Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STRUMA DI RUANG


KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DR HARYOTO LUMAJANG

oleh
Uswatun Hasanah
NIM 152310101197

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDKAN TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
A. Konsep Teori Penyakit
1. Anatomi dan Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid adalah suatu kelenjar yang memiliki peran sangat penting yaitu untuk
mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas pekerjaan setiap sel tubuh. Kelenjar
tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua bagian lobus yang
dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm,
lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar ini memproduksi hormon
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran
darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul
T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid
stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Hormon T3 dan
T4 diproduksi oleh yodium. Yodium ini didapatkan dari makanan dan minuman yang
mengandung yodium.

Gambar 1. Letak kelenjar tiroid


Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme
energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan
energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis
asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap
glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem
saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan
neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.
2. Definisi Struma
Struma atau goiter menurut Djan (2017) adalah suatu istilah yang dipakai untuk
menyebut suatu pembengkakan kelenjar tiroid atau gondok yang terletak di bagian depan
leher. Kondisi ini bisa disebabkan oleh gangguan produksi hormon tiroksin
(hiper/hipotiroid), kekurangan iodin, peradangan, ataupun keganasan yang dapat terjadi pada
segala usia. Kelenjar tiroid sendiri secara normal berada di bagian depan leher, yang
berbentuk menyerupai kupu-kupu. Kelanjar tiroid berperan penting dalam mengatur
metabolisme tubuh dengan menghasilkan hormon tiroid (T3 dan T4).

Struma merupakan suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya (medicinesia, 2014).

Gambar 2. Struma

3. Epidemiologi
Menurut Rismadi (2010) struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak
ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua
akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh
dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.
Berdasarkan penelitian Hemminichi K, et al dalam Rismadi (2010) yang dilakukan
berdasarkan data rekam medis pasien usia 0-75 tahun yang dirawat di rumah sakit tahun
1987- 2007 di Swedia ditemukan 11.659 orang (50,9 %) mengalami struma non toxic, 9.514
orang (41,5 %) Graves disease, dan 1.728 orang (7,54%) struma nodular toxic.
Sedangkan di Indonesia pada penelitian yang dilakukan tahun 2001-2005 Data rekam
medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi
pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %)
dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik
yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan
(91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).
4. Etiologi
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang penyebabnya dapat terjadi dari
beberapa hal yaitu:
1. Gangguan hormon tiroksin
2. Kekurangan yodium
3. Proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves
4. Tumor atau neoplasma
5. Obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium,
6. Gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).
5. Klasifikasi
Klasifikasi struma dibagi ke dalam dua kelompok yaitu berdasarkan klinis dan
fisiologis.
5.1.1 Berdasarkan klinis
a. Struma Toksik
Jenis struma ini dibagi kembali menjadi dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa dipakai untuk membedakan perubahan bentuk dari
anatomi. Struma diffusa toksik dapat menyebar luas ke jaringan lain bila tidak ditangani
lebih lanjut. Sedangkan nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu
atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang
berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan
diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan
antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit
ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila
gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan
terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal (endit, 2002).
b. Struma Nontoksik
Sama seperti struma toksik, struma nontoksik juga dibagi menjadi dua yaitu struma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Apabila struma nodusa non toksik
memiliki satu nodul disebut struma soliter atau uninodusa. Sedangkan apabila memiliki lebih
dari satu nodul disebut multinodusa.
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini
disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di
daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang
menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid
teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada
esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila
timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik,
berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi
lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan
prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di
atas 30 %.

5.1.2 Berdasarkan fisiologis


a. Eutiroidisme
Adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi
kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH
dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut
rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara
(Halim, 2007).
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang
merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi
ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun,
nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak
napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian
atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot
(Jonathan, 2003).

6. Patofisiologi/ Patologi
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan
TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH
dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan
tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin
lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat
bertambah berat sekitar 300-500 gram. Selain itu struma dapat disebabkan kelainan
metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa
hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun
seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan
penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea
dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma
endemik) (Rasmadi, 2010).

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari penyakit gondok sebagai berikut :
1. Pembekakan pada leher bagian depan bawah atau muncul benjolan
Adanya benjolan disebabkan oleh kelenjar tiroid yang membengkak.
2. Sakit tenggorokan
Sakit tenggorokan diakibatkan oleh bertambah besar ukuran benjolan
3. Nyeri saat mengunyah makanan
Akibat adanya tekanan dari pembekakan kelenjar tiroid sehingga menyebabkan
penderita mengalami penurunan berat badan
4. Terjadi perubahan suara
Akibat adanya tekanan di tenggorokan sehingga pita suara terganggu dan supla udara
yang masuk ke tenggorokan akan terbatas
5. Kenaikan suhu tubuh
Akibat terganggunya produksi hormon tiroid, kenaikan suhu tubuh terutama terjadi
malam hari
6. Keringat berlebih
Akibat tubuh kekurangan iodin sehingga tubuh mengeluarkan keringat yang
berlebihan
7. Tubuh cepat lelah
Akibat dari kekurangan nutrisi karena sakit pada tenggorakan
8. Telinga berdengung
Diakibatkan oleh tekanan yang disebabkan oleh pembengkakan kelenjar tiroid
menjalar hingga ke bagian telinga. Otot-otot di telinga yang tegang dan mengalami
tekanan sehingga terkadang penderita gondok akan mengalami telinga berdengung.
9. Sakit kepala
Diakibatkan oleh gangguan kelenjar tiroid atau kekurangan iodin yang berakibat
menurunnya denyut jantung menyebabkan tekanan darah rendah. Sehingga suplai
darah dan oksigen yang menuju ke otak berkurang.
10. Palpitasi
11. Tremor
12. eksoptalmus

8. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosa
struma menurut Mayo Clinic tahun 2016, antara lain adalah:
a. Tes Fungsi Hormon
Tes ini digunakan untuk mengukur kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay.
b. Foto Rontgen Leher
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah struma telah
menekan/menyumbat jalan napas atau tidak.
c. USG Leher
USG leher/thyroid dilakukan untuk memeriksa kelenjar-kelenjar di daerah leher,
seperti thyroid, parotis, dan submandibula, termasuk kelenjar getah bening. Biasanya
USG leher dilakukan untuk memeriksa adanya benjolan di thyroid (kista, tumor jinak
ataupun kanker), peradangan kelenjar thyroid, maupun pembengkakan kelenjar getah
bening. dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul
yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang
dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan
karsinoma.
9. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan
TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
b. Nonfarmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologi ada asien struma yaitu dengan memerhatikan asuan
nutrisinya. Asupan nutrisi yang kurang dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit tiroid
menjadi semakin parah, karena memang salah satu penyebab munculnya penyakit tiroid
berasal dari defisiensi nutrisi tubuh yaitu yodium. Oleh sebab itu pasien dianjurkan untuk
makan makanan yang banyak mengandung selenium, yodium, zat besi, omega-3, zink,
vitamin A,C, E, dan antioksidan. Selain itu guna mempercepat proses penyembuhan
penyakit dan tidak membuatnya semakin parah lagi penderita perlu menghindari makanan
seperti aspartam, kedelai, sayuran silang (kol, kubis dan sejenisnya), gluten (gandum,
tepung, kanji dan sejenisnya). Hal lain yang bisa dilakukan yaitu melakukan olahraga ringan
dan memerhatikan berat badan.
B. Clinical Pathway
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama,
suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan
nama penanggungjawab.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang sama.
5) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

c. Pola manajemen kesehatan dan persepsi


Kaji pasien mengenai:
1. Arti sehat sakit bagi pasien
2. Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini
3. Perlindungan terhadap kesehatan: program skrining, kunjungan ke pusat pelayanan
kesehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen stress, dan faktor ekonomi.
4. Pemeriksaan diri sendiri: riwayat medis keluarga dan pengobatan yang sudah dilakukan.
5. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
d. Pola metabolik-nutrisi
Data pemeriksaan fisik yang berkaitan: berat badan saat ini dan SMRS. Perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
e. Pola eliminasi
Kaji pasien mengenai:
1. Kebiasaan buang air kecil: frekuensi, jumlah (cc), warna, bau nyeri, mokturia,
kemamampuan BAK, dan adanya perubahan lain.
2. Kebiasaan buang air besar: frekuensi, jumlah (cc), warna, bau nyeri, mokturia,
kemamampuan BAB, dan adanya perubahan lain.
3. Keyakinan budaya dan kesehatan.
4. Kemampuan perawatan diri
5. Penggunaan bantuan untuk ekskresi.
6. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan: abdomen, genetalia, rektum, dan
prostat.

f. Pola aktivitas-latihan
Kaji :
1. Aktivitas kehiduan sehari-hari
2. Olahraga: tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas.
3. Aktivitas menyenangkan.
4. Keyakinan tentang latihan dan olahraga.
5. Kemampuan untuk merawat diri sendiri: berpakaian, mandi mandi, makan, dan kamar
mandi.

g. Pola istirahat-tidur
Kaji pasien mengenai :
1. Kebiasaan tidur sehari-hari: jumlah waktu tidur, jam tidur, ritual menjelang
tidur, dan tingkat kesegaran setelah tidur.
2. Penggunaan alat bantu tidur: obat-obatan dan musik
3. Jadwal istirahat dan relaksasi.
4. Gejala gangguan pola tidur.
5. Faktor yang berhubungan: nyeri, suhu, proses penuaan, dll.
6. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan: lesu, kantung mata, keadaan umum, dan
mengantuk.

h. Pola persespi-kognitif
Kaji pasien mengenai:
1. Gambaran tentang sistem indera: penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa,
dan peraba.
2. Penggunaan alat bantu indera
3. Persepsi ketidaknyamanan nyeri: pengkajian nyeri/ sesak secara komprehensif.
4. Keyakinan budaya terhadap nyeri.
5. Tingkat pengetahuan pasien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol
dan mengatasi nyeri.
6. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan: neurologis dan ketidaknyamanan.
i. Pola konsep diri-persepsi diri
Kaji pasien mengenai:
1. Keadaan sosial: pekerjaan, situasi keluarga, dan kelompok sosial.
2. Identitas personal:penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan, dan kelemahan
yang dimiliki.
3. Keadaan fisik: segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh.
4. Harga diri: perasaan mengenai diri sendiri.
5. Ancaman terhadap konsep diri: sakit dan perubahan peran.
6. Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan psikologi
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan: mengurung diri, murung, dan tidak mau
berinteraksi.

j. Pola hubungan-peran
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau
temannya. Selain itu kaji pasien mengenai:
1. Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman, dan tempat kerja.
2. Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran
3. Efek terhadap status kesehatan
4. Pentingnya keluarga
5. Struktur dan dukungan keluarga
6. Proses pengambilan keputusan keluarga
7. Pola membesarkan anak
8. Hubungan dengan orang lain
9. Orang terdekat pasien
10. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
k. Pola reproduksi-seksualitas
Kaji pasien mengenai:
1. Masalah atau perilaku seksual
2. Gambaran perilaku seksual
3. Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reroduksi
4. Efek terhadap kesehatan
5. Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi
6. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan

l. Pola torelansi terhadap stress-koping


Kaji pasien mengenai:
1. Sifat pencetus stress yang dirasakan
2. Tingkat stress yang dirasakan
3. Gambaran respon umumdan khusus terhadap stress
4. Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya (observasi apakah
sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya untuk rekreasi)
5. Strategi koping yang biasa digunakan
6. Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
7. Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga

m. Pola keyakinan-nilai
Kaji pasien mengenai:
1. Latar belakang budaya/etnik
2. Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok budaya/etnik
3. Tujuan kehidupan bagi pasien
4. Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
5. Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
n. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Umum
a) Kepala
Inspeksi: bentuk kepala, kulit kepala, dan wajah.
b) Rambut
c) Telinga
Inspeksi: bentuk telinga, keadaan telinga, dan ada tidaknya sekret yang keluar
dari lubang telinga.
d) Mata
Inspeksi: bentuk mata, kesimetrisan konjungtiva, dan sklera.
e) Hidung
Inspeksi: bentuk hidung, ada tidaknya cuping hidung, dan ada tidaknya sekret
yang keluar dari hidung.
f) Mulut
Inspeksi: keadaan bibir, mukosa, dan kebersihan bibir.
g) Leher
Palpasi: ada tidaknya perbesaran kelenjar tiroid dan integritas kulit.
h) Paru-Paru
Inspeksi: bentuk paru-paru, frekuensi paru-paru, dan ekspirasi, pursed lip breathing, barrel
chest, penggunaan otot bantu pernapasan. Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi: ada tidaknya
ronki atau mengi.
i) Jantung
Inspeksi: bentuk jantung.
Perkusi: bagaimana bunyi jantung asien.
Auskultasi: ada tidaknya bunyi tambahan jantung.
j) Abdomen
Inspeksi: keadaan permukaan perut dan integritas kulit, kembung.
Auskultasi: bising usus dan frekuensi.
Perkusi :kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya kembung.
Palpasi: ada tidaknya hepatomegali .
k) Extremitas
2. Pemeriksaan Penunjang

2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa keperawatan yang mungkin muncul :
1) Diagnose pre op
a. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat penyakitnya
b. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang pre operasi
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan menelan
d. Nyeri akut
2) Diagnosa post op
a. Nyeri akut b/d luka operasi
b. Risiko infeksi b/d masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan
3. Intervensi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Paraf
1. Gangguan Citra Setelah diberikan perawatan 1. Bantu klien Uswatun
Tubuh selama ..x24 jam klien untuk
dapat menerima perubahan mendiskusikan
kondisi fisik yang dialami perubahan-
oleh dirinya. perubahan
Kriteria Hasil: (bagian tubuh)
1. Mendeskripsikan disebabkan
bagian tubuh yang adanya penyakit
terkena penyakit atau
secara positif pembedahan
2. Mampu dengan cara
menyesuaikan yang tepat
terhadap perubahan 2. Bantu pasien
tampilan fisik menentukan
3. Mampu keberlanjutan
menyesuaikan dari perubahan-
terhadap perubahan perubahan actual
fungsi tubuh dari tubuh atau
4. Mampu tingkat
menyesuaikan fungsinya
perubahan terhadap 3. Bantu pasien
status kesehatan memisahkan
5. Menunjukkan penampilan fisik
perilaku verbal dan saat ini apakah
non-verbal yang berkontribusi
selaras mengenai pada citra diri
diri pasien
6. Tingkat kepercayaan 4. Bantu pasien
diri meningkat untuk
mendiskusikan
stressor yang
mempengaruhi
citra diri terkait
dengan kondisi
kongenital,
cedera, penyakit
atau
pembedahan
5. Monitor
frekuensi dari
pernyataan
mengkritisi diri
6. Identifikasi
kelompok
pendukung yang
tersedia bagi
pasien
2. Ansietas Setelah diberikan perawatan 1. Jelaskan semua Uswatun
selama ..x24 jam klien prosedur
diharapkan mampu termasuk sensasi
mengatasi atau mengurangi yang akan
tingkat ansietas sebelum dirasakan yang
dilakukan operasi mungkin akan
Kriteria Hasil: dialami klien
1. Dapat berisitirahat selama prosedur
sebelum operasi 2. Berada di sisi
2. Tingkat gelisah klien untuk
berkurang meningkatkan
3. Rasa takut yang rasa aman dan
disampaikan secara mengurangi
lisan berkurang ketakutan
4. Tidak mengalami 3. Ciptakan
gangguan tidur atmosfer rasa
aman untuk
meningkatkan
kepercayaan
4. Berikan
informasi factual
terkait diagnosis,
perawatan dan
prognosis
5. Dorong keluarga
untuk
mendampingi
klien dengan
cara yang tepat
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Bersihkan Uswatun
pembedahan klien ruangan dengan
diharapkan tidak terkena baik setelah
infeksi digunakan untuk
Kriteria Hasil: setiap pasien
1. Tidak mengalami 2. Ganti peralatan
tanda-tanda infeksi perawatan per
2. TTV dalam rentang pasien sesuai
normal (Tekanan protocol institusi
darah, RR, HR, 3. Batasi jumlah
Nadi) pengunjung
3. Kadar gula darah 4. Anjurkan pasien
normal dan keluarga
4. Tingkat kesadaran pasien teknik
meningkat mencuci tangan
5. Tidak mengalami yang benar
gangguan tidur 5. Gosok kulit
pasien dengan
agen antibakteri
yang sesuai
6. Pastikan teknik
perawatan luka
yang tepat
7. Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai
bagaiamana
menghindari
infeksi
4. Nyeri akut Setelah diberikan perawatan 1. Tentukan lokasi,
selama ..x24 jam karakteristik,
diharapkan nyeri yang kualitas dan
terjadi post operasi dapat keparahan nyeri
berkurang sebelum
Kriteria Hasil: mengobati
1. Melaporkan pasien
perubahan terhadap 2. Pilih analgesic
gejala nyeri pada atau kombinasi
professional analgesic yang
kesehatan sesuai ketika
2. Melaporkan gejala lebih dari satu
yang tidak terkontrol diberikan
pada professional 3. Monitor tanda
kesehatan vital sebelum
3. Ekspresi nyeri wajah dan setelah
berkurang dari memberikan
cukup berat ke analgesic
ringan narkotik pada
4. Tidak bisa pemberian dosis
beristirahat pertama kali
berkurang dari atau jika
cukuo berat ke ditemukan
ringan tanda-tanda
5. TTV dalam rentang yang tidak
normal biasanya
4. Gunakan strategi
komunikasi
teraputik untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri dan
sampaikan
penerimaan
pasien terhadap
nyeri
5. Berikan
informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa
lama nyeri akan
dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamana
n akibat
prosedur
6. Kendalikan
factor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamana
n
7. Kurang atau
eliminasi factor-
faktor yang bisa
menyebabkan
nyeri
8. Ajarkan prinsip-
prinsip
manajemen
nyeri

4. Discharge Planning
a. Lakukan perawatan luka bekas oprasi saat di rumah
b. lakukan tes darah untuk mengetahui kadar T3 dan T4
c. Jalankan terapi obat dengan teratur dan jangan sampai putus tanpa instruksi
d. makan-makanan yang banyak mengandung zat besi, zink, vitamin A, C, E, yodium
e. hindari makanan pantangan
f. lakuka olahraga ringan misalnya yoga dan jogging secara rutin
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2016). Gejala gondok dan pengobatannya. Diakses melalui http://halosehat.com/


pada tanggal 10 Januari 2018

Djan, R. (2017). Sistem Endokrin Struma. Diakses melalui http://www.alodokter.com pada


tanggal 10 Januari 2018

Halim A.M., 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosis dan Terapi. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jonathan G. (2003). Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga

Mayo Clinic. (2016). Goiter. Diakses melalui https://www.mayoclinic.org pada tanggal 10


Januari 2018

Medicinesia. (2014). Massa Tiroid (Struma dan Keganasan pada Tiroid). Diakses melalui
http://www.medicinesia.com/ pada tanggal 10 Januari 2018

Pendit, Brahm U., 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Rismadi, K. (2010). Karakteristik Penderita Struma Rawat Inap di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2005-2009. Diakses melalui www.repository.usu.ac.id pada
tanggal 10 Januari 2018

Anda mungkin juga menyukai