Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S P2002 AB000 POST SC HARI


KE-0 ATAS INDIKASI CPD+FLOATING HEAD+BEKAS SC+POST
DATE DI RUANG SERUNI RSUD dr. ABDOER RAHEM
SITUBONDO

Sya’baina Hasatun Hasanah, S.Kep.


NIM. 192311101050

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Pada Ny. S P2002 Ab000 Post SC Hari Ke-0 Atas
Indikasi CPD+Floating Head+Bekas SC+Post Date Di Ruang Seruni RSUD
dr. Abdoer Rahem Situbondo telah dilaksanakan pada
tanggal.........................................di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Abdoer
Rahem Situbondo

Situbondo, Januari 2020

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

(Ns. Dini Kurniawati, M.Kep., Sp.Kep.Mat.) (Chairiyah, S.Tr.Keb.)


NIP 19820128 200801 2 012 NIP 19791012 200604 2 019

Mengetahui
Kepala Ruangan,

(Dina Purwanti, S.Tr.Keb.)


NIP 19800507 200604 2 025
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi masa nifas


Masa nifas adalah masa setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium
di mulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan setelah 6 minggu
(Pitriani R & Andriyani R, 2014). Periode postpartum adalah masa dari
kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum)
hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Islami
& Aisyaroh. 2016).
B. Etiologi Masa Nifas
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori
menghubungkan dengan factor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,
pengaruh tekanan pada saraf dan nutris.

1. Penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone
perogesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang
otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh
darah sehingga timbul his bila progesterone turun
2. Plasenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi Rahim.
3. Distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkaniskemik otot-
otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta
4. Iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss).
Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan
timbul kontraksi uterus

5. Induksi Partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus
frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban, oksitosin drip yaitu
pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
C. Patofisiologi masa Nifas
1. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehigga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil.
2. Lochea adalah cairan secret ysng berasal dari cavum uteri dan vagina dalam
masa nifas.
a. Lochea rubra : darah segar, sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari post partum.
b. Locheasanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lender, hari 3-
7 post partum.
c. Locheaserosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, hari ke 7-
14 post partum.
d. Lochea alba : cairan putih setelah 2 minggu.
e. Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk.
f. Locheastasis : lochea tidak lancer keluarnya.
3. Serviks mengalami involusi bersama uterus, setelah persalinan ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tengah, setelah 6 minggu
persalinan serviks menutup.
4. Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
seelama proses melahirkan bayi, dalam beberapa hari pertama setelah partus
keadaan vulva dan vagina masih kendur, setelah 3 minggu secara perlahan-
lahan akan kembali ke keadaan sebelum hamil.
5. Perineum akan menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekana
kepala bayi dan tampak terdapat robekan jika dilakukan episiotomi yang
akan terjadi masa penyembuhan selama 2 minggu.
6. Payudara, suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan
pembengkakan vascular sementara, air susu saat diproduksi disimpan di
alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan cara didisap oleh bayi
untuk pengadaan dan keberlangsungan laktasi

D. Tanda gejala masa nifas


1. Suhu Badan
Satu hari (24 jam) PP suhu badan akan naik sedikit (37,5oC – 38oC) sebagai
akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan yang berlebihan dan
kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya
pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI,
buah dada menjadi bengkok, berwarna merah karena kebanyakan ASI. Bila
suhu tidak menurun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium,
mastitis, tractus genitalis atau sistem lain.
2. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit. Sehabis melahirkan
biasanya denyut nadi akan lebih cepat.
3. Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah
ibu melahirkan karena perdarahan. Tekanan darah tinggi pada PP dapat
menandakan terjadinya preeklamsia post partum.
4. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan dnyut
nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya,
kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
TEORI SECTIO CAESAREA

A. Definisi Sectio Caesarea


Sectio Caesaria adalah proses persalinan yang menyelamatkan nyawa ibu
dan bayi melalui prosedur pembedahan dinding perut. Sectio caesaria dilakukan
jika terdapat gangguan kondisi fisiologis ataupun masalah yang dapat
menyulitkan ibu maupun bayi untuk proses persalinan normal.

B. Etiologi Sectio Caesarea


Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea
adalah plasenta previa, panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-
eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan
letak bokong.

Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea


adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)


2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Sedangkan indikasi dari janin antara lain:
a. Fetal distres,
b. Letak lintang dan letak bokong,
c. Janin besar melebihi 4.000 gram.
d. Bayi kembar
C. Patofisiologi SC
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, Cephalopelvik
Disproportion, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Efek anestesi juga dapat menimbulkan otot relaksasi dan
menyebabkan konstipasi. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas
pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf -saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post SC, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi. Setelah kelahiran bayi prolaktin dan
oksitosin meningkat menyebabkan efeksi ASI, efeksi ASI yang tidak adekuat
menimbulkan masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi.

D. Komplikasi Sectio Caesarea


a. Infeksi puerpuralis (nifas)
 Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung
 Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia uteri
 Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

E. Penanganan Post Sectio Caesarea


Penatalaksanaan umum pasca bedah menurut Mochtar (2010) antara lain:
Perawatan luka insisi (luka insisi dibersihkan menggunakan natrium clorida lalu
ditutup menggunakan kasa dan diganti secara periodik) dan pemberian cairan
(pemberian cairan per infus yang mengandung banyak elektrolit yang diperlukan
untuk mencegah terjadinya hipertermi, dehidrasi, dan komplikasi pada organ
tubuh lainnya), diit (diberikan setelah Ibu mendapatkan izin untuk
mengkonsumsi nasi).
TEORI CEPHALOPELVIK DISPROPORSI

A. Definisi Cephalopelvik Disproporsi


CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan
ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang
menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga
janin tidak dapat keluar melalui vagina. (Manuaba, 2000)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul
sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri.
Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada
di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri
adalah panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu
mekanisme persalinan normal.

B. Anatomi Panggul
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu :
1) Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan
diameter transversal yang lebih panjang sedikit daripada diameter
anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas.
2) Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3) Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina
iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.
4) Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih
pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan
arkus pubis yang luas.
Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os
koksigis. Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os
pubis. Tulang-tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan
terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut
simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang
menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat
artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tulang
panggul) dan os koksigis (tulang tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya
memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu
persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung
koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.
Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada
saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os
koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis
mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang
terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian
yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true
pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ-
organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan
otot-otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang
dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung
kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis
juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator
ani dan muskulus koksigeus.

Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :


1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum,
linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah
jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis,
konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan
jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan
anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang.
Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina
diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk
tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium
yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm,
panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam
simfisis dengan promontorium, selisih antara konjugata vera dengan
konjugata obstetrika sedikit sekali.
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat
penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada
distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang
biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil
yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum
dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
3) Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh
melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau
distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah
distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak
antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
Gambar 2.1. Anatomi Panggul Wanita

C. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan
pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan
lahir. Kelainan ini dibagi menjadi tiga yaitu :
1) Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
a. Kelainan his: inersia uteri / kelemahan his
b. Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak
nafas.
2) Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak
dahi, hidrosefalus.
3) Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir. Panggul dengan ukuran normal tidak akan
mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan berat
badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan
pada persalinan pervaginam..
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat,
yaitu :
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul naegele,
panggul robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan
sendi sakrokoksigea.
3) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
4) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio koksa,
atrofi atau kelumpuhan satu kaki.

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas


panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat
terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul,
atau panggul yang menyempit seluruhnya, yaitu sebagai berikut :
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau
apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter
anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur
konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm.
Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5
cm.Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan
persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm
atau diameter transversal kurang dari 12 cm.
2) Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul
tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina
isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul
tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin.
Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas
panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang
transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti
seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan
penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau
kurang.
3) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua
segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah
panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
4) Perkiraan kapasitas panggul sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum
dan anamnesa. Misalnya padatuberculosis vertebra, poliomyelitis,
kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada
kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti
seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki
panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu
berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul
sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Pelvimetri terdiri dari:
a. Pelvimetri luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk,
dan ukuran-ukuran panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan
dalam. Alat-alat yang dipakai antara lain : jangkar-jangkar panggul
Martin, Oseander, Collin, Boudeloque dan sebagainya. Yang diukur
adalah :
 Distansia spinarum (± 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka
anterior superior sinistra dan dekstra.
 Distansia kristarum (± 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua
tempat yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
 Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara
spina iliaka posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior
dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra dan spina iliaka
anterior superior sinistra.
 Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
 Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian
atas simfisis ke profesus spinosus lumbal 5.
 Distansia tubernum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan
kiri.
b. Pelvimetri dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir
hingga menyentuh bagian tulang belakang/promotorium. Hitung
jarak dari tulang kemaluan hingga promotorium untuk mengetahui
ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul. Pemeriksaan
ini mendapatkan konjugata diagonal. (Aflah Nur, 2010).
c. Pelvimetri roentgenologik
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk
panggul dan ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran
dalam ketiga bidang panggul.
5) Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada
yang melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram
dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram
adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500 gram adalah 0,4%.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan
dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500 gram.
Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar
atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui
rongga panggul.

D. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi


1) Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai
faktor, antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan
sendi-sendi panggul, besarnya kepala janin, persentasi dan posisi kepala,
serta his. Secara pasti, sebelum persalinan berlangsung hanya dapat
ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika CV < 8 ½ cm dilakukan
sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 ½-10 cm dapat dilakukan
persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang
kepala, tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau
kelainan letak lainnya. Ada 2 macam persalinan percobaan, yaitu :
a. Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan
pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps
atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik (dikatakan
berhasil).
b. Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan berakhir
1 jam sesudahnya. Setelah 1 jamkepala turun sampai H III, test of
labor berhasil. Persalinan percobaan dihentikan jika pembukaan
tidak atau kurang sekali kemajuan, keadaan ibu atau anak menjadi
kurang baik, ada lingkaran retraksi yang patologis, dan
forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut,
dilakukan sectio caesarea. (Dinan S. Bratakoesoema, 2005).
2) Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat
dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.
Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada
komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak
dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama
beberapa waktu) dilakukan karena peralinan percobaan dianggap gagal
atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin
sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
3) Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan
pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4) Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala
janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi
tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam.
Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh
kranioklasi.
5) Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala
dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena
terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk
melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua
klavikula.
TEORI FLOATING HEAD

A. Definisi Floating Head


Floating head adalah keadaan kepala janin yang belum turun dapat disebut juga
kepala melayang atau floating head. Floating head atau enggement adaLah keadaan
dimana kepala janin masuk pintu atas panggul tetapi masih melayang.

B. Etiologi Floating Head


Penyebab floating head dapat disebabkan antara lain :
1. Presentasi kepala janin belum ideal
Posisi kepala yang ideal adalah bila dagu janin menempel pada dada, dan janin
menghadap ke arah punggung Ibu atau kearah ginjal kanan Ibu.
2. Letak plasenta rendah
Letak plasenta yang rendah dapat menahan kepala janin sehingga kepala janin
tidak dapat turun

C. Komplikasi
1. Perdarahan
D. Penatalaksanaan
Sectio Caesareae
E. Pemeriksaan Penunjang
USG
USG dilakukan untuk mengetahui keadaan dan letak janin serta letas plasenta
TEORI POST DATE

A. Definisi Post Date


Kehamilan post matur menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Prawirohardjo adalah
kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari
HPHT. Sedangkan menurut Ida Bagus Gede Manuaba kehamilan lewat waktu
adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.

B. Etiologi
Penyebab pasti post date belum diketahui, namun faktor risiko yang
dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.
2. Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu
3. Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan kerentanan
akan stress merupakan faktor tidak timbulnya His
4. Kurangnya air ketuban
5. Insufiensi plasenta
Menurut Saifuddin (2014), seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan,
sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan post date belum jelas. Beberapa teori
diajukan antara lain sebagai berikut:
1) Pengaruh Progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian


perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan
dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan post date adalah karena masih berlangsungnya
pengaruh progesteron.
2) Teori Oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan post date memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab
kehamilan post date.
3) Teori Kortisol/ACTH Janin

Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma
janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anencephalus,
hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
berlangsung lewat waktu.
4) Teori Syaraf Uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari Pleksus Frankenhauser akan membangkitkan


kontraksi uterus. Pada keadaaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti
pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya
diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan post date.
5) Herediter

Seorang ibu yang mengalami kehamilan post date mempunyai kecenderungan untuk
melahirkan lewat waktu pada kehamilan berikutnya. Morgen (1999) seperti dikutip
Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan post
date saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya
akan mengalami kehamilan post date.

C. Permasalahan Kehamilan Lewat Waktu


Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia
sampai kematian adalam rahim. Menurut Manuaba (1998) semakin menurunnya
sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan:
1. pertumbuhan janin makin lambat;
2. terjadi perubahan metabolisme janin;
3. air ketuban berkurang dan makin kental;
4. sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan persalinan;
5. berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan setiap saat
dapat meninggal di Rahim;
6. saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.

D. Tanda Bayi Post Date


Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono Prawirohardjo):
1. Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2. Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit.
3. Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)
1. Biasanya lebih berat dari bayi matur (> 4000 gram)
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
4. Verniks kaseosa di bidan kurang
5. Kuku-kuku panjang
6. Rambut kepala agak tebal
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

E. Penegakan Diagnosa
Bila tanggal HPHT di catat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang lalu tidak
dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar memastikannya.
Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat diikuti tinggi dan
naiknya fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu
diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis post
date dapat dilakukan dengan pemeriksaan sebagai berikut (Mochtar, 1998).
1. Pemeriksaan berat badan diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula
lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.
2. Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada
bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter bipariental
9,8 cm atau lebih.
3. USG: ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban
4. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diambil dengan amniosentesis,
baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak
dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36
minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel
yang mengandung lemak akan berwarna jingga. Bila melebihi 10%, maka
kehamilan di atas 36 minggu dan bila melebihi 50%, maka kehamilan di atas
39 minggu.
5. Amnioskopi: melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena
dikeruhi mekonium.
6. Kardiotografi: mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta
7. Uji Oksitosin (stress test): yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi
janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini
mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
8. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
9. Pemeriksaan PH darah kepala janin.
10. Pemeriksaan sitologi vagina.

F. Penatalaksanaan
Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik-baiknya. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan
spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat. Lakukan pemeriksaan dalam
untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi
persalinan dengan atau tanpa amniotomi. Jika terdapat indikasi, seperti riwayat
kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim; terdapat hipertensi, pre-
eklampsia; kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas; usia kehamilan >
40-42 minggu, maka ibu dirawat di rumah sakit.
Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada insufisiensi
plasenta dengan keadaan serviks belum matang, pembukaan yang belum lengkap,
persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau pada primigravida tua, kematian janin
dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas)
dan kesalahan letak janin. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa
partus lama akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar; dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan.
Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif dan narsoka, jadi pakailah
anestesi konduksi (Mochtar, 1998).
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Keluhan Utama
Pasien dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan keluhan berupa seperti
sakit kepala terutama area kuduk bahkan mata dapat berkunang-kunang,
pandangan mata kabur, proteinuria (protein dalam urin), peka terhadap
cahaya, nyeri ulu hati
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan, biasanya akan diawali
dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri kepala (tidak hilang dengan
analgesik biasa ), diplopia, nyeri abdomen atas (epigastrium), oliguria (<400
ml/ 24 jam)serta nokturia dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan apakah
klien menderita diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis, lupus atau
skleroderma, perlu ditanyakan juga mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhan tersebut
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti kronis
hipertensi (tekanan darah tinggi sebelum hamil), Obesitas, ansietas, angina,
dispnea, ortopnea, hematuria, nokturia dan sebagainya. Ibu beresiko dua
kali lebih besar bila hamil dari pasangan yang sebelumnya menjadi bapak
dari satu kehamilan yang menderita penyakit ini. Pasangan suami baru
mengembalikan resiko ibu sama seperti primigravida. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab jantung hipertensi dalam
kehamilannya. Ada hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat keluarga
ibu atau saudara perempuan meningkatkan resiko empat sampai delapan
kali.
6. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
7. Pengkajian Sistem Tubuh
B1 (Breathing)
Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis
B2 (Blood)
Gangguan fungsi kardiovaskular pada dasarnya berkaitan dengan
meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi. Selain itu terdapat
perubahan hemodinamik, perubahan volume darah berupa
hemokonsentrasi. Pembekuan darah terganggu waktu trombin menjadi
memanjang. Yang paling khas adalah trombositopenia dan gangguan faktor
pembekuan lain seperti menurunnya kadar antitrombin III. Sirkulasi
meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, takhicardi, kadang bunyi jantung
terdengar S2 pada dasar , S3 dan S4, kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari
karotis, jugularis, radialis, takikardi, murmur stenosis valvular, distensi
vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin.
B3 (Brain)
Lesi ini sering karena pecahnya pembuluh darah otak akibat hipertensi.
Kelainan radiologis otak dapat diperlihatkan dengan CT-Scan atau MRI.
Otak dapat mengalami edema vasogenik dan hipoperfusi. Pemeriksaan EEG
juga memperlihatkan adanya kelainan EEG terutama setelah kejang yang
dapat bertahan dalam jangka waktu seminggu.Integritas ego meliputi
cemas, depresi, euphoria, mudah marah, otot muka tegang, gelisah,
pernafasan menghela, peningkatan pola bicara. Neurosensori meliputi
keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan
kabur), epitaksis, kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral.
B4 (Bladder)
Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus, riwayat penggunaan obat
diuretic juga perlu dikaji. Seperti pada glomerulopati lainnya terdapat
peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat
molekul tinggi. Sebagian besar penelitian biopsy ginjal menunjukkan
pembengkakan endotel kapiler glomerulus yang disebut endoteliosis kapiler
glomerulus. Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus hepar
kemungkinan besar merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati
dalam serum
B5 (Bowel)
Makanan/cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, protein, tinggi lemak, dan kolesterol, mual,
muntah, perubahan berat badan, adanya edema.
B6 (Bone)
Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit
kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada, nyeri ulu hati.
Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural.
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri Akut (00132) Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Manajemen Nyeri (1400)
diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria 1. Ajarkan penggunaan teknik non
hasil: farmakologi
Tingkat Nyeri (2102) 2. Dukung istirahat/tidur yang adekuat
1. Nyeri yang dilaporkan ringan untuk membantu menurunkan nyeri
2. Ekspresi nyeri wajah ringan 3. Monitor kepuasan pasien terhadap
3. Bisa beristirahat manajemen nyeri dalam interval yang
4. Mual sedang spesifik
5. Tekanan darah Normal
Manajemen obat (2380)
1. Tentukan obat yang diperlukan
2. Monitor efek samping obat
Fasilitasi perubahan pengobatan dengan
dokter

2. Risiko Cedera ( 00035) Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Identifikasi Risiko (6610)
diharapkan risiko cidera dapat berkurang dengan 1. Kaji ulang riwayat kesehatan masa
kriteria hasil: lalu
2. Kaji ulang data yang didapatkan dari
Kontrol Risiko (1902)
pengkajian risiko
1. Mengenali faktor risiko individu 3. Identifikasi strategi koping yang
2. Memodifikasi gaya hidup untuk digunakan
mengurangi risiko 4. Implementasikan aktivitas
3. Mengenali perubahan status kesehatan pengurangan risiko
Perawatan Intrapartum : Risiko
Tinggi Melahirkan (6834)
1. Komunikasikan perubahan status ibu
atau janin kepada dokter primer
dengan tepat
2. Siapkan peralatan yang sesuai
3. Lanjutkan pemantauan elektronik
4. Catat waktu kelahiran
5. Bantu ibu untuk pulih dari anastesi
dengan baik

3. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Monitor Cairan (4130)
(00026) diharapkan volume cairan dapat berkurang dengan 1. Monitor asupan dan pengeluaran
kriteria hasil: 2. Tentukan factor-faktor risiko
yang mungkin menyebabkan
Keseimbangan cairan (0601)
ketidakseimbangan cairan
1. Tekanan darah normal 3. Monitor TTV
2. Turgor kulit baik 4. Berikan cairan dengan tepat
3. Berat badan stabil 5. Monitor warna, kuantitas, dan
4. Edema perifer ringan berat jenis urin
5. Pusing ringan 6. Batasi dan alokasikan asupan
cairan

4. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam, Bantuan perawatan diri : Eliminasi
(00092) diharapkan aktivitas sehari-hari pasien dapat (1804)
berjalan dengan baik, dengan kriteria hasil : 1. Sediakan alat bantu (kateter)
2. Beri privasi selama eliminasi
Perawatan diri : Eliminasi (0310) 3. Monitor integritas kulit pasien
1. Memposisikan diri di alat bantu eliminasi tidak
terganggu
2. Mengosongkan kandung kemih tidak terganggu

5. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam, Monitor Pernafasan (3350)
nafas (00032) diharapkan pola napas klien efektif dengan kriteria 1. Kaji pola napas (irama napas,
hasil: frekuensi napas, kedalaman napas, suara
Respiratory status: ventilation (0403) napas tambahan)
1. Tidak ada sesak nafas 2. Monitor frekuensi napas.
2. Mampu mengontrol pernafasan
3. RR : 16-20x/menit Bantuan Ventilasi (3390)
1. Monitor tanda- tanda vital
2. Berikan terapi oksigen menggunakan
masker NRM
sesuai program atas kolaborasi dengan
dokter.
3. Monitor pernafasan dan status
oksigenasi
DAFTAR PUSTAKA

Ari Sutahjo. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga


University Press.

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher., Joanne M. Dochterman., cheryl M.


Wagner. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). 6th Edition.
Singapore: Mosby, Elsevier Inc. Terjemahan oleh Nurjannah, Intansari.,
Roxsana Devi Tumanggor. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi
Ke-6. Indonesia: CV Mocomedia.Guyton, Arthur C. 2010. Fisiologi Manusia
dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC

Herdman & Kamitsuru. 2017. NANDA-1 Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020: Buku Kedokteran ECG.

Islami & Aisyaroh N. 2016. Efektifitas Kunjungan Nifas Terhadap Pengurangan


Ketidaknyamanan Fisik Yang Terjadi Pada Ibu Selama Masa Nifas. STIKES
Muhammadiyah Kudus.

Julia Klaartje. 2010. Metode Tepat Mengatasi Demam. (Online).


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-siswanto02-5263-2-
bab2.pdf (Diakses 9 Oktober 2019).

Manuaba. 1998. Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Untuk


Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Manuaba. 2009. Pengantar Kuliah Obstetri. (online). Jakarta : EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue., Marion Johnson., Meridean L. Maas., Elizabeth Swanson. 2013.


Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Mosby,
Elsevier Inc. Terjemahan oleh Nurjannah, Intansari., Roxsana Devi
Tumanggor. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi Ke-5. Indonesia:
CV Mocomedia.

NANDA International. 2014. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses:


Definitions & Classifications 2015-2017. Tenth Edition.USA: John Wiley &
Sons Inc. Terjemahan oleh B. A. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono,
M. A. Subu. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi Sepuluh. Jakarta: EGC.

Pitriani & Rika. 2015. Asuhan kebidanan Ibu Nifas Normal.


Yogyakarta:Deepublish.

Wulandari Dewi. 2017. Asuahan keperawatan pada ibu Nifas. Fakultas Ilmu
kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Veronika Y, dkk. 2015. Hubungan Kadar Albumin Serum dengan Morbiditas dan
Mortalitas Maternal Pasien Preeklamsia Berat dan Eklamsia di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 4(2).

Anda mungkin juga menyukai