Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN Stroke Cerebro Vaskuler Accident (CVA)


DI ICU RSUD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR

Oleh :
I’IT RETNANING MUTIANI
NIM. 40219028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Iit retnaning mutiani

Nim : 40219028

Prodi : Pendidikan Profesi Ners

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(...................................) (.................................)
A. DEFINISI
Cerebrovascular Accident (CVA) atau stroke adalah gangguan fungsi
saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang timbul
secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa jam
dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang diganggu (Irfan,
2012).
Stroke Iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
80% kasus stroke berasal dari proses iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi
3 jenis, yaitu :
1) Stroke trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
2) Stroke embolik : tertutupnya pembuluh darah arteri oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
(Raharjo, 2015).
B. ETIOLOGI
1) Faktor yang dapat tidak dapat dirubah ( jenis kelamin, usia, keturunan)
2) Faktor yang dapat dirubah ( hipertensi, penyakit jantung, kolesterol
tinggi, obesitas, diabetes melitus, stress emotional)
3) Kebiasaan hidup ( merokok, peminum alkohol, obat-obat terlarang,
aktivitas yang tidak sehat seperti kurang olahraga, makanan yang
mengandung kolesterol).
(Nurarif & Kusuma, 2015).

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda gejala dari stroke antara lain :
1) Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.
2) Tiba-tiba hilang rasa peka.
3) Gangguan bicara dan bahasa.
4) Gangguan penglihatan.
5) Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
6) Gangguan daya ingat.
7) Nyeri kepala hebat.
8) Vertigo.
9) Kesadaran menurun.
10) Proses kencing terganggu.
11) Gangguan fungsi otak (Nurarif & Kusuma, 2015).
D. PATOFISIOLOGI
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang dialiri darah oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin
terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik
yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang membawa darah ke otak.
Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak
di bagian distal sumbatan. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus
atau embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP) yang dialiri akan
mengalami infark jika tidak ada aliran darah yang adekuat.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema
sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak;
Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan
sawar darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang
berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al,
2001).
E. KOMPLIKASI
Menurut Satyanegara 2010, komplikasi dari stroke antara lain :
a. Dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri (defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan TIK, herniasi, dan akhirnya menimbulkan
kematian). Infark miokard (penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal).
b. Jangka Pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat immobilisasi lama, infark miokard, emboli paru
(cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali terjadi pada saat
penderita mulai mobilisasi).
c. Jangka Panjang (>14 hari)
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain : penyakit
vaskuler perifer.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari sroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
2. Lumbal Pungsi, CT Scan, EEG, Magnetic Imagining Resnance
(MRI)
3. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena ( masalah
sistem karotis)
(Nurarif & Kusuma, 2015)

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan
besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya
pengobatan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke
hanya 3-6 jam. Hal yang harus dilakukan adalah:

1. Stabilitas dengan tindakan ABC (Airway, breathing, Circulation)


2. Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal
napas 19
3. Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan
kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti
dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat
edema otak
4. Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung
5. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
6. Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen
toraks
7. Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer
lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan
kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial
8. Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati,
gas darah arteri, dan skrining toksikologi
9. Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
10.CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia
(Mansjoer, 2000).

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang di derita pasien saat berada di rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
f. Aktivitas/istirahat:
Adanya kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
g. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
h. Integritas ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
i. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
j. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
k. Neuro Sensori
1) Pemeriksaan motorik
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki,
ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh pasien unutk
melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
- Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan kanan-kiri.
- Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot
tertentu.
2) Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa
getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu
sehingga dapat ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.
3) Pemeriksaan reflex
- Refleks lutut/patela/hammer (pasien berbaring duduk dengan
tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
- Refleks tumit achiles (pasien dalam posisi berbaring, lutut posisi
fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung
kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon
achiles dipukul. Pada HNP lateral 4-5 refleks ini negatif.
4) Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk
memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa
ada/tidaknya penyebaran nyeri.
5) Memeriksa nervus cranialis
a) Nervus I , Olfaktorius (pembau)
Anjurkan klien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-
bauan dengan memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak
merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-
rempah.
b) Nervus II, Opticus (penglihatan)
Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan :
 Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Dengan Kartu snellen, pada pemeriksaan kartu memerlukan
jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak
terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa
dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal
bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh
setiap mata (visus 6/6).
 Pemeriksaan Penglihatan
Perifer Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan
informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan
mulai dari mata hingga korteks oksipitalis. Dapat dilakukan
dengan:Tes Konfrontasi, jarak antara pemeriksa – pasien :
60 – 100 cm, Objek yang digerakkan harus berada tepat di
tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari
pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana
mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa
harus menatap lurus ke depan dan tidak boleh melirik ke
arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang
pemeriksa harus normal.
 Refleks Pupil
Respon cahaya langsung, pakailah senter kecil, arahkan
sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada
cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil
untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua
pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada
keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
 Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil
lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
 Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat
oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat
diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat
mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus
carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah
dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke
arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
 Tes warna, untuk mengetahui adanya polineuropati pada
nervus. Optikus.
c) Nervus III, Oculomotorius
 Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka
batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang
sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak
mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang / ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik pula.
 Gerakan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari
atau ballpoint ke arah medial, atas dan bawah, sekaligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat
ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola
mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus
(juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
 Pemeriksaan pupil meliputi : bentuk dan ukuran pupil,
perbandingan pupil kanan dan kiri, refleks pupil, meliputi
pemeriksaan : refleks cahaya langsung (bersama N. II),
refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II), refleks pupil
akomodatif atau konvergensi.
d) Nervus IV, Throclearis
Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral
bawah, strabismus konvergen, diplopia
e) Nervus V, Thrigeminus
 Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien
dengan menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke
atas.
 Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah,
lidah dan gigi.
 Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan
gigi.
f) Nervus VI, Abdusen
Pergerakan bola mata ke lateral
g) Nervus VII, Facialis
Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang
lumpuh lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis,
menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka
dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir,
memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam
keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama
kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi
yang lumpuh)
h) Nervus VIII, Auditorius/vestibulokokhlearis
Memeriksa ketajaman pendengaran klien, dengan menggunakan
gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan
untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes
Rinne dan tes Weber.
i) Nervus IX, Glosopharingeal
Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta m engucap AH,
menguji kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas,
bawah, dan samping. Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara
klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama,
anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom),
kesulitan menelan dan disartria. Pasien disuruh membuka mulut
dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat
pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika
uvula
terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan
nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi
yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut
(nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah
komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap
sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien
apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali
dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum
molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya
utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian
pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak
(lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh
batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N.
IX)
j) Nervus X, Vagus
Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara
k) Nervus XI, Accessorius
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien
mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius
dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian
pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan
(tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido
mastoideus
l) Nervus XII, Hypoglosal
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :Inspeksi lidah dalam
keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan
fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik).
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah
sisi yang lemah jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron
unilateral. Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan
menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN
bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
2) Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif
2. Intoleransi aktivitas
3. Gangguan komunikasi verbal
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Resiko gangguan integritas kulit
6. Defisit Perawatan diri
7. Gangguan Menelan
3) Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan Pemantauan Tekanan
efektif asuhan Intrakranial
keperawatan 1. Observasi
Faktor Resiko: selama ..x … jam □ identifikasi penyebab
□ Keabnormalan masa perfusi serebral peningkatan TIK (misal
protrombin dan atau masa meningkat dengan lesi menempati ruang,
tromboplastin parsial kriteria hasil : gangguan metabolisme,
□ Penurunan kinerja ventrikel 1. Tingkat edema serebral,
kiri kesadaran peningkatan tekanan
□ Aterosklerosis arteri meningkat vena, obstruksi aliran
□ Diseksi arteri 2. Kognitif cairan cerebrospinal,

□ Fibrilasi atrium meningkat hipertensi intrakranial


3. Tekanan intra idiopatik)
□ Tumor otak
kranial , sakit □ monitor peningkatan
□ Stenosis aorta
kepala, TD
□ Miksoma atrium
gelisah, □ monitor pelebaran
□ Aneurisma serebri
kecemasan, tekanan nadi (selisih
□ Koagulasi (mis. Anemia sel
agitasi dan TDS dan TDD)
sabit)
demam □ monitor penurunan
□ Dilatasi kardiomiopati
menurun frekuensi jantung
□ Koagulasi intravaskuler 4. Nilai rata-rata □ monitor ireguleritas
□ Embolisme tekanan darah irama napas
□ Cedera kepala sistolik dan □ monitor penurunan
□ Hiperkolesteronemia diastolik tigkat kesadaran
□ Hipertensi membaik □ monitor kadar CO2
□ Endokarditis infeksi 5. Kesadaran
dan pertahankan dalam
□ Katub prostetik mekanis membaik
rentang yang
□ Stenosis mitral 6. Refleks saraf
dindikasikan
membaik
□ Neoplasma otak □ Monitor efek stimulus
□ Infark miokart akut lingkungan terhadap
□ Sindrom sick sinus TIK

□ Penyalah gunaan zat 2. Terapeutik

□ Terapi trombolitik □ ambil sampel drainase

□ Efek samping tindakan (mis. cairan serebrospinal


□ kalibrasi transduser
Tindakan oprasi bypass)
□ pertahankan sterilisasi
sistem pemantauan
□ pertahankan posisi
kepala dan leher netral
□ atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
□ dokumentasi hasil
pemantauan
2. Edukasi
□ kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan jika perlu
□ jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
□ informasikan hasil
pemantauan
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
Penyebab : tindakan Observasi
 Ketidakseimbangan antara keperawatan  Identifikasi gangguan
suplai dan kebutuhan selama….x…jam, fungsi tubuh yang
oksigen respon fisiologis mengakibatkan kelelahan
 Tirah baring terhadap aktivitas  Monitor kelehan fisik dan
 kelemahan yang emosional
 imobilitas membutuhkan  Monitor pola dan jam tidur .
 gaya hidup monoton tenaga meningkat  Monitor lokasi
Kriteria hasil : ketidaknyamanan selama
Tanda & Gejala:  Pergerakn melakukan aktivitas
DS : ekstermitas
 Mengeluh lelah meningkat
 Dispnea saat/setelah  Kekuatan otot Terapeutik
aktivitas  Lakukan latihan rentang
meningkat
 Merasa lemah gerak pasif/aktif
 Rentang gerak
DO: ROM  Berikan aktivitas distraksi
 Frekuensi jantung meningkat yang menenagkan
meningkat > 20% dari  Kaku sendi
kondisi istirahat menurun
Edukasi
 Tekanan darah berubah >  Gerakan tidak
 Anjurkan tirah baring
20% dari kondisi istirahat terkoordinasi
 Anjurkan melakukan
 Gambaran EKG menurun
aktivitas secara bertahap
menunjukkan aritmia saat  Kelemahan
 Anjurkan menghubungi
atau setelah aktivitas fisik menurun
perawat jika gejala
 Gambaran EKG
kelelahan tidak berkurang
menunjukkan iskemia

sianosis Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahligizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


asuhan 1. Observasi
Penyebab : keperawatan a. Identifikasi adanya
□ Kerusakan integritas selama ..x … jam nyeri atau keluhan fisik
struktur tulang kemampuan lainnya
□ Perubahan metabolisme gerakan fisik 1 b. Identifikasi toleransi
□ Ketidakbugaran fisik atau lebih fisik melakukan

□ Penurunan kendali otot ekstremitas pergerakan

□ Penurunan massa otot secara mandiri c. Monitor frekuensi


meningkat jantung dan tekanan
□ Penurunan kekuatan otot
dengan kriteria darah sebelum
□ Keterlambatan
hasil : mobilisasi
perkembangan
1. Pergerakan d. Monitor kondisi umum
□ Kekakuan sendi
ekstremitas selama melakukan
□ Kontraktur
meningkat mobilisasi
□ Gangguan
2. Kekuatan otot 2. Terapeutik
muskuloskeletal
meningkat □ Fasilitasi aktivitas
□ Gangguan neuromuskular
3. Rentang ROM mobilisasi dengan alat
□ Nyeri meningkat bantu (misal pagar
□ Kurang terpapar informasi 4. Nyeri tempat tidur)
tentang aktivitas fisik
□ Gangguan sensori persepsi menurun □ Afsilitas melakukan
□ Program pembatasan 5. Kaku sendi pergerakan
gerak menurun □ Libatkan keluarga
DS: untuk membantu pasien
□ Mengeluh sulit dalam meningkatkan
menggerakkan ekstremitas pergerakan
□ Nyeri saat bergerak 3. Edukasi
□ Enggan melakukan □ Jelaskan tujuan dan

pergerakan prosedur mobilisasi


□ Merasa cemas saat □ Anjurkan melakukan

pergerakan mobilisasi dini


DO : □ Ajarkan mobilisasi
□ Kekuatan otot menurun sederhana yang harus

□ Rentang gerak (range of dilakukan ( misal,

motion) menurun duduk ditempat tidur,

□ Sendi kaku duduk di sisi tempat


tidur)
□ Gerakan tidak
terkoordinasi
□ Gerakan terbatas
□ Fisik lemah

4. Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan Promosi Komunikasi


asuhan Efektif
Penyebab: keperawatan 1. Observasi
□ Penurunan sirkulasi serebral selama ... x …jam a. Identifikasi prioritas
□ Gangguan neuromuskular komunikasi metode komunikasi yang
□ Gangguan pendengaran verbal pasien digunakan sesuai dengan

□ Gangguan muskuloskeletal meningkat dengan kemampuan


kriteria hasil: b. Identifikasi sumber
□ Kelainan palatum
1. Kemampuan pesan secara jelas
□ Hambatan fisik (mis.
bicara, 3. Terapeutik
Terpasang trakheostomi,
mendengar a. Fasilitas
intubasi, krikotiroidektomi)
meningkat mengungkapkan isi
□ Hambatan indivisu (mis,
2. Kesesuaian pesan dengan jelas
ketakkutan, kecemasan,
ekspresi wajah b. Fasilitas penyampaian
merasa malu, emosional)
atau tubuh struktur pesan secara
meningkat logis
DS:
3. Pelo, gagap, c. Dukungan pasien dan
□ (tidak tersedia)
DO: afasia keluarga menggunakan
□ Tidak mampu berbicara menurun komunikasi efektif
atau mendengar 4. Edukasi
□ Menunjukkan respon tidak a. Jelaskan perlunya
sesuai komunikasi efektif
□ Afasia b. Ajarkan

□ Disfasia memformulasikan pesan

□ Apraksia dengan dengan tepat

□ Disleksia
□ Disartria
□ Afonia
□ Dislasia
□ Pelo
□ Gagap
□ Sulit menyusun kata
□ Verbalisasi tidak tepat

5. Resiko gangguan integritas Setelah dilakukan Perawtaan Integritas


kulit asuhan Kulit
keperawatan 1. Observasi
Penyebab : selama ...x… jam a. Identifikasi penyebab
□ Perubahan sirkulasi keutuhan kulit gangguan integritas
□ Perubahan status nutrisi atau jaringan kulit
(kelebihan atau meningkat dengan 2. Terapeutik
kekurangan) kriteria hasil: b. Ubah posisi tiap 2 jam
□ Kekuarangan/kelebihan a. Perfusi jika tirah baring

volume cairan jaringan c. Gunakan produk

□ Penurunan mobilitas meningkat berbahan ringan dan

□ Bahan kimia iritatif b. Kerusakan alami pada kulit sensitif


jaringan dan d. Gunakan minyak pada
□ Suhu lingkungan ekstream
lapisan kulit kulit kering
□ Faktor mekanis ( mis.
menurun 3. Edukasi
Penekanan, gesekan) atau
c. Suhu kulit a. Anjurkan
faktor elektris
membaik menggunakan
(elektrodiatermi, energi
pelembab
listrik bertegangan tinggi)
b. Anjurkan minum air
□ Terapi radiasi
yang cukup
□ Kelembaban c. Anjurkan
□ Proses penuaan meningkatkan asupan
□ Neuropati perifer nutrisi

□ Perubahan pigmentasi
□ Perubahan hormonal
□ Penekanan pada tonjolan
tulang
□ Kurang terpapar infomasi
tentang upaya
mempertahannkan atau
melindungi integritas
jaringan
DS:
□ (tidak tersedia)
DO:
□ Kerusakan jaringan atau
lapisan kulit
□ Nyeri
□ Perdarahan
□ Kemerahan
□ Hematoma
6. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri
asuhan 1. Observasi
Penyebab : keperawatan □ Identifikasi
□ Gangguan musculoskeletal selama…x… jam pengetahuan tentang
□ Gangguan neuromuskuler kemampuan perawatan diri
□ Kelemahan melakukan atau □ Identifikasi

□ Gangguan psikologis menyelesaikan kemampuan membaca,

dan/atau psikotik aktivitas status kognitif,

□ Penurunan motivasi atau perawatan diri psikologis, tingkat


meningkat dengan kecemasan, dan budaya
minat
kriteria hasil: □ Identifikasi masalah
DS:
□ Kemampuan dan hambatan
□ Menolak melakukan
makan perawatan diri yang
perawatan
meningkat dialami
DO:
□ Mempertahan □ Identifikasi metode
□ Tidak mampu
kan pembelajaran yang
mandi/mengenakan
kebersihan sesuai
akaian/makan/ke toilet/
diri 2. Terapeutik
berhias secara mandiri
meningkat
□ Minat melakukan □ Mempertahan □ Rencanakan strategi
perawatan diri kurang kan edukasi
kebersihan □ Jadwalkan waktu dan
mulut intensitas pembelajaran
meningkat sesuai penyakit
□ Sediakan lingkungan
yang kondusif untuk
pembelaajaran optimal
□ Ciptakan edukasi
interaktif untuk
memicu partisipasi
aktif selama edukasi
□ Berikan penguatan
positif terhadap
kemmapuan yang
didapat
3. Edukasi
□ Ajarkan perawatan diri,
praktik perawatan diri,
dan aktivitas kehidupan
ssehari-hari
□ Anjurkan
mendemonstrasikan
praktik perawatan diri
sesuai kemampuan
□ Anjurkan mengulang
kembali informasi
edukasi tentang
perawatan mandiri.
7. Gangguan menelan Setelah dilakukan Pencegahan Aspirasi
tindakan
Penyebab : keperawatn Observasi
selama ... X 24
□ Gangguan serebrospinal jam jalan 1. Monitor tingkat kesadaran
□ Gangguan saraf kranialis makanan dari 2. Monitor status pernapasn
□ Paralisis serebral mulut sampai 3. Monitor bunyi napas
□ Akalasia abdomen adekuat 4. Perikasa residu gaster
□ Abnormalitas laring membaik sebelum memberi asupan
□ Abnormalitas orofaring oral
kriteria hasil : 5. Periksa kepatenan selang
□ Anomali jalan napas atas
1. Mempertahan nasogastrik sebelum
□ Defek anatomik kongenital
kan makanan memberi asupan oral
□ Defek laring
□ Defek nasal dimulut
meningkat Terapeutik
□ Defek rongga nasofaring
□ Defek trakea 2. Reflek 1. Posisikan semifowler (30-
□ Refluk gastroesofagus menelan 45 derajat ) 30 menit
□ Obstruksi mekanis meningkat sebelum memberi asupan
□ Prematuritas oral
3. Kemampuan 2. Pertahankan posisi
mengosongka semifowler (30-45 derajat)
n mulut pada psaien tidak sadar
gejala dan tanda mayor
meningkat 3. Pertahankan kepatenan
1. Subejktif : jalan napas
4. Frekuensi
a. Mengeluh sulit menelan 4. Pertahankan pengembangan
tersedak
2. Objektif balon endotreacheal (ETT)
menurun
a. Batuk sebelum menelan 5. Lakukan penghisapan
b. Batuk setelah makan atau 5. Batuk suction diruangan.
minum menurun 6. Hindari memberi makan
c. Tersedak melalui selang
d. Makanan tertinggal gastrointestinal, jika residu
dimulut banyak
Gejala dan tanda minor 7. Berikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak
1. Subjektif : 8. Berikan obat dalam bentuk
a. Oral : - cair
b. Faring :
1) Menolak makanan Edukasi
c. Esofagus :
1) Mengeluh bangun 1. Anjurkan makan secara
dimalam hari perlahan
2) Nyeri epigastrik 2. Ajarkan strategi mencegah
2. Objektif : aspirasi
a. Oral : 3. Ajrkan teknik mengunyah
1) Bolus masuk terlalu
cepat
2) Refluks nasal
3) Makanan jatuh dari
mulut
4) Makann terdorong
keluar dari mulut
5) Sulit mengunyah
6) Muntah sebelum
menelan
7) Bolus terbentuk lama
8) Waktu makan lama
9) Prosi makan tidak
habis
10) Fase oral abnormal
11) Mengiler
12) Tidak mampu
memberaihkan
rongga mulut
b. Faring :
1) Muntah
2) Posisi kepala kurang
elevasi
3) Menenlan berulang-
ulang
c. Esofagus :
1) Hematemesis
2) Gelisah
3) Regurgitasi
4) Odinofagia
5) Bruksisme
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A (2000) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

M. Irfan. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke, Yogyakarta: Graha ilmu

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi . 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis Nanda Nic-Noc. . Jogjakarta : Media Action

PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 2. Jakarta. DPP PPNI :
Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. DPP PPNI : Jakarta

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. DPP PPNI : Jakarta

Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.

Raharjo, J. 2015. Tingkat Kecemasan Keluarga Stroke yang dirawat di Ruang ICU
RS Panti Waluyo Surakarta. Skripsi. Diakses dari :
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id pada tanggal 24 Agustus 2019

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi 4. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Smith, W.S., Hauser, S.L., Easton, J.D., 2001. Cerebrovascular Dissease. New York:
McGraw-Hill pp 1269-77

Anda mungkin juga menyukai