BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien kritis adalah adalah pasien yang terancam jiwanya sewaktu- waktu
karena kegagalan atau disfungsi satu atau lebih organ dan masih mempunyai
pengobatan intensif (Kemenkes RI, 2017). Pasien dengan sakit kritis yang
dirawat di ruang ICU sebagian besar mengalami kegagalan multi organ dan
yang lebih, dikarenakan dari segi penyakit yang mengalami komplikasi dan
pasien sakit kritis dan dirawat di ICU per 100.000 penduduk, serta kematian
akibat penyakit kritis hingga kronik di dunia meningkat sebanyak 1,1 -7,4 juta
orang (WHO, 2016). Di Indonesia jumlah pasien kritis yang terpasang ventilator
menempati dua per tiga dari seluruh pasien ICU di Indonesia (Bastian, Suryani,
pasien yang dirawat di ICU adalah dalam data kurun waktu 6 bulan terakhir (data
Agustus 2017-Januari 2018) diperoleh jumlah pasien kritis di ruang ICU ada
1
2
dan 575 pasien diantaranya meninggal dunia. Sedangkan data dari Kabupaten
Bintan Khususnya RSUD Bintan tercatat tahun 2021 total pasien sebanyak 243
dan hanya mampu untuk tidur di bed dikarenakan kondisi penyakit dan
penurunan kesadaran atau efek sedasi. Bed rest pasien kritis yang terlalu lama
Maka dari itu penting di lakukan suatu intervensi bagi perawat untuk
kehilangan massa otot. Komplikasi ini biasanya terlihat, tetapi dapat dicegah
hipotensi dan komplikasi paru lebih kecil kemungkinannya terjadi, karena saat
pasien 30 derajat kemudian diberikan ROM pasif selama 2 kali sehari diberikan
Setiap tingkat memiliki serangkaian kegiatan yang pasien harus lakukan dihari
rumah sakit hingga keluar dari rumah sakit. Berakhirnya proses perawatan dapat
terjadi karena dinyatakan sembuh, meninggal, rujuk ke rumah sakit lain, atau
pulang paksa. Pada umumnya, rata-rata lama hari rawat pasien adalah 6 sampai
9 hari (Kemenkes RI, 2015). Semakin lama hari rawat pasien di rumah sakit
semakin beresiko untuk terjadi masalah pada pasien. Length of stay yang panjang
medis dan ekonomi yang dapat memberikan kerugian baik untuk rumah sakit
maupun pasien. Akibat yang dirasakan pasien salah satunya berupa infeksi
biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien yang disebabkan karena adanya infeksi
nosokomial (Arefian et al., 2019). Akibat lain yang dialami rumah sakit berupa
kualitas, efisiensi dan keuangan rumah sakit itu sendiri (Dewi et al, 2009) dalam
4
mobilisasi progresif, akan tetapi hal tersebut harus dimulai sejak dini. Oleh
karena itu, perawat harus memahami tingkat fungsional yang pasien miliki untuk
sesuai dengan kondisi pasien masing – masing agar dapat kembali ke tingkat
progresif menjadi intervensi yang sangat penting difahami oleh perawat yang
pasien dan tindakan ini sangat bedampak positif khususnya pada pasien dengan
khususnya pada pasien yang bedrest atau pasien yang ada gangguan pergerakan
atau tidak mampu melakukan mobilisasi akibat kelemahan otot dan lain
mobilisasi progresif level 1 pada posisi Head of Bed, gravitasi akan menarik
5
meningkat maka terjadi peningkatan nilai saturasi oksigen, pada saat diberikan
ROM pasif pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah maka kebutuhan
maningkat untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam sel oleh karena itu nilai
berikut: latihan di samping tempat tidur (HOB), latihan rentang gerak aktif dan
pasif (ROM), terapi rotasi lateral lanjutan, posisi pronasi, resistensi gerakan
gravitasi, kaki yang mengantung, pemosisian postur duduk, berjalan dan berdiri.
pada pasien ICU dengan kondisi bed rest dapat teratasi serta memperpendek
lebih lanjut pada pasien ICU (Cho, Huh, & Sohn, 2020).
Iswari, dan Ginanjar (2019) juga mendukung hasil penelitian tersebut, dimana
6
terdapat perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistol dan diastole pada
pre dan post pemberian mobilisasi progresif tingkat I, hal ini dapat
variabel perancu untuk tekanan darah dan saturasi oksigen dan terapi inotropik
yang diberikan variabel perancu untuk tekanan darah. Dapat disimpulkan bahwa
hemodinamik pada pasien tirah baring sehingga pasien dapat keluar dari ruangan
ICU.
RSUD Bintan, mobilisasi yang sering dilakukan di ruang ICU pada pasien kritis
hanya dilakukan mobilisasi dini seperti miring kanan miring kiri, hingga
melakukan fisioterapi dada, dan massage. Dalam hal ini mobilisasi progresif
mengingat pasien di ICU adalah pasien dengan penurunan kesadaran dan kondisi
penyakit yang berat. Oleh karena itu, menjadi sangat penting pemberian edukasi
bahwa panduan yang berbentuk jurnal memang tidak terlalu diminati karena
B. Rumusan Masalah
ini adalah “Apakah ada pengaruh mobilisasi progresif terhadap length of stay
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
progresif
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikasi
mempertahankan kesehatannya
c. Bagi Peneliti
ilmu yang didapat dalam penelitian ini, dan juga dapat melanjutkan
penelitian dengan menggunakan judul yang sama atau berbeda akan tetapi
2. Manfaat Akademik/Teoritis/Keilmuwan
salah satu upaya untuk meningkatkan kekuatan otot dan derajat rentang gerak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (Potter & Perry,
2015).
pada tiap sistem. Seperti pada sitem respirasi, mobilisasi memiliki fungsi
10
11
pada 2 jam sekali dan memiliki waktu jeda atau istirahat untuk merubah
bertahap pada pasien dengan kondisi kritis yang dirawat di ruang ICU.
pelaksanaan mobilisasi.
pasien 30 derajat lalu diberikan gerak pasif ROM selama dua kali sehari.
kapasitas pasien.
12
dilaksanakan tiap 2 jam sekali dan memiliki waktu jeda atau istirahat untuk
merubah ke posisi lainnya selama kurang lebih 5-10 menit. Sebuah studi
dari 3% pasien yang dirawat di ICU dilakukan perubahan posisi tiap dua
jam. Perawatan di ICU Inggris rata- rata perubahan posisi dilakukan setiap
4 jam, bukan pada 2 jam sekali (Rahmanti & Kartika Putri, 2016).
dengan peneliti melakukan mobilisasi selama dua hari pada pasien dengan
ventilator mekanik.
progresif adalah
posisi setengah duduk. Posisi ini dapat dimulai dari 30° kemudian
accu angle level. Alat ini dapat ditempelkan di posisi tempat tidur
(AACN, 2015).
tempat tidur yang memutar pasien dari sisi ke sisi. CLRT mencapai
(Zakiyyah, 2015).
harus kecil atau minim untuk mencegah fleksi servikal atau ekstensi
posisi ini dapat mendukung pasien agar dapat tidur deng an posisi
5) Posisi Duduk
duduk pantai dengan kaki menggantung melawan arah gaya tarik bumi.
mencapai mobilisasi progresif level II. Pada level II pasien dapat dilatih
dengan posisi duduk sebanyak dua kali sehari. Apabila pasien telah
6) Posisi Berdiri
pasien dapat melakukan posisi pada tahap ini maka pasien berada di
7) Posisi Berjalan
bantu jalan atau walker. Saat proses ini pasien berada di level V pada
yang meliputi :
1) Level 1
: FiO2 > 250, nilai PEEP. <10, suhu <38 0C. MAP >55 <140, tekanan
sadar dengan respon mata baik dengan nilai RASS -5 sampai -3. Skala
umum (buka mata, kontak mata, gerakan fisik) terhadap stimuli suara
dan fisik yang ada pada perkembangan logis (Suhandoko dkk., 2014).
18
bed pasien >300 kemudian diberikan ROM pasif selama dua kali dalam
2) Level 2
tindakan ROM pasif sebanyak 3 kali per hari dan mulai merencankan
ROM aktif. Kemudian meninggikan posisi atau bed pasien hingga 450-
3) Level 3
pasien sampai pasien dapat mentolelir gravitasi. Pada level ini pasien
belum sepenuhnya sadar namun sudah ada kontak mata dengan nilai
2 kali sehari.
20
4) Level 4
pada level ini sudah penuh dan dalam kondisi tenang dengan nilai
RASS -0
5) Level 5
Pasien dalam kondisi kooperatif dan sadar penuh dengan nilai RASS -
Progresif
terakhir
f. Indikasi
1) M-Myocardial stability
terakhir.
9) E- Engages to voice
g. Kontra Indikasi
terakhir.
h. Manfaat Mobilisasi
1) Sistem muskuloskeletal
Ukuran, bentuk, tonus, dan kekuatan rangka dan otot jantung dapat
latihan, tonus otot dan kemampuan kontraksi otot meningkat serta dapat
2) Sistem kardiovaskular
menyuplai darah ke jantung dan otot. Jumlah darah yang dipompa oleh
jantung meningkat karena aliran balik dari aliran darah. Jumlah darah
3) Sistem respirasi
pernapasan.
4) Sistem gastrointestinal
5) Sistem metabolik
tempat tidur dan makan diit dapat mengeluarkan 1.850 kalori per hari.
6) Sistem urinari
a. Pengertian
yang dilengkapi dengan staff dan peralatan khusus untuk merawat dan
menyebabkan
kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh
monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan yang terjadi atau
2017).
dalam keperawatan kritis adalah salah satu keahlian khusus didalam ilmu
25
intensif.
pasien kritis.
1) Pasien prioritas 1
2) Pasien prioritas 2
gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah mengalami
Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status
sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil.
27
d. Penatalaksanaan
1) Farmakologis
dalam.
cepat, efektif, dapat dititrasi dan lama kerja yang singkat. Beberapa
intravena, sedasi dapat timbul dalam 10-20 menit dan lama kerja
beberapa jam.
d) Analgesik opoid
hydromorfon.
2) Non Farmakologis
Length of Stay (LOS) atau lama rawat merupakan jumlah hari pasien
dirawat di rumah sakit, mulai hari masuk sampai dengan hari keluar atau
29
Keterangan :
Total Length of Stay (TLOS) atau total lama rawat merupakan jumlah
keseluruhan lama rawat dari sekelompok lama rawat pasien pulang pada
sebagai bahan evaluasi dan perencanaan sumber daya rumah sakit yang
rawat merupakan rata-rata lama rawat dari pasien keluar (H+M) pada
Total Length of Stay (TLOS) atau total lama rawat merupakan jumlah
keseluruhan lama rawat dari sekelompok lama rawat pasien pulang pada
hari perawatan.
30
tahunan serta dapat dinyatakan dengan perawatan setiap kelas (Safitri &
Kun, 2016). AvLOS atau rata-rata lama rawat merupakan rata-rata lama
rawat dari pasien keluar (H+M) pada periode tertentu (Hosizah & Maryati,
LOS
jenis kelamin, status nutrisi, kondisi medis pre dan post operatif seperti
1) Jenis penyakit
kronis. Penyakit akut ditandai dengan gejala berat dalam waktu yang
penyakit kronis dapat berlangsung lebih lama dalam waktu kurang dari
mild komplikasi dan komordibiti, dan tingkat keparahan tiga atau berat
(INA-CBGs), 2016).
32
yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari
pasien memiliki pengaruh yang besar pada LOS (Arefian et al., 2019).
3) Usia
balita dan lansia, yang dimana pada balita memiliki sistem imun yang
sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia serta
medis dan ekonomi yang dapat memberikan kerugian baik untuk rumah
sakit maupun pasien. Akibat yang dirasakan pasien salah satunya berupa
Akibat lain yang dialami rumah sakit berupa kualitas, efisiensi dan
keuangan rumah sakit itu sendiri (Dewi et al, 2009) dalam (Rosita &
2018).
B. Kerangka Teoritik
1. Kerangka Teoritis
Pasien ICU
Penurunan kesadaran,
obat sedasi, keparahan
penyakit
Komplikasi
Pneumonia, atelaktasis, kehilangan volume
plasma dan kelinganan massa otot
Intervensi Mobiilisasi
LOS
Progresif
Gambar 2.13
Kerangka Teoritis
Sumber : Modifikasi dari Kemenkes (2017), Association of Critical Care Nurses
(2015)
C. Kerangka Konseptual
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin di teliti
(Notoatmodjo, 2018).
of stay (LOS) pada pasien ICU dapat digambarkan seperti bagan berikut ini :
36
Mobilisasi Progresif
Tanpa Mobilisasi
Progresif
Gambar 2.14
Kerangka Konsep Penelitian
D. Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak ada pengaruh mobilisasi progresif terhadap length of stay (LOS) pada
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok control (Aziz, 2017). Bentuk
desain penelitian yang dipilih adalah Post-test Only Control Group Design. Dalam
desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara
random. Dalam desain ini baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
O2
B. X1 O4
Keterangan:
O1 : Kelompok intervensi
37
38
O2 : Kelompok kontrol
O3 : Mengukur rerata LOS setelah dilakukan mobilisasi progresif pada
kelompok intervensi
O4 : Mengukur rerata LOS tanpa dilakukan mobilisasi progresif pada
kelompok kontrol
kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak. Pada penelitian ini di
pilih pasien ICU yang diawali dengan observasi pengukuran selama pasien di rawat
di ICU.
1. Waktu Penelitian
b. Tahap Persiapan
dengan bulan 22 Oktober 2022. Kegiatan pada tahap ini adalah pengajuan
c. Tahap pelaksanaan
sampai 10 Januari 2022. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
2. Tempat Penelitian
1. Populasi
tertentu yang akan diteliti (Nursalam, 2017). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien ICU di RSUD Bintan. Jumlah populasi pada penelitian
ini adalah pasien ICU di RSUD Bintan dari bulan Juni sampai dengan
2. Sampel
a. Sampel
subyek terpilih yang drop out, loss to follow up, atau subyek yang tidak
taat maka dilakukan koreksi dari tiap kelompok perlakuan akan dihitung
progresif).
kontrol)
n = jumlah sampel
(n-1) (2-1) ≥ 31
1 (n-1) ≥ 31
n ≥ 32 (Sopyudin, 2018).
b. Teknik Sampling
a) Kriteria Inklusi
2018).
b) Kriteria Eksklusi
terakhir
42
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau
ukuran yang dimiliki oleh satuan peneliti tentang suatu konsep pengertian
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini variabel
2. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Length Of Stay (LOS) pada
pasien ICU
Definisi Cara Alat Hasil
No Variabel Skala
Operasional Ukur Ukur Ukur
1. Independen
Mobiliasi Kegiatan Dilakukan Lembaran 1. Nominal
Progresif mobilisasi setiap 2 SOP Dilakukan
yang jam untuk 0. Tidak
dilakukan miring
secara kanan dan dilakukan
bertahap kiri, jeda
pada pasien waktu
dengan HOB
kondisi kritis dilakukan
dumulai setiap 15
dengan menit dan
pemeriksaan 20 menit
status untuk
hemodinami Latihan
kdan RASS. duduk
kegiatan
tersebut
meliputi
HOB (head
of bed)
30,45,65
derajat,
mobilisasi
miring kanan
kiri, Latihan
ROM pasif
dan aktif dan
melatih
pasien
duduk.
2. Dependen
LOS (Length Lama hari Observasi Lembar Dalam Interval
of Stay) pasien Observasi satuan hari
dirawat (efektif 3-
mulai dari 12 hari)
masuk
sampai
dengan
keluar ICU
2. Meminta data kematian di ICU dan jumlah pasien lama rawatan di Dinas
Bintan.
4. Meminta surat ijin penelitian pada institusi dan menyerahkannya pada pihak
RSUD Bintan
Instrumen merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2019). Alat yang digunakan pada
penelitian ini adalah dengan menggunakan data rekam medik. Dalam hal ini
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi
alat ukur yang valid dengan desain penelitian apapun. Intrumen pada
mengukur dapat dipercayai atau dapat diandalkan. Uji Reliabilitas adalah uji
a. Editing
mengecek, atau perbaikan isi lembar observasi atau penulisan hasil dari.
b. Coding
atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Setelah semua lembar
“coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
a. SD diberi kode = 1
e. S1 diberi kode = 5
47
4. Pekerjaan
5. Diagnosa
6. GCS
7. Tingkat Keparahan
8. Peggunaan Ventilator
a. Ya diberi kode 1
c. Entry Data
terisi penuh dan benar serta sudah melewati proses pengkodingan maka
d. Scoring
e. Cleanning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
lunak.
a. Uji Univariat
univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini
b. Uji Bivariat
peneliti ingin menguji normalitas data terlebih dahulu, kemudian jika hasil
dengan kriteria :
Kabupaten Bintan
I. Pertimbangan Etik
1. Informed Consent
menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data hasil penelitian yang akan
disajikan, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
3. Kerahasiaan ( confidentiality )
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
penelitian
keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama
(nonmaleficence).
52
BAB IV
A. Hasil Penelitian
terhadap length of stay (LOS) pada pasien ICU Di RSUD Kabupaten Bintan.
1. Analisis Univariat
karakteristik responden yang terdiri dari usia, pekerjaan dan pendidikan, GCS,
a. Karakteristik Responden
52
53
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Diagnosa Medis, GCS, Penggunaan
Ventilator, Tingkat Keparahan di Ruang ICU RSUD Kabupaten Bintan
2 Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 7 43,8 6 37,3
b. Perempuan 9 56,2 10 62,5
3 Pendidikan
a. SD 4 25,0 2 12,5
b. SMP 2 12,5 4 25,0
c. SMA 1 50,0 8 50,0
d. Diploma 1 6,3 0 0,0
e. S1 1 6,3 2 12,5
3 Pekerjaan
a. IRT 8 50,0 6 37,5
b. Nelayan 3 18,8 2 12,5
c. Buruh 3 18,8 4 25,0
d. Pegawai Swasta 1 6,3 2 12,5
e. Guru 1 6,3 0 0,0
f. Pegawai Negeri Sipil 0 0,0 2 12,5
4 Diagnosa Medis
a. Bedah 0 0.0 3 18,8
b. Non Bedah 16 100,0 13 81,2
4 GCS
a. GCS <10 1 6,3 0 0,0
b. GCS ≥10 15 93.8 15 100,0
5 Tingkat Keparahan
c. 0-6 15 93,8 15 93,8
d. 7-9 1 6,3 1 6,3
6 Pengggunaan Ventilator
a. Ya 0 0,0 0 0,0
b. Tidak 16 100,0 16 100,0
Total 16 100 16 100
sebagian besar responden berusia 45-60 tahun yaitu 8 orang (50%) dan 7
(25%) dan pada kelompok kontrol Sebagian besar SMA yaitu 8 orang
pada kelompok kontrol. Hasil GCS responden sebagian besar lebih dari 10
sebagian besar 0-6 yaitu 15 orang (93,8%) pada kelompok intervensi dan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Rerata Length Of Stay (LOS) Pada Pasien ICU
Di RSUD Kabupaten Bintan Yang Dilakukan Dengan Tindakan
Mobilisasi Progresif
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata lama hari
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Rerata Length Of Stay (LOS) Pada Pasien ICU
Di RSUD Kabupaten Bintan Yang Tidak Dilakukan Dengan
Tindakan Mobilisasi Progresif
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata lama hari
2. Analisis Bivariat
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Length
Of Stay (LOS) Pada Pasien ICU Di RSUD Kabupaten Bintan
Mean Diference t test p value
Lama Hari 2,00 5,164 0,000
Rawatan
berarti ada perbedaan lama hari rawatan pasien ICU yang dilakukan
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
intervensi tergolong usia lansia awal dan akhir atau berusia 45-60 tahun
sebanyak 50% dan untuk kelompok kontrol diketahui sebagian besar juga
tergolong usia lansia awal dan akhir sebanyak 43,8%. Berdasarkan teori yang
dimulai dari 46-65 tahun dan dibedakan menjadi usia lansia awal dan lansia
akhir.
frekuensi nadi dan napas. Pada usia dewasa frekuensi nadi berkisar antara 60-
100 kali permenit, napas 18-20 kali/ menit dan tekanan darah sistolik berkisar
90-140 mmHg, tekanan diastolik 60-80 mmHg. Pada usia dewasa lanjut
57
frekuensi nadi 70 -80 kali/menit, napas 16-18 kali/menit dan tekanan darah
penggunaan oksigen, pompa darah, regangan otot, hormon dan aktivitas yang
mempengaruhi fungsi.
menurunnya daya tahan tubuh atau imunitas sehingga sangat rentan terhadap
responden berjenis kelamin perempuan 56,2% dan 62,5%. Hal ini juga
dipengaruhi oleh gaya hidup tidak sehat seperti Kebiasaan Merokok yang
mengandung bahan beracun seperti nikotin, tar, dan zat adaptif yang dapat
Rachmilia pada tahun 2017 bahwa kelompok terbesar responden adalah jenis
berjumlah 5 responden (33,3%). Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan
pertukaran gas antara alveoli dan pembuluh darah diparu. Hambatan diatas
menjadi sebuah perilaku yang baik maupun buruk sehingga dapat berdampak
rumah tangga, yaitu 50% pada kelompok intervensi dan 37,5% pada
terdapat beberapa fungsi dalam keluarga yang dapat dilihat dan telah
keluarga.
perlakuan dan kontrol pekerjaan swasta dimana hal ini disebebkan karena
asuransi mempunyai lama rawat yang lebih lama dari pada pasien yang
banyak biaya atau justru memperlama karena tidak memiliki biaya untuk
mempengaruhi dalam hal status perawatan pasien ICU dalam hal ekonomi.
sebagian besar non bedah (100%) pada kelompok intervensi dan 81,2% pada
kelompok kontrol. Data ini sesuai dengan informasi yang dikumpulkan oleh
dari setengah yaitu 53,4% pasien yang masuk ke unit perawatan kritis
merupakan kasus emergensi akibat dari penyakit akut yang tidak terdugadan
Pasien yang dalam kondisi kritis dan perlu penanganan yang mendetail dan
dimana terdiri lebih dari 1 diagnosa penyakit dan sebagian besar merupakan
sebagian pasien juga mengalami retriksi mobilitas dan tirah baring yang lama.
61
ditangani sejak dini (Lumbantobing, 2015). Dalam hal ini menurut asumsi
peneliti, didapatkan bahwa hasil GCS pasien adalah lebidah dari 10 sehingga
93,8% pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. semua pasien tidak
kontrol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobi dan Frederick (2015)
mekanik dari total 175 pasien yang dirawat ICU terjadi perpanjangan
maupun LOS di rumah sakit dibanding dengan pasien yang lebih cepat
diintubasi
terhadap lamanya hari rawat, dalam hal ini responden tidak menggunakan
2. Rerata length of stay (LOS) pada pasien ICU Di RSUD Kabupaten Bintan
pada pasien ICU yang dilakukan Tindakan mobilisasi progresif yaitu 2,00
dengan standar deviasi 0,816. Pada pasien kritis lebih baik untuk diberikan
mobilisasi dari pada pasien dibiarkan dalam posisi supine secara terus
memberi dampak yang buruk pada organ- organ tubuh. Maka dari itu perawat
pasien kritis yang dalam keadaan terancam jiwanya karena kegagalan atau
Pasien kritis atau membutuhkan perawatan dan pemantauan yang cukup ketat
dari tenaga medis. Mulai dari pasien yang baru saja menjalani operasi,
pembentukan edema dengan pasien posisi supine dan kelemahan fungsi paru,
reflek batuk, dan drainase tidak bekerja dengan baik ketika pasien dalam
satu komponen tanda vital, yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui
kondisi pasien, terutama kondisi pasien kritis. Menurut Perry & Potter (2015),
mobilisasi progresif level 1 pada posisi Head of Bed, gravitasi akan menarik
dalam paru-paru) yang lebih baik sehingga oksigen yang diikat oleh
saat diberikan ROM pasif pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah maka
sel oleh karena itu nilai saaturasi oksigen juga meningkat (Suyanti et al.,
2019).
progresif level 1 pada posisi head of bed menunjukkan aliran balik darah dari
pembuluh darah dan tekanan atrium kanan tidak terlalu tinggi, sehingga
volume darah yang masuk (venous return) ke atrium kanan cukup baik dan
65
pada peningkatan volume jantung dan cardiac output (Suyanti et al., 2019).
dan mental hasil kesehatan untuk populasi yang sakit kritis. Instansi entitas
tinggal dan menjadi lebih hemat biaya, keluar organisasi perawatan kesehatan
merupakan salah satu indikator untuk menilai kesadaran pasien di ruang ICU.
30,45,65 derajat, mobilisasi miring kanan kiri, Latihan ROM pasif dan aktif
dan melatih pasien duduk. Peneliti melakukan setiap 2 jam untuk miring
kanan dan kiri, jeda waktu HOB dilakukan setiap 15 menit dan 20 menit untuk
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yurida
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alaparthi dan
dampak positif bagi pasien kritis dan menurunkan hari rawat pasien
(Alaparthi et al , 2020). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Suyanti, Iswari,
tekanan darah sistol dan diastole pada pre dan post pemberian mobilisasi
progresif memberikan perbaikan fungsi fisik dan mental pasien, selain itu
tinggal di ICU.
3. Rerata length of stay (LOS) pada pasien ICU Di RSUD Kabupaten Bintan
pasien ICU yang tidak dilakukan Tindakan mobilisasi progresif yaitu 4,31
dengan standar deviasi 1,352. Hal ini sejalan dengan teori Potter and Perry
(2015), dalam bukunya menyatakan bahwa nilai normal MAP 70 - 100 mmHg.
sebelum diberikan perlakuan pada penelitian ini berada dalam rentang normal.
67
Nilai ini juga sesuai dengan teori Vollman bahwa kriteria inklusi
diperbolehkannya mobilisasi progresif diterapkan jika nilai MAP > 55 dan <
140 mmHg, nilai ini dianggap sebagai batas aman untuk dilakukan mobilisasi
(Vollman, 2015).
ventilator mekanik lebih dari 5 hari beresiko tinggi mengalami VAP dan tidak
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Awalin, dkk
pada tahun 2019 di ICU RSU Provinsi Banten yang mengatakan bahwa
pasien yang menggunakan ventilator mekanik >48 jam memiliki resiko tinggi
menagalami VAP. Penelitian serupa dilakukan oleh Nency cahyo, ddk (2015)
onset timbulnya VAP. Hal serupa juga di sebutkan oleh Diling WU, et al
pendidikan Kesehatan saja tentang perawatan pada pasien kritis. dalam hal
ini terlihat bahwa lama perawatan pada pasien dikarenakan oleh faktor usia
berarti ada perbedaan lama hari rawatan pasien ICU yang dilakukan
nilai saturasi oksigen, pada saat diberikan ROM pasif pada ekstremitas atas
kebutuhan oksigen dalam sel oleh karena itu nilai saturasi oksigen juga
meningkat. Kemudian saat pasien diberikan posisi miring kanan dan miring
kiri maka akan terjadi peningkatan ventilasi paru dan pertukaran gas akan
atau dengan respon yang diberikan oleh telinga bagian dalam atau respon
posisi. Pasien sakit kritis pada umumnya memiliki elastisitas pembuluh darah
yang jelek, siklus umpan balik autonomic yang tidak berfungsi dan atau
posisi tidak berubah untuk periode waktu yang lama dan menetapkan sebuah
solusi yang dapat disarankan adalah dengan melatih pasien untuk toleransi
perubahan posisi dari pada membiarkannya dalam posisi supine. Terapi rotasi
perpindahan terapi rotasi lebih lambat dari pada perpindahan secara manual.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zakiyyah (2016)
Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Vollman (2017)
sehingga hal ini dapat meningkatkan sirkulasi vena perifer dan memperlancar
mobilisasi progresif level 1 ini terdiri dari Head Of Bed 30o, ROM Pasif, dan
penyesuaian dengan dua cara yaitu dengan perubahan volume plasma yang
elastisitas pembuluh darah, atau dengan respon yang diberikan oleh telinga
yang tidak bisa berpindah secara manual, solusi yang dapat disarankan adalah
Menurut asumsi peneliti, efek dari intervensi Head Of Bed, ROM Pasif,
bahwa mobilisasi progresif yang digunakan pada level I dan II, karena pada
level tersebut bisa dilihat dari status hemodinamik apakah stabil dan
kemuadian bisa dilihat kesadaran pasien meningkat, dan pada gerakan yang
Head of Bed dengan posisi awal 30° kemudian naik menjadi 45° lalu naik lagi
sesuai kemampuan dan Range of Motion bisa dilakukan 3 kali sehari dengan
dari gaya hidup, kelemahan fisik, usia, dan tingkat energi. Dari hasil analisis
C. Implikasi Keperawatan
terhadap length of stay (LOS) pada pasien ICU. Implikasi dari penelitian ini pada
kinerja.
D. Keterbatasan Penelitian
penelitian, yaitu :
lama hari rawatan. Peneliti hanya menilai pada saat sesudah dilakukan
b. Peneliti tidak diberi kebebasan untuk dapat melakukan sendiri dan harus
BAB V
A. Kesimpulan
mobilisasi progresif terhadap length of stay (LOS) pada pasien ICU didapatkan
a. Karakterisitik usia responden yaitu usia 45-60 tahun yaitu 50% pada
pada kelompok intervensi dan kontrol perempuan yaitu 56,2% dan 62,5%.
kelompok kontrol SMA 50%. Pekerjaan responden ibu rumah tangga pada
kelompok intervensi dan kontrol, yaitu 50% dan 37,5%. Diagnosa Medis
resonden sebagian besar non bedah pada kelompk intervensi dan kontrol
yaitu 100% dan 81,2%. Hasil GCS responden sebagian besar lebih dari 10
pada kelompok intervensi dan kontrol yaitu 3,8% dan 100%. Tingkat
(93,8%) pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. semua pasien tidak
kelompok kontrol
b. Rerata lama hari rawatan pada pasien ICU yang dilakukan Tindakan
c. Rerata lama hari rawatan pada pasien ICU yang tidak dilakukan Tindakan
73
74
d. Adanya pengaruh mobiliasi progresif terhadap lama hari rawatan pasien ICU
<0,05).
B. Saran
progresif sebagai salah satu tindakan untuk mengatasi penurunan lama hari
pasien
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian teori
variable lain.
75
DAFTAR PUSTAKA
AACN, (2016). Family Visitation in the Adult Intensive Care Unit. Crit. Care Nurse
36, e15–e18. https://doi.org/10.4037/ccn2016677
Cho, H., Huh, J. S., & Sohn, J. 2020. Counting self-conjugate (s, s+ 1 , s+ 2) -core
partitions. Ramanujan Journal, 1–13. https://doi.org/10.1007/s11139-020-
00300-y
Das, B., Saha, S., Kabir, F., & Hossain, S. (2021). Effect Of Graded Early
Mobilization On Psychomotor Status And Length Of Intensive Care
Unit Stay In Mechanically Ventilated Patients. Indian Journal of Critical
Care Medicine, 25(4), 416–420. https://doi.org/10.5005/jp-journals-10071-
23789
Deli, H., Rasyid, T. A., & Refki, M. (2018). Hubungan antara Status Nutrisi dan
Penggunaan Alat Bantu Nafas pada Pasien di ICU. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Indonesia (JIKI), 2(1), 1-9.
Direktur RSUP Dr. Kariadi. Panduan kriteria pasien masuk dan keluar ruang rawat
intensif. RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2015.
Hartoyo Mugi, dkk. (2017). Pengaruh Mobilisasi Progresif level I terhadap tekanan
darah dan saturasi oksigen pasien kritis dengan penurunan kesadaran. Volume
1, No. 1, Hal 1-10, Mei 2017 e-ISSN 2548-7051. Persatuan Perawat Nasional
Indonesia Jawa Tengah.
https://journal.ppnijateng.org/index.php/jpi/article/view/3. Diakses 11
November 2020
76
Klein, K., Mulkey, M., Bena, J. F., & Albert, N. M. (2015). Clinical and
psychological effects of early mobilization in patients treated in a neurologic
ICU: a comparative study. Critical care medicine, 43(4), 865-873.
Lai, C. C., Chou, W., Chan, K. S., Cheng, K. C., Yuan, K. S., Chao, C. M., &
Chen, C. M. (2017). Early Mobilization Reduces Duration of Mechanical
Ventilation and Intensive Care Unit Stay in Patients With Acute
Respiratory Failure. Archives of Physical Medicine and Rehabilitation,
98(5), 931–939. https://doi.org/10.1016/j.apmr.2016.11.007
Rahmanti, A., & Kartika Putri, D. (2016). Mobilisasi Progresif Terhadap Perubahan
Tekanan Darah Pasien Di Intensive Care Unit (ICU). Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 12(1). https://doi.org/10.26753/jikk.v12i1.136
Reade C Michael, Finfer Simon. Sedation and Delirium in the Intensive Care Unit.
J New England 2016:444–54.
Ristanto, Riki (2018). Hubungan Respiratory Rate (RR) dan Oxygen Saturation
(SpO2) Pada Klien Cedera Kepala. Jurnal Keperawatan Poltekkes RS. dr.
Soepraoen Malang. Diakses 22 Desember 2019
Safitri, M. M., Kriswiharsi Kun, S., & SKM, M. Analisa Deskriptif Lama
Perawatan (Los) Pasien Ri Jamkesmas Pada Kasus Penyakit Kanker Payudara
(Ca Mammae) Dengan Tindakan Mastektomi Yang Dirawat Di Rsi Sultan
Agung Semarang Tahun 2016.
Szubski, CR, Tellez, A., Kika, AK, Meng, Z., Kattan, MW, Guzman, JA, &
Barsoum, WK (2014). Memprediksi rumah sakit perawatan akut jangka
panjang setelahnya masuk ke unit perawatan intensif. Jurnal Perawatan Kritis
Amerika, 23(4), e46-53. http://dx.doi.org/10.4037/ajcc2014985
Sugimin. (2017). Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang Intensive Care Unit Rumah
Sakit Umum Pusat Dokter Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tanujiarso, B. A., & Lestari, D. F. A. (2020). Mobilisasi Dini Pada Pasien Kritis Di
Intensive Care Unit (Icu): Case Study. Jurnal Keperawatan Widya Gantari
Indonesia, 4(1), 59–66. Retrieved from
https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/Gantari/article/view/1589
Tobi KU, Amadasun FE. Prolonged stay in the Intensive Care Unit of a tertiary
hospital in Nigeria: Predisposing factors and outcome. Afr J Med Health Sci.
2015;14:56-60.
Wei, X., Day, A. G., Ouellette-Kuntz, H., & Heyland, D. K. (2015). The association
between nutritional adequacy and long-term outcomes in critically ill patients
requiring prolonged mechanical ventilation: a multicenter cohort study.
Critical care medicine, 43(8), 1569-1579.