Oleh :
I’IT RETNANING MUTIANI
NIM. 40219028
Nim : 40219028
(...................................) (.................................)
A. DEFINISI
Cerebrovascular Accident (CVA) atau stroke adalah gangguan fungsi
saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang timbul
secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa jam
dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang diganggu (Irfan,
2012).
Stroke Iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
80% kasus stroke berasal dari proses iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi
3 jenis, yaitu :
1) Stroke trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
2) Stroke embolik : tertutupnya pembuluh darah arteri oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
(Raharjo, 2015).
B. ETIOLOGI
1) Faktor yang dapat tidak dapat dirubah ( jenis kelamin, usia, keturunan)
2) Faktor yang dapat dirubah ( hipertensi, penyakit jantung, kolesterol
tinggi, obesitas, diabetes melitus, stress emotional)
3) Kebiasaan hidup ( merokok, peminum alkohol, obat-obat terlarang,
aktivitas yang tidak sehat seperti kurang olahraga, makanan yang
mengandung kolesterol).
(Nurarif & Kusuma, 2015).
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda gejala dari stroke antara lain :
1) Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.
2) Tiba-tiba hilang rasa peka.
3) Gangguan bicara dan bahasa.
4) Gangguan penglihatan.
5) Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
6) Gangguan daya ingat.
7) Nyeri kepala hebat.
8) Vertigo.
9) Kesadaran menurun.
10) Proses kencing terganggu.
11) Gangguan fungsi otak (Nurarif & Kusuma, 2015).
D. PATOFISIOLOGI
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang dialiri darah oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin
terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik
yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang membawa darah ke otak.
Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak
di bagian distal sumbatan. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus
atau embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP) yang dialiri akan
mengalami infark jika tidak ada aliran darah yang adekuat.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema
sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak;
Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan
sawar darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang
berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al,
2001).
E. KOMPLIKASI
Menurut Satyanegara 2010, komplikasi dari stroke antara lain :
a. Dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri (defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan TIK, herniasi, dan akhirnya menimbulkan
kematian). Infark miokard (penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal).
b. Jangka Pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat immobilisasi lama, infark miokard, emboli paru
(cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali terjadi pada saat
penderita mulai mobilisasi).
c. Jangka Panjang (>14 hari)
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain : penyakit
vaskuler perifer.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari sroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
2. Lumbal Pungsi, CT Scan, EEG, Magnetic Imagining Resnance
(MRI)
3. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena ( masalah
sistem karotis)
(Nurarif & Kusuma, 2015)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan
besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya
pengobatan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke
hanya 3-6 jam. Hal yang harus dilakukan adalah:
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang di derita pasien saat berada di rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
f. Aktivitas/istirahat:
Adanya kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
g. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
h. Integritas ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
i. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
j. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
k. Neuro Sensori
1) Pemeriksaan motorik
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki,
ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh pasien unutk
melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
- Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan kanan-kiri.
- Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot
tertentu.
2) Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa
getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu
sehingga dapat ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.
3) Pemeriksaan reflex
- Refleks lutut/patela/hammer (pasien berbaring duduk dengan
tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
- Refleks tumit achiles (pasien dalam posisi berbaring, lutut posisi
fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung
kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon
achiles dipukul. Pada HNP lateral 4-5 refleks ini negatif.
4) Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk
memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa
ada/tidaknya penyebaran nyeri.
5) Memeriksa nervus cranialis
a) Nervus I , Olfaktorius (pembau)
Anjurkan klien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-
bauan dengan memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak
merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-
rempah.
b) Nervus II, Opticus (penglihatan)
Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan :
Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Dengan Kartu snellen, pada pemeriksaan kartu memerlukan
jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak
terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa
dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal
bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh
setiap mata (visus 6/6).
Pemeriksaan Penglihatan
Perifer Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan
informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan
mulai dari mata hingga korteks oksipitalis. Dapat dilakukan
dengan:Tes Konfrontasi, jarak antara pemeriksa – pasien :
60 – 100 cm, Objek yang digerakkan harus berada tepat di
tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari
pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana
mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa
harus menatap lurus ke depan dan tidak boleh melirik ke
arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang
pemeriksa harus normal.
Refleks Pupil
Respon cahaya langsung, pakailah senter kecil, arahkan
sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada
cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil
untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua
pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada
keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil
lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat
oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat
diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat
mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus
carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah
dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke
arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
Tes warna, untuk mengetahui adanya polineuropati pada
nervus. Optikus.
c) Nervus III, Oculomotorius
Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka
batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang
sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak
mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang / ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik pula.
Gerakan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari
atau ballpoint ke arah medial, atas dan bawah, sekaligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat
ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola
mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus
(juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
Pemeriksaan pupil meliputi : bentuk dan ukuran pupil,
perbandingan pupil kanan dan kiri, refleks pupil, meliputi
pemeriksaan : refleks cahaya langsung (bersama N. II),
refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II), refleks pupil
akomodatif atau konvergensi.
d) Nervus IV, Throclearis
Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral
bawah, strabismus konvergen, diplopia
e) Nervus V, Thrigeminus
Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien
dengan menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke
atas.
Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah,
lidah dan gigi.
Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan
gigi.
f) Nervus VI, Abdusen
Pergerakan bola mata ke lateral
g) Nervus VII, Facialis
Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang
lumpuh lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis,
menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka
dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir,
memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam
keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama
kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi
yang lumpuh)
h) Nervus VIII, Auditorius/vestibulokokhlearis
Memeriksa ketajaman pendengaran klien, dengan menggunakan
gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan
untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes
Rinne dan tes Weber.
i) Nervus IX, Glosopharingeal
Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta m engucap AH,
menguji kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas,
bawah, dan samping. Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara
klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama,
anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom),
kesulitan menelan dan disartria. Pasien disuruh membuka mulut
dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat
pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika
uvula
terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan
nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi
yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut
(nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah
komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap
sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien
apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali
dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum
molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya
utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian
pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak
(lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh
batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N.
IX)
j) Nervus X, Vagus
Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara
k) Nervus XI, Accessorius
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien
mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius
dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian
pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan
(tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido
mastoideus
l) Nervus XII, Hypoglosal
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :Inspeksi lidah dalam
keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan
fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik).
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah
sisi yang lemah jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron
unilateral. Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan
menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN
bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
2) Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif
2. Intoleransi aktivitas
3. Gangguan komunikasi verbal
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Resiko gangguan integritas kulit
6. Defisit Perawatan diri
7. Gangguan Menelan
3) Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan Pemantauan Tekanan
efektif asuhan Intrakranial
keperawatan 1. Observasi
Faktor Resiko: selama ..x … jam □ identifikasi penyebab
□ Keabnormalan masa perfusi serebral peningkatan TIK (misal
protrombin dan atau masa meningkat dengan lesi menempati ruang,
tromboplastin parsial kriteria hasil : gangguan metabolisme,
□ Penurunan kinerja ventrikel 1. Tingkat edema serebral,
kiri kesadaran peningkatan tekanan
□ Aterosklerosis arteri meningkat vena, obstruksi aliran
□ Diseksi arteri 2. Kognitif cairan cerebrospinal,
sianosis Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahligizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
□ Disleksia
□ Disartria
□ Afonia
□ Dislasia
□ Pelo
□ Gagap
□ Sulit menyusun kata
□ Verbalisasi tidak tepat
□ Perubahan pigmentasi
□ Perubahan hormonal
□ Penekanan pada tonjolan
tulang
□ Kurang terpapar infomasi
tentang upaya
mempertahannkan atau
melindungi integritas
jaringan
DS:
□ (tidak tersedia)
DO:
□ Kerusakan jaringan atau
lapisan kulit
□ Nyeri
□ Perdarahan
□ Kemerahan
□ Hematoma
6. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri
asuhan 1. Observasi
Penyebab : keperawatan □ Identifikasi
□ Gangguan musculoskeletal selama…x… jam pengetahuan tentang
□ Gangguan neuromuskuler kemampuan perawatan diri
□ Kelemahan melakukan atau □ Identifikasi
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi . 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis Nanda Nic-Noc. . Jogjakarta : Media Action
PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 2. Jakarta. DPP PPNI :
Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. DPP PPNI : Jakarta
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. DPP PPNI : Jakarta
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
Raharjo, J. 2015. Tingkat Kecemasan Keluarga Stroke yang dirawat di Ruang ICU
RS Panti Waluyo Surakarta. Skripsi. Diakses dari :
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id pada tanggal 24 Agustus 2019
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi 4. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Smith, W.S., Hauser, S.L., Easton, J.D., 2001. Cerebrovascular Dissease. New York:
McGraw-Hill pp 1269-77