala head up (15-30⁰)
 .Menghindari mengejan pada BAB
 Hindari batuk
c. Terapi Farmakologi
 Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
 Obat anti koagulasi : Heparin
 Obat Trombolitik : menghancurkan trombus)
 Obat untuk edema otak (larutan monitol 20%, dexametason)
d. Terapi Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.
 Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis
interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di
daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis
interna yang sedang hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah

13
prosedur bedah untuk membersihkan plak dan membuka arteri karotis
yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin lebih baik
digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah
vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat
prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey.
Stroke – Surgery)
 Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan
vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi
lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu
penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan
dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi
restenosis lebih besar.
Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai
alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS
berdasarkan pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit
jantung.
 Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di
lipatan paha
 Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di
arteri karotis
 Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon
kecil didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)
 Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh
darah untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka (Simon,
Harvey. Stroke – Surgery)

14
Proses Keperawatan
1. Pengkajian

Penilaian GCS:
Membuka Mata (Eye)
Nilai
4 Spontan
3 Rangsang suara (pasien disuruh membuka mata)
2 Rangsang nyeri
1 Tidak membuka mata
Respon Bicara (Verbal)
5 Baik dan tidak terdapat disorientasi
4 Kacau (terdapat disorientasi tempat dan waktu)
Tidak tepat (mengucapkan kata-kata tetapi tidak
3
dalam bentuk kalimat dan kata-kata tidak tepat)
2 Mengerang (tanpa mengucapkan kata-kata)
1 Tidak terdapat jawaban
Respon Gerakan (Motorik)
6 Menuruti perintah
5 Mengetahui lokasi nyeri
4 Refleks menghindari nyeri
3 Refleks fleksi
2 Refleks ekstensi
1 Tidak terdapat reflex

a. Pemeriksaan Fisik/ sistem


1) Sistem Respirasi (B1/ Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret
dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran pasien.
Pada pasien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan sistem respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (B2/ Blood): dapat terjadi hipotensi atau hipertensi,
denyut jantung irreguler, adanya murmur
3) Sistem neurologi (B3/ Brain)
a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS
untuk menilai tingkat kesadaran pasien
b) Refleks Patologis

15
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada
apakah bleeding atau infark
c) Pemeriksaan saraf kranial
1. Nervus I: biasanya pada pasien dengan stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman
2. Nervus II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visula-spasial sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri.
Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3. Nervus III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis
seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral disisi yang sakit
4. Nervus V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan
kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus
5. Nervus VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
6. Nervus VIII: pendengaran dan keseimbangan tubuh menurun
7. Nervus IX dan X: berkurangnya kemampuan menelan dan kesukaran
membuka mulut.
8. Nervus XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi.
9. Pemeriksaan dengan Siriraj Score
Tabel Siriraj Score
No Variabel Gejala Klinis Skore
1 Derajat Kesadaran Sadar (15) 0x2,5
Apatis (9-14) 1x2,5
Koma (3-8) 2x2,5
2 Muntah Ya 1x2
Tidak 0x2

16
3 Sakit Kepala (selama 2 Ya 1x2
jam) Tidak 0x2
4 Tekanan Darah Diastole … x 0,1
5 Tanda-tanda ateroma Ya (Satu/lebih) 1x3
1. Angina Pectoris Tidak 0x3
2. Claudicatio
Intermitten
3. Diabetes Mellitus

6 Konstan -12
Total
Siriraj Stroke Score = (2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x
sakit kepala) + (0,1 x tekanan darah diastol) – (3
x ateroma) – 12
Skor < 1 maka: stroke non hemoragik
Skor ≥ 1 maka: stroke hemoragik.
10. Pemeriksaan dengan Algoritme Gajah Mada

Keterangan:

17
Jika pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan reflex babinski positi/ 2 dari ketinganya maka:
Stroke hemoragik.
Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga
merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya
didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan penurunan
kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka: Stroke non
hemoragik.
4) Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine akibat kerusakan
neuromuscular
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel): adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese
ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.

18
CLINICAL PATHWAY

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, obat,
merokok, makanan berlemak

Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intraCerebral)

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan:
Kraniotomi Darah membentuk massa atau Hemoragic

Resiko
Luka insisi Port the entry Peningkatan Ketidakefektifan
pembedahan mikroorganisme tekanan intrakranial perfusi jaringan otak Strategi
Distress
koping tidak
Sel melepaskan spiritual
efektif
mediator nyeri: Gangguan aliran
prostaglandin, Resiko Infeksi darah dan
sitokinin oksigen ke otak
Kelemahan Hambatan Defisit Hambatan
otot mobilitas perawatan diri interaksi
penurunan Fungsi otak progresif fisik sosial
Impuls ke pusat menurun
kesadaran
nyeri di otak
Afasia dan Hambatan
Gangguan nervus disfagia komunikasi
Somasensori
Resiko jatuh glosofaring, vagus, verbal
korteks otak: nyeri
hipoglosus (IX,X,XII) Ketidakseimbangan
dipersepsikan 19 Refleks
Gangguan nutrisi kuraang dari
menelan
menelan kebutuhan tubuh
Nyeri menurun
1. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
1) Nama
2) Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada
usia lanjut
3) Jenis kelamin: stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan
4) Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
5) Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih
banyak terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap
harinya
6) Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami
proses penyakit
7) Status menikah
8) Alamat: mengetahui identitas klien
9) Tanggal MRS
10) Diagnosa medis: IntraCerebral Hemorraghae (ICH)
b. Keluhan Utama: nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya, separuh badan, sulit
bicara, mulut mencong atau tidak simetris, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan setengah badan atau gangguan fungsi
otak yang lain
d. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-hari
klien mengkonsumsi rokok ataupun obat-obatan antikoagulan.
e. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada
yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang
mengalami penyakit degeneratif.
f. Pola-pola fungsi kesehatan

20
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat: biasanya ada riwayat
perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolisme: adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan: adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
6) Pola hubungan dan peran: sukar untuk berkomunikasi
7) Pola persepsi dan konsep diri: klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
g. Pengkajian Fisik
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi
rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala,
massa, pembengkakan, nyeri tekan).

21
2) Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut,
massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas
leher.
3) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik
pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan
pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada
dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan
tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem
bronkopulmonal selama seseorang berbicara)  
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan
udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga
pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara.
Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga
pleura.
4) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan
untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan
(heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi
jantung mulai area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan
area epigastrik 
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan
tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak
anteroposterior.

22
5) Ekstermitas
6) Pemeriksaan sistem neurologis
a) Tingkat Kesadaran
Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
- Compos mentis → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
- Apatis → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
- Letargie → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
- Delirium → penurunan kesadaran disertai peningkatan abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
- Somnolen → keadaan pasien yang selalu mau tidur → dirangsang
bangun lalu tidur kembali
- Koma → kesadaran yang hilang sama sekali
Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye ): Spontan (4); Dengan perintah (3);
Dengan nyeri (2); Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal ): Berorientasi (5); Bicara
membingungkan (4); Kata-kata tidak tepat (3); Suara tidak dapat
dimengerti (2); Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik ): Dengan perintah (6); Melokalisasi
nyeri (5); Menarik area yang nyeri (4); Fleksi abnormal/postur
dekortikasi (3); Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2); Tidak
berespon (1)
7) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008)
Saraf I (N.Olfaktorius): Biasanya pada klien ICH tidak dapat
menginterpretasi bau dengan baik.
Saraf II (N.Optikus): Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi
ketidakmampuan melihat karena penurunan kesadaran.
Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen):
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada pasien dengan

23
penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi
pupil akan didapatkan biasanya pupil akan lenyap.
Saraf V (N.Trigeminus): Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tejadi kelainan.
Saraf VII (N.Fasialis): Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada
salah satu sisi wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis): Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus): Terjadi reflek mual
dan muntah.
Saraf XI (N.Aksesorius): Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk (rigiditas nukal).
Saraf XII (N.Hipoglosus) : Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi
dan terdapat fasikulasi (kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat
berbicara.
8) Macam Reflek Patologis
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. Babinski Positif apabila dorsofleksi jari
besar dan pengembangan jari-jari
yang lebih kecil.

2. Hoffman Positif apabila dorsofleksi jari


besar dan pengembangan jari-jari
yang lebih kecil.

3. Tromner Positif apabila dorsofleksi jari


besar dan pengembangan jari-jari
yang lebih kecil.

4. Wartenberg Positif apabila dorsofleksi jari


besar dan pengembangan jari-jari
yang lebih kecil.

24
5. Chaddoks Positif apabila dorsofleksi jari
besar dan pengembangan jari-jari
yang lebih kecil.

6. Oppenheim Positif apabila dorsofleksi jari


besar dan pengembangan jari-jari
yang lebih kecil.

7. Gordon Positif apabila dorsofleksi jari


besar dan pengembangan jari-jari
yang lebih kecil.

8. Schaeffer Positif apabila dorsofleksi jari


besar dan pengembangan jari-jari
yang lebih kecil.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
darah ke otak menurun
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan sensasi rasa, ketidakmampuan memakan makanan, tonus otot
menurun
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketrampilan
motorik, penurunan rentang gerak, kesulitan membolak balik posisi, gerakan
tidak terkoordinasi, intoleran aktivitas, penurunan kekuatan otot, penurunan
ketahanan tubuh
f. Gangguan menelan berhubungan dengan ganggaun saraf kranial
g. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
h. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan
menjangkau kamar mandi, ketidakmampuan mengenakan dan melepaskan
atribut pakaian, ketidakmampuan memasukkan makan kemulut,
ketidakmampuan eliminasi
i. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran

25
j. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ketidakpuasan dengan
hubungan sosial yang ditandai dengan hambatan mobilitas fisik.
k. Distress spiritual yang berhubungan dengan strategi koping tidak efektif yang
ditandai dengan hospitalisasi

26
b. Rencana tindakan keperawatan
No Masalah Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
. Keperawatan
1. Risiko NOC : NIC
ketidakefektifan Status Neurologi (0909) Monitor Neurologi (2620)
Perfusi Jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat kesadaran
otak (00201) keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah, denyut nadi,
perfusi jaringan otak membaik dan respirasi
dengan kriteria hasil: 3. Monitor kesimetrisan wajah
1. Kesadaran membaik 4. Monitor karakteristik berbicara : kelancaran, adaya aphasia,
2. Mampu mengontrol motorik atau kesulitan menemukan kata
sentral 5. Monitor respon terhadap stimulasi : verbal, taktil, dan (respon)
3. mampu melakukan fungsi bahaya
sensorik dan motorik kranial 6. Monitor paresthesia : mati rasa dan kesemutan
4. Komunkasi yang tepat dengan
situasi
2. Ketidakefektifan NOC NIC
pola nafas Status pernafasan (0415) Manajemen jalan nafas (3140)
(00032) Status pernafasan: ventilasi (0403) 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Status pernafasan (kepatenan jalan 2. Monitor status pernafasan dan oksigensi
nafas) (0410) 3. Motivasi pasien untuk bernafas pelan
Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan (3350)
keperawatan selama 3x24 jam, pola 4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
nafas pasien kembali efektif dengan 5. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan penggunaan otot

27
kriteria hasil: bantu nafas
1. Frekuensi nafas normal (16-20 6. Monitor suara nafas
x/menit) 7. Monitor pola nafas (bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
2. Irama pernafasan reguler kusmaul)
3. Tidak menggunakan otot bantu 8. Monitor saturasi oksigen
pernafasan Monitor tanda-tanda vital (6680)
4. Retraksi dinding dada 9. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
5. Tidak terdapat pernafasan bibir dengan tepat
6. Tidak terdapat sianosis
7. Tidak terdapat suara nafas
tambahan
3. Nyeri akut NOC NIC
(00132) Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi,
Kepuasan klien: manajemen nyeri karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
(3016) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Setelah dilakukan tindakan 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat
keperawatan selama 3x24 jam, nyeri 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
akut pasien kembali normal dengan Terapi relaksasi (6040)
kriteria hasil: 5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti nafas dalam
1. Pasien dapat mengenali kapan dan musik
nyeri terjadi 6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
2. Pasien mampu menyampaikan Pemberian analgesik (2210)
faktor penyebab nyeri 7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri
3. Mampu menyampaikan tanda dan sebelum mengobati pasien

28
gejala nyeri 8. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Penurunan skala nyeri 9. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi
5. Ekspresi wajah tidak mengerang obat analgesik yang diresepkan
dan meringis kesakitan
6. Nyeri terkontrol
4. Ketidakseimban NOC NIC
gan nutrisi Status nutrisi (1004) Manajemen nutrisi (1100)
kurang dari Status nutrisi: asupan nutrisi (1009)
1. Monitor intake makanan dan cairan pasien
kebutuhan tubuh Nafsu makan (1014) 2. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengonsumsi makanan
(00002) Setelah dilakukan tindakan(bersih dan bebas dari bau yang menyengat)
keperawatan selama 3x24 jam, intake
3. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien
nutrisi pasien adekuat dengan kriteria(yang tidak berbahaya bagi kesehatan pasien)
hasil: 4. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
1. Asupan makanan secara oral 5. Beri dukungan (kesempatan untuk membicarakan perasaan)
meningkat (porsi makan habis) untuk meningkatkan peningkatan makan
2. Asupan cairan secara oral 6. Anjurkan pasien menjaga kebersihan mulut
meningkat 7. Kolaborasi pemberian obat
3. Nafsu makan meningkat Monitor nutrisi (1160)
4. Ekspresi wajah tidak meringis 8. Timbang berat badan pasien
9. Monitor turgor kulit dan mobilitas
10. Monitor adanya mual dan muntah
5. Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik Koordinasi pergerakan(0212) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
(00085) setelah dilakukan perwatan selama 3 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi mobilisasi
x 24 jam mobilitas fisik pasien sesuai indikasi

29
membanik dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi penyebab nyeri
1. Dapat mengontrol kontraksi otot atau sendi
pergerakkan 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan
2. Dapat melakukan kemantapan peningkatan mekanika tubuh sesuai indiksi
pergerakkan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
3. Dapat menahan keseimbangan 4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan fisiologis, dan
pergerakkan konsekuensi dari penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk terlibat
dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah pengulangan, jumlah set,
dan frekuensi dari sesi latihan menurut lefel kebugaran dan ada
atau tidaknya faktor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap selesai satu set
jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau mempraktekan pola
gerakan yan dianjurkan tanpa beban terlebih dahulu sampai
gerakan yang benar sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi
sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan
dan menerapan sebuah program latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang teraktur dan
terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan latihan ROM

30
pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
6. Gangguan NOC NIC
menelan Status menelan (1010) Pencegahan aspirasi (3200)
(00103) Pencegahan aspirasi (1918) 1. Monitor kesadaran, reflek batuk, dan kemampuan menelan
Setelah dilakukan perawatan selama 2. Skrining adanya disfagia
3x24 jam fungsi menelan pasien 3. Monitor status pernafasan
membaik dengan kriteria hasil: 4. Potong makanan menjadi potogan-potongan kecil
1. Tidak terdapat sisa makanan di Terapi menelan (1860)
mulut 5. Ajari pasien mengucapkan kata “ash” untuk meningkatkan
2. Kemampuan mengunyah elevasi langit-langit halus
3. Reflek menelan sesuai dengan 6. Instruksikan pasien tidak bicara saat makan
waktunya 7. Sediakan permen tusuk atau loli untuk dihisap pasien dengan
4. Penerimaan makanan tujuan meningkatkan kekuatan lidah
5. Mempertahankan kebersihan 8. Monitor tanda dan gejala aspirasi
mulut
6. Memilih makanan sesuai dengan
kemampuan menelan
7. Memilih makanan dan cairan
dengan konsistensi yang tepat
7. Hambatan NOC NIC
Komunikasi Status Neurologi : Peningkatan Komunikasi: kurang bicara (4976)
Verbal (00051) Sensorikranial/Fungsi Motoric 1. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologi terkait dengan
(0913) kemampuan berbicara (misalnya memori, pendengaran, dan

31
Setelah dilakukan perawatan selama bahasa)
3x24 jam, klien menunjukkan 2. Monitor pasien terkait dengan perasaan frustasi, kemarahan,
melakukan komunikasi dengan baik depresi, atau respon-rspon lain disebabkan karena adanya
dengan kriteria hasil: gangguan kemampuan berbicara
1. Dapat berbicara 3. Kenali emosi dan perilaku fisik (pasien) sebagai bentuk
2. Dapat menggerakkan otot wajah komunikasi
3. Terlihat wajaah simetris 4. Sediakan metode alternatif untuk berkomunikasi dengan
berbicara (misalnya menulis di meja, menggunakan kartu,
kedipan mata, papan komunikasi dengan gambar dan huruf,
tanda dengan tangan atau postur, dan menggunakan computer)
5. Ulangi apa yang disampaikan pasien untuk menjamin
akulturasi
9. Defisit NOC NIC
perawatan diri Perawatan diri: mandi (0305) Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan (1801)
(00108) Setelah dilakukan tindakan 1. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan tepat
keperawatan selama 2x24 jam 2. Fasilitasi pasien untuk seka dengan tepat
diharapkan perawatan diri pasien: 3. Monitor kebersihan kuku
mandi tidak mengalami gangguan 4. Monitor integritas kulit
dengan kriteria hasil: 5. Jaga kebersihan secara berkala
1. Keluarga mampu melakukan 6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam mempertahankan
2. Mencuci tangan pasien kebersihan dengan tepat
3. Membersihkan telinga
4. Menjaga kebersihan untuk
kemudahan bernafas
5. Mempertahankan kebersihan

32
mulut
6. Memperhatikan kuku jari tangan
7. Memperhatikan kuku jari kaki
Mempertahankan kebersihan
tubuh
10. Resiko Jatuh NOC NIC
(00155) Resiko Trauma Pencegahan Jatuh (6490)
Resiko Terluka 1. Mengidentifikasi deficit kognitif atau fisik pasien yang dapat
Setelah dilakukan tindakan meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu
keperawatan selama 2x 24 jam tidak 2. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi
terjadi jatuh pada pasien dengan risiko jatuh
kriteria hasil : 3. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada pasien
1. Kemampuan untuk 4. Mendorong pasien untuk menggunkan tongkat atau alat
mempertahankan ekuilibrium pembantu berjalan
2. Otot mampu melakukan gerakan 5. Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk meminimalkan cedera
yang bertujuan 6. Kunci roda dari kursi roda,tempat tidur, atau brankar selama
3. Tidak ada kejadian jatuh transfer pasien
7. Menandai ambang pintu dan tepi langkah sesuai kebutuhan
8. Membantu ke toilet seringkali, interval dijadwalkan

33
Discharge Planning (NIC: 150)
a. Kaji kemampuan klien untuk
meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan
terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain tentang kebelanjutan
perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan
kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau petugas kesehatan di rumah klien)
mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan
kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu hindari penyebab peningkatan
TIK, kontrol tekanan darah dengan diet hipertensi dan gaya hidup sehat,
hindari benturan pada kepala, dan mengenali tanda dan gejala timbulnya
perdarahan serebral.
e. Komunikasikan dengan klien
tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan
perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk
melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

34
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, R. 2012. Hubungan Hipertensi dengan Stroke. Surakarta: Referat UNS.


Bahrudin, M : 2013. Neurologi Klinik. Malang : UMM Press.

Barid, Barrarah. et all. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner,
Cheryl M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam
Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana
Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.

Evelyn CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

Gofir, A. 2009. Manajemen Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.

Herdman, T Heather. 2015. Nanda International:Diagnosis Keperawatan:


definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Japardi, I. 2002. Patofisiologi stroke infark akibat tromboemboli. Library USU.


1(1):1–4.

Kusuma, Hardhi., & Nurarif, Amin Huda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
NIC-NOC. Yogyakarta: Media Hardy.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth.


2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan. Edisi Kelima Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari
dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.

35
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA International. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC

Nurul Arofah, A. 2018. Penatalaksanaan Stroke Trombotik: Peluang Peningkatan


Prognosis Pasien. Saintika Medika. 2018.

Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.

Shafi’i, J., Mukhyarjon, dan R. Sukiandra. 2016. In acute non-hemorrhagic stroke


patients at neurology. JOM. 3(1)

Evelyn CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia

Wijaya, A. K. 2013. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. E-Jurnal


Medika Udayana. 2(10):1652–1666.

36

Anda mungkin juga menyukai